Pages

Tuesday, June 25, 2024

Dipelototi Dunia, China Diam-diam Segera Menyelesaikan Proyek Pesawat Generasi ke-6


Rekaan pesawat tempur generasi ke-6 China, j-20, dengan komputer beradasarkan informasi yang sudah berkembang. Pesawat J-20 ini mirip dengan pesawat tempur generasi ke-6 yang sedang dikembangkan Amerika Serikat. (Weibo)


Rencana China memproduksi pesawat tempur generasi ke-6 J-20 terus mendapat sorotan dunia dan diperkirakan dalam waktu dekat sudah terwujud.  Saat ini memang ada beberapa negara yang mengembangkan pesawat tempur tercanggih generasi ke-6. Selain China, negara yang serius mengembangkan jet tempur masa depan itu adalah Amerika, Rusia, Prancis dan Jerman, Spanyol dan Italia, Jepang, serta Inggris.

Pergerakan China paling rahasia dan sulit diungkap, meski nama pesawat itu sudah diketahui, yakni J-20. Namun, akhir-akhir ini China mengindikasikan segera melahirkan jet tempur generasi ke-6 itu, mendahului negara lain.  Sebenarnya, kecurigaan China akan mencuri start dalam pengembangan jet tempur generasi ke-6 sudah muncul dalam pembicaraan di media sosial di WeChat pada Januari 2019.

Setelah itu, banyak yang meragukan kesiapan China melahirkan jet tempur generasi ke-6 dalam waktu dekat. Prediksi itu menguat setelah pilot pengujian pesawat J-20, Li Gang, menceritakan perkembangan proyek pesawat generasi ke-6 China itu.  "Saat teknologi aviasi negara kami berkembang pesat, jet generasi berikutnya akan lahir dalam waktu dekat," katanya kepada China Central TV (CCTC), seperti dikutip warriormaven.com, 12 Juni 2024. Dalam artikelnya Senin (14/6/2024), Defense News mengutip pernyataan penulis militer China, Rick Joe.  Menurutnya, sebuah citra satelit menunjukkan ada pesawat tak berekor terlihat di fasilitas Chengdu Aerospace pada Oktober 2021.  Bahkan, kata Rick Joe, sangat mungkin pesawat itu sudah diuji coba untuk terbang.

Pendapatnya selaras dengan pernyataan Li Gang.  Jika citra satelit itu benar, maka pesawat generasi ke-6 China mirip dengan pesawat generasi ke-6 yang sedang dirancang Amerika Serikat.

Amerika berencana memproduksi Next Generation Air Dominance (NGAD) juga dengan bentuk tanpa ekor. Bahkan, Amerika sudah merancang anggaran yang diperkirakan menghabiskan 16 miliar dolar AS (sekitar Rp 262,4 triliun).

Bedanya, Amerika sedang memiliki masalah anggaran, sementara China sedang mengalami kemajuan ekonomi yang pesat dalam beberapa tahun terakhir.  Sehingga, China begitu agresif mengembangkan pesawat tempur baik darat, laut, maupun udara, termasuk megaproyek jet tempur generasi ke-6.

Rick Joe menilai, pesawat generasi baru China akan menggunakan teknologi serba baru dengan kemampuan siluman termodern.

Sebagai pesawat modern, J-20 bakal dilengkapi senjata laser dan peluru kendali hipersonik.  Seperti halnya rancangan negara lain, China sangat mungkin membuat pesawat J-20 bisa dikenalikan pilot atau tanpa awak.

"Saya bisa katakan, China sudah di jalur realisasi pesawat generasi ke-6," kata Rick Joe. Namun, ketika diwawancara Defense News, Direktur Institut Studi Aerospace Angkatan Udara China, Brendan Mulvaney, tidak sependapat.

Menurutnya, proyek China dalam membangun pesawat generasi ke-6 masih lama.  China bisa merealisasikan pesawat J-20, katanya, bisa butuh waktu 20 tahun lagi.  Ia menilai, China masih kesulitan mengembangkan mesin pesawat generasi ke-6 yang supercanggih dan cepat. Tapi, akhirnya ini hanya masalah sains. Saya katakan, penelitian fisika juga sedang berkembang di Berlin, sama halnya di Beijing. Jika melakuka usaha keras dan memiliki waktu yang cukup, Anda akan bisa membuat mesin aerospace utamanya untuk kepentingan militer," terangnya.

