Sebagai
salah satu pengguna sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, India seolah
tak ingin puas hanya menjadi konsumen.
India
bahkan berniat untuk mengajukan kerja sama dengan Rusia agar bisa memproduksi
S-400 di negeri sendiri.
Terlepas
dari itu semua, ada beberapa hal yang membuat India sebagai pengguna S-400
berhasil lolos dari jeratan sanksi The Countering America's Adversaries Through
Sanctions Act (CAATSA) yang dibuat Amerika Serikat.
Berikut
tiga hal yang membuat India lolos dari CAATSA meski membeli S-400 dari Rusia:
1.
Penerapan CAATSA yang Tidak Konsisten
Dari
laman Bulgarian Military melalui artikel berjudul "India inching closer to
production and service of S-400 (SA-21)" yang terbit pada Sabtu, 29 Juni
2024, rencana pembelian S-400 oleh India sempat mendapat pertentangan dari
Amerika Serikat. Washington bahkan sempat mengancam New Delhi dengan sanksi
serupa yang juga dialami Turki.
Ketika
Ankara membeli sistem pertahanan udara tersebut, mereka langsung dicoret dari
proyek F-35 meski pada akhirnya embargo itu dicabut.
Akan
tetapi faktanya, sampai sekarang Negeri Anak Benua itu belum menerima sanksi
serupa dengan negara lain yang membeli produk alutsista Moskow.
Dengan
alasan serupa, Indonesia masih ragu-ragu untuk membeli jet tempur buatan Su-35
dari Rusia karena di sisi lain masih membutuhkan produk alutsista dari Amerika
Serikat. Meski demikian, ada beberapa metode yang membuat sebuah negara lolos
dari sanksi CAATSA meski membeli persenjataan dari musuh Negeri Paman Sam.
Menurut
artikel yang dimuat laman ORF Online pada 25 Februari 2021 dengan judul
"India’s Purchase of the S-400: Understanding the CAATSA Conundrum",
sanksi CAATSA semata-mata hanya digunakan untuk membendung hegemoni Rusia dan
sekutunya namun tidak dengan negara mitranya.
2.
Kepentingan Amerika Serikat di Asia Selatan
Amerika
Serikat rupanya juga memiliki kepentingan di Asia Selatan sehingga tidak bisa
serta-merta menjatuhkan sanksi kepada India.
Pasalnya
mereka sedang bersitegang dengan China sebagai salah satu negara super power
dunia. Washington merupakan bekingan India, sementara Pakistan didukung penuh
oleh Beijing.
Melansir
laman asiapacific.ca dalam artikel berjudul "Balancing Tides: India’s
Competition with China for Dominance of the Indian Ocean Region" yang
terbit pada 24 April 2024, New Delhi melakukan reorientasi strategis dalam
percaturan geopolitiknya demi melindungi kawasan Samudera Hindia yang merupakan
haknya.
Sehingga
salah satu langkahnya tidak hanya sebatas mengamankan wilayah perairan
negaranya dari ancaman negara tetangga yang dibekingi Negeri Tirai Bambu, namun
juga mengelabui regulasi CAATSA dengan syarat selama itu menguntungkan
kepentingan Negeri Paman Sam.
Sikap
resistensi India dengan China inilah yang membuat Amerika Serikat membiarkan
pembelian S-400 maupun kerja sama pengadaan alutsista dengan Rusia tetap
terjadi.
3.
Benefit yang Ditakuti Pakistan
Faktor
teknis menjadi pertimbangan kuat bagi India sehingga tidak ada alasan untuk
menolak tawaran pembelian S-400 dari Rusia.
Bulgarian
Military dalam artikelnya yang berjudul "India inching closer to
production and service of S-400 (SA-21)" menyampaikan bahwa akuisisi
sistem pertahanan udara tersebut juga disertai dengan benefit berupa transfer
teknologi hingga perakitan spare part di dalam negeri.
Bahkan
ada ide untuk mengajukan kerja sama dengan Moskow agar unit S-400 bisa
diproduksi di New Delhi. Ide tersebut muncul lantaran pemerintah setempat
mempertanyakan keterlambatan pengiriman spare part dari negara pimpinan
Presiden Vladmir Putin itu pada tahun 2023.
Dengan
diberikannya lisensi untuk memproduksi S-400 beserta spare part pendukungnya di
negeri sendiri, India tidak hanya akan memperoleh skill tambahan yang menjadi
pijakan agar lebih mandiri dalam hal produksi alutsista.
Lebih dari itu, mereka bisa menggunakannya sewaktu-waktu jika Pakistan yang mendapat dukungan kuat dari China mencoba menebar ancaman melalui jalur udara.
ZONAJAKARTA