Pages

Showing posts with label ANGGARAN PERTAHANAN. Show all posts
Showing posts with label ANGGARAN PERTAHANAN. Show all posts

Sunday, January 29, 2012

Panglima TNI: Kalau Peralatan Militer Tidak Berguna, Kita Tidak Beli


Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq (kanan), dan Dubes Rusia untuk Indonesia Alexander Ivanov, berbincang saat pertemuan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/1). (Foto: ANTARA/Ismar Patrizki/ss/ama/12)

30 Januari 2012, Jakarta: Pinjaman luar negeri untuk belanja peralatan militer masih tersisa 80 persen. Dubes Rusia mewakili negaranya yang meminjamkan US$ 1 miliar kepada Indonesia sempat mempertanyakan pinjamannya yang tidak terserap dengan baik itu.

Panglima TNI, Laksamana (TNI) Agus Suhartono mengatakan peralatan militer dengan pinjaman luar negeri disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. “Kalau kita beli senjata dari pinjaman luar negeri, kita hitung secara benar, bisa digunakan apa tidak,” kata Agus Suhartono kepada itoday, sebelum rapat dengan Komisi I DPR, Jakarta, Senin (30/1).

Menurut Agus, pembelian peralatan militer dari pinjaman luar negeri tidak seharusnya dibelanjakan semua. “Kalau peralatan militer itu tidak bisa digunakan, kita tidak membeli,” paparnya.

Ia juga mengatakan, selama ini, pemerintah tidak menyalahi perjanjian dengan Rusia dalam pinjaman pembelian peralatan militer.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisi I DPR kedatangan Dubes Rusia yang mempertanyakan pinjaman US$1 miliar ke pemerintah Indonesia untuk pembelian peralatan militer, tapi baru digunakan US$200, sisanya RpUS$800 masih belum dibelanjakan.

Enggartiasto Kritik Ketergantungan Pemerintah pada Dana Asing

Anggota Komisi I DPR RI Enggartiasto Lukita mengkritik kegemaran pemerintah yang terus meminjam dana dari asing, termasuk dalam upaya pembiayaan modernisasi alutsista TNI.

"Meski modelnya atau namanya berubah-ubah, dulu istilahnya kredit ekspor (KE), terus berubah lagi APP, terus sekarang berubah lagi istilahnya menjadi Pinjaman Luar Negeri (PLN) tetap saja itu judulnya pinjam dana asing," tegas Enggartiasto dalam rapat gabungan antara Menhan, Menkeu, dan Panglima TNI soal pembiayaan modernisasi alutsista TNI di Komisi I DPR, Senin (30/1).

Seperti diketahui, pemerintah mengalokasikan pembiayaan modernisasi alutsista TNI hingga 2014 dari sumber pendanaan PLN sebesar 6,5 miliar dolar AS.

Enggartiasto pun mempertanyakan, kenapa pembiayaan modernisasi alutsista TNI itu tidak dilakukan lewat pinjaman dalam negeri (PDN) saja. Karena sesungguhnya banyak sumber pendanaan PDN yang bisa dimaksimalkan. Sehingga selain menekan ketergantungan dari dana asing, ini juga menjadi tekad kuat bagi kemandirian bangsa ini.

"Dulu saya dengar Bank Mandiri saat dipimpin Pak Agus Martowardojo ini telah menawarkan untuk pinjaman PDN untuk keperluan produksi alutsista bagi BUMN. Kenapa itu tidak didorong ke arah sana saja. Terlebih saat ini Menteri Keuangannya Bapak sendiri. Dengan demikian kita tidak lagi ketergantungan dana asing untuk melakukan modernisasi alutsista bagi TNI ini," tegas politisi Golkar ini.

Lebih lanjut Enggartiasto mengatakan, perlunya pemerintah terus menekan ketergantungan pinjaman dana dari luar negeri, untuk berbagai keperluan pembangunan dalam negeri, termasuk soal modernisasi alutsista TNI ini. Terlebih selama ini Presiden sendiri yang menyatakan demikian.

"Sehingga itu jangan lagi sekadar janji dan statement saja. Tetapi harus diwujudkan dalam komitmen yang nyata. Karena semakin kita ketergantungan dana asing, membuat kita kian tidak berdaya atas peranan asing dalam urusan dalam negeri kita ini," tegasnya.

Sumber: Indonesia Today/Jurnal Parlemen

Tuesday, October 4, 2011

Presiden: Optimalkan Alutsista Dalam Negeri


Jurnas.com | PRESIDEN RI Susilo Bambang Yudhoyono meminta TNI memaksimalkan penggunaan alat utama sistem senjata (alutsista) produksi dalam negeri. Pengadaan alutsista ini akan terus ditingkatkan dengan penambahan anggaran pertahanan.

"Pastikan peningkatan alutsista. Optimalkan produk industri pertahanan nasional untuk TNI, dan hentikan ketergantungan yang tak perlu ke luar negeri untuk alutsista,"kata Presiden dalam upacara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) TNI ke 66 di Plaza Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (5/10).

Menurut Presiden, pemerintah telah berkomitmen membangun kekuatan pertahanan dengan memenuhi minimum essential forces (MEF). Komitmen ini dibuktikan dengan peningkatan alokasi dana TNI untuk tahun anggaran 2012 sebesar lebih dari 35 persen, dari yang semula 47,5 menjadi 64,4 persen.

Presiden berharap, dengan penambahan anggaran ini TNI dapat melakukan peremajaan dan modernisasi alutsista untuk ketiga matra sehingga dapat meningkatkan daya tempur di tiga angkatan. “Sangat penting mewujudkan postur TNI untuk melaksanakan tugas yang efektif. Tahun mendatang akan terus diperbesar. Agar misi penegakan dan penjagaan keutuhan wilayah dapat dilaksanakan dengan berhasil," jelas Presiden.

Ditambahkan Presiden, TNI juga harus dapat mengatasi tantangan faktual yang terjadi seperti di Selat Malaka, aksi terorisme, persoalan perbatasan, penanganan bencana alam serta meningkatkan kerja sama dengan komponen bangsa lainnya.

Presiden memerintahkan Kementerian Pertahanan dan kementerian terkait untuk berkoordinasi dalam membangun kekuatan pertahanan yang makin tangguh. Langkah ini diharapkan selaras dengan pengoptimalisasian produk industri pertahanan dalam negeri.

Hal yang tak kalah penting, kata Presiden, adalah peningkatan SDM dengan pengujian didalam latihan agara dapat sejalan dengan modernisasi alutsista.



JURNAS

Perkuat Kekuatan Tempur, TNI Diguyur Rp 64,4 Triliun Pada 2012




SBY di HUT TNI (Rivki/ detikcom)


















Jakarta - Layaknya sebuah komputer yang perlu diupgrade, persenjataan TNI juga perlu diperbarui supaya up to date alias tidak ketinggalan zaman. Oleh karena itu, pemerintah menaikkan anggaran untuk alutsista sekitar 30 persen pada 2012.

