Pages

Saturday, June 15, 2024

Media Malaysia membocorkan rencana Indonesia membeli rudal anti-kapal YJ-12E dari China.

 

 

Rudal anti-kapal buatan China, YJ-12E, menurut media Malaysia, defencesecurityasia.com akan dibeli Indonesia. (defencesecurityasia.com)

Media tersebut adalah defencesecurityasia.com yang menyebut Indonesia mengindikasikan keinginan untuk mengimpor rudal anti-kapal YJ-12E tersebut.

Ini agak mengejutkan, mengingat YJ-12E adalah bagian dari pertahanan laut.

Sementara Indonesia terlibat konflik perbatasan laut dengan China di kawasan laut China Selatan.

Namun, kemungkinan pembelian YJ-12E itu bukan semata-mata bagian dari upaya pertahanan laut Indonesia, melainkan ada motif politik.

Media Malaysia itu kemudian mengutio South China Morning Post yang mewawancarai analis militer Indonesia.

"Mengambil senjata dari China mungkin bukan untuk tujuan memodernisasi kekuatan militer negara, tapi lebih sebagai manuvre politik," kata analisis itu kepada South China Morning Post seperti dikutip defencesecurityasia.com, awal tahun 2024.

"Ini semacam jaminan kepada China bahwa Indonesia bukan ancaman," tambahnya. Menurutnya, ini seperti apa yang dilakukan Malaysia ketika membeli 4 kapal patroli Keris dari China.  Upaya Malaysia itu juga dinilai bahwa pihaknya ingin meyakinkan kepada China tidak akan bersikap konfrontal.

Rudal anti-kapal YJ-12E buatan China ini mirip dengan rudal Brahmos buatan India. Rudal ini akan menjadi bagian dari sistem pertahanan pantai. YJ-12E merupakan pengembangan dari YJ-12B yang digunakan militer China dan memiliki kecepatan 3 Mach. Rudal ini juga dilengkapi sistem BeiDou dan pencari radar aktif.

Selain membeli, menurut media tersebut, Indonesia juga berkeinginan untuk melakukan kerja sama dengan China dalam proses produksi YJ-12E. Sebelumnya, Indonesia sudah bekerja sama dengan Turki untuk mendatangkan rudal anti-kapal Atmaca.

Bahkan, Indonesia juga menjajaki kerja sama produksi Atmaka dengan Turki. Setelah Indonesia berencana mendatangkan Atmaka dari Turki, Malaysia juga ikut-ikutan.

Malaysia juga menjajaki kerja sama dengan pabrikan dirgantara Roketsan dari Turki dalam memproduksi rudal Atmaca. Bahkan, menurut Manaajer Umum STM, Ozger Guleryuz, Rokestan juga akan memasok Atmaca ke Malaysia.

Artinya, Malaysia akan menjadi negara ASEAN kedua yang memiliki Atmaka, setelah Indonesia. Atmaca merupakan rudal anti-kapal yang bisa menembak sasaran dari jarak 200 km. Indonesia rencananya mendatangkan 45 rudal Atmaca.

Rudal itu akan menjadi senjata kapal-kapal perang Indonesia untuk menghalau kapal lawan. Rudal ini rencananya dipasang ke kapal korvet Kelas Fatahilah, Kelas Parhum, dan KCR FPB 57. Jika Atmaca lebih sebagai rudal yang dibawa kapal perang, sedangkan YJ-12E akan menjadi senjata pos-pos militer di pantai.

Sehingga, diharapkan adanya Atmaca dan YJ-12E akan saling melengkapi. Jika Malaysia ikut membeli Amtaca setelah Indonesia melakukannya, bukan tak mungkin negara jiran itu juga akan membeli YJ-12E.

sumber zonajakarta

Wednesday, June 12, 2024

Situs Asing Prediksi Indonesia Bakal Upayakan Beli Su-57 Saingi F-35 Singapura


Indonesia diyakini situs asing bakal borong Su-57 untuk saingi F-35 Singapura

Su-57 dan F-35 digadang bakal menjadi rival jet tempur siluman masa depan.  Pengembangan F-35 lebih dulu leading dibanding Su-57. Maklum, Su-57 dibiayai pakai ongkos pribadi Rusia sementara F-35 join dari berbagai negara. Sampai saat ini penjualan F-35 terbilang sangat menjanjikan dibanding Su-57 yang baru diproduksi memenuhi kebutuhan dalam negeri AU Rusia. Rusia sendiri tak menampikn bahwa mereka hendak menjual Su-57 buatannya ke luar negeri.  Moskow sama sekali tak keberatan Su-57 jadi barang komersil karena orientasi pembuatan jet tempur ini memang mendapat margin keuntungan.