Sumber Zonajakarta

Monday, June 24, 2024

Indonesia bisa mengaktifkan lagi Armada Bomber

 

Tu-16 Badger 

Indonesia dulu pernah memiliki skadron pesawat pembom strategis jarak jauh dalam diri Tupolev Tu-16 Badger. Tu-16 Badger kala itu menjadi tulang punggung pesawat pembom strategis Indonesia untuk memberikan ancaman maksimal bagi calon lawannya.  Kedigdayaan skadron pesawat pembom strategis Indonesia terdengar sampai Australia.

Alice Springs di Northern Territory Australia jadi saksi skadron pesawat pembom strategis Indonesia beraksi. Kala Dwikora, AURI sengaja menerbangkan dua unit Tu-16 ke Alice Springs dan Malaysia secara bersamaan. Hal ini untuk menunjukkan jangkauan tempur militer Indonesia yang mampu melakukan serangan jarak jauh. Untuk saat ini kemampuan serangan jarak jauh Indonesia sepeninggal Tu-16 melorot. Akan tetapi Indonesia segera mendapat pengganti Tu-16 dalam diri F-15 Eagle II.Memang ada perbedaan jenis keduanya antara pesawat pembom dan jet tempur Secara kasat mata pun ukuran Tu-16 lebih besar dari F-15 Eagle II. Namun soal daya muat bom ternyata F-15 Eagle II sama dengan Tu-16. Hal ini lantaran evolusi teknologi pertahanan matra udara yang mampu menyulap jet tempur memiliki kemampuan setara dengan pesawat pembom. "Dalam peran Air Strike di dalamnya dimaksudkan untuk pesawar seran saja.



Namun dengan teknologi terkini, peran tersebut dapat dirangkap pesawat tempur multiperan.Dahulu pesawat pembom strategis harus besar seperti Tu-16 Badger yang pernah dioperasikan AURI. Saat ini dengan performa yang hampir sama atau lebih baik, peran pembom strategis dapat dilakukan oleh pesawat yang lebih kecil seperti terlihat pada gambar berikut ini yang membandingkan performa F-15 Eagle II dengan Tu-16 Badger," jelas Marsekal TNI (Purn) Fadjar Prasetyo dalam bukunya Plan Bobcat.

Sebab dengan muatan bom banyak ia bisa terbang ke sasaran secara cepat dan menjatuhkan malapetaka bagi musuh di sana. Negara-negara besar seperti China, Rusia, AS dan Inggris masig memiliki pesawat pembom.  AS dengan trio B-2 Spirit, B-52 dan B-1B Lancer masih jadi paling yang teratas. Rusia dengan Tu-22 Backfire, Tu-160 Blackjack dan tentunya si gaek Tu-95 Bear. China urutan ketiga dengan Xian H-6 dengan keunggulan jumlah lebih dari 231 lebih unit pesawat bomber itu operasional.

Inggris jadi yang paling buncit dimana mereka cuma mengoperasikan segelintir sisa V Bomber era Perang Dingin. RAF Inggris sadar mereka membutuhkan lagi pesawat bomber baru dimana mereka lebih memilih membangun pesawat tempur multiperan BAE Tempest untuk mengisi kekosongan ini. Indonesia juga butuh menghidupkan lagi skadron pesawat pembom strategis entah memakai F-15 Eagle II atau lainnya. Karena Indonesia mesti menggapai apa itu Manajemen Pertempuran Udara Generasi Kelima. Salah satunya kepemilikan skadron pembom strategis.

 

Sumber: Zonajakarta, Lemhanas RI

 

 

 

Sunday, June 23, 2024

F-22 Raptor Pesawat Siluman AS Pecah Telor Mampir di Indonesia, TNI AU Ternyata Emban Tugas Ini di Pitch Black 2024 Australia

 


F-22 Raptor Pesawat Siluman AS Pecah Telor Mampir di Indonesia, TNI AU Ternyata Emban Tugas Ini di Pitch Black 2024 Australia.  Tak heran jika F-22 Raptor pesawat siluman kini pecah telor akan mendarat di Indonesia, TNI AU ternyata salah satu peserta di ajang latihan Pitch Black yang bergengsi yang diselenggarakan di Australia.