"Dukungan anggaran kita tingkatkan secara signifikan. Pada tahun 2011 Rp 47,5 triliun menjadi Rp 64,4 triliun pada 2012. Naik lebih dari 30 persen," ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Hal tersebut disampaikan SBY selaku inspektur upacara dalam amanat peringatan HUT ke-66 TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (5/10/2011).

Anggaran sedemikian besar untuk mewujudkan kebutuhan pokok minimum pertahanan negara. Tak hanya urusan senjata, Presiden SBY mengatakan, tambahan anggaran juga bertujuan meningkatkan kesejahteraan prajurit dan PNS di lingkungan TNI.

"Agar postur militer makin kuat. Agar misi menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah bisa berhasil," tutur SBY.

Dalam amanatnya, SBY juga mengepresiasi misi penyelematan WNI yang disandera perompak Somalia awal Juni 2012. Orang nomor satu di Indonesia ini juga memberikan apresiasi kepada para prajurit maupun Pegawai Negeri Sipil TNI yang tengah mengemban tugas di mana saja.



SUMBER DETIK

Monday, October 3, 2011

Menhan Raker dengan Komisi I DPR Bahas RKA Kemhan/TNI 2012 dan Pangadaan Alutsista 2010-2014



Jakarta, DMC - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI, Senin (3/10) di Ruang Rapat Komsisi I DPR RI, Jakarta. Rapat dipimpin oleh Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq dengan agenda pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kemhan/TNI Tahun Anggaran 2012 dan Pengadaan Alutsista TNI melalui Pinjaman Luar Negeri (PLN) 2010-2014.
Turut mendampingi Menhan dalam Raker tersebut Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan  Mayjen TNI R. Ediwan Prabowo, S.IP dan sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan. Hadir pula pejabat dari Mabes TNI dan Mabes Angkatan antara lain Kasum TNI, Wakasad, Wakasal dan Wakasau.
Terkait dengan RKA Kemhan/TNI TA. 2012, Menteri Pertahanan menjelaskan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 215/KMK.02/2011 tanggal 30 Juni 2011 tentang Pagu Anggaran Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2012, Kemhan dan TNI mendapat Pagu Anggaran sebesar Rp. 64.437,00 M.
Lebih lanjut dijelaskan Menhan, untuk rencana penggunaan Pagu Anggaran  Kemhan/TNI TA 2012 menurut jenis belanja yang meliputi  belanja pegawai 42,18 % sebesar Rp. 27.181,42 M,  belanja barang 17,72 % sebesar Rp. 11.416,20 M dan belanja modal  40,10 %  sebesar 25.839,39 M.
Sementara itu, terkait dengan pengadaan Alutsista TNI melalui PLN 2010-2014, Menhan menjelaskan dalamBlue Book Bappenas tanggal 19 September 2011 anggaran pengadaan Alutsista TNI melalui PLN 2010-2014 sebesar USD 6,557,360.00.
Menhan menegaskan bahwa pengadaan Alutsista kedepan yang dibiayai APLN 2010-2014 akan diprioritaskan untuk pengadaan buatan dalam negeri. Apabila dari dalam negeri juga belum memungkinkan, maka pengadaan dilakukan dari luar negeri dengan syarat joint production (produksi bersama), memintaoffset dan sedapat mungkin dilakukan dengan kompensasi trade-off.
Menhan menambahkan, dalam rangka pengawasan dan percepatan proses pengadaan Alutsista TNI 2010-2014, Menhan mengatakan pemerintah telah membentuk High Level Committe (HLC) saat Rapat Kabinet Terbatas yang dipimpin oleh Presiden pada tanggal 11 Agustus 2011.
HLC ini diketuai oleh Wakil Menteri Pertahanan dan beranggotakan lintas instansi antara lain, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan, Bappenas,Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP).Terkait dengan HLC ini, secara khusus Wamenhan menjelaskan kepada Komisi I DPR RI bahwa HLC ini dibetuk dalam rangka pengendalian, pengawasan dan percepatan pengadaan Alutsista TNI. “Sasaran dari tim pengendali adalah mulai pada saat perencanaan maupun pelaksanaan dalam skema pengadaan dan pembiayaan Alutsista TNI”, ungkap Wamenhan.

sumber : DMC

Friday, September 23, 2011

Komisi I DPR Sahkan APBN-P Kemhan / Mabes TNI 2011



Jakarta, DMC – SetelahOmlalui beberapa rapat kerja yang dilaksanakan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan RI dengan Anggota Komisi I DPR, akhirnya agenda pembahasan alokasi APBN-P Tahun Anggaran 2011 di setujui dan disahkan oleh seluruh fraksi yang ada di Komisi I DPR.
Pengesahan ini merupakan hasil rapat kerja terakhir Kemhan dan Komisi I DPR dengan agenda APBN-P Kemhan TA. 2011 yang dibacakan Wakil Ketua Komisi I DPR, TB. Hasanudin, selaku pimpinan rapat kerja, Kamis (23/9) di Gedung DPR, Jakarta. Rapat Kerja Kemhan dengan Komisi I DPR yang khusus membahas APBN-P Kemhan dan TNI 2011 tersebut di hadiri oleh Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin dan beberapa pejabat dari lingkungan Kemhan dan Mabes TNI.
Dalam penjelasannya, TB Hasanudin mengatakan alokasi APBN-P TA 2011 menjadi sebesar Rp. 2,050 T dialokasikan kedalam kegiatan percepatan Minimum Esential Force (MEF) dan Non MEF. Sementara itu kegiatan percepatan MEF dialokasikan kepada anggaran pembiayaan Badan Usaha Milik Negara Industri Pertahanan (BUMNIP)  sebesar Rp. 1.283.530.326.055, dan mendapat tambahan Rp. 30 Milyar yang dialokasikan untuk menambah kemampuan BUMNIP LEN sehingga totalnya adalah Rp. 1.313.530.326.055, sedangkan untuk untuk non BUMNIP sebesar Rp. 716.469.673.965. salah satunya digunakan untuk pengadaan suku cadang Pesawat Hercules dan pembelian amunisi untuk Tank Scorpio. Sementara itu untuk kegiatan Non MEF digunakan untuk alat kesehatan rumah sakit TNI dan RS KRI dr. Soeharso sebesar 50 M sesuai program dan rencana awal. (MAW/SR)

DMC

Thursday, September 22, 2011

Tidak Ada Anggaran Yang Digelapkan oleh Kemhan




22 September 2011, Jakarta (DMC): Pada tanggal 14 September 2011, Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI memenuhi undangan Rapat Kerja dengan Komisi I DPR RI membahas rincian APBN-P Kemhan/TNI Tahun Anggaran 2011. Dua hari sesudahnya pada tanggal 16 September 2011 beberapa Media Cetak Nasional memberitakan sejumlah hal yang dibicarakan dalam rapat tersebut diantaranya terkait perubahan jumlah alokasi anggaran dalam APBN-P Kemhan/TNI 2011 yang dianggap dilakukan sepihak oleh Kemhan dan dugaan penggelapan anggaran Kemhan.

