Pages

Showing posts with label MILITER DUNIA. Show all posts
Showing posts with label MILITER DUNIA. Show all posts

Friday, July 8, 2011

Brunei Kicks Off 3rd BRIDEX Defense Show



06 Juli 2011


Bell Helicopter's presents for the first time in Asia the Bell 407AH at BRIDEX 2011 defence exhibition (photo : Army Recognition)


TAIPEI - The third Brunei Darussalam International Defence Exhibition (BRIDEX) is quickly taking its rightful place among regional exhibitions as one of the top defense and security events in Southeast Asia.


Organized by the Royal Brunei Technical Services, BRIDEX 2011 will showcase the latest regional and international defense technologies and equipment in land, sea, air and security systems from July 6-9.


U.S. companies vying for market space include BBA Aviation, General Dynamics, Harris Corporation, Northrop Grumman, Piper Aircraft and Raytheon. European defense exhibitors include BAE Systems, Defense Conseil International, QinetiQ, Renault, Rosoboronexport and Saab. A number of competitive helicopter manufacturers will also be exhibiting, including AugustaWestland, Bell Helicopters, Eurocopter and Sikorsky.


Asia-Pacific exhibitors include Australia's Prism Defence, China's Hubei Hudiequan Plastic Products Co., Pakistan Ordnance, Singapore Technologies Engineering and Taiwan's Smart Team Technology.

BRIDEX officials said there would be land-based and waterborne demonstrations of defense and security equipment and systems. The new BRIDEX Exhibition and Convention Centre in Jerudong is located next to the waterfront.



"BRIDEX also provides an excellent platform for building vital alliances, forging partnerships and capturing new business opportunities in a fast growing South East Asian region, as well as for networking, sharing ideas and knowledge, discussing technology advancements and industry developments," said a BRIDEX press release.



Panser Anoa 6x6 from Indonesia also participates in Bridex 2011 (photo : DMC)



BRIDEX 2011 coincides with the 50th anniversary of the Royal Brunei Armed Forces. This year about 300 exhibitors and 500 VIP delegates are expected to participate. In 2007, 108 exhibitors representing 16 countries participated, including more than 60 delegates from 17 countries. In 2009, the number of exhibitors jumped to 200 from 26 countries, along with 300 delegates from 40 countries.


Singapore's Minister for Defence Ng Eng Hen will also attend. Ng is also visiting Singapore Armed Forces (SAF) officer cadets undergoing jungle confidence and survival training in Brunei. The SAF will be displaying a F-16 fighter aircraft, a CH-47 Chinook cargo helicopter, a Terrex Infantry Carrier Vehicle and a Formidable-class frigate, the RSS Stalwart, at BRIDEX. Ng will be accompanied by Singapore's Permanent Secretary for Defence Chiang Chie Foo, Chief of Defence Force Lieutenant-General Neo Kian Hong and Chief of Air Force Major-General Ng Chee Meng.


BRIDEX will also host a conference, "Mapping Future Security and Technological Challenges," on July 5. Presenters include Kim Taeyoung, former South Korean defense minister, now a senior adviser for the Korea Institute of Defense Analyses; Ambassador Barry Desker, dean of the S. Rajaratnam School of International Studies in Singapore; and Lt. Gen. Prakash Menon, military adviser for India's National Security Council Secretariat.


In a statement issued by Yang Mulia Dato Paduka Haji Mustappa, Deputy Minister of Defense of Brunei Darussalem, the military has gone through organizational changes since BRIDEX 2009, "most notably the merging of the Directorate of Operations with the Joint Force Headquarters to enhance Joint Operations."


The military also formed a new department in 2010, the Centre of Science and Technology Research and Development, "that will form a synergy with the Directorate of Capability Development to focus on acquiring capability solutions required by the Royal Brunei Armed Forces."


The military is awaiting the soon-to-be released 2011 Defense White Paper, which will identify key areas for future development, such as the integration of the Joint Force with the military's C4ISR system, he said.



Wednesday, July 6, 2011

Armada F-15 Jepang Dilarang Terbang




Getty Images/Koichi Kamoshida
Dua pesawat tempur F-15 milik Pasukan Bela Diri Udara Jepang (ASDF) terbang dalam latihan pengisian bahan bakar di udara. Kementerian Pertahanan Jepang, Rabu (6/7), melarang terbang semua armada pesawat F-15 negara itu setelah satu pesawat F-15J jatuh secara misterius di Laut China Timur, sehari sebelumnya.