 

Dikutip Zonajakarta.com dari situs Royal Australian Air Force (RAAF) , Pitch Black merupakan latihan penggunaan kekuatan besar multi-nasional dua tahunan selama tiga minggu yang dilakukan terutama dari Pangkalan RAAF Darwin dan Pangkalan RAAF Tindal.  Latihan seperti ini sangat penting untuk memastikan Angkatan Udara tetap siap memberikan respons kapan pun Pemerintah Australia memerlukannya.

 

Pelatihan dan integrasi kekuatan yang terjadi pada latihan ini secara langsung mendukung kemampuan RAAF dalam melakukan operasi. Latihan Pitch Black menampilkan serangkaian ancaman simulasi dan realistis yang dapat ditemukan di lingkungan ruang pertempuran modern dan merupakan kesempatan untuk menguji dan meningkatkan integrasi kekuatan, dengan memanfaatkan salah satu wilayah pelatihan udara terbesar di dunia.

 

Menurut rilis Australian Government pada 15 Februari 2024, Latihan Militer Pitch Black 2024 (PBK24) adalah latihan militer besar Australia dan Internasional yang menggabungkan berbagai aktivitas terbang taktis di seluruh Australia utara selama periode 15 Juli hingga 1 Agustus 2024.

 

Untuk memastikan keselamatan publik dan memenuhi tujuan pelatihan, sejumlah besar area terlarang dan berbahaya militer akan diaktifkan. Selain itu, prosedur pendukung, seperti jendela prioritas MIL di Bandar Udara Darwin dan saran mengenai kebutuhan bahan bakar tambahan, diperlukan untuk mengakomodasi operasi jet cepat dengan kepadatan tinggi yang memiliki daya tahan terbatas.

 

Prosedur-prosedur ini berkaitan untuk memastikan bahwa lalu lintas militer dan sipil dapat dikelola dengan aman dengan tantangan tambahan pekerjaan landasan pacu Darwin yang dijadwalkan sepanjang tahun 2024.

 

Waktunya telah ditentukan melalui konsultasi dengan ATC Darwin dan Bandara Internasional Darwin (DIA), dan telah disetujui. dirancang untuk memastikan kesenjangan yang cukup untuk semua jenis lalu lintas untuk difasilitasi dalam jam ATC.

 

Selain itu, pesawat milik pasukan militer Australia dan Internasional akan melakukan flypast di atas Pantai Mindil sebagai bagian dari acara komunitas lokal pada malam hari Kamis tanggal 18 Juli.

 

Untuk menjamin keselamatan penerbangan, pesawat yang tidak berpartisipasi tidak akan dapat lepas landas atau mendarat di Darwin selama durasi flypast, atau operasi terbang dengan Zona Kontrol selama periode ini (durasi 90 menit).  Penerbangan prioritas, seperti penerbangan dengan keadaan darurat yang dinyatakan, atau untuk mendukung perlindungan jiwa dan harta benda (MEDEVAC, SAR) harus difasilitasi jika aman untuk dilakukan.

 

 

 

 

 

Meski pemerintah Australia awalnya menjadwalkan acara latihan Pitch Black 2024 pada 15 Juli hingga 1 Agustus 2024, namun dalam konferensi perencanaan final jadwal nampaknya dimajukan.

 

Hal ini seperti dikutip Zonajakarta.com dari akun Instagram @militer.udara pada 21 April 2024 menyebut latihan multinasional Pitch Black 2024 yang akan dilaksanakan di RAAF Base Darwin pada tanggal 12 Juli 2024 hingga 3 Agustus 2024 mendatang sudah memasuki tahap Final Planning Conferrence.

 

TNI AU Bukan Sekedar Peserta, Indonesia Didapuk Jadi Komandan Misi Pimpin 150 Pesawat Asing di Pitch Black 2024 Australia

 

Delegasi TNI AU yang terlibat dalam tahap finalisasi planning latihan ini diantaranya Letkol Pnb Ripdho Utomo, Mayor Pnb Ferry Rachman, Kapten Pnb Windi Darmawan dan Lettu Pnb Sulistyo Laksono Cahyo selaku Ops Planner, kemudian Kapten Tek Farid A. Winasis selaku Logs Planner serta didampingi Atase udara Kolonel Nav Mohammad Jausan, S.Pd., M.Eng. sebagai security advisor. Pada latihan ini, penerbang TNI AU akan berkesempatan menjadi Mission Commander dalam sebuah misi latihan Large Force Employment dan memimpin lebih dari 150 pesawat tempur Multinational. 1100 sorties penerbangan dan 4500 personel dilibatkan dalam latihan yang berlangsung selama 3 minggu ini.