Untuk memudahkan penjualan Su-57, Rusia memakai cara sederhana.Yakni membuat suku cadang hingga fasilitas perawatan Su-57 segaris dengan Su-30 dan Su-35.Jadi setiap negara yang pernah atau sedang mengoperasikan Su-30 bisa segera transisi ke Su-57. Tak perlu membangun fasilitas pendukung dari nol, dengan pengalaman mengoperasikan Su-30 maka dipastikan mempiloti Su-57 bukan masalah besar. Hal ini dimulai saat Rusia memperkenalkan Su-30MK terbarunya yang memakai teknologi Su-57.

 


Mereka seakan ingin memperlihatkan kepada calon konsumen bahwa benar Su-30 masih segaris keturunan dengan Su-57. "United Aircraft Corporation (UAC) Rusia telah mematenkan jet tempur taktis siluman dua tempat duduk baru.  Berdasarkan jet tempur Su-30MK, pesawat ini memiliki fitur pesawat generasi kelima seperti penampang radar rendah dan kemampuan manuver super," lapor The Defense Post.  UAC menjelaskan Su-30MK versi terbarunya ini menggunakan beberapa komponen penting Su-57. Membuat Su-30 yang selama ini dicap kuno mampu melaksanakan berbagai misi tempur yang dilakukan Su-57.

 

"Hasil teknis dari penemuan yang diklaim adalah untuk mengurangi tingkat visibilitas pesawat dalam jangkauan radar (radar signature atau radar cross-section) meningkatkan kemampuan manuver pesawat hingga kemampuan super-manuver, meningkatkan tingkat karakteristik aerodinamis pesawat dengan kecepatan penerbangan supersonik dan subsonik, memperluas fungsionalitas pesawat dalam hal interaksi informasi-komunikasi," beber UAC.

 

Tentunya dengan adanya 'promosi' ini menjadikan calon customer tertarik membeli Su-57. Sebetulnya sulit bagi Su-57 Rusia menyamai angka penjualan Su-57. Rusia diketahui sudah menawarkan Su-57 ke lima negara di ASEAN termasuk Indonesia. Walau Indonesia sendiri belum menyatakan minat membeli Su-57 lantaran transaksi Su-35 gagal. Justru Myanmar dan Vietnam lah yang saat ini di barisan terdepan mendapatkan Su-57. "Di Asia Tenggara secara lebih luas, Vietnam dan Myanmar kemungkinan besar akan menjadi klien pertama Su-57," jelas situs asing Military Watch Magazine pada 24 Februari 2024. Meski demikian Military Watch Magazine memprediksi Indonesia akan membeli Su-57 demi saingi F-35 Singapura.

 

"Negara tetangga terdekat  Singapura, Malaysia dan Indonesia, sebelumnya diperkirakan akan mempertimbangkan untuk membeli pesawat tempur generasi kelima mereka, yaitu Su-57 Rusia. F-35 secara efektif tidak tertandingi dan hampir tidak tertandingi ketika beroperasi di wilayah tersebut," jelasnya.

 

Su-57 Vs F-35 di Asia Tenggara, fenomena yang menarik disimak.*


Zona Jakarta

 

Sunday, June 9, 2024

Persiapan dan Penyesuaian Doktrin TNI AU yang Adaptif Seiring Modernisasi Alutsista (1)

 


Pesawat A400M dan jet tempur Rafale (photo: INews)

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Doktrin militer terus berkembang sesuai tuntutan zaman dan perkembangan teknologi.

 

Mayor Jenderal TNI (Purn) Rahmat Pribadi semasih berpangkat Kolonel dalam karyanya untuk program pendidikan reguler angkatan (PPRA) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) tahun 2013, menulis bahwa doktrin merupakan suatu pegangan atau pedoman dalam rangka pelaksanaan tugas atau pencapaian tujuan.

 

Di dunia militer, doktrin bukanlah falsafah, dogma, ataupun ajaran-ajaran yang sifatnya abadi. Doktrin militer bersifat dinamis.

 

"Karena doktrin berkembang sesuai dengan perkembangan politik, teknologi, kemajuan militer, dan ekonomi," tulis eks Deputi Bidang Pendidikan Pimpinan Tingkat Nasional Lemhannas tersebut dalam karya ilmiahnya.

 

Dengan demikian, doktrin militer memang harus dikembangkan dan dikaji ulang sesuai tuntutan yang harus dihadapi.

 

Keadaptifan, termasuk soal doktrin, merupakan salah satu komitmen Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono begitu ia dilantik menjadi orang nomor satu di matra udara.

 

Terlebih, TNI AU berangsur kedatangan sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru dalam beberapa tahun ke depan.