TOKYO, KOMPAS.com - Kementerian Pertahanan Jepang melarang terbang semua armada pesawat tempur F-15 Eagle negara itu, Rabu (6/7). Keputusan itu diambil setelah satu pesawat F-15J jatuh secara misterius di Laut China Timur, sehari sebelumnya.
Pesawat tempur yang hilang tersebut tinggal landas dari pangkalan udara Naha di Okinawa, Jepang, Selasa pagi, untuk menjalani latihan tempur bersama tiga pesawat lain. Sekitar pukul 10.33, pilot Mayor Yuji Kawakubo (37) mengirim sinyal tanda bahaya dan hilang dari radar di titik berjarak 180 kilometer sebelah barat laut kota Naha, Okinawa.
Kawakubo sendiri hingga berita ini diturunkan masih belum ditemukan. Militer Jepang mengerahkan tak kurang dari enam kapal perang dan 13 pesawat militer, ditambah tiga kapal patroli penjaga laut, untuk mencari Kawakubo di perairan Laut China Timur.
”Sampai saat ini kami masih menyelidiki detail kecelakaan ini dan melakukan segala daya upaya untuk mencari pilot yang hilang. Kami akan terus memberikan kabar terbaru jika ada perkembangan,” tutur Kepala Staf Pasukan Bela Diri Udara (ASDF) Jepang Shigeru Iwasaki, seperti dikutip The Japan Times.
Salah satu pesawat pencari menemukan jejak tumpahan minyak dan beberapa bagian pesawat, termasuk bagian ekor pesawat jet tersebut, di laut. ”Kami menemukan beberapa bagian pesawat, tetapi pesawatnya sendiri belum ditemukan,” ujar juru bicara ASDF.
Belum diketahui apakah Kawakubo sempat menggunakan kursi pelontar untuk keluar dari pesawat sebelum pesawat itu jatuh ke laut.
Semua armada F-15 Jepang dilarang terbang sampai penyebab jatuhnya pesawat tersebut diketahui. Jepang memiliki 202 pesawat F-15 dan merupakan pengguna terbesar pesawat tempur tersebut di luar negara asalnya, Amerika Serikat.
Jepang memproduksi sendiri pesawat-pesawat tersebut di bawah lisensi yang diberikan kepada Mitsubishi Heavy Industries. Saat ini, Jepang sedang mencari pesawat baru untuk menggantikan armada F-15 yang sudah mulai menua.
AS sendiri juga berencana menggantikan armada F-15-nya dengan pesawat-pesawat yang lebih modern, seperti F-35 Lightning II dan F-22 Raptor. Meski demikian, pesawat-pesawat terbaru tersebut bukannya tanpa masalah.
Hingga saat ini, Angkatan Udara AS masih melarang terbang semua armada F-22 milik AS. Pesawat tempur termodern di dunia itu dilarang terbang sejak 3 Mei karena ditengarai bermasalah pada sistem pasokan oksigen untuk pilot.
Keputusan itu diambil AU AS setelah terjadi serentetan insiden, yang melibatkan pesawat berharga 411 juta dollar AS per unit ini. Salah satu insiden terjadi di Alaska saat sebuah F-22 menyerempet pucuk-pucuk pepohonan sebelum mendarat. Saat diperiksa, pilot pesawat itu mengaku sama sekali lupa telah menyerempet pohon, yang menunjukkan ia kemungkinan menderita hipoksia atau kekurangan oksigen.

KOMPAS

Sunday, June 19, 2011

Germany Requests Tornado Aircraft Training and Logistics Support

Germany Requests Tornado Aircraft Training and Logistics Support


By US Defense Security Cooperation Agency on Monday, June 20th, 2011
The Defense Security Cooperation Agency notified Congress Wednesday of a possible Foreign Military Sale to the Government of Germany for base services for its Tornado aircraft operations, including associated equipment, ammunition, parts, training and logistical support for an estimated cost of $300 million.
The Government of Germany has requested the continuation of base services for the German Air Force Tornado aircraft operations at Holloman Air Force Base (AFB), New Mexico. Base services provided will be for operations and logistics support including training, fuel, munitions, base operating support, and other related operational/logistics requirements. Munitions will include 720 MK 82, 135 MK 84, and 5 Target Drone BQM 167.
The estimated cost is $300 million.
This proposed sale will contribute to the foreign policy and national security of the United States by improving the military capabilities of Germany and enhancing standardization and interoperability with U.S. forces.
Holloman AFB is the only location where the German Air Force trains aircrews in Tornado aircraft operations and tactics. These operations began at U.S. Air Force facilities in 1989.
The proposed sale of this equipment and support will not alter the basic military balance in the region.
There is no prime contractor involved in this program. There are no known offset agreements proposed in connection with this potential sale.
Implementation of this sale will not require the assignment of any additional U.S. government or contractor representatives to Germany.
There will be no adverse impact on U.S. defense readiness as a result of this proposed sale.
This notice of a potential sale is required by law and does not mean the sale has been concluded

Monday, May 16, 2011

USGC Hamilton (WHEC 751) Diserahkan ke Filipina


Upacara mempensiunkan USGC Hamilton di San Diego, 28 Maret 2011, setelah beroperasi 44 tahun. (Foto: Petty Officer 2nd Class Sondra-Kay Kneen-Rivera)

16 Mei 2011, California (Berita HanKam): USGC Hamilton (WHEC 751) resmi diserahkan ke pemerintah Filipina oleh Amerika Serikat di Alameda, California, 13 Mei 2011. Kapal diterima oleh Duta Besar Filipina untuk AS Jose Cauisia Jr. mewakili pemerintah sedangkan Kapten Antonion Habulan Atase Pertahanan di Washington, mewakili Angkatan Bersenjata Filipina. USGC Hamilton saat ini berada di fasiltas US Coast Guard di Alameda, California. Kapal akan berlayar ke Filipina menyeberangi Samudera Pasifik pada Agustus tahun ini. Para awak kapal telah berlatih di Amerika Serikat sejak Februari hingga 30 Juni.

Angkatan Bersenjata Filipina mengeluarkan pernyataan resmi bahwa kapal perang akan dioperasikan Angkatan Laut Filipina sebagai “Patriol Frigate”. Nomer lambung kapal PF15 dengan klasifikasi sebagai kapal tempur permukaan dengan kode P, F kode Frigate sedangkan 15 jumlah inventori AL Filipina untuk kapal perang jenis PF.

Pemerintah Filipina mengeluarkan dana pembelian kapal 450 juta peso, dana operasional selama dua tahun diperkirakan 120 juta peso akan ditanggung oleh Kementrian Energi. Karena kapal ditugaskan menjaga keamanan ladang minyak bumi dan kegiatan eksplorasi di Palawan dan Laut Sulu.


USGC Hamilton dipensiunkan 28 Maret 2011 setelah bertugas 44 tahun di Coast Guard. Hamilton berukuran 378 kaki dan lebar 42 kaki, kapal terbesar yang pernah dibangun untuk Coast Guard. Ditenagai dua mesin diesel dan dua turbin gas. Turbin gas mampu menghasilkan 1800 tenaga kuda dan dapat menghasilkan kecepatan hingga 28 knot, sedangkan dua mesin diesel menghasilkan 3500 tenaga kuda dimana menghasilkan kecepatan 17 knot tanpa pengisian bahan bakar sejauh 9600 mil laut.

BRP Gregorio del Pilar (PF-15) akan menjadi kapal perang terbesar yang dimiliki AL Filipina, dipersenjatai meriam Oto Melara 76 mm, dikontrol sistem kontrol penembakan MK92. Serta mempunyai hanggar yang mampu menampung satu helikopter.

Komodor Miguel Jose Rodriguez juru bicara AB Filipina mengatakan Filipina berencana membeli dua kapal kelas Hamilton, sebagai bagian dari modernisasi AL Filipina.