Menanggapi pemberitaan tersebut Kemhan melalui Pusat Komunikasi Publik (Puskom Publik) memandang perlu untuk meluruskannya. Pada Kesempatan ini Menteri Pertahanan PurnomoYtsgiantoro menegaskan, jelas bahwa tidak ada anggaran yang digelapkan oleh Kemhan sebagaimana yang diberitakan di media massa.

Pembahasan alokasi APBN-P 2011 diawali melalui Raker Komisi I DPR RI dengan Menhan dan Panglima TNI pada tanggal 6 Juli 2011 yang menyimpulkan bahwa Kemhan direncanakan mendapat alokasi anggaran dalam APBN-P 2011 sebesar Rp. 2,485 T.

Sedangkan, berdasarkan dari hasil Raker Banggar DPR RI dengan Pemerintah tanggal 5 s.d 22 Juli 2011, Kemhan mendapat tambahan dari optimalisasi sebesar Rp. 50 Milyar untuk Alat Kesehatan Rumah Sakit KRI dr. Suharso.

Sementara itu, pada rapat kerja antara Kemkeu dengan Komisi I DPR tanggal 19 September 2011 dimana Kemkeu diwakili Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati menjelaskan, bahwa Rp. 443 M dari alokasi anggaran dalam APBN-P 2011 sebesar Rp. 2,485 T dialokasikan untuk menampung luncuran Pinjaman Dalam Negeri TA 2010. Sehingga untuk alokasi APBN-P Kemhan 2011 menjadi sebesar 2,041 T ditambah dengan tambahan dari optimalisasi sebesar Rp. 50 M untuk Alat Kesehatan Rumah Sakit KRI dr. Suharso, sehingga total keseluruhan menjadi Rp. 2.091 T.

Terakhir, karena Rp. 41 M untuk KRI Soeharso dan sedang dilaksanakan kegiatannyaberdasarkan DIPA UO TNI AL No: 0005/012-23.1.01/00/2011 Revisi II tanggal 30 Mei 2011, maka pengusulan daftar kegiatan dan anggaran percepatan MEF dan Non MEF melalui APBN-P TA 2011 menjadi sebesar Rp. 2,050 T.

Dengan penjelasan dari Wamenkeu terkait perubahan alokasi anggaran Kemhan tersebut, Komisi I DPR/RI menyatakan agar proses administrasi diperbaiki dan lebih ditata serta melibatkan Komisi I dalam pengambilan keputusan, untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi dalam hal penggunaan anggaran negara.

Sumber: Kemhan

Monday, September 19, 2011

Pencairan Anggaran Kemhan Ditinjau Ulang


Proses pemasangan rudal Yakhont di KRI Oswald Siahaan-354. (Foto: Koarmatim)

19 September 2011, Jakarta (KOMPAS): Mekanisme pencairan anggaran kepada Kementerian Pertahanan dilaporkan unik dan menyalahi prosedur umum yang diterapkan dalam pencairan anggaran kepada kementerian dan lembaga yang lain. Atas dasar itu, prosedur pencairan anggaran kepada Kementerian Pertahanan akan ditinjau ulang oleh Kementerian Keuangan.

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Senin (19/9/2011) saat berbicara dalam Rapat Kerja dengan Komisi 1 DPR RI.

Menurut Anny, pencairan anggaran pada Kementerian Pertahanan dilakukan secara bulanan dan rutin sebesar 1/12 kali total pagu anggaran yang dialokasikan untuk Kementerian Pertahanan. Ini jauh berbeda dengan pencairan anggaran kepada kementerian dan lembaga lain yang harus berjuang mendapatkan anggaran setelah melaporkan hasil kinerja penggunaan anggaran sebelumnya.

"Kementerian lain mendapatkan pencairan anggaran tergantung pada kinerja. Sementara Kementerian Pertahanan mendapatkan otomatis anggaran 1/12 setiap bulan," ujarnya.

Dana yang dialokasikan untuk Kementerian Pertahanan yang ditetapkan pada APBN 2011 mencapai Rp 47,987 triliun. Lalu dengan adanya anggaran belanja tambahan sebesar Rp 2,05 triliun, maka dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2011 akan mencapai Rp 50,033 triliun.

Belum Jelas, Rp 2 Triliun untuk Pertahanan

Kementerian Keuangan masih menunggu kelengkapan dokumen sebelum menetapkan anggaran tersebut dijadikan sebagai anggaran belanja tambahan Kementerian Pertahanan dalam APBN Perubahan atau APBN Perubahan atau APBN-P 2011.

Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan hal tersebut di Jakarta, Senin (19/9/2011), saat menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi I DPR.

Menurut Anny, dana yang dialokasikan untuk Kementerian Pertahanan yang ditetapkan pada APBN 2011 mencapai Rp 47,987 triliun. Lalu dengan adanya anggaran belanja tambahan sebesar Rp 2,05 triliun, maka dalam APBN-P 2011 akan mencapai Rp 50,033 triliun.

"Pada saat kami membahas anggaran belanja tambahan untuk APBN-P 2011, kami menerima usul tambahan anggaran dari kementerian dan lembaga sebesar Rp 20 triliun," ujarnya.

Anny mengatakan, Kementerian Keuangan sudah mendapatkan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Pertahanan sebesar Rp 50,033 triliun. Namun, surat RKA itu belum dilampiri persetujuan Komisi I DPR. Dengan demikian, RKA dan termasuk tambahan anggaran Rp 2,05 triliun sama sekali belum diproses Kementerian Keuangan.

"Jadi, kami masih menunggu kesepakatan antara Kementerian Pertahanan, TNI, dan Komisi I DPR," ujarnya.

Sumber: KOMPAS

Friday, September 16, 2011

DPR Pertanyakan Dana Rp485 Miliar di Kemenhan




16 September 2011, Jakarta (MI.com): Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin menyatakan Kementerian Pertahanan telah melakukan pelanggaran Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

Hal tersebut menurut Hasanuddin, terungkap dalam Repat Kerja Komisi I dengan Kemhan dan Mabes TNI pada Rabu (14/9). Hasanuddin menjelaskkan bahwa Kemenhan telah menggunakan APBN-P 2011 tanpa berkonsultasi dengan DPR.

Menurut Hasanuddin, pada awal Juli 2011 Kemenhan mendapatkan dana APBN-P sebesar Rp2,485 triliun. "Jadi pada tanggal 21 Juli kita melakukan rapat maraton dengan Kemenhan mengenai penggunaan dana tersebut," katanya.

Rincian penggunaa dana tersebut adalah Rp2 triliun untuk alutsista dengan rincian Rp1,3 triliun alutsista dari dalam negeri serta Rp700 miliar untuk alutsista luar negeri dan perusahaan swasta, dan Rp485 miliar untuk keperluan nonalutsista.

Hasanudiin menjelaskan, setelah diajukan ke Kementerian Keuangan, Kemenhan mendapat tambahan dana Rp50 miliar, sehingga jumlahnya menjadi Rp2,535 miliar. "Tapi di raker ternyata realisasi anggarannya hanya Rp2,050 miliar," Jelas Hasanuddin.

Ketika ditanyakan keDirektorat Jenderal Perencanaan Pertahanan tentang sisa dana sebesar Rp485 miliar, ternyata tidak dapat memberikan penjelasan yang memuaskan. "Mereka bilang untuk membeli barang," ujar Hasanuddin.

