Pages

Monday, July 1, 2024

Prancis Juluki Indonesia Raksasa Tak Terlihat Karena Satukan Negara Besar Seperti China Sampai India

 


Indonesia punya politik luar negeri Bebas Aktif. Bebas Aktif berarti Indonesia mau berkawan dengan negara manapun di dunia.  Bahkan saat ini Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan Korea Utara yang sebagian besar negara di dunia membenci keberadaan Pyongyang.

Indonesia juga menjalin pertemanan dengan Iran, Yaman, China hingga Suriah yang tengah dihajar habis-habisan oleh sanksi Barat. Uniknya Indonesia juga menjalin hubungan erat dengan AS, Inggris, Australia, Spanyol dan Prancis. Oleh bangsa Barat, peran Indonesia dianggap penting. AS menilai Indonesia sebagai penyeimbang stabilitas Asia Tenggara bahkan Indo Pasifik. Di tengah ketegangan gegara klaim Nine Dash Line China, peran Indonesia dibutuhkan AS.

"Dengan semakin pentingnya peran Indonesia dalam urusan regional dan global, pemahaman yang jelas tentang kebijakan AS membantu mendorong kolaborasi dan memerangi misinformasi. Amerika Serikat mengupayakan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, yang terhubung, sejahtera, aman, dan tangguh, di mana pemerintah dapat membuat pilihan mereka sendiri dan wilayah bersama diatur secara sah," jelas Kedutaan Besar AS di Indonesia. AS melandasi hubungan diplomatiknya dengan Indonesia di bidang pertahanan dan keamanan. Di bidang pertahanan, AS ingin turut serta memperkuat pertahanan Indonesia. Salah satunya dengan penjualan F-15 Eagle II.

Departemen Luar Negeri AS memutukan untuk menyetujui penjualan F-15 ke Indonesia. "Departemen Luar Negeri telah mengambil keputusan untuk menyetujui kemungkinan Penjualan Pesawat F-15ID dan peralatan terkait kepada Pemerintah Indonesia dengan perkiraan biaya sebesar $13,9 miliar. Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan menyampaikan sertifikasi yang diperlukan dan memberi tahu Kongres tentang kemungkinan penjualan," jelas DSCA pada 10 Februari 2022. Sebelumnya pemerintah Indonesia ingin membeli 36 unit F-15 Eagle II. Juga request berbagai kelengkapan di F-15. Diantaranya radar AESA hingga helm JHMCS.



"Pemerintah Indonesia telah meminta untuk membeli hingga tiga puluh enam (36) pesawat F-15ID; delapan puluh tujuh (87) mesin F110-GE-129 atau F100-PW-229 (72 terpasang, 15 cadangan)," jelasnya. Saat ini Indonesia memutuskan membeli 24 unit F-15 Eagle II. Dua skadron bisa dibentuk oleh Indonesia bila komposisinya 12+12. F-15 Eagle II lebih baik ketimbang Su-35 dari segi apa pun. Penjualan F-15 Eagle II sesuai dengan tujuan AS dan meningkatkan kemampuan pertahanan Indonesia.

"Penjualan yang diusulkan ini akan meningkatkan kemampuan Indonesia dalam menghadapi ancaman saat ini dan masa depan dengan memungkinkan Indonesia meningkatkan cakupan pencegahan dan pertahanan udara di wilayah udara dan maritim yang sangat kompleks.

Indonesia tidak akan kesulitan menyerap pesawat dan peralatan tersebut ke dalam angkatan bersenjatanya," jelasnya. Bahkan media Prancis, Revue Conflits menyebut Indonesia sebagai raksasa yang tak terlihat. "Indonesia: raksasa yang tak terlihat," jelas judul artikel dari Revue Conflits pada 21 Agustus 2023.




CEO Naval Group segera bantu industri pertahanan Indonesia persiapkan diri hadapi pertempuran laut masa depan CEO Naval Group segera bantu industri pertahanan Indonesia persiapkan diri hadapi pertempuran laut masa depan Menurut media berbahasa Prancis itu Indonesia bisa menyatukan negara-negara kuat di dunia dalam Konferensi Asia Afrika di Bandung sehingga dijuluki raksasa tak terlihat.