Sumber: Philippine Navy

Monday, May 9, 2011

Kapal Perang Taiwan Dipersenjatai Rudal Supersonik


(Foto: AFP)

9 Mei 2011, Taipei (Berita HanKam): Taiwan telah menempatkan rudal supersonik Hsiung Feng III di kapal perang sebagai respon pengembangan kekuatan angkatan laut Cina, ucap Lin Yu-fang anggota parlemen mengutip pernyataan Vice Admiral Lee Hao, Minggu (8/5).

Sejumlah kapal perang telah dipersenjatai rudal Hsiung Feng III, termasuk 8 frigate kelas Perry dan 7 kapal patroli. Nilai proyek pembelian rudal 413 juta dolar, tetapi tidak disebutkan jumlah rudal yang telah diproduksi.

Para analis militer mengatakan Hsiung Feng III, dirancang mampu mencapai kecepatan maksimal 2 atau 3 march.

Taiwan juga merencanakan membangun kapal patroli siluman dan dipersenjatai rudal tahun depan.

Sumber: AFP
Berita HanKam

Kapal Perang Taiwan Dipersenjatai Rudal Supersonik


(Foto: AFP)

9 Mei 2011, Taipei (Berita HanKam): Taiwan telah menempatkan rudal supersonik Hsiung Feng III di kapal perang sebagai respon pengembangan kekuatan angkatan laut Cina, ucap Lin Yu-fang anggota parlemen mengutip pernyataan Vice Admiral Lee Hao, Minggu (8/5).

Sejumlah kapal perang telah dipersenjatai rudal Hsiung Feng III, termasuk 8 frigate kelas Perry dan 7 kapal patroli. Nilai proyek pembelian rudal 413 juta dolar, tetapi tidak disebutkan jumlah rudal yang telah diproduksi.

Para analis militer mengatakan Hsiung Feng III, dirancang mampu mencapai kecepatan maksimal 2 atau 3 march.

Taiwan juga merencanakan membangun kapal patroli siluman dan dipersenjatai rudal tahun depan.

Sumber: AFP
Berita HanKam

Wednesday, May 4, 2011

VPA’s Mechanized Infantry Training Crossed The River


04 Mei 2011

Amphibious BMP-1 of the VPA to swim practice crossed the river (all photos : Baomoi, QDND)

The senior officers of Vietnam People's Army has joined the training of command, including performing amphibious tanks, shoot gun.

This is training the army command in 2011 for hundreds of senior officers, was held in April. Here, the amendments in the order the Vietnam People's Army has been introduced to the training.

During training, the senior visiting car amphibious mechanized infantry crossed the river to swim practice.

In addition, senior officers can visit the infantry shoot a gun show to go along with firepower; visit the new defense products are studied, improving the team for training and work practice training of a mechanized infantry unit.




(Baomoi)

Wednesday, April 20, 2011

Roket India Berhasil Luncurkan Tiga Satelit ke Antariksa

PDF Cetak Email
Bangalore, (Analisa)
India meluncurkan satu roket yang membawa tiga satelit ke orbit, Rabu (20/4) yang merupakan usaha terbaru negara itu untuk ikut ambil bagian dalam pasar antariksa komersial global.
Satelit utama diluncurkan dari pusat antariksa Sriharikota d3i negara bagian Andhra Pradesh merupakan tempat pengendali jarak jauh satelit Resourcesat-2 yang akan mempelajari dampak dari kehidupan manusia atas sumber daya di bumi.
Roket itu juga membawa satelit buatan India-Rusia untuk penelitian atmosfir dan perbintangan serta satu pesawat yang mengorbit untuk melakukan pengambilan citra buatan Nanyang Technological University Singapura.
"Misi Resourcesat-2 sukses," kata kepala Organisasi Penelitian Antariksa India, K. Radhakrishnan setelah semua tiga satelit diluncurkan dengan roket itu berada di ketinggian 822 kilometer dari bumi.
Misi yang sukses itu merupakan kelegaan bagi program antariksa India yang mengalami kemunduran besar pada Desember saat satu kendaraan peluncur satelit meledak dan jatuh ke Teluk Bengal yang disiarkan langsung oleh televisi setelah benda tersebut berubah arah dari jalur penerbangan yang seharusnya.
India yang ingin mengirimkan penerbangan berawak ke antariksa pertama pada 2016 melakukan pertaruhan awal untuk mengambil bagian dalam pasar peluncur satelit komersial yang menguntungkan dengan mengirim satu pesawat Italia yang mengorbit pada 2007.
Negara itu menganggap program eksplorasi antariksanya sebagai suatu pencapaian yang memperkuat kemunculannya sebagai kekuatan perekonomian utama dunia dan banyak warga India yang juga bangga dengan perkembangan negaranya.(Ant/AFP)