Sumber: Media Indonesia

Thursday, September 8, 2011

Anggaran Pertahanan Diusulkan Tambahan Rp50 Triliun



08 September 2011

Tambahan anggaran Rp 50 trilyun akan digunakan untuk percepatan modernisasi alutsista TNI (photo : Media Indonesia)
JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pihaknya sedang mengkaji usulan penambahan anggaran sebesar Rp50 triliun untuk sektor pertahanan. Sebelumnya, Sebelumnya untuk 2011-2014 telah dialokasikan anggaran alutsista mencapai Rp100 triliun. Penambahan ini dimaksudkan untuk menambah kemampuan sistem pertahanan TNI dan Polri.

"Tapi ini masih dalam kajian. Jadi jangan salah quote. Sekarang ada Rp100 triliun dan sedang kita kaji menambah Rp50 triliun untuk 4 tahun, dari 2011 sampai 2014," ungkap Menteri Keuangan Agus Martowardojo pada wartawan usai rapat kabinet terbatas di kantor Presiden, Kamis (8/9).

Dalam rapat terbatas yang langsung dipimpin Presiden SBY tersebut, diarahkan agar anggaran yang besar di Kemenhan dan Mabes Polri fokus untuk alutsista yang perlu peremajaan. Dalam RAPBN 2012, Mabes Polri mendapatkan alokasi Rp34,4 triliun dan Kemenhan mendapatkan anggaran Rp 64,4 triliun.

"Nanti akan ada sekali lagi pertemuan untuk menajamkan (alokasi anggaran) itu. Pertemuan ini sangat bagus antara Menhankam, Panglima TNI, Kapolri, Bappenas dan Menkeu," kata Agus.

Presiden SBY saat membuka rapat sempat meminta agar tidak terjadi mis atau kesalahan lagi dalam penggunaan anggaran. Maksud dari pernyataan Presiden SBY kata Agus, karena pada tahun-tahun sebelumnya seringkali anggaran pertahanan keamanan bersisa di akhir tahun anggaran. Hal ini terjadi karena belanja alutsista biasanya mencapai nilai anggaran yang besar.

"Sekarang harus bisa selesai sesuai jadwal. Karena biasanya melewati batas tahun anggaran. Karena itu diperlukan sebuah perencanaan yang baik," kata Agus.(afz/jpnn)

(JPNN)

Monday, August 22, 2011

Menhan akan Modernisasi Alutsista


Wahyu Wening / Jurnal Nasional
Jurnas.com | PENINGKATAN alokasi dana APBN Departemen Pertahanan menjadi Rp64,4 trilyun dari sebelumnya sebesar Rp45,2 trilyun akan dialokasikan untuk modernisasi Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista). "Akan digunakan untuk belanja pegawai. Belanja modal akan meningkat, ini kesempatan baik untuk memodernisasi alat persenjataan kita,"kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Kementerian Pertahanan di Jakarta, Senin (22/8).

Menhan mengharapkan untuk selalu ada peningkatan anggaran tiap tahunnya. "Jika bisa terus dilakukan peningkatan, saya kira reformasi jilid II, khususnya alutsista bisa dilakukan,"ujarnya.

Dia menjelaskan, reformasi jilid I pada 1998 difokuskan pada restrukturisasi organisasi, dan profesionalisme prajurit, sedangkan reformasi alutsista terlupakan, sehingga perlu dilakukan upaya untuk itu. "Hampir 14 tahun dari mulai jaman reformasi, Alutsista kita ketinggalan, sehingga perlu ada modernisasi. Peningkatan angaran ini akan kita gunakan untuk alutsista,"jelas Menhan.

Ditambahkan Menhan, alokasi dana APBN 2012 ini akan dibagi-bagi penggunaannya. "25-27 persen untuk modernisasi alutsista, belanja pegawai 47-50 persen, dan untuk pemeliharaan 25 persen,"jelasnya.

JURNAS

Wednesday, August 17, 2011

RAPBN 2012 : Anggaran Kementerian Pertahanan Melonjak


17 Agustus 2011

Pemerintah akan mempercepat modernisasi peralatan TNI (photo : Kodam Jaya)
Kementerian Pertahanan mendapatkan kenaikan anggaran paling besar dari 15 Kementerian dan Lembaga yang mengalami kenaikan pada tahun 2012. Kenaikan pada Kementerian Pertahanan sebesar Rp 16,9 triliun atau sebesar 35,7 persen dalam Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2012.

Demikian yang disampaikan Kepala Bapenas/ Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Armida Alisjahbana di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (16/8/2011).

Armida menjelaskan, Alat Utama Sistem Persenjataan (Alusista) menjadi alasan utama kenaikan belanja tersebut. Sebelumnya, Kementerian Pertahanan mendapatkan dana sebesar Rp47,5 triliun.

Kementerian lain yang juga tercatat mendapatkan kenaikan yang cukup signifikan yakni Kementerian Perhubungan sebesar Rp 26,8 triliun dengan kenaikan mencapai Rp 4,7 triliun atau sebesar 21,2 persen.

Berikut ini adalah daftar 15 Kementerian dan Lembaga yang mengalami kenaikan anggaran pada RAPBN 2012:

-Kementerian Pertahanan menjadi Rp64,4 triliun naik Rp16,9 triliun atau 35,7 persen.
-Kementerian PU menjadi Rp61,2 triliun naik Rp3,2 triliun atau 5,6 persen.
-Kemendiknas menjadi Rp57,8 triliun naik Rp2,2 triliun atau 3,9 persen.
-Kementerian Agama menjadi Rp37,3 triliun naik Rp5,2 triliun atau 16,3 persen.
-Kepolisian menjadi Rp34,4 triliun naik Rp4,6 triliun atau 15,6 persen.
-Kementerian Kesehatan menjadi Rp28,3 triliun naik Rp0,7 triliun atau 2,4 persen.
-Kementerian perhubungan menjadi Rp26,8 triliun naik Rp4,7 triliun atau 21,2 persen.
-Kementerian Keuangan menjadi Rp17,8 triliun naik Rp0,2 triliun atau 1,2 persen. -Kementerian Pertanian menjadi Rp17,8 triliun naik Rp1 triliun atau 6,2 persen.
-Kemendagri menjadi Rp17,1 triliun naik Rp2,3 triliun atau 15,8 persen.
-Kementerian ESDM menjadi Rp15,6 triliun naik Rp0,3 triliun atau 2,3 persen.
-Kementerian Kehutanan menjadi Rp6,1 triliun naik Rp0,1 triliun atau 1,6 persen.
-Kementrian Kelautan menjadi Rp5,9 triliun naik Rp1 triliun atau 19,6 persen.
-Kemenkumham menjadi Rp5,7 triliun naik Rp0,8 triliun atau 15,8 persen.
-Kemenlu menjadi Rp5,2 triliun turun Rp0,4 triliun atau tujuh persen.

Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan, naiknya anggaran tersebut dilakukan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi.