"Bersama India, negara ini menjadi pemimpin Gerakan Non-Blok; konferensi Bandung (1955) mempertemukan para founding fathers seperti Nehru, Nasser, Tito, Zhou Enlai dan N'Krumah bersama Soekarno, nilah masa kejayaannya," jelasnya. Indonesia menjadi negara yang sebetulnya diperhitungkan di kancah dunia.

zoanajakarta

 

 

 

 

Sunday, June 30, 2024

Media Korsel Bocorkan Tiga Versi Terbaru KF-21 Boramae, Intip Spesifikasinya yang Makin Canggih

 


Korea Selatan tak hentinya mengembangkan pesawat tempur KF-21 Boramae menjadi versi terbaru.

Salah satu media Korea Selatan mengabarkan upaya Korea Aerospace Industries (KAI) yang tengah mengerjakan tiga versi baru dari KF-21 Boramae.

Dilansir dari Biz.HanKook via Top War, modifikasi KF-21 Boramae versi baru tersebut bakal berupa pesawat peperangan elektronik, pesawat tempur dengan kemmapuan yang ditingkatkan, dan versi ekspor.



Pengembangan tersebut saat ini didanai sendiri oleh KAI. Versi pertama yakni KF-21EA (Electronic Attack) dikatakan harus menjadi analog dari EA-18G Growler yang diproduksi untuk Angkatan Laut Amerika Serikat.



KF-21EA diasumsikan akan dibangun berdasarkan modifikasi dua kursi dari KF-21B, dengan awak kdua adalah operator sistem elektronik.

Rencananya, KF-21EA akan membawa tiga kontainer peperangan elektronik, di tiang depan dan di sling di bawah sayap, dan dua kontainer peperangan elektronik di ujung sayap.



KF-21EA akan dipersenjatai dengan rudal yang mirip dengan anti radar AARGM-ER.

Versi kedua ialah KF-21EX mewakili evolusi radikal dari KF-21 Boramae menuju pesawat generasi kelima, yang sebelumnya iterasi ini disebut KF-21 Block 3.



Hal ini harus dicapai terutama dengan melengkapi pesawat dengan ruang senjata yang mampu menampung 4 rudal peluncuran udara jarak jauh Meteor atau 8 rudal udara-ke-permukaan.

Direncanakan juga untuk memasang radar dengan AFAR dan sistem pertahanan udara baru, serta memperluas kemampuan yang berpusat pada jaringan.



KF-21EX akan menjadi bagian dari sistem tempur NACS (Next Air Combat System) yang sedang dikembangkan oleh KAI, yang melibatkan integrasi pesawat tempur berawak, UAV serang, dan satelit.

Ini merupakan program jangka panjang yang dijadwalkan selesai pada tahun 2039. Pengembangan KF-21EX sendiri diharapkan selesai pada tahun 2036.



Kemudian versi ketiga ada versi ekspor KF-21SA yang memiliki arsitektur paling terbuka agar dapat memberikan peluang luas untuk mengintegrasikan berbagai sistem elektronik dan senjata ke dalam pesawat tempur atas permintaan pelanggan potensial.

Sementara itu diketahui beberapa waktu lalu bahwa KAI telah mengumumkan produksi gelombang pertama 20 unit KF-21 Boramae.

 


 

KF-21 Boramae telah dijadwalkan akan beroperasi untuk Angkatan Udara Korea Selatan (ROKAF) pada tahun 2026.

Dilansir dari Defence Security Asia, kontrak senilai 1,41 miliar dolar untuk produksi KF-21 Boramae Block 10 ini telah ditandatangani antara KAI dan Defense Acquisition Program Administration (DAPA) Korea Selatan.

"Berdasarkan perjanjian ini, KAI akan memproduksi 20 unit jet tempur, beserta penyediaan dukungan logistik, manual teknis, dan pelatihan. Pesawat-pesawat ini akan beroperasi untuk ROKAF pada akhir tahun 2026," menurut laporan dari media Korea Selatan.