HARIAN ANALISA

Di Saat Ketidakpastian Pemilu ; PM Thailand Bujuk Pemilih


PDF Cetak Email
Bangkok, (Analisa).
 Tentara Thailand berbaris di barak militer di Bangkok, Rabu (20/4), saat PM Abhisit menyampaikan pidato tentang pemilu. Militer memiliki peran sangat menentukan dalam politik Thailand. 
Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva, Rabu (20/4), berusaha membujuk warganya untuk mensukseskan pemilu. Permintaan ini ia sampaikan saat kondisi warganya yang masih terpecah sejak pelengseran Thanksin Shinawatra.
Abhisit berjanji untuk membantu rakyat berpenghasilan rendah dan petani serta mengatasi kejahatan narkoba.
Dalam pidatonya di televisi, Abhisit Vejjajiva menyatakan keberhasilan kepemimpinannya di bidang ekonomi sejak berkuasa pada Desember 2008 melalui pemungutan suara di parlemen dengan dukungan dari kaum elit Bangkok dan militer.
"Kami akan mendorong ke depan dengan beberapa kebijakan yang kami yakin akan membuat rakyat Thailand kuat," katanya.
Abhisit, pemimpin Partai Demokrat kelahiran Inggris dan berpendidikan Oxford, mengatakan ia berharap untuk membubarkan majelis rendah parlemen pada pekan pertama bulan Mei untuk pemilihan yang akan diadakan pada bulan Juli awal.
"Kami bertekad untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah narkoba. Kebijakan kami tentang obat terlarang akan dimulai dengan undang-undang tentang pencegahan, penekanan dan penyembuhan," katanya.
Masyarakat Thailand tetap terpecah setelah peristiwa kekerasan sipil terburuk dalam beberapa dasawarsa terakhir yang terjadi tahun lalu. Lebih dari 90 orang tewas dalam bentrokan jalanan antara pengunjuk rasa kelompok oposisi "Baju Merah" dan pasukan bersenjata di pusat Bangkok.
Yingluck Shinawatra, saudara perempuan mantan perdana menteri Thailand yang menjadi buronan Thaksin Shinawatra - pahlawan bagi kebanyakan kelompok "Baju Merah"- telah muncul sebagai kandidat calon perdana menteri pihak oposisi.
Dalam pernyataan yang tampaknya ditujukan terutama pada para pemimpin Baju Merah, kepala militer Thailand Jenderal Prayut Chan-O-Cha memperingatkan para tokoh politik untuk menjaga kehormatan monarki diluar perdebatan pemilihan umum.
"Terutama dengan politik, jangan menyeret monarki ke dalamnya. Lembaga ini di atas semua konflik," katanya, seraya menambahkan bahwa militer "akan melakukan tugasnya untuk melindungi monarki".
Prayut telah berjanji untuk mematuhi hasil pemilihan umum, dan telah menampik rumor kudeta militer.
Tapi itu tidak menghilangkan spekulasi tentang kemungkinan intervensi militer di negara yang telah mengalami 18 kudeta yang sebenarnya atau percobaan sejak 1932. (Ant/AFP)

Harian Analisa

Tuesday, April 19, 2011

J-20,Perpaduan Teknologi AS dan Rusia


China tak bisa dipandang sebelah mata dalam teknologi pesawat siluman.Ini setelah dua hari yang lalu China dilaporkan menguji coba pesawat perdana mereka. Beijing telah menunjukkan taringnya dengan sukses menguji coba pesawat jet tempur berteknologi siluman, yakni J-20.

Pesawat tempur itu menjadi andalan China dalam mempertahankan teritorialnya. Dengan suksesnya uji coba J- 20,musuh bebuyutan Negeri Panda, Amerika Serikat (AS) langsung bersikap waspada dengan perkembangan teknologi militer Negeri Tirai Bambu itu yang dinilai sangat pesat. Informasi yang tidak diragukan menyebutkan teknologi J-20 hampir sama seperti pesawat siluman terbaru AS, yakni F-22 Raptor dan B-2 Spirit.

Baik J-20 dan pesawat siluman lainnya memiliki teknologi yang membuat mereka tidak dapat dipantau radar musuh dan mampu menghindari sinar laser. Menteri Pertahanan AS Robert Gates pun terkagum-kagum atas teknologi yang dikembangkan China.“ Menurut saya, yang telah kita saksikan adalah mereka (China) bisa jadi sudah lebih maju dari yang diperkirakan intelijen kami dalam membuat pesawat itu,” papar Gates. J-20 itu terbang dari pangkalan udara di Chengdu selama 15 menit pada Selasa (11/1).

Jet tempur siluman China memiliki bodi lebih besar dari jet siluman yang sudah ada. J-20 dikemudikan satu orang,dua mesin,serta lebih berat dan besar dari Sukhoi T-50 milik Rusia dan F-22.Menurut Ted Galen Carpenter, seorang ahli pertahanan di Institut Cato,Washington, mengatakan bahwa pesawat tempur China ini tidak akan membawa perubahan.

“Keseimbangan kekuatan dunia tidak akan berubah dalam 10 tahun mendatang.Namun, secara psikologi dan simbol memang penting,” tutur Carpenter. China selama ini terganggu dengan kehadiran militer Amerika di halaman belakang mereka. Sebelumnya, para analis memperkirakan J-20 bakal dirilis pada 2019 mendatang.Yang membuat miris pada pakar pertahanan adalah J-20 memadukan antara teknologi Rusia dan AS.Kekurangan teknologi pesawat siluman AS dan Rusia ditutupi J-20.Rentang sayap dengan lebar 14 meter dan berbobot 36.000 kg membuat pesawat tersebut sangat kokoh.

Dengan bangganya, Beijing mengklaim bahwa teknologi J-20 merupakan buatan anak dalam negeri. Sementara itu, Matthew Buckley, pilot jet tempur Angkatan Laut AS menyebutkan bahwa J-20 memiliki kemampuan siluman.“Pesawat F-18 yang saya terbangkan seperti truk besar dalam radar. Pesawat itu ada kemungkinan sama sekali tidak tampak,”tuturnya. Disisilain,menurutKerryBrown, dari lembaga Chatham House,J-20 menunjukkan kemampuan riset militer China.

“Namun,kemampuan Beijing masih jauh di belakang AS,” ujarnya. Kemampuan J-20 hanya untuk kepentingan pertahanan China dan menekan Taiwan. Sementara itu, Richard Fisher, senior fellowhubungan militer Asia di International Assessment and Strategy Center,lembaga keamanan di Washington menyatakan bahwa pejabat China mengaku program itu bertujuan menandingi F- 22 Raptor. “Pesawat itu memiliki potensi besar mengalahkan F-22 dan jauh lebih unggul dibanding F- 35,”paparnya.



Spesifikasi resmi J-20 memang belum dirilis ke publik secara detail. Jika dibandingkan F-22 Raptor milik AS, J-20 tidak kalah saing.Khusus F-22 Raptor,awalnya diperuntukkan menyaingi pesawat tempur Rusia. Kelebihan utama F-22 salah satunya adalah radar AN/APG-77 AESA yang dirancang untuk operasi superioritas udara dan serangan darat, yang sulit dideteksi pesawat lawan,menggunakan apertur aktif dan dapat melacak beberapa target sekaligus dalam cuaca apapun.