"Dalam upaya meningkatkan kualitas belanja kementerian dan lembaga, sekaligus meningkatkan manajemen pengelolaan keuangan negara, dalam tahun 2012 mendatang, kita juga akan menerapkan secara penuh penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah," katanya.

SBY juga menegaskan, pelaksanaan anggaran, mulai tahun ini akan terapkan kebijakan pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi, atas pelaksanaan anggaran belanja kementerian dan lembaga tahun anggaran sebelumnya.

(Centro One)

Monday, August 15, 2011

Kemhan: Cadangan Devisa untuk Alutsista

 
Wahyu Wening / Jurnal Nasional
Jurnas.com | KEMENTERIAN Pertahanan mentargetkan penggantian dana pinjaman luar negeri agar bisa dipenuhi dari dalam negeri. Proses itu saat ini sedang dalam pembicaraan antara Presiden dengan Kementerian Pertahanan.

"Kami bicarakan dengan Presiden bagaimana supaya pinjaman ini mengurangi kredit ekspor. Presiden menekankan, pinjaman jangan memakai dana dari luar. Harus memakai uang dari dalam negeri," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Kementerian Pertahanan di Jakarta, Jumat (12/8).

Jika dilakukan pengurangan kredit ekspor, maka harus dibuka kelonggaran pinjaman dari dalam negeri. Menhan optimis hal itu bisa dilakukan mengingat besarnya cadangan devisa negara saat ini. "Devisa kita sangat besar, mencapai US$122 miliar. Itu cukup bisa untuk tidak usah meminjam dari luar negeri," kata Menhan.

Kemhan mengalokasi dana US$6,5 miliar untuk pemenuhan minimum essential forces (MEF) alutsista. "Dana itu untuk pembiayaan alutsista selama lima tahun," katanya.

JURNAS

Friday, August 12, 2011

Anggaran Pertahanan : Hingga 2014 Diperkirakan Capai 6,5 Miliar Dollar AS


13 Agustus 2011

Jumlah 10 kapal selam masih menjadi prioritas anggaran (photo : Antara)

Jakarta, Kompas - Kementerian Pertahanan memperkirakan, kebutuhan anggaran pertahanan Indonesia hingga 2014 mencapai 6,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 60 triliun. Pemerintah pun berupaya meningkatkan kemampuan pendanaan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan anggaran pertahanan itu dan mengurangi ketergantungan pendanaan dari luar negeri.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan hal itu seusai sidang kabinet terbatas bidang keamanan yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Kamis (11/8), di Kantor Presiden. Estimasi kebutuhan anggaran pertahanan itu, menurut Purnomo, termasuk pengadaan 10 kapal selam yang baru terealisasi dua buah.

Selain itu juga pengadaan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) untuk Angkatan Udara dan Angkatan Darat, baik yang dibeli dari luar negeri, atau diproduksi bersama, maupun produksi dalam negeri.

“Dalam pembahasan ini, kita ingin tahu berapa kemampuan keuangan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan itu. Kita ingin melihat seberapa besar kemampuan keuangan dalam negeri itu bisa menggantikan pinjaman luar negeri sehingga kita tak banyak tergantung dari pendanaan luar negeri,” katanya.

Ia mengakui, kemampuan pendanaan dalam negeri saat ini berkisar Rp 800 miliar. Hingga 2014, kemampuan pendanaan APBN diperkirakan hanya berkisar Rp 4 triliun. Pemerintah tengah mengupayakan agar sindikasi perbankan nasional dapat ikut membiayai anggaran pertahanan Rp 25 triliun sampai Rp 30 triliun.

Namun, Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanuddin mengatakan, pemerintah jangan memaksakan diri. Kemhan harus melihat kebutuhan ekonomi seluruh bangsa bahwa hingga kini masih banyak rakyat yang butuh makan. Kemhan harus realistis dan menentukan skala prioritas. (EDN/WHY)

(
Kompas)

Wednesday, July 6, 2011

Industri Dalam Negeri Hanya Serap 15% Kebutuhan Alutsista


Rabu, 6 Juli 2011 | 17:05
Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro


[JAKARTA] Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro menyatakan, industri dalam negeri hanya mampu menyerap 15 persen untuk kebutuhan alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI saat ini.

Dari nilai RAPBN Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun Anggaran 2012 sebanyak Rp 9 triliun, maka hanya sekitar Rp 1,350 triliun yang kemungkinan dibelanjakan untuk alutsista dalam negeri.

Purnomo melanjutkan, untuk lokal konten non alutsista sebesar Rp 300 miliar. Yakni, untuk kebutuhan rumah sakit yang akan diberikan kepada kontraktor-kontraktor kecil.

“Saya kira kontraktor kecil juga butuh hidup, sebab pertahanan juga untuk membantu ekonomi,” kata Purnomo, saat Rapat Dengar Pendapat ( RDP) dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Rabu (6/7).

Hal itu, kata Menhan, termasuk di dalamnya untuk mengurus sertifikat tanah milik TNI yang harus keluar dana sebanyak Rp 200 miliar setiap tahun.

Sedangkan anggaran untuk joint venture, Purnomo menyebut sekitar 5 persen dari total anggaran.

Dalam joint venture, katanya, juga ada konten lokal. Setelah dihitung, maka angka yang akan dialokasikan sekitar Rp 2 triliun sampai Rp 2,5 triliun dari angka Rp 9 triliun. “Tapi semua tergantung BUMN indutri pertahanan,” katanya.

Anggota Komisi I dari Fraksi PKB Effendi Choirie tetap meminta Menhan berusaha agar untuk alokasi alutsista buatan indutsri lokal bisa sampai 100 persen.

Sedangkan untuk urusan tanah yang sering menimbulkan konflik dengan masyarakat juga bisa diselesaikan.

“Tentara menembak masyarakat karena urusan tanah, tentara menipu rakyat karena urusan tanah. Ini harap diselesaikan, sebelum Panglima TNI pensiun pada 2013 nanti,” katanya.

Demikian juga untuk urusan rumah sakit tentara.  Effendi berpendapat, banyak rumah sakit milik tentara tidak jelas keberadaannya.

Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Enggartiasto Lukito menyatakan, Kemhan harus memprioritaskan pembelian alutsista  produksi dalam negeri.

“Saat ini saja beberapa negara ASEAN tertarik pada alutsista dari Indonesia,” katanya.

Dia melanjutkan, Komisi I  mendorong agar industri dalam negeri dilakukan revitalisasi. “Industri alutsista dalam negeri akan sehat kalau ada kepastian usaha,” katanya.

Dengan membeli alutsista dalam negeri, katanya, maka uang akan berputar di dalam negeri. Karena itu, dia mengemukakan, untuk program APBNP 2012, seluruh kebutuhan Kemhan ditawarkan ke produksi dalam negeri.

“Kalau industri dalam negeri belum sanggup, ditunda dulu,” katanya.     

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan, ketika Komisi I mengusulkan agar alutsista dibeli dari dalam negeri, Komisi IX setuju dengan menyediakan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak Rp 4,9 triliun. Bahkan, Komisi VI sudah meminta agar BUMN yang menangani soal alutsista dilakukan revitalisasi, yakni  PT Dirgantara Indonesia, PT PAL dan Pindad dari dana PMN tersebut.