 

Latihan ini juga merupakan sarana untuk menunjukan kemampuan TNI Angkatan Udara demi mewujudkan TNI AU yang AMPUH (Adaptif, Modern, Profesional, Unggul dan Humanis) dalam menjaga kedaulatan NKRI dan stabilitas keamanan di kawasan.


sumber Zona jakarta


BACA JUGA PICT BLACK 2012

Two Australian No. 77 Squadron F/A-18 Hornet Aircraft welcome Indonesian Air Force (TNI AU) Sukhoi Su-30 & Su-27 Flanker aircraft into Darwin to participate in Exercise Pitch Black 2012

 

 

 

 

 

 

Langkah Korea Selatan Siapkan Varian Ekspor KF-21 Boramae Bakal Jadi Angin Segar Bagi Timur Tengah

 


Kepastian tanggal produksi massal KF-21 Boramae dari pihak Korea Selatan masih terus dinanti-nanti.  Akan tetapi di sisi lain Korea Selatan mulai menyiapkan sebuah langkah maju.  Di mana varian ekspor tengah disiapkan yang bakal menjadi angin segar bagi negara importir khususnya Timur Tengah.

 

dari laman Alert 5 pada Jumat, 21 Juni 2024 dalam artikel berjudul "South Korea unveils diverse variants for KF-21 Boramae fighter", sejumlah sumber lokal menyebut bahwa Korea Aerospace Industries (KAI) akan menyiapkan jet tempur kekiniannya dalam tiga varian produk berbeda.

 

Yang pertama tentunya adalah KF-21 EA sebagai varian utama di mana bakal dioperasikan oleh Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF). Kemudian ada varian KF-21 EX yang merupakan peningkatan dari varian pertama atau yang disebut juga dengan KF-21 Boramae versi generasi kelima. Sementara KF-21 SA sendiri dirancang sebagai varian ekspor yang nantinya ditujukan untuk para importir. Walau terbagi dalam tiga varian, jarak perbedaan di antara ketiganya tidak terlalu tajam.

 

Sehingga ada jaminan bagi importir terhadap quality control yang diberikan oleh pabrikan. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) nantinya akan menerima varian KF-21 SA jika kontrak pembelian KF-21 Boramae benar-benar disepakati.

 

Apalagi spesifikasinya dinilai sangat mendekati dengan yang digunakan oleh ROKAF. Meski demikian varian tersebut akan diberlakukan penyesuaian spesifikasi tergantung kebutuhan setiap negara pengguna.

 

Terlepas dari pencapaian spektakuler ini, terdapat sebuah masalah besar di balik pengembangan KF-21 Boramae dalam tiga varian dasar berbeda. Karena masih dalam tahap awal, dibutuhkan penelitian lebih lanjut beserta pendanaannya sebelum pengembangan skala penuh dimulai.

 

"Ketiga versi tersebut baru memulai penelitian dasar mengenai kelayakan pengembangan. Diperlukan waktu lebih dari sepuluh tahun untuk menerima desain rinci dan biaya pengembangan dan melanjutkan ke pengembangan skala penuh," kata anggota Forum Keamanan Pertahanan Korea Kim Min Seok dikutip dari laman Aero Time pada Jumat, 21 Juni 2024.

 

Terlepas dari kapan produksi massal akan dimulai, pengembangan berkelanjutan sangat penting bagi pihak Korea Selatan. Tujuannya untuk memastikan agar KF-21 Boramae selalu kompetitif di pasar ekspor.

 

Melansir laman Defence Security Asia dalam artikel berjudul "Momentum Grows For Saudi Arabia, UAE to Join South Korea’s KF-21 “Boramae” Development" yang terbit pada Minggu, 16 Juni 2024, belakangan ini dua negara Timur Tengah yakni Arab Saudi dan UEA tengah berupaya untuk memperoleh kontrak pembelian KF-21 Boramae yang juga diminati Indonesia. Sinyal ketertarikan tersebut menguat pasca kunjungan pemimpin kedua negara tersebut ke Korea Selatan. Kunjungan mereka kemudian ditindaklanjuti dengan kerja sama strategis antara masing-masing negara dengan Negeri Ginseng di bidang pertahanan. 

 

 

UEA menyepakatinya pada tahun 2022, disusul kemudian Arab Saudi setahun setelahnya (2023). Di balik kesepakatan tersebut, terdapat kesediaan untuk membeli sistem pertahanan udara KM-SAM II dari negara yang sama.

