Menurut kabar terbaru, Korea
Selatan tengah mempersiapkan tiga varian berbeda dari KF-21 Boramae.
“Jet tempur modern Korea
Selatan KF-21 Boramae akan dibentuk untuk tiga varian berbeda, yaitu EA, EX,
dan SA”, jelas Alert 5 dalam artikel berjudul “South Korea unveils diverse
variants for KF-21 Boramae fighter”, 21 Juni 2024.
Tiga varian ini dibuat
dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan Korea Selatan, dan membuka potensi
ekspor.
Namun varian yang kita bahas
kali ini adalah KF-21 SA, yaitu versi yang dibangun untuk memenuhi pasar
ekspor.
KF-21 SA akan disesuaikan
dengan kebutuhan calon pembeli, artinya senjata maupun peralatan internal
lainnya bisa dikustomisasi.
Melihat upaya di atas, Korea
Selatan memang ingin mencapai potensi ekspor untuk KF-21 Boramae.
Maka dari itu, meninggalkan
Indonesia di tengah jalan bukanlah langkah yang strategis.
Sebagai pengingat, Indonesia
adalah mitra satu-satunya Korea Selatan membangun jet tempur ini.
Sebagai mitra, salah satu
tanggung jawab Indonesia adalah ikut membiayai mega proyek tersebut.
Menurut kesepakatan awal,
Indonesia menyumbang 20 persen atau sekitar 1,3 triliun Won dari total biaya
pengembangan KF-21 Boramae.
Karena ikut bayar, ada
beberapa keuntungan Indonesia bermitra dalam proyek ini. Seperti, Indonesia
dijanjikan transfer teknologi KF-21 Boramae.Makanya, beberapa insinyur
Indonesia diterbangkan langsung ke Seoul ikut mengembangkan jet tempur itu.
Insinyur Indonesia
diperbolehkan mengintip teknologi KF-21 Boramae di level tertentu. Selain itu,
Indonesia juga menjadi tujuan ekspor pertama KF-21 Boramae saat memasuki tahap
produksi massal.
Namun karena satu dan lain
hal, Indonesia gagal/menunda melunasi tanggung jawabnya. Menurut kabar terakhir, Indonesia baru
membayar 278,3 miliar Won miliar Won.
Lama tidak bersuara, pihak
Indonesia pun memberi kejelasan mengenai kelanjutan pembayaran tersebut.
Pada bulan Mei lalu, Kemhan
RI meminta penyesuaian pembayaran kepada pemerintah Korea Selatan atas biaya
pengembangan jet tempur tersebut.
“Kami minta penyesuaian
pembayaran agar sejalan dengan kemajuan kerja sama yang telah dan masih akan
berjalan bersama Korea Selatan”, ucap Kepala Biro Hubungan Masyarakat
Sekretariat Jenderal Kemhan RI Brigadir Jenderal TNI Edwin Adrian Sumantha
kepada Antara pada 7 Mei 2024.
Edwin pun menjelaskan
mengapa Indonesia memutuskan untuk menunda melunasi tanggung jawabnya.
klaimnya, Indonesia tidak
mendapat apa yang dijanjikan di awal sebagai satu-satunya mitra Korea Sekatan
dalam proyek ini.
Seperti, Indonesia tidak
sepenuhnya mendapatkan transfer teknologi jet tempur tersebut.
“Terdapat beberapa program
yang tidak diikuti oleh teknisi kita, alhasil pembayaran juga perlu
disesuaikan. Adalah wajar dan sesuai dengan prinsip akuntabilitas, jika program
tidak diikuti oleh teknisi Indonesia maka kita tidak perlu menanggung biaya sepenuhnya”,
pungkas Edwin.
Pihak Administrasi Program
Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan pun angkat suara terkait penyesuaian
pembayaran ini.
Karena permintaan itu, DAPA
mengaku menghadapi kesulitan keuangan dan masalah kepercayaan dengan Indonesia.
“Pengembangan jet tempur
KF-21 Boramae menghadapi tekanan finansial akibat berkurangnya kontribusi dari
Indonesia”, jelas Aero Time dalam artikel berjudul “South Korea’s KF-21 project
faces financial strain, trust issues with Indonesia”, 13 Juni 2024.
Oleh karena itu, Korea
Selatan akan berhati-hati mengambil langkah untuk melanjutkan proyek KF-21
Boramae bersama Indonesia.
“Kita tidak boleh ditusuk
dari belakang lagi, dan itu tidak akan terjadi”, ucap Kepala DAPA, Seok
Jong-gun.
Alhasil, Korea Selatan juga
akan menghitung seberapa besar transfer teknologi yang akan Indonesia terima
pasca permintaan penyesuaian pembayaran.
Kendati demikian, DAPA
mengaku tetap harus memenuhi permintaan Indonesia demi keuntungan di masa
depan.
Melalui sebuah wawancara,
Kepala DAPA, Seok, tetap ingin mengekspor KF-21 Boramae ke Indonesia
“Kita perlu mempertimbangkan
status Indonesia di ASEAN, Indonesia berpartisipasi dalam produksi massal untuk
48 unit. Artinya, Indonesia menjadi pasar ekspor pertama”, ucapnya, dikutip
Korea JoongAng Daily dalam artikel berjudul “ KF-21 joint development with
Indonesia could be reconsidered: DAPA chief”, 11 Juni 2024.
Memastikan KF-21 Boramae
langsung mendapat pasar di luar Korea Selatan, penting bagi Seoul demi
keuntungan di masa depan.
“Jika kita mempertimbangkan
aspek strategis seperti ekspor industri pertahanan lainnya di masa mendatang,
ini bisa sangat bermanfaat bagi kita. Saya pikir ini bisa menjadi semacam daya
ungkit untuk keuntungan kita dalam proses pembayaran kontribusi di masa
mendatang”, pungkas Seok.
Sumber Zonajakarta