Jurnas.com | PUSAT pasukan perdamaian (peacekeeping center) sengaja dibangun dengan taraf internasional. Alasannya, intensitas, partisipasi dan kontribusi Indonesia dalam berbagai tugas-tugas pemeliharaan perdamaian sangat tinggi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, Indonesia negara yang sangat aktif berkontribusi pada misi pemeliharaan perdamaian dunia. Di mana pun mengemban tugas, dunia menilai kontingen Indonesia berprestasi yang baik.
“Penilaian ini wajib kita pertahankan bahkan terus kita tingkatkan," kata Presiden, di Sentul, Bogor, Senin (19/12). Alasan lain adalah, pengalaman Indonesia dalam berbagai penugasan peace keeping association.
Di bekas negara Yugoslavia, Indonesia mendapat apresiasi tinggi karena disiplin, spirit, kinerja, bahkan hubungan para peacekeeper Indonesia dengan masyarakat lokal, baik. “Kita dinilai sebagai good luck,” kata Presiden.
Di Bosnia, Indonesia tidak terlalu banyak menempatkan posisi kepemimpinan. Padahal Indonesia punya 650 perwira dan military observer dari 38 negara. Tenyata ada hambatan bahasa dan pengetahuan tentang peacekeeping missionitu sendiri.
Pengalaman lainnya, 3-5 persen anggota Kontingen Indonesia, TNI dan Polri, perwira dan bintara yang dipulangkan kembali ke Indonesia. Padahal baru dua minggu berada di Bosnia. “Itu karena mereka tidak lulus mengemudi dan tidak lulus bahasa Inggris,” katanya.
Indonesia juga pernah mendapat penawaran menambah kontingennya satu batalyon mekanik karena akan didirikan komando baru. Indonesia ditawari untuk menempatkan jenderal berbintang dua untuk menjadi pos commander, jika satu batalyon itu bisa ditambahkan. “Ternyata kita tidak siap,” katanya.
jurnas
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, Indonesia negara yang sangat aktif berkontribusi pada misi pemeliharaan perdamaian dunia. Di mana pun mengemban tugas, dunia menilai kontingen Indonesia berprestasi yang baik.
“Penilaian ini wajib kita pertahankan bahkan terus kita tingkatkan," kata Presiden, di Sentul, Bogor, Senin (19/12). Alasan lain adalah, pengalaman Indonesia dalam berbagai penugasan peace keeping association.
Di bekas negara Yugoslavia, Indonesia mendapat apresiasi tinggi karena disiplin, spirit, kinerja, bahkan hubungan para peacekeeper Indonesia dengan masyarakat lokal, baik. “Kita dinilai sebagai good luck,” kata Presiden.
Di Bosnia, Indonesia tidak terlalu banyak menempatkan posisi kepemimpinan. Padahal Indonesia punya 650 perwira dan military observer dari 38 negara. Tenyata ada hambatan bahasa dan pengetahuan tentang peacekeeping missionitu sendiri.
Pengalaman lainnya, 3-5 persen anggota Kontingen Indonesia, TNI dan Polri, perwira dan bintara yang dipulangkan kembali ke Indonesia. Padahal baru dua minggu berada di Bosnia. “Itu karena mereka tidak lulus mengemudi dan tidak lulus bahasa Inggris,” katanya.
Indonesia juga pernah mendapat penawaran menambah kontingennya satu batalyon mekanik karena akan didirikan komando baru. Indonesia ditawari untuk menempatkan jenderal berbintang dua untuk menjadi pos commander, jika satu batalyon itu bisa ditambahkan. “Ternyata kita tidak siap,” katanya.
jurnas