Artinya ini merupakan langkah awal bagi Seoul untuk menancapkan pengaruhnya di kawasan Timur Tengah dalam hal ekspor alutsista.

 

Menarik untuk ditunggu seperti apa kinerja Timur Tengah jika nantinya benar-benar membeli varian ekspor dari KF-21 Boramae.***


sumber Zonajakarta

 

 

 

Saturday, June 22, 2024

Korea Selatan Sudah Siapkan Varian Ekspor KF-21 Boramae, Meninggalkan Indonesia Bukan Pilihan Bijak Bagi Seoul

 


Menurut kabar terbaru, Korea Selatan tengah mempersiapkan tiga varian berbeda dari KF-21 Boramae.

“Jet tempur modern Korea Selatan KF-21 Boramae akan dibentuk untuk tiga varian berbeda, yaitu EA, EX, dan SA”, jelas Alert 5 dalam artikel berjudul “South Korea unveils diverse variants for KF-21 Boramae fighter”, 21 Juni 2024.

Tiga varian ini dibuat dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan Korea Selatan, dan membuka potensi ekspor.

Namun varian yang kita bahas kali ini adalah KF-21 SA, yaitu versi yang dibangun untuk memenuhi pasar ekspor.

KF-21 SA akan disesuaikan dengan kebutuhan calon pembeli, artinya senjata maupun peralatan internal lainnya bisa dikustomisasi.

Melihat upaya di atas, Korea Selatan memang ingin mencapai potensi ekspor untuk KF-21 Boramae.

Maka dari itu, meninggalkan Indonesia di tengah jalan bukanlah langkah yang strategis.

Sebagai pengingat, Indonesia adalah mitra satu-satunya Korea Selatan membangun jet tempur ini.

Sebagai mitra, salah satu tanggung jawab Indonesia adalah ikut membiayai mega proyek tersebut.

Menurut kesepakatan awal, Indonesia menyumbang 20 persen atau sekitar 1,3 triliun Won dari total biaya pengembangan KF-21 Boramae.

Karena ikut bayar, ada beberapa keuntungan Indonesia bermitra dalam proyek ini. Seperti, Indonesia dijanjikan transfer teknologi KF-21 Boramae.Makanya, beberapa insinyur Indonesia diterbangkan langsung ke Seoul ikut mengembangkan jet tempur itu.

Insinyur Indonesia diperbolehkan mengintip teknologi KF-21 Boramae di level tertentu. Selain itu, Indonesia juga menjadi tujuan ekspor pertama KF-21 Boramae saat memasuki tahap produksi massal.

Namun karena satu dan lain hal, Indonesia gagal/menunda melunasi tanggung jawabnya.  Menurut kabar terakhir, Indonesia baru membayar 278,3 miliar Won miliar Won.

 

Lama tidak bersuara, pihak Indonesia pun memberi kejelasan mengenai kelanjutan pembayaran tersebut.

Pada bulan Mei lalu, Kemhan RI meminta penyesuaian pembayaran kepada pemerintah Korea Selatan atas biaya pengembangan jet tempur tersebut.

“Kami minta penyesuaian pembayaran agar sejalan dengan kemajuan kerja sama yang telah dan masih akan berjalan bersama Korea Selatan”, ucap Kepala Biro Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemhan RI Brigadir Jenderal TNI Edwin Adrian Sumantha kepada Antara pada 7 Mei 2024.

Edwin pun menjelaskan mengapa Indonesia memutuskan untuk menunda melunasi tanggung jawabnya.

klaimnya, Indonesia tidak mendapat apa yang dijanjikan di awal sebagai satu-satunya mitra Korea Sekatan dalam proyek ini.

Seperti, Indonesia tidak sepenuhnya mendapatkan transfer teknologi jet tempur tersebut.

“Terdapat beberapa program yang tidak diikuti oleh teknisi kita, alhasil pembayaran juga perlu disesuaikan. Adalah wajar dan sesuai dengan prinsip akuntabilitas, jika program tidak diikuti oleh teknisi Indonesia maka kita tidak perlu menanggung biaya sepenuhnya”, pungkas Edwin.

Pihak Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (DAPA) Korea Selatan pun angkat suara terkait penyesuaian pembayaran ini.

Karena permintaan itu, DAPA mengaku menghadapi kesulitan keuangan dan masalah kepercayaan dengan Indonesia.