Media juga mengabarkan bahwa program pengembangan pesawat tempur KF-21 Boramae saat ini dilaporkan telah selesai 80 persen.

KAI telah membidik beberapa negara sebagai calon pelanggan KF-21 Boramae. Terutama yang sudah menggunakan pesawat tempur ringan FA-50/T-50 seperti Thailand, Filipina, Irak, Polandia, dan Malaysia.

Dengan perkiraan harga satuan sebesar 65 juta dollar, seperti yang dilaporkan oleh media pertahanan internasional, KF-21 Boramae (kemungkinan Block 1) dibanderol lebih rendah dibandingkan dengan pesawat tempur generasi 4,5 lainnya seperti Rafale dan Eurofighter Typhoon. (ZJ)





sumber zonajakarta

 

 

 

 

HISTORI : TURKI, INDONESIA KEMBANGKAN TEKNOLOGI PESAWAT F-16

 


HISTORI

Pemerintah Indonesia dan Turki sepakat melakukan kerjasama bilateral di bidang industri pertahanan. Di antaranya, Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) akan membantu memodifikasi pesawat terbang Turki untuk keperluan patroli maritim.

Selain itu, Indonesia juga menjajaki untuk bisa mendapatkan perangkat komponen pesawat tempur jenis F16, Hercules dan keperluan pertahanan lainnya. Nota kerjasama ini dilakukan sebagai rangkaian kerja dalam kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Turki pada 27-28 Juni.

"Indonesia akan membantu memodifikasi pesawat sejenis CN235 milik Turki untuk dijadikan pesawat patroli maritim. Ini patut kita banggakan karena industri pesawat terbang kita mendapat pengakuan dari negara seperti Turki," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Ankara, Turki, Senin malam waktu setempat (28/6).

Bagi Indonesia, tambah Purnomo, kerjasama ini tergolong penting mengingat Turki merupakan negara anggota pakta pertahanan atlantik utara (NATO) yang memiliki persenjataan yang cukup maju. Teknologi industri pertahanan negara yang juga anggota G20 ini termasuk yang terbaik di dunia, mengingat persenjataan yang dimiliki Turki masuh dalam nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.

Selain membantu memodifikasi pesawat patroli maritim, Indonesia juga menjajaki bisa mendapatkan komponen atau suku cadang untuk pesawat tempur F16 yang selama ini masih tergantung dari produsen asal pesawat tersebut, yaitu Amerika Serikat. "Turki sudah bisa membuat F16, bahkan pesawat tempur terbaru F35. Ini harus kita manfaatkan agar kita bisa mendapat kemudahan untuk mendapat komponen pesawat. Selama ini, komponen pesawat F16 kita tergantung AS, dan kalau diboikot pasti kita akan kesulitan merawat dan memperbaiki pesawat F16 milik kita," kata Purnomo yang juga baru mengunjungi pasukan perdamaian Indonesia yang berada di Libanon.

Menurutnya, bukan tanpa alasan jika Turki memiliki industri pertahanan yang sangat maju mengingat letak Turki yang strategis berbatasan dengan negara-negara Asia dan Eropa. "Karena posisi yang diapit banyak negara dan berpotensi konflik di perbatasan, maka Turki mengembangkan industri pertahanannya dengan sangat maju," kata mantan menteri enetrgi dan sumber daya mineral ini.


indonesiadefense.blogspot.com


3 Hal Ini Bikin India Lolos dari Jeratan CAATSA Meski Beli S-400 Buatan Rusia

 


Sebagai salah satu pengguna sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, India seolah tak ingin puas hanya menjadi konsumen.

India bahkan berniat untuk mengajukan kerja sama dengan Rusia agar bisa memproduksi S-400 di negeri sendiri.

Terlepas dari itu semua, ada beberapa hal yang membuat India sebagai pengguna S-400 berhasil lolos dari jeratan sanksi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) yang dibuat Amerika Serikat.

Berikut tiga hal yang membuat India lolos dari CAATSA meski membeli S-400 dari Rusia:

1. Penerapan CAATSA yang Tidak Konsisten

Dari laman Bulgarian Military melalui artikel berjudul "India inching closer to production and service of S-400 (SA-21)" yang terbit pada Sabtu, 29 Juni 2024, rencana pembelian S-400 oleh India sempat mendapat pertentangan dari Amerika Serikat. Washington bahkan sempat mengancam New Delhi dengan sanksi serupa yang juga dialami Turki.