 

Tonny juga menciptakan slogan baru untuk TNI AU, yakni "AMPUH" yang merupakan akronim dari adaptif, modern, profesional, unggul, dan humanis.

 

"Mohon doa restunya, (TNI) Angkatan Udara menjadi angkatan udara yang adaptif mengikuti perkembangan teknologi dan perkembangan situasi nasional, regional, maupun global," kata Tonny dalam peringatan hari ulang tahun (HUT) ke-78 TNI AU di Lapangan Dirgantara Akademi Angkatan Udara (AAU), Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), 22 April 2024.

 

Secara khusus, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto juga meminta agar TNI AU adaptif seiring modernisasi alutsista matra udara.

 

“Saya berpesan agar TNI AU dapat beradaptasi dengan cepat seiring dengan kedatangan berbagai alutsista yang modern dalam beberapa tahun ke depan,” kata Agus dalam sambutannya saat proses serah terima jabatan KSAU di Taxi Way Echo Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, 5 April 2024.

 

Alutsista modern datang

Indonesia lewat Kementerian Pertahanan RI terus melakukan modernisasi, salah satunya dengan mendatangkan sejumlah alutsista.

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti dalam perayaan HUT ke-78 TNI di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, 5 Oktober 2023, bahwa modernisasi itu harus menjadi bagian penting pengembangan investasi industri pertahanan dalam negeri.

 

Untuk TNI AU, Indonesia mendatangkan lima unit pesawat angkut C-130J-30 Super Hercules dari pabrikan Lockheed Martin, Amerika Serikat. Kelima unit Super Hercules itu telah tiba di Tanah Air seluruhnya.

 

Bahkan, salah satu pesawat Super Hercules dengan nomor ekor A-1340 telah sukses melaksanakan operasi kemanusiaan dengan menjatuhkan bantuan logistik lewat udara (airdrop) di Gaza, Palestina, 9 April silam.

 

Indonesia juga telah membeli dua unit pesawat tanker dan transport Airbus A400M dari AS.

 

Kemenhan RI juga selesai menandatangani kontrak 42 unit jet tempur Rafale dari Dassault Aviation, Perancis.

 

Sesuai kontrak, unit pertama Rafale dijadwalkan tiba pada 2026 dan bakal menjadi pesawat tempur generasi 4.5 pertama bagi TNI AU.

 

Selain itu, TNI AU juga akan kedatangan 25 radar dan 12 unit pesawat nirawak (unmanned aerial vehicle) atau drone ANKA buatan Turkish Aerospace.

 

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengatakan Indonesia memerlukan TNI AU dan pertahanan udara yang kuat.

 

"Kita memerlukan TNI yang kuat, kita memerlukan TNI AU yang kuat, karena negara kita sangat sangat besar. Negara kita seluas Eropa. Eropa itu 27 negara, kita satu negara. Jadi kita sangat butuh pertahanan udara yang sangat kuat," ujar Prabowo di Lanud Halim Perdanakusuma, 28 Desember 2022, usai kedatangan pesawat Falcon 8X dari Dassault, Perancis.

 

Persiapan TNI AU

Sejalan dengan itu, TNI AU sedang bersiap diri menyambut kedatangan sejumlah alutsista modern.

 

Terbaru, KSAU Tonny memimpin rapat selama tiga hari, 20-22 Mei 2024, membahas perkembangan terkini pengadaan alutsista yang diproyeksikan menambah kekuatan TNI AU.

 

Untuk menyambut Rafale, matra udara menyiapkan Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Roesmin Nurjadin di Pekanbaru, Riau dan Lanud Supadio di Pontianak, Kalimantan Barat sebagai home base jet tempur generasi 4.5 buatan Dassault Aviation, Perancis tersebut.

 

Komandan Lanud (Danlanud) Roesmin Nurjadin Marsekal Pertama TNI Feri Yunaldi mengatakan bahwa Lanud Roesmin memiliki posisi yang strategis secara geografis untuk dijadikan pangkalan induk pesawat tempur.

 

"Lanud Roesmin Nurjadin ini posisinya sangat strategis, kenapa? Karena berbatasan dengan negara tetangga. Mulai dengan Malaysia, kita sering melaksanakan patroli sampai dengan ke Selat Malaka. Kemudian juga dengan Singapura," ujar Feri saat diwawancarai Kompas.com di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, 5 Februari 2024.

 

"Bahkan di area tertentu, kami juga melaksanakan operasi sampai dengan ke Natuna (Utara)," kata Feri.

 

Feri menyebutkan, rencana penempatan Rafale di Lanud Roesmin Nurjadin dan Lanud Supadio telah diskemakan secara matang. Posisinya tidak terlalu depan, seperti di Lanud Sultan Iskandar Muda (Banda Aceh) ataupun Lanud Soewondo (Medan).

