Pages

Sunday, June 30, 2024

HISTORI : TURKI, INDONESIA KEMBANGKAN TEKNOLOGI PESAWAT F-16

 


HISTORI

Pemerintah Indonesia dan Turki sepakat melakukan kerjasama bilateral di bidang industri pertahanan. Di antaranya, Indonesia melalui PT Dirgantara Indonesia (DI) akan membantu memodifikasi pesawat terbang Turki untuk keperluan patroli maritim.

Selain itu, Indonesia juga menjajaki untuk bisa mendapatkan perangkat komponen pesawat tempur jenis F16, Hercules dan keperluan pertahanan lainnya. Nota kerjasama ini dilakukan sebagai rangkaian kerja dalam kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Turki pada 27-28 Juni.

"Indonesia akan membantu memodifikasi pesawat sejenis CN235 milik Turki untuk dijadikan pesawat patroli maritim. Ini patut kita banggakan karena industri pesawat terbang kita mendapat pengakuan dari negara seperti Turki," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Ankara, Turki, Senin malam waktu setempat (28/6).

Bagi Indonesia, tambah Purnomo, kerjasama ini tergolong penting mengingat Turki merupakan negara anggota pakta pertahanan atlantik utara (NATO) yang memiliki persenjataan yang cukup maju. Teknologi industri pertahanan negara yang juga anggota G20 ini termasuk yang terbaik di dunia, mengingat persenjataan yang dimiliki Turki masuh dalam nomor dua terbesar di dunia setelah Amerika Serikat.

Selain membantu memodifikasi pesawat patroli maritim, Indonesia juga menjajaki bisa mendapatkan komponen atau suku cadang untuk pesawat tempur F16 yang selama ini masih tergantung dari produsen asal pesawat tersebut, yaitu Amerika Serikat. "Turki sudah bisa membuat F16, bahkan pesawat tempur terbaru F35. Ini harus kita manfaatkan agar kita bisa mendapat kemudahan untuk mendapat komponen pesawat. Selama ini, komponen pesawat F16 kita tergantung AS, dan kalau diboikot pasti kita akan kesulitan merawat dan memperbaiki pesawat F16 milik kita," kata Purnomo yang juga baru mengunjungi pasukan perdamaian Indonesia yang berada di Libanon.

Menurutnya, bukan tanpa alasan jika Turki memiliki industri pertahanan yang sangat maju mengingat letak Turki yang strategis berbatasan dengan negara-negara Asia dan Eropa. "Karena posisi yang diapit banyak negara dan berpotensi konflik di perbatasan, maka Turki mengembangkan industri pertahanannya dengan sangat maju," kata mantan menteri enetrgi dan sumber daya mineral ini.


indonesiadefense.blogspot.com


3 Hal Ini Bikin India Lolos dari Jeratan CAATSA Meski Beli S-400 Buatan Rusia

 


Sebagai salah satu pengguna sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia, India seolah tak ingin puas hanya menjadi konsumen.

India bahkan berniat untuk mengajukan kerja sama dengan Rusia agar bisa memproduksi S-400 di negeri sendiri.

Terlepas dari itu semua, ada beberapa hal yang membuat India sebagai pengguna S-400 berhasil lolos dari jeratan sanksi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) yang dibuat Amerika Serikat.

Berikut tiga hal yang membuat India lolos dari CAATSA meski membeli S-400 dari Rusia:

1. Penerapan CAATSA yang Tidak Konsisten

Dari laman Bulgarian Military melalui artikel berjudul "India inching closer to production and service of S-400 (SA-21)" yang terbit pada Sabtu, 29 Juni 2024, rencana pembelian S-400 oleh India sempat mendapat pertentangan dari Amerika Serikat. Washington bahkan sempat mengancam New Delhi dengan sanksi serupa yang juga dialami Turki.

Ketika Ankara membeli sistem pertahanan udara tersebut, mereka langsung dicoret dari proyek F-35 meski pada akhirnya embargo itu dicabut.

Akan tetapi faktanya, sampai sekarang Negeri Anak Benua itu belum menerima sanksi serupa dengan negara lain yang membeli produk alutsista Moskow.

Dengan alasan serupa, Indonesia masih ragu-ragu untuk membeli jet tempur buatan Su-35 dari Rusia karena di sisi lain masih membutuhkan produk alutsista dari Amerika Serikat. Meski demikian, ada beberapa metode yang membuat sebuah negara lolos dari sanksi CAATSA meski membeli persenjataan dari musuh Negeri Paman Sam.