Untuk tahun 2012, Kemhan mengusulkan penambahan anggaran Rp 9 triliun. Tambahan anggaran tersebut akan digunakan untuk memenuhi alutsista Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Anggaran Kemenhan untuk 2010-2014 sebanyak Rp 150 triliun. Namun  alokasi anggaran baseline sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 Rp 99,78 triliun sehingga ada kekurangan Rp 50 triliun.

Sementara itu, anggota Komisi I dari Fraksi Hanura Susaningtyas  meminta agar pengajuan APBN-P tidak lepas dari sistem program dan budgeting. “Jadi harus ada sinkronisasi antara kebutuhan TNI dan Kemhan. Jangan sampai yang diusulkan Kemhan tidak match dengan TNI,” katanya

SUARA PEMBAHARUAN

Komisi I DPR Tolak APBNP 2011 dari Kemenhan


Penulis : Scherazade Mulia Saraswati
Kamis, 07 Juli 2011 02:56 WIB     
Komentar: 0
Komisi I DPR Tolak APBNP 2011 dari Kemenhan
Menhan Purnomo Yusgiantoro--MI/Usman Iskandar/rj
JAKARTA--MICOM: Kementerian Pertahanan (Kemenhan) kemungkinan hanya akan mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp2,5 triliun untuk Minimum Essential Force (MEF), setelah Komisi I DPR RI tidak akan menyetujui sepenuhnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2011 yang diajukan.

Dalam rapat kerja antara Kementerian Pertahanan dan Panglima TNI dengan Komisi I DPR, Rabu (6/7), Kemenhan mengajukan alokasi anggaran sebesar Rp9 triliun untuk Minimun Essential Force (MEF) dan Rp278 miliar untuk non-MEF.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, angka Rp9 triliun diajukan untuk memenuhi kekurangan dana pertepatan pembangunan MEF, yakni sebesar Rp150 triliun.

Dari Rp150 triliun itu, Bappenas baru menyediakan Rp100 triliun dan Kemenhan masih kekurangan Rp50 triliun. "Dari yang kurang Rp50 triliun itu, 2011 kita butuh Rp11 triliun, 2012 butuh Rp12 triliun, 2013 butuh Rp13 triliun, 2014 butuh Rp14 triliun," papar Purnomo yang sebelumnya duduk sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu.

Namun, alokasi anggaran yang diajukan Kemenhan tak disetujui oleh DPR. Wakil Ketua Komisi I DPR RI TB Hasanuddin mengatakan, pihaknya tidak akan menyetuhui sepenuhnya APBNP 2011 yang diajukan pihak Kemenhan.

"Mengingat situasi keuangan sekarang ini, kemungkinan hanya disetujui sebanyak Rp2 triliun-Rp2,5 triliun saja," tegas TB Hasanuddin.

Itu pun dengan catatan bahwa anggaran tersebut harus digunakan untuk membeli perlengkapan dari dalam negeri (BUMNIP), agar memiliki nilai tambah terhadap perkembangan industri strategis dalam negeri yang sekarang ini memerlukan suntikan dana.

Perlengkapan dari dalam negeri ini sempat ditolak oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono. Ia mengaku sulit memenuhi permintaan semua alustsista TNI harus menggunakan buatan industri lokal. Suku cadang pesawat tempur misalnya, harus diimpor karena tidak tersedia buatan dalam negeri. (*/OL-2)

MEDIA INDONESIA



Wednesday, June 22, 2011

Anggaran Pertahanan Diusulkan Naik


JAKARTA - Anggaran sektor pertahanan tahun depan diusulkan naik sekitar 30 persen, dari Rp 47 triliun pada tahun 2011 menjadi Rp 61 triliun. Peremajaan alutsista menjadi salah satu fokus penggunaan anggaran pertahanan tahun 2012.

”Kami berharap pembelian senjata jangan parsial, tidak ada transfer teknologi dan tanpa uji coba seperti terjadi selama ini,” kata anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanudin, yang dihubungi di Jakarta, Selasa (21/6). Padahal, sebanyak 49 persen usulan anggaran tersebut digunakan untuk belanja pegawai.

Dia mencontohkan pembelian pesawat latih dari Korea Selatan (T-50 Golden Eagle). Hingga kini belum ada transfer teknologi yang dilakukan kepada PT Dirgantara Indonesia. Demikian pula pembelian pesawat EMB-314 Super Tucano dari Brasil, tidak ditegaskan klausul transfer teknologi ke pihak Indonesia. Rencana pengadaan dua kapal selam bertenaga diesel juga dianggap kurang tepat karena teknologi diesel mudah dideteksi sonar.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Hartind Asrin mengatakan, proses anggaran masih berlangsung, tetapi pihaknya fokus pada belanja rutin dan pengadaan alutsista. ”Kami juga melakukan ofset, yakni pembelian pesawat latih tempur dari Korea T-50. Sebaliknya mereka membeli pesawat CN-235 dari Indonesia,” ujar Hartind.


A/T-50 Golden Eagle buatan KAI, Korea Selatan

Dia menyatakan, Kemhan fokus pada kesiapan tempur atau minimum essential force (MEF). Selain itu, ada pembangunan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian di Sentul, Bogor, yang membutuhkan biaya besar.

Namun, pembelian alutsista dalam jumlah kecil, seperti pengadaan dua atau empat pesawat tempur, dinilai tidak punya efek tangkal. ”Kenapa kita tak mengadakan secara utuh dalam satu tahun anggaran satu skuadron, semisal 18 Sukhoi senilai Rp 9 triliun. Tahun berikut bisa diadakan lima batalion tank. Praktis akan tersusun kekuatan utuh di darat, laut, dan udara,” ujar Hasanudin. Ia mengatakan, rencana anggaran itu menyinggung upaya perbaikan kesejahteraan prajurit yang kebanyakan masih merana.

RAPBN sektor pertahanan di Kemhan diusulkan Rp 3,3 triliun, di Mabes TNI Rp 7,03 triliun, TNI AD Rp 26,663 triliun, TNI AL Rp 13,249 triliun, dan TNI AU Rp 11,262 triliun.

Sumber : KOMPAS

Wednesday, March 9, 2011

Brunei Increases Military Spending By $9m


09 Maret 2011

Bruney Army trains with Al Thalab special operation vehicle (photo : Azrol Azmi)

BRUNEI - THE State Legislative Council (LegCo) yesterday passed the Prime Minister's Office and Ministry of Defence's annual budget allocation of $541.922 million and $513.95 million respectively.

Second Finance Minister at the Prime Minister's Office (PMO) Pehin Orang Kaya Laila Setia Dato Seri Setia Hj Abdul Rahman Hj Ibrahim said the Ministry of Defence's (MinDef) budget allocation increased 1.4 per cent or about $9 million compared to the previous financial year.

During the seventh LegCo session yesterday, he said that the expenditure on employees' wages alone has increased by $3.4 million.

The minister explained that the rising expenses were due to increase of the annual increment for MinDef's employees, additional number of armed forces personnel and filling up the number of job vacancies.