Ketika Ankara membeli sistem pertahanan udara tersebut, mereka langsung dicoret dari proyek F-35 meski pada akhirnya embargo itu dicabut.

Akan tetapi faktanya, sampai sekarang Negeri Anak Benua itu belum menerima sanksi serupa dengan negara lain yang membeli produk alutsista Moskow.

Dengan alasan serupa, Indonesia masih ragu-ragu untuk membeli jet tempur buatan Su-35 dari Rusia karena di sisi lain masih membutuhkan produk alutsista dari Amerika Serikat. Meski demikian, ada beberapa metode yang membuat sebuah negara lolos dari sanksi CAATSA meski membeli persenjataan dari musuh Negeri Paman Sam.

Menurut artikel yang dimuat laman ORF Online pada 25 Februari 2021 dengan judul "India’s Purchase of the S-400: Understanding the CAATSA Conundrum", sanksi CAATSA semata-mata hanya digunakan untuk membendung hegemoni Rusia dan sekutunya namun tidak dengan negara mitranya.

2. Kepentingan Amerika Serikat di Asia Selatan

Amerika Serikat rupanya juga memiliki kepentingan di Asia Selatan sehingga tidak bisa serta-merta menjatuhkan sanksi kepada India.

Pasalnya mereka sedang bersitegang dengan China sebagai salah satu negara super power dunia. Washington merupakan bekingan India, sementara Pakistan didukung penuh oleh Beijing.

Melansir laman asiapacific.ca dalam artikel berjudul "Balancing Tides: India’s Competition with China for Dominance of the Indian Ocean Region" yang terbit pada 24 April 2024, New Delhi melakukan reorientasi strategis dalam percaturan geopolitiknya demi melindungi kawasan Samudera Hindia yang merupakan haknya.

 

Sehingga salah satu langkahnya tidak hanya sebatas mengamankan wilayah perairan negaranya dari ancaman negara tetangga yang dibekingi Negeri Tirai Bambu, namun juga mengelabui regulasi CAATSA dengan syarat selama itu menguntungkan kepentingan Negeri Paman Sam.

Sikap resistensi India dengan China inilah yang membuat Amerika Serikat membiarkan pembelian S-400 maupun kerja sama pengadaan alutsista dengan Rusia tetap terjadi.

3. Benefit yang Ditakuti Pakistan

Faktor teknis menjadi pertimbangan kuat bagi India sehingga tidak ada alasan untuk menolak tawaran pembelian S-400 dari Rusia.

Bulgarian Military dalam artikelnya yang berjudul "India inching closer to production and service of S-400 (SA-21)" menyampaikan bahwa akuisisi sistem pertahanan udara tersebut juga disertai dengan benefit berupa transfer teknologi hingga perakitan spare part di dalam negeri.

Bahkan ada ide untuk mengajukan kerja sama dengan Moskow agar unit S-400 bisa diproduksi di New Delhi. Ide tersebut muncul lantaran pemerintah setempat mempertanyakan keterlambatan pengiriman spare part dari negara pimpinan Presiden Vladmir Putin itu pada tahun 2023.

Dengan diberikannya lisensi untuk memproduksi S-400 beserta spare part pendukungnya di negeri sendiri, India tidak hanya akan memperoleh skill tambahan yang menjadi pijakan agar lebih mandiri dalam hal produksi alutsista.

Lebih dari itu, mereka bisa menggunakannya sewaktu-waktu jika Pakistan yang mendapat dukungan kuat dari China mencoba menebar ancaman melalui jalur udara.


ZONAJAKARTA

 

Kunjungan Kasau ke Baykar Technology: Eksplorasi Teknologi UAV dan Kecerdasan Buatan

 30 Juni 2024

 

Kunjungan delegasi TNI AU ke Baykar Technologies, Turkiye mendapat penjelasan tentang HALE UCAV Bayraktar Akinci (all photos: TNI AU) 

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI M. Tonny Harjono, S.E., M.M., beserta delegasi TNI Angkatan Udara (TNI AU) mengunjungi Baykar Technology, Istanbul, Sabtu (29/6/24). 