“Pengembangan jet tempur KF-21 Boramae menghadapi tekanan finansial akibat berkurangnya kontribusi dari Indonesia”, jelas Aero Time dalam artikel berjudul “South Korea’s KF-21 project faces financial strain, trust issues with Indonesia”, 13 Juni 2024.

Oleh karena itu, Korea Selatan akan berhati-hati mengambil langkah untuk melanjutkan proyek KF-21 Boramae bersama Indonesia.

“Kita tidak boleh ditusuk dari belakang lagi, dan itu tidak akan terjadi”, ucap Kepala DAPA, Seok Jong-gun.

Alhasil, Korea Selatan juga akan menghitung seberapa besar transfer teknologi yang akan Indonesia terima pasca permintaan penyesuaian pembayaran.

 

 


 

Kendati demikian, DAPA mengaku tetap harus memenuhi permintaan Indonesia demi keuntungan di masa depan.

Melalui sebuah wawancara, Kepala DAPA, Seok, tetap ingin mengekspor KF-21 Boramae ke Indonesia

“Kita perlu mempertimbangkan status Indonesia di ASEAN, Indonesia berpartisipasi dalam produksi massal untuk 48 unit. Artinya, Indonesia menjadi pasar ekspor pertama”, ucapnya, dikutip Korea JoongAng Daily dalam artikel berjudul “ KF-21 joint development with Indonesia could be reconsidered: DAPA chief”, 11 Juni 2024.

Memastikan KF-21 Boramae langsung mendapat pasar di luar Korea Selatan, penting bagi Seoul demi keuntungan di masa depan.

“Jika kita mempertimbangkan aspek strategis seperti ekspor industri pertahanan lainnya di masa mendatang, ini bisa sangat bermanfaat bagi kita. Saya pikir ini bisa menjadi semacam daya ungkit untuk keuntungan kita dalam proses pembayaran kontribusi di masa mendatang”, pungkas Seok.


Sumber Zonajakarta

 

 

 

 

 

Friday, June 21, 2024

Indonesia Berkesempatan Kedatangan Siluman F-22 Raptor Sebelum Berhenti Berdinas

 


Kabar mengejutkan bagi Indonesia di mana salah satu jet tempur paling fenomenal akan mendarat di tanah air.

Jet tempur yang dimaksud adalah F-22 Raptor, jet tempur yang pertama kali dikategorikan sebagai generasi kelima di dunia.

 

Sebagai pengingat, kemampuan inti dari jet tempur generasi kelima adalah siluman yang membuatnya sulit terdeteksi radar musuh.

Menurut kabar, sebanyak enam F-22 Raptor Angkatan Udara Amerika akan mendarat di Bali.

 

“Enam F-22 Raptor dari 27th Fighter Squadron akan transit di Indonesia setelah berpartisipasi dalam latihan militer multinasional Pitch Black 24 di Australia pada bulan Agustus mendatang”, jelas TNI AU di Instagram pada 19 Juni 2024.

 

Fun fact, ini adalah pertama kalinya jet tempur siluman itu berkunjung ke Indonesia.

 

“Kunjungan ini menandai momen bersejarah, karena pertama kalinya F-22 Raptor mendarat di Indonesia”, sambungnya.

Selain menjadi momen untuk pertama kalinya, kedatangan F-22 Raptor juga menjadi kesempatan berharga bagi Indonesia.

 

Pasalnya, Angkatan Udara Amerika sudah beberapa kali berupaya untuk menghentikan masa dinas jet tempurnya ini meski dihalau oleh Kongres.

 

Mengutip artikel Defence Security Asia berjudul “Tentera Udara Amerika Mahu Tamatkan Khidmat 32 Buah F-22 “Raptor”, Tapi Kongres Bangkang”, menjelaskan bahwa Kongres menolak menghentikan layanan F-22 Raptor.

 

“Angkatan Udara Amerika berupaya mempensiunkan beberapa F-22 Raptor mulai tahun 2030, namun tindakan itu dihalangi oleh anggota Kongres”, jelasnya pada 20 Juni 2024.

 

Sebagai gambaran, Amerika memang tengah mempersiapkan jet tempur pengganti F-22 Raptor, yaitu Next Generation Air Dominance (NGAD).