AN/APG-77 mengganti frekuensinya 1.000 kali setiap detik.Ini membuatnya juga sangat sulit dilacak. Radar tersebut juga dapat memfokuskan emisi terhadap sensor lawan dan membuat pesawat lawan mengalami gangguan. Dalam hal kemampuan senjata, F-22 dirancang untuk membawa peluru kendali udara ke udara yang tersimpan secara internal di dalam badan pesawat agar tidak mengganggu kemampuan silumannya.

Pesawat ini juga bisa membawa bom,misalnya, Joint Direct Attack Munition (JDAM) dan Small- Diameter Bomb (SDB) yang lebih baru. Untuk senjata cadangan, F- 22 membawa meriam otomatis M61A2 Vulcan 20 mm yang tersimpan di bagian kanan pesawat. Meriam ini membawa 480 butir peluru dan akan habis bila ditembakkan secara terusmenerus selama sekitar lima detik.

Pesawat siluman AS lainnya adalah Northrop Grumman B-2.B-2 berteknologi siluman yang kerap digunakan untuk mengebom. B-2 digunakan dalam tiga peperangan AS,yakni Perang Kosovo pada 1999 saat pesawat siluman tersebut menghancurkan 33% target pengeboman Serbia dalam delapan pekan.B-2 juga menjatuhkan bombom pada rakyat Afghanistan dengan dukungan pengisian bahan bakar di udara.Dalam perang Irak, B-2 juga turut diterjun dalam operasi tempur udara. Karakteristik B-2 sangat khas.


Pesawat itu mampu melakukan penetrasi ke wilayah musuh tanpa terdeteksi sedikit pun karena mampu meredam radar yang dipancarkan melalui visual atau pun suara. Mesin-mesinnya tertanam di dalam sayap.Namun, sebagian besar spesifikasitidakdiumumkanke publik. Selain B-2,AS juga memiliki F- 35 yang memiliki kemampuan siluman. Pesawat tersebut memiliki kursi tunggal, mesin tunggal, dan merupakan generasi kelima pesawat tempur yang mampu melakukan serangan darat dengan efektif.

Pesawat itu didesain tim industri penerbangan antariksa yang dipimpin Lockheed Martin dan pertama kali terbang pada 15 Desember 2006. Rusia pun tidak kalah. Rusia berusaha menandingi superioritas Amerika Serikat dalam hal kecanggihan pesawat tempur militer berteknologi siluman.Rusia ingin mengangkat kedigdayaan pesawat tempur seperti pada zaman Uni Soviet.Awal tahun lalu, Rusia menguji coba T-50 setelah dua dekade F22-Raptor milik AS menjadi raja di udara.

Pesawat jet militer generasi kelima ini tidak dapat terlihat oleh radar, dan sistem penerbangan maupun sistem persenjataan yang canggih.Pesawat siluman itu juga mampu terbang dalam kecepatan superionik lebih dari 1.200 km/jam. Pesawat T-50 bakal menambah kemampuan pertahanan Rusia karena selama ini hanya AS yang memiliki pesawat jet sejenis. Ingin menjadi pesaing Washington, Moskow berjanji akan membuat 1.000 pesawat tempur siluman dalam empat dekade mendatang.

Rusia mengandalkan India sebagai pelanggan utama pesawat tempur Sukhoi. Ide awal pesawat siluman sebenarnya ditemukan seorang pakar dari Rusia. Ironisnya, kini, Rusia justru berada di belakang AS.Awalnya, ide pesawat siluman ditemukan Pyotr Ufimsev pada 1966 dengan hipotesis berjudul Metode Gelombang Tepian dalam Teori Fisik Difraksi.Ufimtsev adalah ahli yang berpengalaman dalam Institut Rekayasa Radio Moskow. Ufimtsev mengalkulasikan cara- cara baru, yakni membentuk ruang bentuk geometris khusus yang mencerminkan radiasi elektromagnetis.






Dengan menciptakan kalkulasi silang sebuah radar yang mudah dilumpuhkan. Dia menetapkan rumus konfigurasi bersisi dua dimensi, berupa tata cara mengutak-atik komponen dalam sebuah radar. Hasilnya, radar bisa terganggu bila dikacaukan dengan sinar dua dimensi tadi.




Hingga kemudian, pada 1979, Rusia mengembangkan satu pesawat intai dan dari uji coba ternyata berhasil mengecoh radar antipesawat terbang AS di Padang Pasir Nevada. Namun, pada 1976, salinan teknologi pesawat siluman tersebut akhirnya bocor dan jatuh ke tangan AS. Dikembangkan Divisi Teknologi Angkatan Udara Amerika hingga mengembangkan teknologi siluman tersebut dengan hasil nyata,SR-71 Blackbird,F-117, dan B-2.

http://www.harycollection.co.cc/2011/01/j-20perpaduan-teknologi-as-dan-rusia.html

Monday, April 18, 2011

4 Negara Asia dengan Belanja Militer Terbesar

Sejumlah angkatan bersenjata di dunia tahun lalu menghabiskan dana US$1,63 triliun.
Minggu, 17 April 2011, 06:03 WIB
Syahid Latif
Pameran Senjata di Brasil (AP Photo/ Felipe Dana)
VIVAnews - Amerika Serikat (AS) selama ini terkenal sebagai pasar penghasil persenjataan dunia dan ditaksir bakal menjual hingga US$50 miliar pada tahun ini. Walaupun diketahui bisnis persenjataan dunia pada 2011 tidak akan sebaik setahun sebelumnya.

Sejumlah angkatan bersenjata di berbagai negara tahun lalu tercatat menghabiskan dana hingga US$1,63 triliun, atau naik tipis 1,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pengeluaran dana tersebut, termasuk untuk pembelian senjata, keperluan prajurit, serta dana untuk memelihara perlengkapan dan infrastruktur militer yang sudah dimiliki.

Berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute seperti dikutip VIVAnews.com dari laman 247wallst.com, Sabtu, 16 April 2011, disebutkan bahwa banyak negara yang hingga kini belum menyerah untuk mengurangi anggaran pertahanan mereka. Bahkan, belanja militer di negara-negara Afrika dan Amerika Selatan justru meningkat hingga 6 persen.