 

Memang cari di posisi-posisi yang strategis yang artinya tidak mudah dijangkau oleh negara lain. Kenapa demikian? Karena alutsista ini sangat mahal, tempat kita melaksanakan pembinaan, menyiapkan operasi. Jadi itu harus betul-betul kita perhitungkan dengan jarak jangkau dari negara yang ada di sekitar kita," kata mantan instruktur Jupiter Aerobatic Team (JAT) itu.

 

Untuk Lanud Roesmin Nurjadin sendiri, Rafale rencananya bakal ditempatkan di Skadron Udara 12 dan 16.

 

Saat ini, Skadron Udara 12 masih menjadi markas jet tempur Hawk 100/200 buatan British Aerospace (BAE), Inggris. Sementara itu, Skadron Udara 16 menjadi kandang jet tempur F-16 blok C/D produksi Lockheed Martin, Amerika Serikat.

 

Rencananya, kedatangan Rafale akan menggeser Hawk 100/200 dan F-16 ke lanud lain. Hawk 100/200 akan digeser ke Lanud Supadio. Lalu, F-16 akan digeser ke Lanud Iswahjudi, Magetan.

 

“Jadi Rafale yang pertama kali datang, (akan) ditempatkan di Skadron Udara 12. Nah pesawat Hawk yang ada sekarang, rencana (dipindah) ke Skadron Udara 1 (Lanud) Supadio. Jadi satu base seluruh pesawat Hawk semuanya ngumpul di Supadio,” ujar Feri.

 

“Kemudian batch (tahap) yang kedua datang, baru diisi yang Skadron Udara 16. Nah pesawat F-16 ini, rencana akan ditempatkan kembali di Madiun (Lanud Iswahjudi) atau mungkin ada kebijakan dari pimpinan,” ucap Feri.

 

Setelah Lanud Roesmin Nurjadin penuh, baru pesawat-pesawat Rafale tahap ketiga bakal ditempatkan di Lanud Supadio.

 

Diketahui, Kemenhan RI memesan Rafale lewat tiga batch atau tahap, dengan rincian tahap pertama enam unit, tahap kedua 18 unit, dan tahap ketiga 18 unit.

 

Feri mengatakan, jajarannya juga akan mengirimkan para penerbang tempur dan teknisi dari Skadron 12 dan 16 untuk bersekolah mengoperasikan Rafale ke Perancis.

 

“Kami plot berapa orang, siapa saja, berdasarkan kebutuhan, berdasarkan per angkatan, sudah kita arrange. Jadi sudah kami atur sebaik mungkin di bidang sumber daya manusia (SDM), kami siapkan pilotnya sendiri, kemudian yang kedua adalah teknisinya,” ujar Feri.

 

“Harapannya ini satu paket ini. Jadi pada saat pesawat (Rafale) datang ke sini, sudah diterbangkan oleh pilot Indonesia. Kemudian dalam hal pemeliharaan penyiapan pesawat, sudah bisa di-handle oleh teknisi-teknisi dari Lanud Roesmin Nurjadin,” kata dia.

 

Selain itu, Lanud Roesmin Nurjadin juga menyiapkan sarana prasarana, salah satunya adalah pembangunan hanggar skadron teknik (Skadron Teknik 45) yang mulai dibangun tahun ini untuk pemeliharaan Rafale.

 

“Kemudian kami laksanakan juga pembangunan tempat gedung simulator. Jadi kami juga akan membeli simulator pesawat Rafale dan ditempatkan di sini,” kata Feri.

 

Lanud Roesmin Nurjadin juga akan membangun gudang dan pangkalan untuk spare part atau suku cadang Rafale.

 

“Harapannya nanti tahun depan atau persisnya tahun 2026 sudah mulai berdatangan. Kita (kedatangan) initial spare part dan lainnya, sudah bisa ditempatkan di gudang tersebut. Begitu juga beberapa sarana seperti jet blast-nya dari pesawat tersebut juga akan kami bangun tahun ini,” kata Feri.

 

Feri menambahkan, Lanud Roesmin juga akan memperlebar military apron dan membangun parallel taxi way.

 

Terbaru, KSAU Tonny juga telah mengunjungi Lanud Supadio dan Lanud Roesmin Nurjadin dalam rangkaian kunjungan kerjanya pada 6 dan 7 Mei silam.