Pehin Dato Hj Abdul Rahman attributed the rise in expenditure on factors such as the need to maintain operations capabilities and continue capacity building through executive development programme courses.

However, other special expenses has decreased by $5.1 million compared to the previous fiscal year.

This decrease is related to the ministry's cooperation with the Ministry of Finance to balance the budget provision and stabilise the increase of expenditure capacity building to ensure that it is more sustainable, the minister added.

As for the PMO, the majority of the budget has been designated for the Royal Brunei Police Force with $125.661 million.

Monday, March 7, 2011

Need to Spend on Defence


07 Maret 2011

Defence spending 5 Asean countries in RM (image : Bunn Nagara-The Star)
Issues concerning Malaysia’s defence budget and arms purchases are re-emerging but more open and better-informed discussions will dispel common misperceptions.
In the 1990s, there were ominous reports from mostly Western sources about a supposed “arms race” in East Asia. Such loose talk was often related to a presumed “China threat” that corresponded with a rising China.
Through the past decade until the present, such perceptions have returned based on accounts of growing national defence budgets. This time, the problem of conflicting claims to disputed maritime territory among Asean members is cited in addition to the spectre of a hulking China.
The current season of critical reporting about South-East Asian defence budgets coincides with the success of a new Strategic Arms Reduction Treaty (START) between the United States and Russia. By comparison, Asian countries are somehow seen as less responsible.
But responsible reporting itself must be clear about actual developments, not merely perceived ones. They must be grounded in solid evidence, not interpretations of assumptions.

An arms race is a mutually competitive relationship between two or more powers in acquiring additional weaponry. It stems from national ego or crude threat perceptions of the other side, not on mature strategic planning and careful assessments of a country’s actual needs in asset procurement.

Such a “race” is therefore unnecessary and wasteful, being invariably costly, self-propagating and an unjustifiable misallocation of resources. It carries a negative connotation particularly in terms of questionable public expenditure.

However, that is also where much misunderstanding of defence budget allocations begin. Like credible reporting of arms-related developments, assessments and criticisms must be founded on fair judgment and factual evidence.

There is no arms race when two or more countries in a region equip themselves with military hardware for reasons entirely or principally of their own, however large the defence budgets involved.

But there would be an arms race when they do so solely or largely because the other(s) are doing so as well, however small the budgets may be.

In the midst of talk about an “arms race” in Asean, an Australian defence official testified in parliament in September 2008 that there was no such thing going on. He, however, noted “a substantial military modernisation,” distinguishing between the two.

Also, since defence budgets cover acquisitions of increasingly sophisticated hardware, costs escalate from year to year without necessarily any enlargement in overall firepower.

Then there is the element of inflation and the question of currency exchange rates.

Most critics, however, rely only on the size of the budgets year-on-year. They typically assume growing belligerence without factoring in rising costs of production, inflation and currency exchange rates.

Ironically, year-to-year comparisons also tend to neglect how the previous year(s)’ budgets had been slashed, so that a revived budget looks (relatively) large. Malaysia, for example, has lately seen consecutive years of defence budget cuts.

The size of the defence budget alone may seem sensational but is ultimately insubstantial. Gross sums are an unreliable indicator of combat prowess, much less intent, since the single largest component of defence budgets universally comprises the salaries and employment benefits of personnel.

With new procurements in particular, personnel need to be trained or retrained. Costs increase again when the equipment is imported for which technical expertise lies abroad, as the personnel would have to be sent overseas for long periods, sometimes with their immediate families.

Further, there is also the issue of linkage between a nation’s economic fortunes and the size of its defence budget. When a country’s economy is doing well, it may be expected to aim for a larger budget in defence as in other public sectors.
But when the economy is not doing well, defence (and other public sector) budgets are expected to decline. And so some European critics, for example, are targeting some apparently enlarged defence budgets in South-East Asia, given the 2008 financial crisis.

Defence analysts, however, know there is a time lag between declining economic fortunes and defence budget downsizing. For this region, the 2008 crisis was less severe than in Europe or its source, the US, so the budgeting consequences have been modest.

Besides, since the largest cost component of defence budgets is personnel, the impact of an economic downturn is low or slow. Demobilisation of a country’s defence forces is a major decision that takes time to consider and decide on, and more time to have a palpable and appreciable effect.

An Australian study has concluded that “defence expenditure appears less prone to cutbacks” because of the large personnel component. And while it detected a link between economic health and budget size, the link was neither strong nor definitive.

However, the 1997 financial crisis that originated in and shook East Asia had a significant impact on defence imports. After the region recovered, procurements grew markedly and was seen abroad as disturbing.

There is also a common misconception that reduced defence budgets would in themselves enlarge budgets in other public sectors such as education and health. Scandinavian studies have shown no such reciprocal linkage, since the overall government decision-making transcends the defence sector alone.

A broader misperception is that defence expenditure is necessarily unproductive. A 2009 study in Malaysia examined the economy-defence relationship of five Asean countries over four decades (1965-2006) and found very mixed results.

The multi-authored Universiti Putra Malaysia study found that for Malaysia and the Philippines, “no meaningful relationship (between defence expenditure and economic growth) could be detected.” Nonetheless, popular perceptions about invariably wasteful defence expenditure prevails.

Among the basic facts for any country are that national defence is a continual need, and defence budgets are necessary. Pertinent questions would then concern the budget components, in particular the type of equipment purchased.

Apart from new acquisitions and occasional equipment updates, military forces also require periodic replacements of worn hardware. The Royal Malaysian Navy, for example, is due for major replacements of surface vessels within a decade.

Need for practical items

Malaysia needs more multi-function assets like transport aircraft and ships, OPVs (offshore patrol vessels) and spotter aircraft, including helicopters, rather than prestige inventory.

These practical items are essential in military and quasi-military functions like regular patrols and interdictions at sea against smuggling, human trafficking, illegal migration and piracy as well as search-and-rescue operations. A degree of interoperability would therefore make sense.

Various national agencies require such procurements: the Fisheries Department, Customs and Excise, Marine Police, Maritime Enforcement Agency and the Navy. A long coastline in both East and Peninsular Malaysia, and disputed island territory, add to these routine needs.

For its part, the Malaysian army still needs more basic infantry items like field armour. In the interests of budgeting, cuts are made in areas like (UN) overseas postings to make up for needed expenditure elsewhere.

Indonesia and the Philippines are sprawling archipelagic nations with innumerable maritime territories between thousands of islands. But their operating needs are often overshadowed by budgetary constraints.

Thailand’s government-military relations have fluctuated with the party in office, which has in turn fluctuated considerably.

Singapore is by far the biggest spender in the neighbourhood, its defence budget for fiscal 2011 rising 5.4% from last year to S$12.08bil (RM28.89bil).

Singapore is also the region’s most robust economy, posting a high 14.5% growth last year. Growth alone does not account for enlarged defence budgets, but when coupled with a nation’s lack of strategic depth it can produce a compelling need for enhanced security.