Dalam kunjungan ini, Kasau menerima presentasi Baykar Technology, salah satu perusahaan teknologi yang memiliki spesialisasi dalam Pesawat Terbang Tanpa Awak Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI).

 

 

Selama kunjungan, Kasau juga berkesempatan mengunjungi fasilitas Baykar di Corlu dan menyaksikan demonstrasi penerbangan Bayraktar Akinci.


 

Baykar Technologies dikenal sebagai pengembang UAV terkemuka dengan teknologi canggih, yang telah berperan penting dalam mendukung kemampuan pertahanan Turki.

 

 

Kunjungan ini merupakan komitmen TNI Angkatan Udara untuk terus mengembangkan diri sebagai angkatan udara yang modern, sejalan dengan tekad Kasau, AMPUH (Adaptif, Modern, Peofesional, Unggul, Humanis).

 

Sumber (TNI AU)

Korsel Ungkap Kelanjutan Kesepakatan Iuran KF-21 Boramae dengan Indonesia Kedua Negara Sedang Diskusikan Hal Ini

 


Beberapa waktu lalu, Indonesia dan Korea Selatan sedang dalam negosiasi terkait penyelesaian iuran KF-21 Boramae.  Menurut situs berita Munhwa, mengatakan pada 9 Mei 2024 bahwa Indonesia mengajukan untuk meminta penyesuaian iuran.

Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti kerja sama Indonesia-Korsel dalam kerja sama pembuatan jet tempur KF-21 Boramae.  Dilaporkan bahwa Indonesia sebelumnya tergabung dalam proyek ini dengan nilai kontribusi sebesar 20%.  Jatah iuran Indonesia awalnya adalah 1,6 triliun won.  Kemudian, Indonesia meminta penyesuaian untuk membayar iurannya 600 miliar won sampai tenggat waktu 2026.

Sementara itu permintaan Indonesia tersebut sedang dipertimbangkan oleh pemerintah Korsel apakah akan menerima permintaan Indonesia tersebut atau tidak. Sejauh ini, Korea Selatan telah memberikan update terbaru mengenai situasi terkait pembicaraan dengan Indonesia.

Dilaporan situs berita Yohnap News Agency, pada 29 Juni 2024, Kementerian Luar Negeri mengumumkan bahwa kedua negara sedang menjalin komunikasi yang erat. Yaitu mengenai proyek pesawat tempur Korea KF-21 Boramae, yang baru-baru ini diminta oleh Indonesia untuk disesuaikan bagiannya. Seorang pejabat dari Kementerian Luar Negeri bertemu dengan wartawan pada tanggal 9 Juni 2024 memberikan pernyataannya.

"Korea dan Indonesia terus melanjutkan komunikasi dan konsultasi yang erat antara otoritas terkait untuk dengan lancar menyelesaikan proyek kerja sama strategis seperti pengembangan bersama jet tempur," katanya.

Baru-baru ini, pemerintah memutuskan untuk menerima usulan Indonesia untuk mengurangi kontribusi pengembangan KF-21 dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won.

indonesia akan menanggung sekitar 1,7 triliun won (kemudian dikurangi menjadi sekitar 1,6 triliun won). Nilainya 20% dari total biaya pengembangan KF-21 pada bulan Januari 2016. Namun hingga pengembangan selesai pada bulan Juni 2026, Korsel hanya akan menyediakan teknologi terkait dengan nilai yang setara.

Namun, alih-alih membayar 600 miliar won, yang merupakan sepertiga dari jumlah yang dijanjikan baru-baru ini. Pada tahun 2026, Indonesia mengusulkan untuk menerima transfer teknologi sebesar itu saja.  Noh Ji-man, kepala divisi pesawat tempur Korea DAPA, menjelaskan dalam pengarahan. 

