Dalam
banyak peperangan modern serangan diawali dengan meluncurkan rudal-rudal jarak
jauh. Rudal atau peluru kendali dengan sasaran darat ditujukan untuk
menghancurkan fasilitas-fasilitas militer yang vital, misalnya stasiun radar,
pangkalan udara, fasilitas komunikasi, pembangkit listrik, depo bahan bakar,
dan lain-lain.
Lalu,
bagaimana rudal yang diluncurkan baik dari darat maupun kapal permukaan mampu
dengan tepat dan akurat mengenai targetnya yang berjarak ratusan hingga
kilometer?
Dilansir
dari berbagai sumber, rudal atau peluru kendali adalah amunisi yang dilengkapi
sistem pemandu dan pengendali sehingga bisa mengenai dengan tepat terhadap
taget yang telah ditentukan. Rudal untuk target darat dapat diluncurkan dari
darat, kapal permukaan, kapal selam maupun dari pesawat tempur. Berdasarkan
lintasannya, rudal untuk target darat dibedakan menjadi rudal balistik dan
jelajah.
Rudal
balistik terbang menuju sasaran yang jauh dengan lintasan melengkung, mirip
seperti lintasan peluru artileri. Untuk mencapai sasaran yang jauh, rudal ini
perlu mencapai ketinggian tertentu, semakin jauh sasarannya dibutuhkan
ketinggian yang lebih besar. Rudal balistik menggunakan tenaga pendorong berupa
roket.
Sedangkan
rudal jelajah atau cruise missile, lintasannya mendatar seperti pesawat
terbang. Saat diluncurkan, rudal akan meluncur ke ketinggian tertentu kemudian
terbang mendatar atau horizontal. Rudal jelajah diluncurkan dengan tenaga
pendorong roket yang disebut sebagai booster. Setelah mencapai kecepatan yang
dibutuhkan, tenaga pendorong beralih pada tenaga pendorong mesin jet. Adapun
jenis mesin jet yang biasa digunakan seperti turbojet dan turbofan, untuk rudal
hipersonik menggunakan mesin ramjet.
Kelebihan
rudal jelajah adalah ketinggian terbangnya yang rendah sehingga saat masih di
kejauhan, rudal ini tidak terdeteksi oleh radar musuh. Rudal bakal baru
terdeteksi saat sudah mendekati sasaran dan musuh hanya memiliki waktu yang
singkat untuk mencegatnya.
Terdapat
beberapa sistem pengendali yang terpasang di rudal sebagai kunci untuk membidik
sasaran secara tepat. Beberapa rudal modern menggunakan kombinasi dua atau
lebih sistem pengendali. Yang pertama dan paling sederhana ialah Preset
Guidance, sebelum rudal diluncurkan lintasan terbang rudal sudah ditentukan
sebelumnya. Penentuan lintasan ini didasarkan pada jarak dan arah sasaran,
diukur dari titik peluncuran. Rudal disetel agar terbang dengan lintasan
tersebut.
Sistem
ini contohnya terdapat di roket V-2 buatan Jerman yang digunakan pada Perang
Dunia II. Agar rudal bisa terbang sesuai lintasan yang ditentukan, maka dalam
roket ini terdapat perangkat giroskop dan akselerometer untuk mengukur
perubahan arah dan posisi rudal. Arah terbang rudal dikendalikan menggunakan
semacam sirip di bagian nozel. Sirip ini membelokkan arah semburan roket untuk
menyetir arah terbang sesuai lintasan yang sudah terpasang.
Pengembangan
dari Preset Guidance adalah Inertial Navigation System (INS). Perangkat yang
berada di dalam rudal ini terus-menerus menghitung posisi rudal selama terbang.
Di dalam perangkat INS terdapat komponen sensor berupa giroskop, akselerometer,
timer serta komputer untuk pemrosesan data. Giroskop digunakan untuk mengukur
rotasi atau perubahan arah dan posisi rudal yang membawanya. Komponen
akselerometer mengukur percepatan atau perubahan kecepatan, baik akselerasi
maupun perlambatan. Dengan menghitung antara percepatan dan waktu, maka
didapatkan kecepatan terbang rudal, lalu arahnya diperoleh dari sensor pada
giroskop.