Malaysia’s defence budgets have been cut in recent years, as expressed partly in a 30% demobilisation, but actual expenditure has repeatedly exceeded budget allocations. The 2011 defence budget is a modest RM9.1bil, down by some 20% from last year.

The Defence Ministry wants to make better use of existing equipment in place of more new acquisitions, after some high-profile procurements in recent years.
Overall, Malaysia’s emphasis is on consolidating the economy as a firm foundation for a more robust nation.

The key defence issues are threat perceptions, strategic planning, operational purposes, maximal use of assets, streamlining, harmonisation, optimalisation and old-fashioned value for money.

And then there is the question of whether ultimate decision-making for these lies best with political or military leaders.

There is still a lack of vigorous debate based on updated information and educated opinion on such matters of great public interest. Opposition political parties still have no cohesive and coherent alternative plan, for all their pent-up anxieties.

This is where informed groups and individuals, motivated by the national interest rather than narrow partisan concerns, can help enrich discussion by contributing what ideas they can.

(The Star)

Wednesday, January 19, 2011

Presiden Belum Penuhi Janji Tingkatkan Anggaran TNI


0diggsdigg

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bersama petinggi TNI meninjau stan Pindad dalam pameran alat utama sistem persenjataan setelah pembukaan Rapat Pimpinan TNI Tahun 2011 di Mabes TNI, Jakarta, Rabu (19/1). Rapat yang diikuti oleh 142 peserta itu merupakan media penyampaian kebijakan Panglima TNI kepada seluruh satuan jajaran TNI.
Jakarta, Kompas - Markas Besar Tentara Nasional Indonesia menggelar Rapat Pimpinan TNI Tahun 2011, Rabu (19/1). Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono sempat menyinggung pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Hari Ulang Tahun TNI, 5 Oktober 2010, yang berjanji akan meningkatkan anggaran TNI. Namun, hingga kini pencapaiannya belum signifikan karena agenda prioritas lain.

”Tahun 2011, kinerja juga harus ditingkatkan sebagai konsekuensi tunjangan kinerja,” katanya dalam arahan pembukaan Rapat Pimpinan (Rapim) TNI 2011 dengan tema ”Konsistensi Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum dan Reformasi Birokrasi TNI guna Mendukung Tugas Pokok TNI”.

Agus Suhartono mengatakan, berdasarkan evaluasi kinerja TNI 2010, berbagai apresiasi diberikan kepada TNI atas keberhasilan melaksanakan operasi perdamaian di bawah bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa serta operasi penanggulangan bencana di Wasior, Mentawai, dan Jawa Tengah.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, selama 2010 pihaknya berhasil mengegolkan pengadaan remunerasi, tunjangan khusus perbatasan, dan kenaikan uang lauk-pauk. Untuk tahun 2011 ada dua pekerjaan rumah, yaitu penataan barang milik negara dan penataan bisnis TNI yang harus segera dituntaskan.

Dalam diskusi, beberapa pertanyaan dan pernyataan disampaikan beberapa dari 145 peserta rapat. Masalah inkonsistensi dari Badan Nasional Pengelola Perbatasan, misalnya, sempat dikemukakan. Setiap rapat, peserta dari kementerian yang tergabung di dalam badan yang dipimpin Mendagri ini selalu berubah sehingga dirasakan jalan di tempat. ”Badan itu baik gagasannya karena dulu, kan, pendekatannya hanya pertahanan, tetapi sekarang juga ada ekonomi,” jawab Purnomo.

Tentang kekuatan pokok minimum TNI yang belum bisa dipenuhi lewat anggaran, padahal telah menjadi rencana strategis 2010-2014, Purnomo menyatakan, ini membuat perencanaan 2010-2011 jadi agak menyimpang. Padahal, kekuatan pokok ini diperlukan untuk efek tangkal dan membangun kepercayaan diri. Oleh karena itu, ia mengharapkan agar di dalam Rapim dilakukan verifikasi tentang rancang bangun kekuatan pokok minimum tersebut.

Namun, meskipun anggaran minim, TNI tetap menggelar latihan. Sebanyak 1.253 personel TNI Angkatan Darat dari sejumlah satuan berlatih bertempur melawan ”pemberontak”. Rangkaian latihan taktis pertempuran tersebut berakhir di lereng Gunung Ungaran, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu.

Personel inti yang diterjunkan berasal dari 700 personel Batalyon Infanteri 406 Purbalingga dengan diperkuat satuan lainnya, seperti Penerbangan AD, Tim Penanggulangan Teror Batalyon Infanteri 400 Raider, dan Peleton Zeni Tempur IV Tanpakawandya.

Sumber: KOMPAS

Kemhan Targetkan Penurunan Pinjaman LN Untuk Alutsista


Super Tucano akan gantikan OV-10 Bronco, diproduksi pabrik pesawat Brasilia Embraer. (Foto: Embraer)

19 Januari 2011, Jakarta -- (ANTARA News): Kementerian Pertahanan mentargetkan penurunan alokasi pinjaman luar negeri untuk pengadaan alat utama sistem persenjataan secara bertahap.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dalam pengarahannya pada Rapat Pimpinan TNI 2011 di Jakarta, Rabu mengatakan, pihaknya bertekad pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) dipenuhi di dalam negeri dengan pembiayaan dalam negeri.

"Kredit Ekspor itu kan pinjaman, jadi secara bertahap kita akan kurangi dan memfokuskan pengadaan dari dalam negeri," katanya.

Purnomo menambahkan, "Insya-Allah pendapatan negara bisa terus naik. Sekarang Rp1.000 triliun dan berharap bisa mencapai Rp2.000 triliun pada akhir kabinet ini. Itu berarti juga GDB kita akan meningkat, itu arti juga `income` per kapita kita akan naik,".

Pada kesempatan itu, Menhan juga meminta agar pagu Kredit Ekspor yang telah ditetapkan agar dituntaskan penggunaannya untuk mendukung pengembangan kekuatan TNI dalam kerangka kekuatan pokok minimum (minimum essential forces/MEF).

"Saya optimistis target pembangunan MEF masih bisa dicapai, untuk mencapai hal tersebut saya minta pagu pinjaman tersebut 2005-2009 yang dulu ditetapkan agar diselesaikan secepat mungkin," ujarnya.

Menurut dia, pagu yang sudah mendapat penetapan namun belum efektif agar diselesaikan secepat mungkin dengan mengikuti peraturan-peraturan perundangan yang berlaku.

"Kita sedang selesaikan dengan Menkeu dan Bapenas, termasuk di dalamnya untuk sektor pertahanan," ujar Purnomo, menjelaskan.

Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapatkan alokasi anggaran Rp47,5 triliun atau sekitar 3,86 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011.

Kenaikan anggaran itu akan difokuskan pada enam bidang yang menjadi prioritas pada rencana strategis pertahanan negara 2010-2014. Enam bidang yang menjadi prioritas itu adalah pengembangan kekuatan pokok minimum, industri pertahanan nasional, pencegahan kejahatan di laut, meningkatkan rasa aman, modernisasi keamanan nasional dan peningkatan kualitas kebijakan keamanan nasional.

Sumber: ANTARA News

BERITA POLULER