Menurut artikel yang dimuat laman ORF Online pada 25 Februari 2021 dengan judul "India’s Purchase of the S-400: Understanding the CAATSA Conundrum", sanksi CAATSA semata-mata hanya digunakan untuk membendung hegemoni Rusia dan sekutunya namun tidak dengan negara mitranya.

2. Kepentingan Amerika Serikat di Asia Selatan

Amerika Serikat rupanya juga memiliki kepentingan di Asia Selatan sehingga tidak bisa serta-merta menjatuhkan sanksi kepada India.

Pasalnya mereka sedang bersitegang dengan China sebagai salah satu negara super power dunia. Washington merupakan bekingan India, sementara Pakistan didukung penuh oleh Beijing.

Melansir laman asiapacific.ca dalam artikel berjudul "Balancing Tides: India’s Competition with China for Dominance of the Indian Ocean Region" yang terbit pada 24 April 2024, New Delhi melakukan reorientasi strategis dalam percaturan geopolitiknya demi melindungi kawasan Samudera Hindia yang merupakan haknya.

 

Sehingga salah satu langkahnya tidak hanya sebatas mengamankan wilayah perairan negaranya dari ancaman negara tetangga yang dibekingi Negeri Tirai Bambu, namun juga mengelabui regulasi CAATSA dengan syarat selama itu menguntungkan kepentingan Negeri Paman Sam.

Sikap resistensi India dengan China inilah yang membuat Amerika Serikat membiarkan pembelian S-400 maupun kerja sama pengadaan alutsista dengan Rusia tetap terjadi.

3. Benefit yang Ditakuti Pakistan

Faktor teknis menjadi pertimbangan kuat bagi India sehingga tidak ada alasan untuk menolak tawaran pembelian S-400 dari Rusia.

Bulgarian Military dalam artikelnya yang berjudul "India inching closer to production and service of S-400 (SA-21)" menyampaikan bahwa akuisisi sistem pertahanan udara tersebut juga disertai dengan benefit berupa transfer teknologi hingga perakitan spare part di dalam negeri.

Bahkan ada ide untuk mengajukan kerja sama dengan Moskow agar unit S-400 bisa diproduksi di New Delhi. Ide tersebut muncul lantaran pemerintah setempat mempertanyakan keterlambatan pengiriman spare part dari negara pimpinan Presiden Vladmir Putin itu pada tahun 2023.

Dengan diberikannya lisensi untuk memproduksi S-400 beserta spare part pendukungnya di negeri sendiri, India tidak hanya akan memperoleh skill tambahan yang menjadi pijakan agar lebih mandiri dalam hal produksi alutsista.

Lebih dari itu, mereka bisa menggunakannya sewaktu-waktu jika Pakistan yang mendapat dukungan kuat dari China mencoba menebar ancaman melalui jalur udara.


ZONAJAKARTA

 

Kunjungan Kasau ke Baykar Technology: Eksplorasi Teknologi UAV dan Kecerdasan Buatan

 30 Juni 2024

 

Kunjungan delegasi TNI AU ke Baykar Technologies, Turkiye mendapat penjelasan tentang HALE UCAV Bayraktar Akinci (all photos: TNI AU) 

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI M. Tonny Harjono, S.E., M.M., beserta delegasi TNI Angkatan Udara (TNI AU) mengunjungi Baykar Technology, Istanbul, Sabtu (29/6/24). 



Dalam kunjungan ini, Kasau menerima presentasi Baykar Technology, salah satu perusahaan teknologi yang memiliki spesialisasi dalam Pesawat Terbang Tanpa Awak Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dan kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI).

 

 

Selama kunjungan, Kasau juga berkesempatan mengunjungi fasilitas Baykar di Corlu dan menyaksikan demonstrasi penerbangan Bayraktar Akinci.


 

Baykar Technologies dikenal sebagai pengembang UAV terkemuka dengan teknologi canggih, yang telah berperan penting dalam mendukung kemampuan pertahanan Turki.

 

 

Kunjungan ini merupakan komitmen TNI Angkatan Udara untuk terus mengembangkan diri sebagai angkatan udara yang modern, sejalan dengan tekad Kasau, AMPUH (Adaptif, Modern, Peofesional, Unggul, Humanis).

 

Sumber (TNI AU)

Korsel Ungkap Kelanjutan Kesepakatan Iuran KF-21 Boramae dengan Indonesia Kedua Negara Sedang Diskusikan Hal Ini

 


Beberapa waktu lalu, Indonesia dan Korea Selatan sedang dalam negosiasi terkait penyelesaian iuran KF-21 Boramae.  Menurut situs berita Munhwa, mengatakan pada 9 Mei 2024 bahwa Indonesia mengajukan untuk meminta penyesuaian iuran.

Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti kerja sama Indonesia-Korsel dalam kerja sama pembuatan jet tempur KF-21 Boramae.  Dilaporkan bahwa Indonesia sebelumnya tergabung dalam proyek ini dengan nilai kontribusi sebesar 20%.  Jatah iuran Indonesia awalnya adalah 1,6 triliun won.  Kemudian, Indonesia meminta penyesuaian untuk membayar iurannya 600 miliar won sampai tenggat waktu 2026.

Sementara itu permintaan Indonesia tersebut sedang dipertimbangkan oleh pemerintah Korsel apakah akan menerima permintaan Indonesia tersebut atau tidak. Sejauh ini, Korea Selatan telah memberikan update terbaru mengenai situasi terkait pembicaraan dengan Indonesia.

Dilaporan situs berita Yohnap News Agency, pada 29 Juni 2024, Kementerian Luar Negeri mengumumkan bahwa kedua negara sedang menjalin komunikasi yang erat. Yaitu mengenai proyek pesawat tempur Korea KF-21 Boramae, yang baru-baru ini diminta oleh Indonesia untuk disesuaikan bagiannya. Seorang pejabat dari Kementerian Luar Negeri bertemu dengan wartawan pada tanggal 9 Juni 2024 memberikan pernyataannya.

"Korea dan Indonesia terus melanjutkan komunikasi dan konsultasi yang erat antara otoritas terkait untuk dengan lancar menyelesaikan proyek kerja sama strategis seperti pengembangan bersama jet tempur," katanya.

Baru-baru ini, pemerintah memutuskan untuk menerima usulan Indonesia untuk mengurangi kontribusi pengembangan KF-21 dari 1,6 triliun won menjadi 600 miliar won.

indonesia akan menanggung sekitar 1,7 triliun won (kemudian dikurangi menjadi sekitar 1,6 triliun won). Nilainya 20% dari total biaya pengembangan KF-21 pada bulan Januari 2016. Namun hingga pengembangan selesai pada bulan Juni 2026, Korsel hanya akan menyediakan teknologi terkait dengan nilai yang setara.

Namun, alih-alih membayar 600 miliar won, yang merupakan sepertiga dari jumlah yang dijanjikan baru-baru ini. Pada tahun 2026, Indonesia mengusulkan untuk menerima transfer teknologi sebesar itu saja.  Noh Ji-man, kepala divisi pesawat tempur Korea DAPA, menjelaskan dalam pengarahan. 

"Kami sedang mengejar rencana untuk menyesuaikan skala nilai transfer (terkait teknologi) ke Indonesia sejalan dengan besarnya penyesuaian kontribusi," katanya.

sumber Zonajakarta

Saturday, June 29, 2024

India Selangkah Lagi Bakal Terlibat dalam Produksi S-400 Bareng Rusia Lengkap dengan Benefit Berikut Ini

 


Sistem pertahanan udara S-400 terus menunjukkan kemajuannya di pasar internasional.  India selangkah lagi bakal menyepakati kerja sama Rusia sebagai negara produsen S-400 untuk ikut terlibat dalam proses produksi.

Bahkan tidak hanya produksi S-400, Rusia juga turut memberikan sejumlah benefit bagi India jika bersedia untuk bekerja sama.

dari laman Bulgarian Military melalui artikel berjudul "India inching closer to production and service of S-400 (SA-21)" yang terbit pada Sabtu, 29 Juni 2024, rencana produksi bersama S-400 oleh India dan Rusia ini akan dilaksanakan melalui sebuah joint venture antara perusahaan lokal dengan Almaz-Antey.  Tujuannya agar penggunaan sistem pertahanan udara ini oleh New Delhi dapat berjalan lebih optimal.

Pembicaraan perusahaan lokal dengan Almaz-Antey yang sedang berlangsung akan segera memasuki tahap akhir.

Jika kerja sama ini berhasil disepakati, kedua perusahaan akan bahu-membahu dalam memasok komponen pendukungnya.

Tak hanya itu, kedua negara bahkan sudah membahas rencana pembuatan spare part S-400 di India.

"Ya, kita berbicara tentang pembuatan suku cadang di India," kata Sergey Chemezov mewakili Rostec dikutip dari laman Bulgarian Military pada Sabtu, 29 Juni 2024.