 

sumber Kompas

Thursday, June 6, 2024

First Steel Cutting Ceremony Kapal Frigate Merah Putih Kedua Di PT PAL

 



Seremoni first steel cutting Fregat Merah Putih Kedua di PT PAL (photo: TNI)

 

Kaskoarmada II Laksma TNI Isswarto, M.Tr.Opsla., CHRMP., mewakili  Pangkoarmada II Laksda TNI Ariantyo Condrowibowo menghadiri acara First Steel Cutting Kapal Frigate Merah Putih Kedua (W000305) TNI AL yang dilaksanakan oleh PT PAL Indonesia (Persero), bertempat di Bengkel Fabrikasi Divisi Kapal Niaga PT PAL Indonesia (Persero), Rabu (5/6).

 

Pelaksanaan First Steel Cutting Ceremony pembangunan Kapal Fregate Merah Putih kedua dipimpin langsung oleh Kapuskod Kemhan Laksma TNI M.Taufiq Hidayat, S.T., M.Si.

 

Dalam Sambutannya, Kapuskod Kemhan menyampaikan bahwa prosesi First Steel Cutting ini merupakan salah satu momen penting dalam proses pembangunan kapal, yang menandai dimulainya pembangunan struktur badan kapal. Kapal Frigate yang sedang dibangun merupakan Alutsista kapal Frigate Combatan terbesar yang dibangun secara lokal di PT. PAL Indonesia dan bahkan di Indonesia.

 

 


Impresi artis pada Fregat Merah Putih (image: Radeanova)

 

Kapal Frigate ini direncanakan memiliki Panjang keseluruhan 140,00 meter dengan lebar 19,75 meter. Berat muatan penuh 6.626 ton, dan kecepatan maksimal 28 knots. Mampu bertahan di laut selama 21 hari dengan jarak jelajah 9.000 Nautical Mile dan diawaki oleh 143 personel.

 

Pada kesempatan tersebut, Kapuskod Kemhan berharap pembangunan Kapal Frigate Merah Putih Kedua TNI AL, semakin memperkuat armada TNI Angkatan Laut dalam menjalankan tugasnya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

(TNI)

Wednesday, June 5, 2024

PT PAL Indonesia Menandatangani MoU Strategis dengan Naval Group untuk Meningkatkan Kapabilitas dan Jangkauan Pasar

 


Penanda-tanganan MOU PAL-Naval Group di Cherbourg, Prancis (photo: PAL)

 

Cherbourg, Perancis, (4/06)  – PT PAL Indonesia dan Naval Group telah mengambil langkah signifikan untuk memperkuat kemitraan strategis mereka dengan menandatangani Nota Kesepahaman (MoU). Agenda penandatanganan yang berlangsung di Galangan Kapal Selam Naval Group, di Cherbourg, Perancis ini dilaksanakan oleh Chief Marketing Officer (CMO) PT PAL Willgo Zainar, dan Vice President Sales Director for Asia Pacific Naval Group, Nicolas Hersart de la Villemarqué.

 

MoU ini menandai momen penting bagi kedua perusahaan, dengan tujuan meningkatkan kapabilitas bersama dalam meraih pasar potensial dalam dan luar negeri. Kemitraan ini didasarkan pada kontrak yang telah ditandatangani sebelumnya dengan Kementerian Pertahanan RI, untuk pembangunan dua unit kapal selam Scorpene Evolved Lithium-Ion Battery. Kapal selam ini akan sepenuhnya diproduksi di fasilitas hanggar kapal selam milik PT PAL di Surabaya, Indonesia.

 

Melalui penandatanganan MoU ini membuka jalan dalam kolaborasi yang lebih mendalam di luar konstruksi kapal selam. Salah satu proyek utama yang disoroti dalam kemitraan ini adalah pengembangan Fregat Multi Misi Belh@rra (FDI). Fregat FDI, sebagai salah satu fregate dengan teknologi dengan persenjataan terbaik di dunia.

 

“Kolaborasi ini akan memungkinkan PT PAL Indonesia untuk memperoleh keahlian dalam teknologi modern dan terbaru kapal perang permukaan , sehingga menjadikan PT.PAL  mitra lokal strategis bagi Naval Group di Indonesia” ungkap Willgo Zainar.

 

 


Spesifikasi fregat FDI/Belharra class (image: Naval Group)

 

Willgo turut menambahkan bahwa “ke depannya, PT PAL akan mendapatkan Transfer Teknologi (ToT) penuh untuk desain kapal lengkap dengan teknologi tinggi dan modern serta manajemen pembangunan kapal fregat secara digital. Hal ini akan meningkatkan kapabilitas PT PAL dalam membangun kapal fregat canggih dan bersaing di pasar global”.

 

Kemitraan strategis ini diharapkan dapat memperkuat hubungan bilateral antara Indonesia dan Perancis, khususnya di sektor pertahanan. Kerja sama yang terus ditingkatkan ini diharapkan dapat memenuhi jawaban atas penguasaan teknologi Alutsista serta menjajaki peluang pasar global. Dengan mendorong kolaborasi ini, baik PT PAL maupun Naval Group berkomitmen untuk berkontribusi pada stabilitas dan keamanan regional.

 

Willgo Zainar  turut menekankan keuntungan dalam kolaborasi ini bahwa, “Kesepakatan ini tidak hanya meningkatkan kapabilitas teknis kami tetapi juga memperkuat posisi kami di pasar pertahanan global. Kami sangat bersemangat tentang peluang yang akan dibawa oleh kemitraan ini dalam hal kemajuan teknologi dan jangkauan pasar”.

 

Saat PT PAL dan Naval Group memulai kemitraan yang ditingkatkan ini, kedua perusahaan siap mencapai tonggak pencapaian penting di sektor pertahanan angkatan laut, mendorong inovasi, dan mendorong pertumbuhan jangka panjang.

 

(PAL)

Tuesday, June 4, 2024

Delegasi Indonesia Kunjungi Armada Utara Rusia Ambli Data Penting Kilo Class

 

Kapal selam Kilo class menjadi salah satu alutsista Armada Utara Rusia.  Armada Utara Rusia di Semenanjung Kola selama ini memang menjadi rumah alutsista strategis macam Kilo class hingga kapal selam balistik nuklir.

 

 Keberadaan Armada Utara dengan Kilo class nya amat penting bagi Rusia.


Kilo class bakal melengkapi skadron kapal selam Armada Utara Rusia melawan NATO.Bayangkan saja Armada Utara Rusia disuruh menghadapi kekuatan gabungan NATO dari Inggris, Jerman, Norwegia hingga Swedia.  Tak heran bila Rusia menempatkan alutsista paling gahar di sana.  Pendapat US Naval Institute mengenai Armada Utara Rusia tak mengejutkan. Mereka menilai US Navy dan NATO bisa kehilangan kendali di samudra Arktik. 

"Angkatan Laut AS dan mitra-mitra NATO-nya berisiko kehilangan kesempatan untuk menetapkan dan mempertahankan keunggulan pencegahan strategis di wilayah Utara Jauh dan Arktik," jelasnya. Paling sial bagi AS di sana tak ada para diplomat yang kompeten mengetahui seluk beluk operasi armada utara Rusia.  Sedikit aneh memang lantaran Rusia menempatkan armada terbaiknya di sana namun respon NATO memble.

"Yang sama pentingnya adalah studi tentang cara berperang Rusia serta budaya dan bahasa Rusia elemen dasar yang diperlukan untuk mengetahui musuh kini dilakukan oleh sekelompok kecil pakar, sebagian besar berasal dari akademisi dan lembaga penelitian kebijakan. Tanpa pemahaman mendalam tersebut, Barat mempunyai risiko lebih besar untuk terjebak dalam teka-teki strategis," bebernya. Modernisasi armada utara Rusia sudah dimulai pada tahun 2012. Presiden Vladimir Putin kala itu menegaskan armada utara ialah tulang punggung kekuatan Rusia di Eropa. Segala operasi tempur laut skala besar di Eropa bermula dari sana.

Meskipun sempat mengalami kemunduran, Putin tetap bertahan, dan pada tanggal 7 Mei 2012, ia menandatangani keputusan presiden yang memprioritaskan modernisasi dan pengembangan senjata untuk Angkatan Laut Rusia, senjata nuklir strategis dan non-strategis, serta revitalisasi Arktik," jelas USNI News.  Uniknya skadron kapal selam yang jadi perhatian Putin untuk dimodernisasi.

 

Kapal selam balistik nuklir Borei II class dan Yasen class disiagakan.

Bahkan Rusia memodernisasi Akula II class untuk membentuk trio kapal selam balistik nuklir armada utara.

Galangan Kapal Sevmash mengirimkan kapal selam rudal balistik (SSBN) Borei II pertama Knyaz Vladimir dan Galangan Kapal Nerpa mengembalikan kapal selam serang Akula II Vepr ke layanan pada 5 Agustus 2020, setelah periode perombakan ekstensif.  Kapal selam berpeluru kendali Yasen-M buatan Sevmash, Kazan, juga ada di sana," bebernya.

Tak sembarang manusia atau negara lain yang bisa mengunjungi armada utara Rusia.  Apalagi sampai mengambil informasi kapal selam yang sehari-harinya beroperasi di bawah komando armada utara Rusia. 

Tapi Indonesia bisa.  Delegasi Indonesia pernah berkunjung ke Armada Utara Rusia dan langsung memeriksa kapal selam Kilo class.  Mereka mengambil berbagai informasi penting Kilo class untuk disampaikan ke  Jakarta.  Hal ini dilakukan karena saat itu Indonesia ingin membeli kapal selam Kilo class bekas dan Rusia ingin memberikan pengalaman langsung bagi calon pembeli.

"Kementerian Pertahanan RI berniat mengirimkan delegasi khusus ke Rusia untuk memeriksa kondisi fisik kapal selam bekas kelas Kilo class.  Moskow menawarkan kepada Indonesia dua kapal selam Project 877 dari Armada Utara Rusia," jelas Lenta pada 9 Desember 2013. Namun sudah jauh-jauh ke Armada Utara Rusia, Indonesia gagal memboyong Kilo class.*

sumber zona jakarta

Monday, June 3, 2024

Klausul Non Kompetisi Dalam Perniagaan Pertahanan

 


Kapal selam Scorpene Evolved (image: Naval Group)

Bisnis pertahanan merupakan salah satu kegiatan perniagaan yang paling kompleks dan rumit di dunia mengingat karakter teknologi yang dibutuhkan, modal yang diperlukan dan pasar yang diatur dengan ketat oleh aturan nasional dan internasional. Kompetisi antar pabrikan pertahanan sangat ketat, di mana beberapa firma pertahanan memiliki lini bisnis yang lintas sektor, sementara perusahaan-perusahaan lain berfokus pada satu sektor saja.

 

Fakta menunjukkan bahwa penghasil beragam jenis sistem senjata di dunia sudah jauh berkurang dibandingkan 35 tahun lalu berkat konsolidasi industri pertahanan di negara-negara maju sejak Perang Dingin berakhir. Sebagai konsekuensinya, pilihan-pilihan sumber pengadaan senjata bagi negara-negara berkembang menjadi semakin sedikit karena biaya pengembangan sistem senjata sudah melonjak tajam dibandingkan di masa lalu.

 

Peran negara dalam bisnis pertahanan sangat menonjol dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut mempengaruhi kepentingan nasional negara yang bersangkutan. Selain sebagai konsumen tunggal bagi produk-produk industri pertahanan, entitas negara juga mengatur ekspor produk-produk pertahanan ke pasar internasional.

 

Pengaturan demikian membuat tidak semua produk pertahanan dapat diakses oleh para konsumen di pasar antar bangsa, sebab senjata hanya dapat diekspor ke negara-negara penerima yang dianggap bersahabat secara politik dengan negara produsen. Peraturan tentang ekspor senjata juga dimaksudkan pula untuk pengendalian ekspor teknologi pertahanan maju dan atau dual use technology, baik pada tingkat nasional maupun internasional.

 

Pengaturan ketat ekspor senjata oleh negara produsen dan kompetisi ketat antarindustri pertahanan memberikan implikasi terhadap konsumen, baik negara maju maupun negara berkembang. Sejumlah negara maju yang tidak memproduksi sendiri beberapa sistem senjata maju harus mau berkompromi dengan regulasi ekspor yang diterbitkan oleh negara produsen senjata.

 

 


Teknologi Full Lithium-Ion (Scorpene Evolved) vs Lithium-Ion+AIP (Type 218SG) (photo: NavalNews)

Sementara pada tingkat pabrikan sistem senjata, terkadang mereka menerapkan pembatasan ekspor sistem senjata ke negara-negara tertentu yang didorong oleh kepentingan niaga daripada kepentingan politik. Pembatasan yang terjadi terkadang disebabkan oleh kesepakatan produsen dengan konsumen tertentu yang membeli sistem senjata buatannya, di mana kesepakatan demikian sulit untuk dibuktikan namun bisa dirasakan oleh negara lain.

 

Kesepakatan tersebut dikenal sebagai non-competition clause, di mana klausul demikian dapat berlaku pada kontrak penjualan barang atau jasa. Definisi non-competition clause adalah "a contractual promise by one party to refrain from conducting business of a similar nature to that of the other party".

 

Dari perspektif hukum, tidak ada yang salah dengan non-competition clause sebab terdapat kebebasan berkontrak antara pihak-pihak terkait dan tidak pula melanggar hukum perdagangan internasional. Penting untuk dicatat bahwa perniagaan di bidang senjata dikecualikan dari prinsip-prinsip perdagangan internasional.

 

Dalam perniagaan senjata, non-competition clause disetujui oleh pabrikan karena nilai kontrak yang sangat besar dan persepsi bahwa negara pembeli adalah entitas yang mempunyai posisi strategis dalam percaturan politik keamanan global dan akan menjadi konsumen dalam jangka panjang.

 

Seperti telah disinggung, produsen senjata menyetujui non-competition clause dengan pembeli berdasarkan pertimbangan niaga demi kelangsungan bisnis dalam jangka panjang. Saat ini tidak ada produsen maupun konsumen sistem senjata yang mengakui secara terbuka tentang non-competition clause yang mengikat mereka, akan tetapi penerapan klausul tersebut dapat dirasakan pada sistem senjata tertentu.