Data-data
dari perangkat sensor tersebut dihitung oleh komputer yang secara terus-menerus
menghitung posisi rudal saat ini berdasarkan posisi sebelumnya. Metode ini
disebut sebagai Dead Reckoning, yakni komputer pada rudal selalu mengetahui
posisi rudal saat ini. Sistem navigasi seperti ini juga digunakan di kapal
selam dalam laut.
Akurasi
rudal dengan sistem pemandu INS sangat tergantung dari ketelitian sensor
akselerometer dan giroskop di dalamnya. Perangkat INS terkadang dilengkapi
dengan sensor barometrik altimeter dan magnetometer. Altimeter mengukur
ketinggian berdasarkan tekanan barometrik atmosfer sedangkan magnetometer
mengukur arah berdasarkan medan magnet bumi. Perangkat tambahan ini digunakan
untuk koreksi. Perangkat INS modern menggunakan akselerometer dengan teknologi
Micro-electromechanical Systems (MEMS) yang sangat sensitif. Giroskop saat ini
menggunakan teknologi Solid-state Ring Laser Gyro atau Advance Inertial
Reference Spare (AIRS). Melalui teknologi ini, tidak perlu lagi melakukan
koreksi dengan altimeter dan magnetometer. Perangkat INS modern dapat mencapai
akurasi dengan melenceng hanya beberapa meter pada jangkauan jarak di atas
10.000 kilometer.
Metode
pemandu rudal berikutnya adalah menggunakan navigasi berbasis satelit. Yang
paling umum adalah menggunakan GPS. Sistem navigasi satelit lainnya di
antaranya Glonnas milik Rusia dan BeiDou milik Cina. Rudal dengan pengendali
satelit seperti GPS dilengkapi dengan GPS receiver untuk mengetahui posisi
rudal saat ini. GPS receiver yang digunakan pada rudal memiliki grade dengan
akurasi yang sangat tinggi. Untuk dapat membidik sasaran secara tepat,
koordinat sasaran diinput ke dalam sistem kendali rudal, komputer pengendali
mengarahkan rudal menuju titik koordinat tersebut. Namun, sistem navigasi
berbasis satelit ini dimiliki dan dioperasikan oleh negara-negara tertentu. GPS
dimiliki oleh Amerika Serikat, Glonnas oleh Rusia, dan BeiDou dari Cina. Dalam
kondisi perang, negara pemilik satelit dapat memblokir akses satelit navigasi
sehingga tidak bisa digunakan oleh negara lain.
Selain
itu, ada sistem pemandu Terrain Contour Matching (Tercom) yang digunakan pada
banyak rudal jelajah. Misalnya, pada rudal BGM-109 Tomahawk. Rudal ini
menemukan sasaran berdasarkan peta kontur yang dilewati. Jadi, agar bisa
mencapai sasaran harus tersedia peta kontur atau peta perbedaan elevasi atau
ketinggian permukaan bumi antara titik peluncuran dan lokasi sasaran. Saat ini,
peta tersebut mudah didapatkan dari citra satelit. Rudal dengan sistem kendali
Tercom dilengkapi dengan radar altimeter yang mengukur ketinggian permukaan
bumi yang dilewati oleh rudal. Kemudian. hasil pengukuran kontur tersebut
dibandingkan dengan peta kontur yang sudah diinput. Maka dengan membandingkan
dan mencocokan peta kontur yang dilewati, rudal akan sampai pada sasarannya.
Sistem ini juga memungkinkan rudal terbang mengikuti kontur bumi dengan
ketinggian relatif rendah dan sulit terdeteksi oleh radar.
Versi
pemandu rudal yang paling baru adalah menggunakan Digital Scene Matching Area
Correlation (DSMAC). Rudal tidak hanya mencocokan kontur atau perbedaan
elevasi, tetapi juga menyesuaikan citra digital atau penampakan gambar
permukaan bumi yang dilewatinya. Dengan teknologi ini, jalur terbang rudal
dapat berkelok-kelok mengikuti lembah untuk menghindari pantauan radar musuh.
DSMAC juga lebih akurat membidik target yang spesifik. Untuk meningkatkan
akurasi dan keandalan.
Namun,
rudal seringkali menggunakan kombinasi beberapa sistem pemandu. Rudal jelajah
modern umumnya menggunakan kombinasi sistem pemandu INS, Tercom, dan GPS. (Aini
Tartinia)
sumber indonesiadefense.com