 

“F-22 Raptor akan berusia 40 tahun di 2030, dan dia tidak akan relevan lagi saat itu. Makanya, kami memperlakukan F-22 sebagai jembatan menuju NGAD”, jelas Letnan Jenderal Clinton Hinote, dikutip Defense News dalam artikel “The F-22 will go away, eventually. But not before the Air Force gets comfortable with its successor”, 14 Mei 2021.

 

Bagi Hinote jelas, alasan mengapa F-22 Raptor memang perlu dipensiunkan. Jet tempur ini memiliki keterbatasan dalam mengemban misi, ditambah perawatannya yang sangat tinggi.

 

“F-22 Raptor memiliki jarak jelajah yang relatif pendek, hanya 1.850 mil laut padahal sudah membawa dua tangki bahan bakar eksternal, jumlah persenjataannya juga kecil”, sambung Hinote.


sumber Zonajakarta

Thursday, June 20, 2024

Raja Salman Batal Beli Bila Korsel Mendepak Indonesia dari Program KF-21 Boramae

 


Korea Selatan tengah mempertimbangkan masak-masak untuk mengeluarkan Indonesia dari program KF-21 Boramae.  Alasan Korsel mengeluarkan Indonesia karena adanya tudingan pencurian data KF-21 Boramae. Tudingan pencurian data KF-21 Boramae yang diduga dilakukan insinyur Indonesia cukup membuat Korsel resah.

Akan tetapi sampai saat ini tak ada titik terang apakah insinyur Indonesia benar mencuri data KF-21 Boramae atau tidak.  Tudingan Korsel kepada Indonesia sangat serius. Bila tak terbukti bisa saja pemerintah Indonesia mengambil tindakan drastis yang akan mempengaruhi hubungan diplomatik antar kedua negara.

Sejatinya Korsel ingin mencari rekanan lain di KF-21 Boramae. Agar tidak tergantung dari iuran modal Indonesia. Uni Emirat Arab (UEA) disebut tertarik masuk ke program KF-21 Boramae. Ada pula Arab Saudi yang menyatakan ingin bergabung dalam proyek KF-21 Boramae.

"Korea Selatan disebut-sebut tengah mengintensifkan upaya untuk menarik perhatian dua negara Teluk Arab yang kaya, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menjadi mitra dalam program pengembangan pesawat tempur generasi 4,5 yang tengah dikembangkannya, KF-21 Boramae," lapor Defence Security Asia.

Manajer Regional KAI untuk Asia, Park Sangshin sudah mengetahui kabar di atas. Ia hanya mengatakan jika pengembangan KF-21 Boramae bakal sampai ke tahap jet tempur generasi keenam.

Maka jangan ragu akan roadmap keberlangsungan hidup KF-21 Boramae.

 

"KF-21 (Boramae) adalah pesawat tempur generasi 4,5 tetapi akan memiliki platform generasi ke-5, yang berarti tidak hanya generasi ke-5 tetapi dapat ditingkatkan menjadi pesawat tempur generasi ke-6 di masa mendatang," jelasnya.

 

Presiden UEA Mohamed bin Zayed Al-Nahyan sudah mengunjugi Korsel. Ia bertemu dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol untuk membahas investasi UEA ke Seoul.

Salah satu senjata yang dibeli UEA dari Korsel ialah sistem hanud jarak menengah KM-SAM II.

"Kunjungan Presiden Korea Selatan ke UEA tahun lalu juga terjadi setelah pemerintah Abu Dhabi dilaporkan menandatangani perjanjian dengan perusahaan pertahanan Korea Selatan untuk mengakuisisi sistem pertahanan udara jarak menengah KM-SAM Blok II senilai US$3,6 miliar," jelasnya.  Arab Saudi pun juga membeli KM-SAM II.

 

Akan tetapi berbeda dengan KF-21 Boramae. Raja Salman dari Arab Saudi akan memutuskan membeli KF-21 Boramae jika Indonesia tak didepak dari program. Hal ini supaya Arab Saudi bisa melihat sejauh mana performa KF-21 Boramae dari negara pelanggan pertama yakni Indonesia.

 

"Jika Indonesia mengkonfirmasi kinerja KF-21, kita dapat berada dalam posisi yang menguntungkan dalam negosiasi dengan negara-negara ekspor potensial seperti Polandia dan Arab Saudi," jelas seorang pejabat DAPA Korsel dikutip dari Biz New Daily pada 10 Mei 2024. Laku tidaknya KF-21 Boramae tergantung kesan pertama Indonesia memakainya.*


sumber zona jakarta

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BERITA POLULER