Kelanjutan penyelesaian
jumlah iuran yang harus dibayarkan Indonesia ke Korea Selatan masih menjadi
perbincangan.
Menurut situs Muhwa.co.kr,
Indonesia meminta pengurangan nilai iuran dari 1,6 triliun won menjadi 600
miliar won.
Hal ini masih dalam
pembahasan oleh pemerintah Korea Selatan apakah akan menyetujui permintaan
Indonesia tersebut.
Administrasi Program
Akuisisi Pertahanan (DAPA) berencana untuk memutuskan apakah akan menerima
proposal Indonesia terkait pengembangan KF-21 di Komite Promosi Industri
Pertahanan pada akhir bulan Juni 2024.
Pihak Indonesia mengusulkan
untuk membayar kontribusi sebesar 600 miliar won pada tahun 2026, ketika
pengembangan sistem KF-21 selesai.
Artinya Indonesia hanya membayar 1/3 dari jumlah yang disepakati
sebelumnya sebesar 1,7 triliun won (kemudian dikurangi menjadi sekitar 1,06
triliun won) dan hanya menerima 1/3 dari transfer teknologi.
Pemerintah Korsel memutuskan
untuk menerima proposal tersebut, dengan alasan fakta bahwa biaya pengembangan
KF-21 secara keseluruhan lebih rendah dari yang diharapkan dan ini merupakan
proses percepatan penyebaran senjata.
Indonesia dipastikan juga
membayar 100 miliar won pada tahun ini.
Sementara itu, menurut
laporan Newdaily.co.kr, ada sejumlah alasan mengapa Korsel tak bisa lepas dari
Indonesia.
Salah satunya, Korea Selatan
yakin bahwa Indonesia merupakan negara yang mampu memastikan stabilnya kinerja
KF-21 Boramae.
Indonesia dinilai sebagai
negara yang efektif dalam memastikan stabilnya kinerja KF-21. Dalam hal daya
jual suatu senjata, data mengenai penggunaan sebenarnya merupakan hal yang
paling penting.
Jika senjata tersebut
disebarkan ke militer Indonesia, di mana konflik besar dan kecil sering
terjadi, maka data tersebut dapat digunakan sebagai jalan pintas untuk membuka
ekspor ke negara lain.
Secara khusus, Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau sehingga
memiliki kondisi geografis yang mampu memaksimalkan performa jet tempur.
Seorang pejabat industri pertahanan mengatakan, "Jika Indonesia mengonfirmasi kinerja KF-21, maka Indonesia akan berada dalam posisi yang menguntungkan dalam negosiasi dengan negara-negara ekspor potensial seperti Polandia dan Arab Saudi."
Perubahan cepat dalam
lanskap politik Indonesia tampaknya juga menjadi pertimbangan pemerintah kita.
Menteri Pertahanan Prabowo
Subianto yang memenangkan pemilihan
presiden pada bulan Februari, menandai pergantian pemerintahan pertama dalam 10
tahun.
DAPA menjelaskan, Presiden
terpilih Prabowo bersikap positif terhadap pengembangan bersama KF, dan setelah
masalah kontribusi terselesaikan, kita bisa bekerja sama dalam ekspor KF-21.
Berbeda dengan dana
pengembangan teknologi, dukungan keuangan tersedia untuk ekspor senjata,
merupakan bisnis yang diharapkan menguntungkan di masa depan. Indonesia
merupakan wilayah maju dimana kelompok keuangan besar seperti KB dan Shinhan
telah memasuki pasar, ungkap media Korsel tersebut.
Mengingat sebagian besar
ekspor senjata pertahanan dibayar melalui pembiayaan kebijakan, jika ekspor
KF-21 menjadi kenyataan, keuntungan yang diperoleh perusahaan keuangan Korea
diperkirakan akan signifikan. Seorang pejabat pemerintah mengatakan,
"Bahkan jika ada kerugian finansial, masih ada ruang untuk
negosiasi."
"Kita memerlukan
strategi untuk meminimalkan kerusakan sekaligus melindungi tujuan pengembangan
senjata bersama dan peluang ekspor," tambahnya.
Indonesia Diam-Diam Baru Saja Setor Uang Segini Untuk Proyek KF-21 Boramae Korea Selatan Langsung Ambil Tindakan
penyelesaian iuran jet
tempur KF-21 Boramae yang dikembangkan bersama Indonesia dan Korsel masih
berlanjut.
Sebelumnya diberitakan oleh
Yohnap News Agency, bahwa Indonesia berencana meminta penyesuaian iuran.
Menurut keterangan tersebut,
secara resmi dipastikan bahwa pemerintah Korsel telah memutuskan untuk menerima
usulan Indonesia.
Kisah menarik tentang
bagaimana memulihkan energi seorang pria setelah berumur 40 tahun
Yaitu untuk mengurangi
kontribusi pengembangan pesawat tempur Korea KF-21 Boramae dari yang semula 1,6
triliun won menjadi 600 miliar won.
Namun pemberian satu
prototipe dengan syarat pembayaran penuh ke Indonesia kemungkinan akan
dibatalkan oleh Korea Selatan.
"Kami akan mengkaji
ulang dari awal," ungkap Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA).
Dengan perngurangan
tersebut, dikatakan bahwa Indonesia juga nantinya akan mendapatkan pengurangan
transfer teknologi.
DAPA mengungkapkan pada 8
Mei 2024, "Pihak Indonesia mengusulkan penyesuaian kontribusi menjadi 600
miliar won pada tahun 2026, ketika pengembangan sistem KF-21 selesai."
"Kami mendorong
penyesuaian terhadap 600 miliar won, yang bisa dibayar oleh Indonesia,"
katanya.
DAPA berencana memutuskan
apakah akan menerima usulan Indonesia setelah berkonsultasi dengan kementerian
terkait seperti Kementerian Pertahanan Negara dan Kementerian Strategi dan
Keuangan.
Keputusan akhir diharapkan
akan diambil pada pertemuan Komite Promosi Proyek Pertahanan yang diadakan
paling cepat akhir bulan Juni 2024.
Menurut situs Munhwa.co.kr,
sebelumnya, Indonesia mengusulkan rencana dari akhir tahun lalu hingga awal
tahun ini.
Untuk membayar tambahan 100
miliar won per tahun mulai tahun ini hingga 2034.Sehingga totalnya mencapai 1
triliun won.Dalam hal ini, tambahan 300 miliar won akan diterima pada tahun
2026.
Namun DAPA menolak usulan
Indonesia saat itu dengan alasan pembayaran iuran setelah tanggal tersebut
dapat meningkatkan ketidakpastian dalam proyek KF-21.
DAPA mengatakan, Indonesia
baru-baru ini telah memberikan kontribusi tambahan sebesar 100 miliar won.
SUMBER ZONA JAKARTA
No comments:
Post a Comment
DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK