Pages

Showing posts with label KF 21 BORAMAE. Show all posts
Showing posts with label KF 21 BORAMAE. Show all posts

Tuesday, November 12, 2024

Pejabat Korsel Menyebut Indonesia Negara Penting Tak hanya Dalam Kerja Sama KF-21 Boramae Tetapi Industri Militer Korsel

 


Korsel dan Indonesia memang memiliki hubungan persahabatan yang naik turun. Situasi semakin memanas dengan iuran KF-21 Boramae yang tak kunjung dibayarkan oleh Indonesia ke Korsel.

Menurut Yohnap News Agency, pada 16 Agustus 2024, dalam artikel berjudul "Korsel menyetujui pengurangan iuran KF-21 Boramae Indonesia."

Menyebut bahwa pada akhirnya, Korsel harus menerima pengurangan iuran yang diajukan oleh Indonesia untuk menylesaikan masalah iuran yang tak kunjung dibayarkan.

Menurut perjanjian awal tahun 2016, pemerintah Korea, KAI, dan Indonesia sepakat untuk membagi biaya proyek  8,1 triliun won untuk pengembangan bersama KF-21 masing-masing sebesar 60%, 20%, dan 20%.

Dengan demikian, bagian yang harus ditanggung Indonesia adalah sekitar 1,7 triliun won pada tahun 2026.nDiputuskan untuk mentransfer berbagai teknologi dan mentransfer satu prototipe.

Namun, tahun lalu, pihak berwenang Indonesia tiba-tiba mengumumkan bahwa hanya 600 miliar won yang dapat dibayarkan karena kesulitan keuangan. Pemerintah Korea akhirnya menerima permintaan Indonesia pada bulan Agustus tahun ini untuk kelangsungan bisnis. Karena kontribusinya berkurang sepertiganya, maka diputuskan untuk mengurangi transfer teknologi juga.

Sementara itu Incheontoday.com, dalam artikel 16 Okotober 2024, berjudul "Indonesia, setara dengan Korea dalam kerja sama industri pertahanan." Menyebut bahwa, Indonesia sendiri tak bisa begitu saja melepaskan proyek KF-21 Boramae.

Jika proyek pengembangan bersama KF-21 ditinggalkan secara sepihak, jumlah investasi yang sudah diinvestasikan tidak hanya akan hilang, namun kredibilitas industri pertahanan global juga bisa rusak parah.

Kepercayaan adalah faktor yang sangat penting dalam industri pertahanan, tempat pertukaran puluhan triliun won.

Oleh karena itu, pemerintah Indonesia meminta Korea untuk menyesuaikan kontribusinya, yang juga diterima oleh pemerintah Korea setelah negosiasi.

Dari sudut pandang Korea, Korea tidak dapat membatalkan kontrak dengan Indonesia secara gegabah untuk memperluas kehadirannya di pasar industri pertahanan global dan memperkuat posisinya di masa depan.

Baik Korea maupun Indonesia menyadari pentingnya pengembangan KF-21 dan berencana untuk melanjutkan kerja sama industri pertahanan. Presiden Prabowo dan pemerintah Indonesia masih mempunyai keinginan untuk memperkuat kerja sama industri pertahanan. Setelah kedua negara menyelesaikan pengembangan KF-21 bersama-sama, Indonesia berencana memperkenalkan 48 pesawat tempur KF-21. Kedua negara memperluas kerja sama tidak hanya di bidang KF-21 tetapi juga di berbagai bidang industri pertahanan, termasuk kapal selam dan helikopter.

 Indonesia sudah mengimpor kapal amfibi dan kapal selam produksi dalam negeri sejak tahun 1990-an, dan juga menjadi negara yang pertama kali membuka jalan bagi Korea untuk mengekspor produk pertahanan. Penjabat Duta Besar Park Soo-deok dari Kedutaan Besar Korea di Indonesia mengatakan.

"Korea dan Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang penting di mana mereka dapat saling memperkuat kemampuan teknologi melalui kerja sama industri pertahanan."

T50 golden eagle TNI AU


"Indonesia memiliki pesawat latih dalam negeri KT-1 dan pesawat latih canggih," katanya. "Indonesia merupakan negara pertama yang membeli T-50," jelasnya.

"Meski saat ini mengecewakan, namun ini adalah mitra yang tidak boleh diabaikan untuk ekspor ke depan," ujarnya.


KT1 TNI AU


 

Kepala DAPA Korea Selatan Setuju Iuran KF-21 Boramae Indonesia Dikurangi Tapi Bersumpah Negaranya Tak Boleh Ditusuk dari Belakang Lagi

Bukan cuma dalam hal teknologi, proyek KF-21 Boramae juga mengalami tantangan dalam hal pembiayaan yang hingga kini masih Indonesia utang kepada Korea Selatan (Korsel).

Dalam kesepakatan awal bersama Korsel, Indonesia dibebankan 20 persen dari total biaya pengembangan pesawat tempur KF-21 Boramae yang di NKRI dikenal dengan proyek IFX.

Sebagai imbalan atas penanggungan biaya tersebut, Indonesia akan mendapatkan satu prototipe KF-21 dan data pengembangan dari Korea Selatan.

Indonesia juga akan memproduksi 48 unit jet tempur KF-21 Boramae di dalam negeri.

 

 

Sementara Korea Selatan berencana memproduksi 120 unit jet jempur tersebut.  Dalam proyek pengembangan KF-21 Boramae, rasio pembagian kontribusi antara pemerintah Korea Selatan, Korea Aerospace Industries (KAI, perusahaan produksi), dan Indonesia pada awalnya ditetapkan masing-masing sebesar 60%, 20%, dan 20%.

Biaya pengembangan KF-21 Boramae, tidak termasuk persenjataan, adalah 8,1 triliun won.

Berdasarkan kontrak yang ditandatangani pada tahun 2016, Indonesia harus membayar 1,6 triliun won, atau 20% dari biaya pengembangan KF-21, pada bulan Juni 2026, ketika proyek pengembangan tersebut berakhir.

Namun info dari dari Spnnews.co.kr edisi 8 Agustus 2024, Indonesia disebut hanya membayar 38% dari rencana awal biaya yang dibebankan dalam pengembangan KF-21 Boramae.

"Indonesia telah memutuskan untuk membayar hanya sekitar sepertiga dari jumlah yang disepakati semula untuk pengembangan pesawat tempur supersonik Korea KF-21.

Administrasi Program Akuisisi Pertahanan melaporkan pada tanggal 8 dalam sebuah laporan kepada Komite Pertahanan Nasional Majelis Nasional bahwa bagian Indonesia dalam biaya untuk memperkenalkan KF-21 adalah 600 miliar won.

J Kantor Berita Korea Selatan Yonhap pada (16/8/2024) memberitakan Defense Project Promotion Committee — komite di Korsel yang mengurusi proyek kerja sama alutsista itu — menyetujui usulan RI terkait penyesuaian pembayaran proyek pengembangan pesawat tempur KFX/IFX.

Dengan demikian, untuk porsi pembayaran yang tidak lagi menjadi tanggungan Indonesia, sebagaimana diberitakan Yonhap, bakal ditanggung oleh Pemerintah Korea Selatan dan Korea Aerospace Industries (KAI) yang saat ini menjadi mitra RI mengembangkan pesawat tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae. 

Info dari Getnews edisi 16 Agustus 2024, media Korsel itu menyebut keputusan negaranya hampir final.

"Keputusan ini, yang hampir final, dibuat pada Komite Promosi Program Akuisisi Pertahanan (Komite Pertahanan) ke-163 yang diselenggarakan oleh Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA Red-) pada tanggal 16. 

Pada pertemuan hari ini, DAPA memutuskan rencana penyesuaian rasio pembagian pengembangan bersama KF-21 dan langkah-langkah tindak lanjutnya," jelas Getnews. 

Sementara itu, info  dari Antara edisi 20 Agustus 2024, Pemerintah Korea Selatan (Korsel) menyetujui usulan RI menyesuaikan pembiayaan proyek pembuatan pesawat tempur RI-Korsel (KFX/IFX) KF-21 Boramae dari komitmen awal 1,6 triliun won atau sekitar Rp18,5 triliun menjadi 600 miliar won atau sekitar Rp6,95 triliun.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha menjelaskan otoritas pertahanan di Korsel yang mengurusi kerja sama dan pengadaan alutsista menyetujui usulan Indonesia itu.

Dia melanjutkan Pemerintah RI juga saat ini berunding soal kerja sama alih teknologi proyek kerja sama pembuatan pesawat tempur itu setelah adanya penyesuaian.

“Ada beberapa alih teknologi (ToT) akan didapatkan dari kerja sama pengembangan bersama pesawat tempur KFX/IFX, yaitu kemampuan produksi bagaimana mendesain, membangun pesawat tempur, membuat beberapa komponen meliputi sayap, ekor, beberapa bagian body belakang pesawat, dan beberapa pylon/adapter untuk persenjataan dan sensor, melakukan final assembly (perakitan akhir), uji terbang, dan re-sertifikasi untuk pesawat IFX,” kata Karo Humas Setjen Kemhan RI seperti dikutip dari Antara.

Dia melanjutkan ToT yang diincar Pemerintah Indonesia dalam proyek gabungan itu juga terkait kemampuan operasi dan pemeliharaan, yang mencakup integrated logistics support, perawatan pesawat tempur KFX/IFX, pengembangan sistem latihan untuk pilot dan teknisi, serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah (troubleshooting) saat operasional.

“Kemudian, kemampuan modifikasi dan upgrading, yaitu melakukan desain integrasi dan re-sertifikasi unique requirement berupa drag chute, eksternal fuel tank, dan air-refueling, serta melakukan integrasi sistem persenjataan baru, avionik, sensor, dan elektronik,” sambung Edwin.

info dari Aerotime edisi 13 Juni 2024, Korea Selatan disebut bertekad untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat.

"Pembayaran Indonesia yang dikurangi sebesar $437 juta, jauh lebih sedikit dari $1,16 miliar yang awalnya dijanjikan, telah memunculkan kekhawatiran tentang Korea Selatan yang akan menanggung beban keuangan untuk proyek tersebut, Seok Jong-gun, kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan JoongAng Ilbo.umlah ini setara dengan 38% dari 1,6 triliun won yang diputuskan Indonesia.

Masih ada kekhawatiran mengenai keandalan keuangan Indonesia, karena negara itu belum membayar sisa $145 juta dari komitmennya yang telah dikurangi. 

Korea Selatan berencana untuk memantau tindakan Indonesia secara ketat sebelum melanjutkan transfer teknologi secara penuh," jelas Aerotime.

DAPA Korea Selatan rupanya mengaku tak mau jika ditusuk dari belakang lagi oleh Indonesia dalam proyek ini sebelum melanjutkan transfer teknologi KF-21 Boramae.

“Kita tidak boleh ditusuk dari belakang lagi, dan kita tidak akan melakukannya,” kata Seok Jong-gun seperti dikutip dari Aerotime.

Transfer teknologi akan dilakukan sesuai dengan bagaimana Indonesia bereaksi," lanjut kepala DAPA Korea Selatan.

Tak hanya itu, info  dari The JoongAng edisi 7 Juni 2024, Kepala Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan, Seok Jong-geon membocorkan rencana negaranya melakukan transfer teknologi KF-21 Boramae ke Indonesia.

"Dalam wawancara dengan JoongAng Ilbo yang diadakan di Kompleks Pemerintahan Gwacheon pada tanggal 14 bulan lalu, dia berkata, 'Teknologi yang saat ini diberikan kepada Indonesia masih pada tingkat dasar, dan teknologi sebenarnya akan ditransfer setelah pengembangan selesai pada tahun 2026'.

Idenya adalah kita mempunyai hak untuk memutuskan transfer teknologi, namun tergantung situasinya, dapat diartikan bahwa kemungkinan pembangunan mandiri di luar Indonesia juga terbuka," jela The JoongAng.

Orang nomor satu di DAPA Korea Selatan yang bertanggung jawab dalam pengembangan KF-21 Boramae itu ditanyai perihal penyelidikan terhadap insinyur Indonesia yang dituding membocorkan data proyek bersama.

"Mereka juga menyelidiki apakah insinyur Indonesia membocorkan program pemodelan desain 3D KF-21, 'Katanya'.

Beberapa pihak berpendapat bahwa tidak ada gunanya mengurangi transfer teknologi jika teknologi inti sudah ditransfer?," tanya The JoongAng.

Meski skandal yang melibatkan insinyur Indonesia membuat geger dan tengah diselediki Korea Selatan, namun DAPA meyakinkan jika teknologi sebenarnya dari KF-21 Boramae belum ditransfer.

"Jika hasil investigasi menunjukkan telah terjadi kebocoran teknologi yang signifikan, bukankah kita harus mempertimbangkan kembali apakah akan bekerja sama dalam pengembangan bersama?.

Kami akan terus berkoordinasi teknologi mana yang akan ditransfer, namun teknologi sebenarnya akan ditransfer melalui konsultasi hanya setelah pengembangan selesai pada tahun 2026. 

'Sampai saat ini, hanya sebagian kecil dari teknologi yang telah ditransfer dan berada pada tingkat yang belum sempurna'," jelas Direktur DAPA menjawab pertanyaan media Korea Selatan.

SUMBER : ZONA JAKATRA

Friday, November 8, 2024

Kemenhan dan PT DI bahas kemajuan program jet tempur KFX/IFX




Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI dan PT Dirgantara Indonesia (DI) membahas kemajuan program pembuatan pesawat tempur kerja sama Indonesia dan Korea Selatan (KFX/IFX) KF-21 Boramae, yang merupakan satu dari 10 program prioritas industri pertahanan nasional.


Di Kantor Kemenhan RI, Jakarta, Jumat, Direktur Utama PT DI Gita Amperiawan melaporkan perkembangan program itu kepada Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Jenderal Kemenhan RI Mayjen TNI Tri Budi Utomo.

“Intinya dalam program ini, Indonesia khususnya industri pertahanan nasional harus dapat manfaat yang maksimal,” kata Gita Amperiawan saat dihubungi di Jakarta, Jumat, menjawab pertanyaan mengenai isi pertemuan di Kemenhan.

PT DI, dalam program KFX/IFX, merupakan industri pertahanan yang ditunjuk Pemerintah Indonesia sebagai penerima manfaat ofset (IIP) dari pembuatan prototipe jet tempur KF-21 Boramae.

Plt. Sekjen Kemenhan RI, dalam siaran resmi Kemenhan RI yang dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, menyebut dia bakal segera melaporkan ke pimpinan mengenai kemajuan program KFX/IFX.

“Terima kasih Bapak Gita, kami sudah mendapat masukannya semua dan nanti akan kami laporkan segera. Mudah-mudahan mendapatkan tanggapan yang positif,” kata Plt. Sekjen Kemenhan ke Dirut PT DI dalam pertemuan itu.

Kementerian Pertahanan RI sebagai wakil Pemerintah RI menyesuaikan kontribusi dananya terhadap proyek kerja sama membangun pesawat tempur KF-21 buatan Korea Aerospace Industries (KAI) dengan Pemerintah Korea Selatan. Kontribusi yang diberikan Indonesia pun terhadap proyek KFX/IFX itu saat ini sebesar 600 miliar won atau sekitar Rp6,95 triliun dari komitmen awal sebesar 1,6 triliun won atau sekitar Rp18,5 triliun.

Terkait penyesuaian itu, Gita menyebut PT DI saat ini fokus mempersiapkan kemampuannya untuk ikut terlibat dalam produksi massal pesawat tempur generasi 4.5 KFX/IFX KF-21 Boramae.

“Harus ada keseriusan ke depan kita punya kemampuan di bidang produksi fighter (pesawat tempur). Jadi, apapun programnya di berbagai macam ofset, tujuannya cuma satu, bagaimana PT DI mampu ke depannya membangun fighter,” kata Gita Amperiawan saat ditemui di kantornya, Bandung, Jawa Barat, 27 September 2024.

Dia melanjutkan PT DI membidik untuk terlibat dalam perakitan akhir, uji terbang, sertifikasi, kemudian pemeliharaan dan perbaikan (MRO) jet tempur KF-21 Boramae hasil kerja sama RI-Korea Selatan (KFX/IFX) manakala prototipe pesawat itu masuk tahap produksi massal.

“PT DI itu sedang menyiapkan untuk mampu. Itu yang pertama. Kedua, PT DI perlu menyusun semua capaian-capaian dengan biaya itu sehingga biaya yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah untuk program KFX ini memang bermanfaat (worthy). Pertanggungjawaban kami kepada bangsa dari belanja anggaran untuk KFX ini sedang kami siapkan,” kata Gita Amperiawan.

Dalam kesempatan terpisah, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Pertahanan RI Brigjen TNI Edwin Adrian Sumantha saat ditanya mengenai ofset KFX/IFX yang diterima Indonesia setelah penyesuaian kontribusi itu menyebut Pemerintah RI saat ini berunding soal kerja sama alih teknologi proyek kerja sama pembuatan pesawat tempur itu setelah adanya penyesuaian.

“Ada beberapa alih teknologi (ToT) akan didapatkan dari kerja sama pengembangan bersama pesawat tempur KFX/IFX, yaitu kemampuan produksi bagaimana mendesain, membangun pesawat tempur, membuat beberapa komponen meliputi sayap, ekor, beberapa bagian body belakang pesawat, dan beberapa pylon/adapter untuk persenjataan dan sensor, melakukan final assembly (perakitan akhir), uji terbang, dan re-sertifikasi untuk pesawat IFX,” kata Karo Humas Setjen Kemhan RI saat dihubungi di Jakarta pada 20 Agustus 2024.

Dia melanjutkan ToT yang diincar Pemerintah Indonesia dalam proyek gabungan itu juga terkait kemampuan operasi dan pemeliharaan, yang mencakup integrated logistics support, perawatan pesawat tempur KFX/IFX, pengembangan sistem latihan untuk pilot dan teknisi, serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah (troubleshooting) saat operasional.

“Kemudian, kemampuan modifikasi dan upgrading, yaitu melakukan desain integrasi dan re-sertifikasi unique requirement berupa drag chute, eksternal fuel tank, dan air-refueling, serta melakukan integrasi sistem persenjataan baru, avionik, sensor, dan elektronik,” sambung Edwin.

sumber : Antara

Monday, September 30, 2024

Indonesian Aerospace ( PT DI ) masih berharap mendapatkan prototipe pesawat tempur KF-21




Indonesian Aerospacemasih berharap untuk mendapatkan prototipe pesawat tempur KF-21 buatan Korea Aerospace Industries, tetapi ini akan bergantung pada negosiasi antar pemerintah. 

Indonesian Aerospace, yang juga dikenal sebagai PTDI (PT Dirgantara Indonesia), merupakan peserta industri dalam program bersama tersebut, yang terjerat dalam berbagai masalah seputar pendanaan dan transfer teknologi, serta tuduhan Korea Selatan bahwa para insinyur Indonesia dalam program tersebut telah mencuri data sensitif. 

Saya meminta pemerintah untuk memiliki [prototipe],” kata Gita Amperiawan, presiden direktur Dirgantara Indonesia pada pameran udara Bali baru-baru ini. 

“Pemerintah sedang mencoba untuk menegosiasikan ini, karena ini penting.”

Indonesia awalnya menjadi mitra 20% dalam program Korea Selatan senilai W8,1 miliar ($6,1) miliar, yang juga bertujuan untuk memproduksi pesawat tempur untuk Indonesia yang disebut IFX. 

Selain transfer teknologi, Jakarta akan menerima prototipe KF-21 kelima dari enam prototipe. Prototipe kelima KF-21, yang berkursi tunggal, melakukan penerbangan perdananya pada Mei 2023, dan merupakan bagian dari kampanye uji enam pesawat tempur tersebut. Keenam prototipe tersebut memiliki bendera Indonesia dan Korea Selatan. 

Selama bertahun-tahun Jakarta telah berupaya mengurangi paparan finansialnya terhadap program tersebut. Pada bulan Agustus, Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Seoul akhirnya mengatakan akan mengurangi porsi biaya pengembangan Indonesia menjadi W600 miliar ($441 juta), turun dari W1,6 miliar sebelumnya, atau 20% dari biaya pengembangan program. 

Akibatnya, tingkat transfer teknologi Indonesia akan berkurang. DAPA tidak menyebutkan nasib prototipe Jakarta, tetapi pernyataan Amperiawan menunjukkan bahwa itu adalah titik negosiasi 

Kita harus memastikan bahwa uang yang dikeluarkan pemerintah [untuk kemitraan] sepadan," tambahnya. Amperiawan juga dengan tegas menyatakan pandangan bahwa para insinyur Indonesia yang diselidiki karena diduga mengunduh informasi KF-21 ke driver USB tidak bersalah. Ia juga merasa bahwa isu tersebut telah mengalihkan fokus yang dibutuhkan untuk program itu sendiri. 

Indonesia telah menjadi peserta KF-21 – yang sebelumnya dikenal sebagai KFX – sejak awal pembentukannya pada tahun 2010. Meskipun awalnya bersemangat untuk mengikuti program tersebut, Jakarta telah memasang taruhan besar pada jet tempur lain, yaitu pesanannya untuk 42 unit Dassault Aviation Rafale pada tahun 2022. Indonesia juga dapat memesan 24 unit Boeing F-15ID, sebutan lokal untuk F-15EX.


SUMBER : www.flightglobal.com

 

 

Sunday, September 29, 2024

PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menekankan pentingnya penguasaan teknologi kunci pesawat tempur Rafale

 

Rafale


Pemerintah Indonesia memilih pesawat tempur Rafale produksi Dassault Aviation, Prancis, untuk menjaga kedaulatan udara Tanah Air.

Dilansir dari siaran pers yang tayang di kemhan.go.id pada 9 Januari 2024, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI telah mengaktifkan kontrak pengadaan tahap pertama pesawat tempur Rafale pada September 2022 sebanyak 6 unit.

Alhasil, secara keseluruhan, Kemhan RI akan mengakuisisi 42 unit pesawat tempur Rafale. Merujuk artikel yang tayang di antaranews pada Jumat (27/9/2024), perusahaan pelat merah PT Dirgantara Indonesia (PTDI) menekankan pentingnya penguasaan teknologi kunci dalam kerja sama pengadaan 42 unit pesawat tempur Rafale dari Dassault Aviation, Prancis.

Rafale


Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan, menjelaskan bahwa menguasai teknologi tersebut akan membuka peluang bagi Indonesia untuk memproduksi pesawat tempur di dalam negeri.

"Ada beberapa teknologi kunci yang justru kami harapkan ini menjadi komplementer pada saat kita membangun kemampuan (produksi) fighter (pesawat tempur) di Tanah Air," ujar Gita saat berbicara di fasilitas produksi PTDI di Bandung, Jawa Barat, Jumat (27/9/2024).

Saat ini, kata Gita, perundingan mengenai alih teknologi atau ofset dalam pengadaan 42 unit Rafale antara Pemerintah Indonesia, Dassault Aviation, dan Pemerintah Prancis masih berlangsung.

Gita mengatakan PTDI juga telah mengusulkan paket pekerjaan produksi untuk beberapa komponen pesawat Rafale, yang akan memungkinkan perusahaan pelat merah tersebut untuk terlibat dalam rantai produksi global Dassault Aviation. "Ini bagus, karena kami disertifikasi, dan ke depannya kami bisa menjadi bagian dari rantai produksi globalnya mereka," kata Gita.

"Di luar itu, pemeliharaannya tentu di kami juga, karena kita harus bisa mengambil kemampuan MRO (pemeliharaan, perawatan, dan perbaikan)," lanjut dia. Dalam kesempatan lain, PTDI juga menegaskan ambisinya untuk membangun kemampuan memproduksi pesawat tempur sendiri.

KF-21 Boramae/IFX


Oleh karena itu, dalam proyek kerja sama membangun KF-21 Boramae buatan Korea Aerospace Industries (KAI) antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea Selatan, PTDI menekankan bahwa berbagai bentuk ofset yang diajukan dalam proyek tersebut harus diarahkan untuk mendukung kemampuan memproduksi pesawat tempur di dalam negeri.

"Apapun programnya di berbagai macam ofset, tujuannya cuma satu, bagaimana PTDI mampu ke depannya membangun fighter," kata Gita. 

Terkait pengadaan Rafale, pada tahun 2022 PTDI dan Dassault Aviation menandatangani nota kesepahaman (MoU) mengenai kerja sama ofset dan alih teknologi untuk jet tempur tersebut.

 

Sumber Zonajakarta

Friday, August 16, 2024

Korea Setuju Kurangi Porsi Pembayaran RI dalam Proyek Jet Tempur KF-21



Korea Selatan menerima usulan Indonesia untuk mengurangi porsi pembayaran yang signifikan dalam proyek bersama mengembangkan jet tempur baru.

Badan Program Akuisisi Pertahanan (DAPA), mengatakan pihaknya menyetujui usulan pemotongan kontribusi Jakarta terhadap proyek KF-21 dari 1,6 triliun won (Rp18,5 triliun) menjadi 600 miliar won (Rp6,9 triliun), sekitar sepertiga dari jumlah awal.

"Kami mempertimbangkan hubungan bilateral antara kedua negara dan faktor-faktor lain seperti apakah kami akan mampu menutupi lubang keuangan," kata DAPA dalam sebuah pernyataan pada Jumat (16/8/2024), seperti dikutip Korea Times.

"Setelah menyelesaikan kesepakatan pembagian biaya (baru) dengan Indonesia, kami akan berusaha memenuhi harapan publik dengan menyelesaikan proyek tersebut dengan sukses," tambah badan pengadaan senjata negara Korsel tersebut.




Keputusan ini muncul di tengah perjuangan Indonesia untuk memenuhi kewajibannya membayar bagiannya dari proyek tersebut.

Pejabat DAPA mengatakan manfaat yang akan diperoleh pemerintah Indonesia dari proyek tersebut, yaitu transfer teknologi, juga akan dikurangi secara proporsional. Namun, mereka belum memberikan perincian tentang bagaimana mereka akan melakukannya.

Indonesia awalnya setuju untuk mendanai 20% dari program senilai 8,1 triliun won, yang diluncurkan pada tahun 2015 untuk mengembangkan jet tempur supersonik canggih.

Namun, Indonesia sejauh ini hanya tercatat menyumbang sekitar 400 miliar won. Mengutip masalah ekonomi yang muncul selama dan setelah pandemi Covid-19, DAPA meminta pemerintah dan perusahaan peserta di Korea untuk mengurangi tanggung jawab keuangannya.

Keputusan untuk menerima permintaan tersebut berarti bahwa peserta Korea, pemerintah Korea dan Korea Aerospace Industries (KAI), yang awalnya masing-masing menanggung 60% dan 20% ddari total biaya, sekarang harus menyerap dampak keuangan tersebut.

Pada catatan positif, pejabat Korea mengatakan mereka telah menemukan cara untuk memangkas total biaya proyek menjadi 7,6 triliun won. Ini berarti mitra Korea harus membayar tambahan 500 miliar won untuk menyelesaikannya pada tahun 2026 sesuai jadwal.



Meskipun pembayaran tertunda, proyek tersebut berjalan sesuai rencana untuk mulai mengirimkan jet tempur canggih tersebut, yang dirancang untuk menggantikan jet F-4 dan F-5 Korea era Perang Dingin, ke Angkatan Udara pada tahun 2026. 

Pada Juli, DAPA mengatakan KAI secara resmi memulai produksi KF-21 di kantor pusatnya di Sacheon, Provinsi Gyeongsang Selatan.

Pada bulan sebelumnya, KAI menandatangani perjanjian senilai 1,96 triliun won dengan DAPA untuk membangun 20 unit KF-21 hingga tahun 2027. Militer Korea berupaya untuk membangun lebih banyak unit dan mengoperasikan total 120 KF-21 pada tahun 2032. Model produksi pertama dijadwalkan akan dikirimkan ke Angkatan Udara pada akhir tahun 2026.

Sumber CNBC NEWS

Sunday, August 4, 2024

Keterlibatan Indonesia Tak Kunjung Berlanjut, KF-21 Boramae Mengungguli Rafale dan Eurofighter Typhoon

 


Korea Aerospace Industries (KAI) seolah terus meninggalkan Indonesia dalam pengembangan jet tempur KF-21 Boramae yang didesain mengungguli Rafale. Indonesia sebenarnya sudah melakukan kontrak dengan KAI untuk melakukan kerja sama produksi K-21 Boramae.

Indonesia sepakat memasok patungan sebensar 20 persen dan akan mendapatkan pesawat beserta transfer teknologi. Namun, dalam perkembangannya, kerja sama ini mengalami kemacetan karena ada perbedaan persepsi soal pendanaan.

Setelah itu, KAI seolah meninggalkan Indonesia dan terus mengembangkan pesawat tersebut. Bahkan, produksi jet tempur Korea itu terus digalakkan untuk memenuhi permintaan Angkatan Udara Korea Selatan dan permintaan luar negeri.

Sebelumnya, KF-21 Boramae didesain sebagai jet tempur generasi 4,5, setara jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation. Indonesia baru saja menyetujui untuk mengakuisisi 42 Rafele dari Prancis. Ternyata, KF-21 Boramae terus dikembangkan untuk mengungguli Rafale.

Dalam wawancara dengan surat kabar Korea seperti dikutip defencesecurityasia.com, 4 Agustus 2024, CEO KAI, Kang Goo-young menyatakan, KF-21 akan mengungguli jet tempur generasi 4,5 seperti Rafale atau Eurofighter Typhoon.

"Mengklasifikasi KF-21 Boramae sebagai jet tempur generasi ke-4,5 menggarisbawahi kemampuannya. Kalau diperbandingkan dengan jet tempur seperti Rafale dan Eurofighter Typhoon, KF-21 lebih superior," kata Kang Goo-young.

"Bahkan, saya menyatakan bahwa ini (KF-21) adalah jet tempur generasi 4,9, mendekati kemampuan pesawat generasi 5 dalam hal performa dan kemampuannya," tegasnya.

Kang goo-young menegaskan, kemampua Seksi Radar Jelajah atau Radar Cross Section (RCS) yang dimiliki KF-21 dikembangkan KAI untuk lebih superior daripada jet tempur generasi 4,5. Bahkann, kemampuan RCS KF-21 bersaing dengan yang dimiliki pesawat tempur generasi ke-5.

Maka, KAI yakin KF-21 Boramae akan lebih baik daripada pesawat semacam F-16, Rafale, Eurofighter Typhoon, dan F-15. Kang Goo-young memberi catatan, KF-21 deikembangkan dengan Fourth Industrial Revolution Technologies, termasuk Artificial Intelligence (AI) dan Big Data.

Sehingga, KF-21 Boramae akan menjadi pesawat tempur modern yang memiliki perangkat canggih. Dia juga menyebut bahwa pesawat seperti Rafale dan F-16 sebenarnya hanya pesawat generasi ke-3 yang di-upgrade menjadi pesawat generasi 4,5.

 

 

Umur kedua pesawat itu juga sudah tua dan hanya melakukan upgrading dari tahun ke tahun. Pesawat F-16 Fighting Falcon dikembangkan Lockheed Martin dan pertama kali diterbangkan pada 1974, hampir 50 tahun lalu. Sedangkan Rafale dikembangkan Dassault Aviation dan pertama kali diterbangkan pada 1986 atau 38 tahun lalu.

Sedangkan, KF-21 Boramae baru pertama kali diterbangkan pada 2022, atau dua tahun lalu. "KF-21 akan berevolusi menjadi pesawat generasi ke-5 dan memiliki potensi untuk menjadi pesawat tempur generasi ke-6," tegas Kang Goo-young.

Dijelaskan pula, KF-21 dilengkapi dengan radar Active Electronically Scanne Array (AESA) dan berbagai sistem serta sensor modern. Kelebihan lain dari KF-21 adalah biayanya lebih rendah 30 sampai 40 persen dibandingkan pesawat tempur sekelas. KF-21 Boramae melakukan penerbangan pertama pada 2022 dan terus dilakukan berbagai percobaan hingga terbang selama 2.000 kali.

Selama itu pula, berbagai ujian dilakukan hingga ditemukan berbagai terobosan yang diperlukan untuk mendapatkan pesawat tempur KF-21 yang maksimal.H ingga saat ini, pengembangan KF-21 sudah menacapai 80 persen.

KAI akan memproduksi kelompok pertama 20 pesawat KF-21 generasi 4,5 untuk Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) yang diperkirakan selesai pada 2026. Sebanyak 20 unit KF-21 Block I yang diproduksi merupakan pesawat tempur yang didesain melakukan misi udara-ke-udara.

Setelah itu diikuti produksi 20 unit KF-21 Block II yang memiliki kemampuan misi udara-ke-darat. Meski Indonesia belum bergerak untuk memperbaiki kontrak dalam proyek KF-21, KAI menyatakan sudah memiliki potensi pasar luar negeri. Negara-negara yang sudah menyatakan tertarik membeli KF-21 adalah malaysia, Filipina, Irak, Polandia, dan Thailand. KF-21 akan dijual dengan harga 65 juta dolar AS atau sekitar Rp 1 triliun.

Harga ini jauh lebih murah daripada harga pesawat generasi 4,5 lainnya, sehingga akan semakin diminati banyak negara. ***

Sunday, June 30, 2024

Media Korsel Bocorkan Tiga Versi Terbaru KF-21 Boramae, Intip Spesifikasinya yang Makin Canggih

 


Korea Selatan tak hentinya mengembangkan pesawat tempur KF-21 Boramae menjadi versi terbaru.

Salah satu media Korea Selatan mengabarkan upaya Korea Aerospace Industries (KAI) yang tengah mengerjakan tiga versi baru dari KF-21 Boramae.

Dilansir dari Biz.HanKook via Top War, modifikasi KF-21 Boramae versi baru tersebut bakal berupa pesawat peperangan elektronik, pesawat tempur dengan kemmapuan yang ditingkatkan, dan versi ekspor.



Pengembangan tersebut saat ini didanai sendiri oleh KAI. Versi pertama yakni KF-21EA (Electronic Attack) dikatakan harus menjadi analog dari EA-18G Growler yang diproduksi untuk Angkatan Laut Amerika Serikat.



KF-21EA diasumsikan akan dibangun berdasarkan modifikasi dua kursi dari KF-21B, dengan awak kdua adalah operator sistem elektronik.

Rencananya, KF-21EA akan membawa tiga kontainer peperangan elektronik, di tiang depan dan di sling di bawah sayap, dan dua kontainer peperangan elektronik di ujung sayap.



KF-21EA akan dipersenjatai dengan rudal yang mirip dengan anti radar AARGM-ER.

Versi kedua ialah KF-21EX mewakili evolusi radikal dari KF-21 Boramae menuju pesawat generasi kelima, yang sebelumnya iterasi ini disebut KF-21 Block 3.



Hal ini harus dicapai terutama dengan melengkapi pesawat dengan ruang senjata yang mampu menampung 4 rudal peluncuran udara jarak jauh Meteor atau 8 rudal udara-ke-permukaan.

Direncanakan juga untuk memasang radar dengan AFAR dan sistem pertahanan udara baru, serta memperluas kemampuan yang berpusat pada jaringan.



KF-21EX akan menjadi bagian dari sistem tempur NACS (Next Air Combat System) yang sedang dikembangkan oleh KAI, yang melibatkan integrasi pesawat tempur berawak, UAV serang, dan satelit.

Ini merupakan program jangka panjang yang dijadwalkan selesai pada tahun 2039. Pengembangan KF-21EX sendiri diharapkan selesai pada tahun 2036.



Kemudian versi ketiga ada versi ekspor KF-21SA yang memiliki arsitektur paling terbuka agar dapat memberikan peluang luas untuk mengintegrasikan berbagai sistem elektronik dan senjata ke dalam pesawat tempur atas permintaan pelanggan potensial.

Sementara itu diketahui beberapa waktu lalu bahwa KAI telah mengumumkan produksi gelombang pertama 20 unit KF-21 Boramae.

 


 

KF-21 Boramae telah dijadwalkan akan beroperasi untuk Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) pada tahun 2026.

Dilansir dari Defence Security Asia, kontrak senilai 1,41 miliar dolar untuk produksi KF-21 Boramae Block 10 ini telah ditandatangani antara KAI dan Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan.

"Berdasarkan perjanjian ini, KAI akan memproduksi 20 unit jet tempur, beserta penyediaan dukungan logistik, manual teknis, dan pelatihan. Pesawat-pesawat ini akan beroperasi untuk ROKAF pada akhir tahun 2026," menurut laporan dari media Korea Selatan.



Media juga mengabarkan bahwa program pengembangan pesawat tempur KF-21 Boramae saat ini dilaporkan telah selesai 80 persen.

KAI telah membidik beberapa negara sebagai calon pelanggan KF-21 Boramae. Terutama yang sudah menggunakan pesawat tempur ringan FA-50/T-50 seperti Thailand, Filipina, Irak, Polandia, dan Malaysia.

Dengan perkiraan harga satuan sebesar 65 juta dollar, seperti yang dilaporkan oleh media pertahanan internasional, KF-21 Boramae (kemungkinan Block 1) dibanderol lebih rendah dibandingkan dengan pesawat tempur generasi 4,5 lainnya seperti Rafale dan Eurofighter Typhoon. (ZJ)





sumber zonajakarta

 

 

 

 

Korsel Ungkap Kelanjutan Kesepakatan Iuran KF-21 Boramae dengan Indonesia Kedua Negara Sedang Diskusikan Hal Ini

 


Beberapa waktu lalu, Indonesia dan Korea Selatan sedang dalam negosiasi terkait penyelesaian iuran KF-21 Boramae.  Menurut situs berita Munhwa, mengatakan pada 9 Mei 2024 bahwa Indonesia mengajukan untuk meminta penyesuaian iuran.

Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti kerja sama Indonesia-Korsel dalam kerja sama pembuatan jet tempur KF-21 Boramae.  Dilaporkan bahwa Indonesia sebelumnya tergabung dalam proyek ini dengan nilai kontribusi sebesar 20%.  Jatah iuran Indonesia awalnya adalah 1,6 triliun won.  Kemudian, Indonesia meminta penyesuaian untuk membayar iurannya 600 miliar won sampai tenggat waktu 2026.

Sementara itu permintaan Indonesia tersebut sedang dipertimbangkan oleh pemerintah Korsel apakah akan menerima permintaan Indonesia tersebut atau tidak. Sejauh ini, Korea Selatan telah memberikan update terbaru mengenai situasi terkait pembicaraan dengan Indonesia.

Dilaporan situs berita Yohnap News Agency, pada 29 Juni 2024, Kementerian Luar Negeri mengumumkan bahwa kedua negara sedang menjalin komunikasi yang erat. Yaitu mengenai proyek pesawat tempur Korea KF-21 Boramae, yang baru-baru ini diminta oleh Indonesia untuk disesuaikan bagiannya. Seorang pejabat dari Kementerian Luar Negeri bertemu dengan wartawan pada tanggal 9 Juni 2024 memberikan pernyataannya.

"Korea dan Indonesia terus melanjutkan komunikasi dan konsultasi yang erat antara otoritas terkait untuk dengan lancar menyelesaikan proyek kerja sama strategis seperti pengembangan bersama jet tempur," katanya.

Baru-baru ini, pemerintah memutuskan untuk menerima usulan Indonesia untuk mengurangi kontribusi pengembangan KF-21 dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won.

indonesia akan menanggung sekitar 1,7 triliun won (kemudian dikurangi menjadi sekitar 1,6 triliun won). Nilainya 20% dari total biaya pengembangan KF-21 pada bulan Januari 2016. Namun hingga pengembangan selesai pada bulan Juni 2026, Korsel hanya akan menyediakan teknologi terkait dengan nilai yang setara.

Namun, alih-alih membayar 600 miliar won, yang merupakan sepertiga dari jumlah yang dijanjikan baru-baru ini. Pada tahun 2026, Indonesia mengusulkan untuk menerima transfer teknologi sebesar itu saja.  Noh Ji-man, kepala divisi pesawat tempur Korea DAPA, menjelaskan dalam pengarahan. 

"Kami sedang mengejar rencana untuk menyesuaikan skala nilai transfer (terkait teknologi) ke Indonesia sejalan dengan besarnya penyesuaian kontribusi," katanya.

sumber Zonajakarta

Friday, June 28, 2024

Korea Selatan Akhirnya Mulai Produksi 20 Unit Pertama KF-21 Boramae Setelah Sekian Lama Menunggu

 


Progres proyek jet tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae satu per satu mulai menunjukkan kemajuannya.  Baru-baru ini Korea Selatan telah mengonfirmasi bahwa proses produksi KF-21 Boramae sudah resmi dimulai. Untuk tahap awal, produksi dimulai sebanyak 20 unit KF-21 Boramae terlebih dahulu.

Dari laman Defence Security Asia pada Jumat, 28 Juni 2024 dalam artikel berjudul "South Korea Begins Production of First Batch of 20 KF-21 “Boramae” Fighter Jets", kepastian mengenai produksi 20 unit pertama KF-21 Boramae dikonfirmasi secara langsung oleh Korea Aerospace Industries (KAI) selaku pabrikan.

Ini merupakan tindak lanjut atas kontrak penjualan yang disepakati KAI dengan Defense Acquisition Program Administration (DAPA), sebuah lembaga yang berwenang mengurus transaksi jual beli alutsista Korea Selatan senilai 1,41 miliar dolar AS. Nantinya 20 unit pesawat ini akan digunakan untuk kebutuhan operasional Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) pada tahun 2026 mendatang.  KAI nantinya tidak hanya menyuplai unit jet tempur semata.

Pabrikan juga turut memberikan benefit lainnya berupa dukungan logistik, manual teknis, hingga pelatihan pilot. Sehingga penggunaannya oleh ROKAF nantinya benar-benar maksimal sesuai ekspektasi.

Menurut informasi dari laman koreaaero.com, KF-21 Boramae sangat diperlukan Korea Selatan lantaran usia jet tempur lawas F-4 dan F-5 yang diimpor dari Amerika Serikat sudah semakin uzur.  Kedua pesawat itu akan dipensiunkan paling lambat tahun 2032 mendatang.  Sehingga proses produksi KF-21 Boramae harus dipercepat meski terdapat sejumlah kendala di sana-sini.

Semula rencana produksi KF-21 Boramae batch pertama untuk ROKAF yang dilaksanakan pada tahun ini berjumlah 40 unit. Dalam perkembangannya, jumlah tersebut dikurangi menjadi 20 unit karena satu dan lain hal.  Meski demikian, kerja sama yang solid dengan para stakeholder menjadi kunci yang mampu membawa progres proyek tersebut mencapai tahapan ini.

"Berdasarkan perjanjian ini, KAI akan memproduksi 20 unit jet tempur, serta memberikan dukungan logistik, manual teknis, dan pelatihan. Pesawat ini akan beroperasi untuk ROKAF pada akhir tahun 2026," ujar Presiden KAI Kang Goo Young dalam keterangan persnya.

Selain itu, KAI juga mengonfirmasi bahwa kerja sama dengan Hanwha Systems juga telah diteken sebagai supplier untuk komponen radar active electronically scanned array (AESA).

Ini membuktikan bahwa Korea Selatan tidak hanya sanggup berdikari dalam produksi jet tempur namun juga komponen penunjangnya.  Bahkan kemandirian Negeri Ginseng berpotensi besar menciptakan daya tarik tersendiri di mata dunia.

Baru-baru ini, sempat beredar kabar mengenai adanya penjualan dokumen teknologi KF-21 Boramae secara ilegal oleh segelintir oknum melalui saluran Telegram.

Melansir laman Eurasian Times dalam artikel berjudul "US allegedly pilfered sensitive KF-21 data to bolster F-35 sales" yang terbit pada Rabu, 26 Juni 2024, saluran penjualan secara online tersebut diketahui beroperasi sejak Agustus 2023 lalu.

Hingga saat ini identitas pelaku masih terus diburu oleh aparat berwenang. Jika pelaku terbukti bersalah, Korea Selatan akan menjeratnya dengan ancaman pidana penjara maksimal sepuluh tahun atau denda senilai 1 miliar won.  Sebelumnya pada Februari 2024, Seoul juga dirundung masalah lantaran adanya dugaan pencurian data penting KF-21 Boramae yang menyeret nama dua orang insinyur asal Indonesia.  Situasi bahkan semakin runyam lantaran DAPA mengetahui bahwa Indonesia belum menyelesaikan sepenuhnya kewajiban pembayaran dari proyek pesawat ini. Beruntungnya negeri ini masih diberi kesempatan hingga 2026 untuk melunasi pembayaran bahkan diberikan diskon atas utang yang belum terbayar.


Sumber Zonajakarta

 

Sunday, June 23, 2024

Langkah Korea Selatan Siapkan Varian Ekspor KF-21 Boramae Bakal Jadi Angin Segar Bagi Timur Tengah

 


Kepastian tanggal produksi massal KF-21 Boramae dari pihak Korea Selatan masih terus dinanti-nanti.  Akan tetapi di sisi lain Korea Selatan mulai menyiapkan sebuah langkah maju.  Di mana varian ekspor tengah disiapkan yang bakal menjadi angin segar bagi negara importir khususnya Timur Tengah.

 

dari laman Alert 5 pada Jumat, 21 Juni 2024 dalam artikel berjudul "South Korea unveils diverse variants for KF-21 Boramae fighter", sejumlah sumber lokal menyebut bahwa Korea Aerospace Industries (KAI) akan menyiapkan jet tempur kekiniannya dalam tiga varian produk berbeda.

 

Yang pertama tentunya adalah KF-21 EA sebagai varian utama di mana bakal dioperasikan oleh Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF). Kemudian ada varian KF-21 EX yang merupakan peningkatan dari varian pertama atau yang disebut juga dengan KF-21 Boramae versi generasi kelima. Sementara KF-21 SA sendiri dirancang sebagai varian ekspor yang nantinya ditujukan untuk para importir. Walau terbagi dalam tiga varian, jarak perbedaan di antara ketiganya tidak terlalu tajam.

 

Sehingga ada jaminan bagi importir terhadap quality control yang diberikan oleh pabrikan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) nantinya akan menerima varian KF-21 SA jika kontrak pembelian KF-21 Boramae benar-benar disepakati.

 

Apalagi spesifikasinya dinilai sangat mendekati dengan yang digunakan oleh ROKAF. Meski demikian varian tersebut akan diberlakukan penyesuaian spesifikasi tergantung kebutuhan setiap negara pengguna.

 

Terlepas dari pencapaian spektakuler ini, terdapat sebuah masalah besar di balik pengembangan KF-21 Boramae dalam tiga varian dasar berbeda. Karena masih dalam tahap awal, dibutuhkan penelitian lebih lanjut beserta pendanaannya sebelum pengembangan skala penuh dimulai.

 

"Ketiga versi tersebut baru memulai penelitian dasar mengenai kelayakan pengembangan. Diperlukan waktu lebih dari sepuluh tahun untuk menerima desain rinci dan biaya pengembangan dan melanjutkan ke pengembangan skala penuh," kata anggota Forum Keamanan Pertahanan Korea Kim Min Seok dikutip dari laman Aero Time pada Jumat, 21 Juni 2024.

 

Terlepas dari kapan produksi massal akan dimulai, pengembangan berkelanjutan sangat penting bagi pihak Korea Selatan. Tujuannya untuk memastikan agar KF-21 Boramae selalu kompetitif di pasar ekspor.

 

Melansir laman Defence Security Asia dalam artikel berjudul "Momentum Grows For Saudi Arabia, UAE to Join South Korea’s KF-21 “Boramae” Development" yang terbit pada Minggu, 16 Juni 2024, belakangan ini dua negara Timur Tengah yakni Arab Saudi dan UEA tengah berupaya untuk memperoleh kontrak pembelian KF-21 Boramae yang juga diminati Indonesia. Sinyal ketertarikan tersebut menguat pasca kunjungan pemimpin kedua negara tersebut ke Korea Selatan. Kunjungan mereka kemudian ditindaklanjuti dengan kerja sama strategis antara masing-masing negara dengan Negeri Ginseng di bidang pertahanan. 

 

 

UEA menyepakatinya pada tahun 2022, disusul kemudian Arab Saudi setahun setelahnya (2023). Di balik kesepakatan tersebut, terdapat kesediaan untuk membeli sistem pertahanan udara KM-SAM II dari negara yang sama.

Artinya ini merupakan langkah awal bagi Seoul untuk menancapkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah dalam hal ekspor alutsista.

 

Menarik untuk ditunggu seperti apa kinerja Timur Tengah jika nantinya benar-benar membeli varian ekspor dari KF-21 Boramae.***


sumber Zonajakarta

 

 

 

BERITA POLULER