"Kami sedang mengejar rencana untuk menyesuaikan skala nilai transfer (terkait teknologi) ke Indonesia sejalan dengan besarnya penyesuaian kontribusi," katanya.

sumber Zonajakarta

Saturday, June 29, 2024

India Selangkah Lagi Bakal Terlibat dalam Produksi S-400 Bareng Rusia Lengkap dengan Benefit Berikut Ini

 


Sistem pertahanan udara S-400 terus menunjukkan kemajuannya di pasar internasional.  India selangkah lagi bakal menyepakati kerja sama Rusia sebagai negara produsen S-400 untuk ikut terlibat dalam proses produksi.

Bahkan tidak hanya produksi S-400, Rusia juga turut memberikan sejumlah benefit bagi India jika bersedia untuk bekerja sama.

dari laman Bulgarian Military melalui artikel berjudul "India inching closer to production and service of S-400 (SA-21)" yang terbit pada Sabtu, 29 Juni 2024, rencana produksi bersama S-400 oleh India dan Rusia ini akan dilaksanakan melalui sebuah joint venture antara perusahaan lokal dengan Almaz-Antey.  Tujuannya agar penggunaan sistem pertahanan udara ini oleh New Delhi dapat berjalan lebih optimal.

Pembicaraan perusahaan lokal dengan Almaz-Antey yang sedang berlangsung akan segera memasuki tahap akhir.

Jika kerja sama ini berhasil disepakati, kedua perusahaan akan bahu-membahu dalam memasok komponen pendukungnya.

Tak hanya itu, kedua negara bahkan sudah membahas rencana pembuatan spare part S-400 di India.

"Ya, kita berbicara tentang pembuatan suku cadang di India," kata Sergey Chemezov mewakili Rostec dikutip dari laman Bulgarian Military pada Sabtu, 29 Juni 2024.

Perlu diketahui bahwa sebelum adanya rencana kerja sama produksi S-400, Rusia sudah terlebih dahulu menjual lisensi dua produk alutsistanya untuk diproduksi di India.  Antara lain jet tempur Su-30 dan tank T-90.  Tak hanya itu, kedua negara saat ini juga berkolaborasi dalam pembuatan rudal BrahMos yang berhasil diekspor ke Filipina.  Keinginan India untuk membeli S-400 sudah ada sejak 2015 silam.

Karena itulah, Negeri Anak Benua tersebut langsung bergegas menyelesaikan kontrak pembelian senilai 5,43 miliar dolar AS saat menerima kunjungan Presiden Rusia Vladmir Putin tahun 2023 lalu. Dalam perjalanannya, pembelian S-400 oleh India sempat mendapat pertentangan dari Amerika Serikat.

Negeri Paman Sam bahkan sempat mengancam akan menjatuhkan sanksi berdasarkan regulasi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Namun faktanya sampai sekarang, hal itu tidak pernah terjadi.  Bahkan Washington terkesan membiarkan ketika New Delhi justru membantu mengekspor BrahMos ke Filipina.  Sebab Manila sendiri juga mendapat bekingan dari Barat untuk menghadapi ancaman China di Laut Natuna Utara.

Di sisi lain, keinginan India untuk menjalin kerja sama produksi S-400 dengan Rusia juga memiliki alasan tersendiri.

Melansir laman The Defense Post dalam artikel berjudul "Russia Delays S-400 Air Defense System Delivery to India by 2 Years" yang terbit pada 21 Maret 2024, dua skuadron sistem pertahanan udara tersebut dikabarkan bakal tertunda pengirimannya hingga 2026 jika pengadaannya dilakukan dengan skema impor.

Padahal Moskow sempat menjanjikan pengiriman tiga skuadron pertama pada tahun 2023 lalu.Kemudian sisanya menyusul pada tahun ini sesuai dengan kesepakatan. 

Situasi perang di Ukraina menjadikan segala rencana yang sudah disusun terhambat. Karena itulah India berinisiatif untuk memperoleh lisensi atau menjalin kerja sama produksi agar pengadaannya bisa sedikit dipercepat. Apalagi Rusia sudah menawarkan benefit bahwa proses produksi disertai dengan pengadaan spare part. 


SUMBER ZONAJAKARTA

BERITA POLULER