 


 

Type 218SG kapal selam dengan AIP dan modul untuk mengisi Lithium-Ion Batteries (LiB) (photo: Eckhard Uhrbrock)

Lalu bagaimana bentuk non-competition clause dalam perniagaan pertahanan? Setidaknya terdapat dua bentuk untuk klausul demikian yang selama ini diterapkan. Pertama adalah tidak mengekspor sistem senjata yang sama ke negara-negara lain yang berminat.

 

Kedua ialah menjual sistem senjata yang sama ke negara-negara lain namun dengan kemampuan hard kill dan soft kill yang telah diturunkan dibandingkan dengan negara yang memiliki non-competition clause dengan pabrikan tersebut.

 

Indonesia perlu memiliki pemahaman tentang non-competition clause dalam akuisisi sistem senjata dari luar negeri, terlebih lagi pada pembangunan kekuatan pertahanan untuk kurun masa 2025-2029. Pada masa tersebut, Kementerian Pertahanan diharapkan akan kembali melanjutkan beberapa program pengadaan yang sudah berjalan pada MEF 2020-2029.

 

Satu di antaranya adalah pembelian kapal selam, di mana galangan asal Prancis, Jerman dan Italia telah menunjukkan ketertarikan untuk menyuplai kapal selam diesel elektrik ke Indonesia. Selain isu penerapan teknologi (full) Lithium-ion Battery (LIB) pada kapal selam yang telah menjadi pilihan kebijakan Kementerian Pertahanan, perlu pula diperhatikan soal kemungkinan eksistensi non-competition clause dengan pembeli lain yang mengikat para calon pemasok kapal selam.

 

Dari tiga calon pemasok kapal selam untuk Indonesia, Naval Group dan TKMS merupakan dua galangan yang telah menjual produk kepada negara-negara lain di sekitar Indonesia. Dalam kontrak dua kapal selam kelas Scorpene Evolved dengan Indonesia, Naval Group menjual kapal selam dengan salah satu kemampuan yaitu meluncurkan rudal anti kapal permukaan SM39 Exocet dari bawah air.

 

Sebelumnya, kemampuan serupa juga dimiliki oleh kapal selam kelas Scorpene yang diekspor oleh DCNS (nama lama Naval Group) ke Malaysia. Melalui ekspor Scorpene Evolved ke Indonesia yang mempunyai kemampuan hard kill lewat rudal SM39 Exocet, di atas kertas pada tingkat minimal kemampuan Scorpene Evolved Indonesia tidak kalah dengan Scorpene yang dioperasikan oleh Malaysia.

 


 

Penawaran kapal selam Type 214 oleh TKMS ke Indonesia diduga terpengaruh oleh klausul non kompetisi pada kontrak penjualan kapal Type 218SG dengan Singapura (photo: TKMS)

Di luar isu tentang penerapan full LIB, merupakan tantangan bagi TKMS untuk dapat meyakinkan Indonesia tentang kemampuan hard kill kapal selam yang akan ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan pertahanan periode 2025-2029. Merupakan suatu fakta bahwa kapal selam U218SG yang diekspor oleh TKMS ke Singapura memang customized bagi kepentingan negara itu, termasuk pemakaian sejumlah peralatan elektronika buatan industri pertahanan Singapura.

 

Apakah TKMS dapat memasok kapal selam dengan kemampuan di atas kertas yang minimal sama dengan negara tetangga apabila Indonesia meminta? Pertanyaan demikian sebenarnya sudah lama menjadi topik diskusi di kalangan yang terlibat dan atau memiliki perhatian terhadap pembangunan kekuatan kapal selam Indonesia selama ini.

 

Sekali lagi, urusan tentang non-competition clause merupakan urusan produsen sistem senjata dan pembeli. Kalaupun satu atau lebih galangan-galangan kapal selam yang melirik pasar Indonesia untuk periode 2025-2029 mempunyai non-competition clause dengan konsumen mereka, hal demikian bukan urusan Indonesia.

 

Akan tetapi Indonesia berkepentingan untuk mendapatkan kapal selam yang bukan saja mengadopsi teknologi propulsi maju sekaligus efisien dalam biaya operasional, namun juga mempunyai kemampuan hard kill dan soft kill yang minimal sama dengan negara-negara operator kapal selam diesel elektrik lainnya di kawasan Indo Pasifik.

 

Seandainya Indonesia belum mampu mengadopsi kebijakan Qualitative Military Edge (QME), setidaknya kemampuan yang dipunyai setara dengan negara-negara lain. (Alman Helvas)

 

(CNBC)

BERITA POLULER