Di antara 10 negara di dunia yang mengeluarkan anggaran besar selama 10 tahun terakhir, tercatat empat negara dari kawasan Asia masuk dalam daftar tersebut. Sementara itu, dari kawasan Eropa tercatat lima negara memiliki anggaran militer terbesar yaitu Italia, Jerman, Rusia, Prancis, dan Inggris.

Posisi pertama dalam daftar 10 negara yang mengalokasikan dana terbesar selama 2010 dipegang oleh Amerika Serikat yang mengeluarkan dana hingga US$698 miliar. Kenaikan anggaran militer tersebut meningkat 81,3 persen dibandingkan posisi pada 2001.

Berikut empat negara Asia yang menganggarkan miliaran dolar AS selama 2010 untuk kegiatan militer :

4. India
Rudal berhulu ledak nuklir jarak jauh Agni III milik India
Belanja militer 2010: US$41,3 miliar.
Perubahan 2001-2010: 54,3 persen.
Persentase terhadap produk domestik bruto (PDB): 2,7 persen.

India menempati posisi kelima negara di Asia atau kesembilan dunia sebagai negara yang mengalokasikan dana cukup besar untuk kegiatan militernya. Anggaran belanja militer India tahun lalu sebesar US$1 miliar memang menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, penurunan ini diperkirakan tidak bertahan lama karena pada Februari lalu, pemerintah India meningkatkan belanja militernya sebesar 11,6 persen. Hal itu dilakukan seiring makin kuatnya militer di China dan Pakistan.

3. Arab Saudi
Konvoi pasukan Arab Saudi tiba di Bahrain, 14 Maret 2011
Belanja militer 2010: US$45,2 miliar.
Perubahan 2001-2010: 63 persen.
Persentase terhadap PDB: 10,4 persen.

Tingginya anggaran belanja militer Arab Saudi tidak terlepas dari kekuatan ekonomi yang begitu besar. Anggaran sebesar US$45,2 miliar tahun lalu merupakan 10,4 persen dari total produk domestik bruto (PDB) negara Teluk  ini. Persentase ini merupakan yang terbesar dibandingkan negara-negara dengan anggaran belanja terbesar dalam daftar 10 negara ini. Arab Saudi juga menjadi negara yang mengalami peningkatan belanja militer terbesar dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 4 persen.

2. Jepang
Prototipe pesawat jet siluman Jepang pada 2006
Belanja militer 2010: US$54,5 miliar.
Perubahan 2001-2010: minus 1,7 persen.
Persentase terhadap PDB: 1 persen.

Jepang selama ini sudah mempertahankan anggaran militernya hanya sebesar 1 persen terhadap PDB sejak 1967. Sebagai hasilnya, penghematan anggaran militer Jepang telah membuat perekonomian negara tersebut semakin kuat. Di saat berbagai negara Asia Timur meningkatkan belanja modal lebih dari 55 persen selama 10 tahun terakhir, Jepang justru mengalami penurunan anggaran 1,7 persen.

1. China
Para pejabat militer China berkumpul di Beijing
Belanja militer 2010: US$119 miliar (perkiraan).
Perubahan 2001-2010: 189 persen.
Persentase terhadap PDB: 2,1 persen (perkiraan).

China merupakan negara kedua di dunia yang menghabiskan dana paling besar untuk belanja militer sepanjang 2010. Negara Tirai Bambu ini juga mengalami pertumbuhan tercepat di antara negara-negara lainnya. Sejak 2001 hingga 2010, tercatat anggaran militer China mengalami pertumbuhan yang melesat hingga 189 persen. Pertumbuhan itu lebih dari dua kali lipat di antara 10 negara yang masuk dalam daftar ini.

Pelemahan ekonomi pada 2009 menyebabkan kenaikan anggaran belanja China hanya meningkat 3,8 persen. Namun, anggaran pada 2011 diperkirakan naik 12,7 persen.
Banyak analis yang yakin anggaran pertahanan China sebetulnya lebih tinggi dari laporan yang selama ini beredar di masyarakat. (art)
• VIVAnews

Sunday, April 10, 2011

Air Force Eyes 18 More Super Hornets as JSF Delays


11 April 2011

An RAAF F/A-18F Super Hornet Block II multi-role fighter practices low-level flying near Amberley in Queensland. (photo : ADF)

Air force eyes 18 more Super Hornets as delays dog our new fighter
DEVELOPMENT of the revolutionary Joint Strike Fighter, intended to provide Australia's air defence through this century, is running well behind schedule and the RAAF may need to buy 18 more Super Hornets for $1.5 billion to fill the gap.

Australian defence officials head for the US this week for an update from Lockheed Martin Corporation, which is developing the stealthy, multi-role JSF, now named the F-35 Lightning II.

The Australian understands they will raise serious concerns about delays in the project and the possibility of an alarming gap in Australia's air defences from 2020 onwards.

A recent report by the US Government Accountability Office indicates the program, already behind schedule and over budget, is likely to experience additional production and cost pressures.

Australia plans to buy up to 100 F-35s for an estimated $16bn and has so far ordered 14, with the RAAF's first squadron supposed to be operating by 2018.

However, the US air force is buying the same variant of the JSF as the RAAF and has pushed back the dates by which it expects to have its first squadrons operational from mid-2016 to 2017 -- and possibly now to mid-2018.

Officials from Lockheed Martin have insisted the problems in the US will not mean any delays in delivering Australia's first 14 aircraft.

But there is growing concern in Canberra that the US delays will mean the RAAF's first squadron may not be ready until about 2020 and possibly later.

Alarm bells are ringing because it's likely that by 2020 the last 30 or so of the RAAF's older "classic" Hornets will have reached the end of their useful lives, even with extensive refurbishment.

The Howard government bought 24 Super Hornets for $6bn in 2007 to fill an earlier strategic gap left when the RAAF's F-111 bombers were withdrawn ahead of time because of concerns about fatigue.

Defence officials are preparing for the government a range of options to fill this looming gap in air defences with the most likely being the purchase of a further 18 Super Hornets for about $800 million each.

That would make economic sense, because the $6bn purchase price for the first 24 Super Hornets included the infrastructure to support them and that can be used for the additional aircraft.

Another option might be further refurbishments of the classic Hornets.

Officials from the Defence Materiel Organisation will join delegations from all of the nations involved in the JSF project for a comprehensive briefing on progress this week.

There have been three key issues with the JSF as its development progressed -- whether the F-35 will do all that's promised of it, whether it will be delivered on time and whether it will cost more than anticipated.

The Australian has been told development of the aircraft, which is packed with sophisticated radars and other electronic equipment, is progressing well and is likely to meet or exceed the expectations of the nine nations involved in its development.

But there is a growing acceptance in the RAAF that the aircraft will be late and a steady increase in costs is eating up the considerable margin built into the contract by Australia's Defence Department.

The original plan was for Lockheed to build 2443 JSFs for various arms of the American forces with about 500 others going to allies including Australia, Israel and Canada.

A long-time strong supporter of Australia's role in the JSF project, former RAAF air marshal Errol McCormack has warned that the likely delays mean the Gillard government must get a plan in place to ensure Australia's air defences are effective once the classic Hornets are retired.

Air Marshal McCormack, who now runs a normally strongly pro-JSF group of experienced military flyers known as the Williams Foundation, said in its latest bulletin the government should remember the RAAF's experience with the F-111.

The first Australian F-111s were to be delivered in 1968.

"Even though development and production slipped because of technical issues, Australia adhered to the delivery date rather than the production slot," Air Marshal McCormack said. As a result, in 1968 Australia took notional delivery of underdeveloped aircraft with technical difficulties.

"Consequently, there was a five-year delay in delivery while some of the technical problems were remediated.

"Several modification programs and almost 10 years later, the RAAF eventually operated an excellent bomber."

Air Marshal McCormack said this experience suggested there could be very good reasons for Australia to delay delivery of the F-35 until the production line was "mature" and problems were ironed out.

He suggested a solution could be to refurbish more of the classic Hornets to keep as many of them as necessary flying after 2020.

"In the Williams Foundation's judgment, it would be sensible to wait and see what happens with the F-35, while simultaneously investigating the cost of capability issues involved in maintaining the classic Hornet beyond 2020."

With other elements including the Jindalee Over Horizon Radar network, Australia's air defences could be world class for the next decade, Air Marshal McCormack said. "The issue is: what action is required to ensure that any further delays to the F-35 do not result in a capability gap?" Air Marshal McCormack said.

"The question is too important to be left unanswered."

Concern about air superiority has risen in Canberra and at the Pentagon since China this year unveiled its answer to the F-35. The prototype Chinese fighter jet has arrived years ahead of Western expectations.

It isintended that the the F-35s will replace both the F-111 long-range bombers and the RAAF's classic Hornets.

The new aircraft is also expected to replace all of the major aircraft in the US inventory.

The intention is for the RAAF to get its first two F-35s in 2014, despite the production delays in the US, according to Lockheed Martin.

The first two F-35s will remain in the US, and Australian pilots and ground crew will go to the US to train on the planes.

Sunday, March 13, 2011

BTR-3E1 Thailand Mulai Operasional


12 Maret 2011

RTA's BTR-3E1 (all photos : Infantry Geozigzag)
Angkatan Darat Kerajaan Thailand telah menerima kiriman 14 kendaraan lapis baja BTR-3E1 dari Ukraina. Kendaraan beroda 8x8 ini digunakan oleh Region 108 Infantri Mekanis Angkatan Darat Kerajaan Thailand.




Pada saat pemesanan disepakati jumlah 96 unit, namun kabar terakhir jumlah kendaran ini bertambah menjadi 101 unit. Dengan telah diterimanya 14 unit kendaraan lapis baja ini, maka sisanya sebanyak 87 unit akan dikirimkan dalam tiga tahap. Secara keseluruhan pengirimannya diproyeksikan akan selesai semua pada Januari 2012.



Angkatan Darat Kerajaan Thailand memilih BTR-3E1 dari Ukraina pada tahun 2007, mengalahkan pesaingnya yang berasal dari Canada, China dan Russia. Nilai kontrak 96 kendaraan lapis baja ini mencapai 4 milyar baht (129.74 juta USD).




BTR-3E1 merupakan versi upgrade/modifikasi dari BTR-70 dan BTR-80 namun dengan harga yang lebih murah. Kendaraan ini rencananya akan dipakai di daerah konflik di Thailand Selatan.




Spesifikasi BTR - 3E1 Thailand :
- Crew : 2 (driver, gunner).
- 11 infantry personnel (load capacity).
- Dimensions: width 2.90 m, length 7.85 m, height 2.78 m
- Maximum speed on roads 100 km/h, Water 8 km/h
- Operating distance 600 km
- Weight of 16.5 tons combat ready.
- The ability to climb slopes Slopes <30º,slopes>
- Phase out the ground 0.42 m
- 2 m wide cross-guide
- Across the barrier is 0.5 m high.
- Operating in the PL. At a temperature -15 to + 55 º C.
- Weapons systems.
1) Automatic Cannon "ZTM - 1".
- Size: 30 mm
- Long-shot hopes of ground 4000 m.
- Long-shot hopes of air 2000 m
2) Automatic Grenade Launcher "AG - 17".
- Size: 30 mm
- Long-shot far as 1700 m.
3) Machine Gun "KT - 7.62".
- 7.62 mm
- Long-shot hopes of 2000 m.
4) "Barrier" Anti - Tank Missile System.
- Long-shot hopes of 75 to 5500 m.
5) Smoke Screen System (C. smoke).
- Size: 81 mm Number 6 shot device.
- Range 210 to 350 m.
6) "Skif" Anti - Tank Guided Missile System (Et particular installation.).
- Long-shot hopes of 75 to 5500 m.
7) Machine Gun "KT - 12.7".
- Size: 12.7 mm (only install the ambulance, c 0.81, C 0.120, and Et..)
- Long-shot hopes of 2000 m.

(Defense Studies)

Pesawat Tempur Jepang Ikut Jadi Korban Keganasan Tsunami


MATSUSHIMA - Selain korban jiwa yang kini telah mencapai 900-an orang, sejumlah pesawattermasuk pesawat tempur Japan Air Self-Defense Force Mitsubishi F-2, dikhabarkan ikut menjadi korban keganasan sapuan gelombang Tsunami pada Jumat (11/3) di pangkalan udara Matsushima, Jepang. Pangkalan ini berada kurang lebih 12 Km bagian Barat Ishinomaki di wilayah Miyagi-Jepang. Pesawat-pesawat ini masuk dalam skuadron 4th Air Wing Matsushima.




Alutsista

Friday, March 11, 2011

Fifth C-17 Globemaster III to Cost $ 300 Million


10 Maret 2011

RAAF C-17 Globemaster III (photo : Scott Woodward)

Australia – C-17 Globemaster III Aircraft

WASHINGTON, – The Defense Security Cooperation Agency notified Congress today of a possible Foreign Military Sale to Australia of a C-17 GLOBEMASTER III aircraft and associated equipment, parts, training and logistical support for an estimated cost of $300 million.

The Government of Australia has requested a possible sale of one C-17 GLOBEMASTER III aircraft, up to four Pratt & Whitney F117-PW-100 engines, one AN/AAQ-24V(13) Large Aircraft Infrared Countermeasures (LAIRCM) System, spare and repair parts, supply and test equipment, personnel training and training equipment, publications and technical documentation, United States Government and contractor engineering, logistics, and technical support services, and other related elements of logistics support. The estimated cost is $300 million.

Australia is one of our most important allies in the Western Pacific. The strategic location of this political and economic power contributes significantly to ensuring peace and economic stability in the region. Australia’s efforts in operations Iraqi and Enduring Freedom, peacekeeping, and humanitarian operations have made a significant impact on regional, political, and economic stability and have served U.S. national security interests. This proposed sale is consistent with those objectives and facilitates burden sharing with our allies.

Australia currently has a heavy airlift capability comprised of four C-17As. This additional C-17 will furtherimprove Australia’s capability to rapidly deploy in support of global coalition operations and will also greatly enhance its ability to lead regional humanitarian/peacekeeping operations such as its current response to the Queensland flooding, cyclone aftermath and the New Zealand Earthquake.

Australia has the ability to absorb and employ the additional C-17. The C-17 fleet is based at Royal Australian Air Force (RAAF) Base Amberley. RAAF Base Amberley is the primary base for airlift and tanker aircraft and is currently undergoing the infrastructure upgrades required to support the C-17 and other large aircraft Australia already received or is under contract to purchase.

The proposed sale of this equipment and support will not alter the basic military balance in the region.

The prime contractor will be the Boeing Company in Long Beach, California. There are no known offset agreements proposed in connection with this potential sale.

Implementation of this proposed sale will not require the assignment of any additional U.S. Government or contractor representatives to Australia. There will be no adverse impact on U.S. defense readiness as a result of this proposed sale.

This notice of a potential sale is required by law and does not mean the sale has been concluded.

Wednesday, March 9, 2011

Shinshin Jet Tempur Siluman Jepang Terbang Perdana 2014


Kementrian Pertahanan Jepang menerbitkan foto model jet tempur siluman rancangan dalam negeri pada 2006. (Foto: AP)

9 Maret 2011, Tokyo -- (Berita HanKam): Jepang segera bergabung dengan Amerika Serikat, Rusia dan Cina kedalam grup pembuat jet tempur siluman. Seorang perwira senior Pasukan Bela Diri Angkatan Udara Jepang mengatakan Jepang siap melakukan uji terbang jet tempur siluman hanya dalam kurun waktu tiga tahun.

Prototipe kemungkinan akan terbang pada 2014 diungkapkan Direktur Pengembangan Sistem Udara Departemen Pertahanan Jepang Letnan Jenderal Hideyuki Yoshioka saat diwawancarai kantor berita Associated Press.

Jepang telah membenamkan dana 39 triliun yen (473 juta dolar) pada proyek jet tempur siluman sejak 2009, setelah Amerika Serikat secara tegas menolak penjualan F-22 Raptor, karena Kongres melarang mengekspor F-22. Kongres khawatir teknologi rahasia pada F-22 diketahui negara ketiga, meskipun negara tersebut sekutu dekat Washington.

”Kami telah 2 tahun dalam proyek, dan kami dalam rencana yang ditetapkan,” ucap Yoshioka, Senin (7/3).

Yoshioka menekankan keberhasilan uji terbang Shinshin (Semangat), tidak berarti pemerintah Jepang segera memproduksi Shinshin. Pemerintah akan memutuskannya pada 2016.

(Foto: AP)

Jepang dalam tekanan dalam kemampuan pertahanan udara regional. Setelah Rusia dan Cina sukses mengembangkan jet tempur siluman. Kekuatan pertahanan Jepang dibantu Amerika Serikat, dimana menempatkan sejumlah besar jet tempur, termasuk F-22 serta 50,000 pasukan dibeberapa pulau di Jepang.

”Jepang menginginkan F-22, tetapi Kongres tidak menyetujuinya,” ucap Yoshioka. ”Kami menyadari bahwa sangat penting untuk kami mengembangkan kemampuan lokal kami.”

Tokyo berencana mempensiunkan jet tempur tua F-4EJ Phantom dan F-15 Eagle dengan pesawat baru, seperti F-35 JSF atau F/A-18 Super Hornet atau Eurofighter Typhoon.

Kemhan berharap proyek jet siluman memberikan dampak ekonomi lokal mencapai 101 milyar dolar dan menciptakan 240,000 pekerjaan.

Sumber: AP
© Beritahankam.blogspot

Monday, March 7, 2011

Foto Parade Militer Hari Jadi Tentera Darat Malaysia (TDM)


KUALALUMPUR - Tentara dan peralatan tempur Angkatan bersenjata Diraja Malaysia berpawai dalam rangka memperingati hari Tentera Darat Malaysia (TDM) ke-78 di Historical Dataran Merdeka avenue, Kuala Lumpur-Malaysia, Minggu (6/3). Parade ini merupakan yang pertama kali terbuka diruang publik di Malaysia dengan tujuan agar tentara lebih dekat dengan rakyat. FOTO: VOR033/MILITARYPHOTOS.NET









BERITA POLULER