Perlu diketahui bahwa sebelum adanya rencana kerja sama produksi S-400, Rusia sudah terlebih dahulu menjual lisensi dua produk alutsistanya untuk diproduksi di India.  Antara lain jet tempur Su-30 dan tank T-90.  Tak hanya itu, kedua negara saat ini juga berkolaborasi dalam pembuatan rudal BrahMos yang berhasil diekspor ke Filipina.  Keinginan India untuk membeli S-400 sudah ada sejak 2015 silam.

Karena itulah, Negeri Anak Benua tersebut langsung bergegas menyelesaikan kontrak pembelian senilai 5,43 miliar dolar AS saat menerima kunjungan Presiden Rusia Vladmir Putin tahun 2023 lalu. Dalam perjalanannya, pembelian S-400 oleh India sempat mendapat pertentangan dari Amerika Serikat.

Negeri Paman Sam bahkan sempat mengancam akan menjatuhkan sanksi berdasarkan regulasi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Namun faktanya sampai sekarang, hal itu tidak pernah terjadi.  Bahkan Washington terkesan membiarkan ketika New Delhi justru membantu mengekspor BrahMos ke Filipina.  Sebab Manila sendiri juga mendapat bekingan dari Barat untuk menghadapi ancaman China di Laut Natuna Utara.

Di sisi lain, keinginan India untuk menjalin kerja sama produksi S-400 dengan Rusia juga memiliki alasan tersendiri.

Melansir laman The Defense Post dalam artikel berjudul "Russia Delays S-400 Air Defense System Delivery to India by 2 Years" yang terbit pada 21 Maret 2024, dua skuadron sistem pertahanan udara tersebut dikabarkan bakal tertunda pengirimannya hingga 2026 jika pengadaannya dilakukan dengan skema impor.

Padahal Moskow sempat menjanjikan pengiriman tiga skuadron pertama pada tahun 2023 lalu.Kemudian sisanya menyusul pada tahun ini sesuai dengan kesepakatan. 

Situasi perang di Ukraina menjadikan segala rencana yang sudah disusun terhambat. Karena itulah India berinisiatif untuk memperoleh lisensi atau menjalin kerja sama produksi agar pengadaannya bisa sedikit dipercepat. Apalagi Rusia sudah menawarkan benefit bahwa proses produksi disertai dengan pengadaan spare part. 


SUMBER ZONAJAKARTA

Pindad-John Cockerill Defence (JCD) Bahas Kerja Sama Jangka Panjang

 

Pindad-John Cockerill Defence di Eurosatory 2024 (photos: Pindad)

 

PT Pindad bersama rombongan Delegasi juga melakukan kunjungan kerja ke beberapa mitra strategis industri pertahanan global yang berpartisipasi pada Eurosatory seperti Arquus, JCD, Nexter KNDS dan lain-lain. Arquus adalah perusahaan industri pertahanan Perancis yang bergerak di bidang sistem rantis dan telah mendukung produksi kendaraan PT Pindad dalam penyediaan power pack untuk APC Anoa 6x6 dan Badak 6x6. Sedangkan John Cockerill Defence (JCD) merupakan perusahaan industri pertahanan Belgia yang telah menjadi mitra kerja sama teknologi PT Pindad dalam pengembangan produk senjata turret 90 mm pada Badak 6x6 dan turret 105 mm pada Harimau.

 

 

Tank Harimau yang digunakan TNI AD menggunakan turret 105mm produksi JCD (photo: Pindad)

 

Pada kesempatan itu, Pindad juga membahas lebih lanjut kerja sama jangka Panjang antara Pindad - JCD dalam mendukung senjata turret 105 mm medium tank Harimau, Transfer of Technology (ToT) dari JCD kepada Pindad termasuk rencana development versi light tank dari Harimau. Pindad juga memperoleh paparan terkait simulator untuk meningkatkan kemampuan TNI dalam performa menembak melalui simulasi berbagai medan perang.

 

 

Badak FSV yang digunakan TNI AD menggunakan turret 90mm produksi JCD (photo: Pindad)

 

JCD juga menginformasikan akuisisi terhadap Arquus yang merupakan manufaktur kendaraan tempur. Keduanya merupakan perusahaan yang telah memiliki kerja sama jangka panjang dengan Pindad. Dengan bergabungnya JCD dan Arquus diharapkan akan semakin mempererat hubungan kerja sama dengan Pindad.

 

sumber (Pindad)

Friday, June 28, 2024

Korea Selatan Akhirnya Mulai Produksi 20 Unit Pertama KF-21 Boramae Setelah Sekian Lama Menunggu

 


Progres proyek jet tempur generasi 4,5 KF-21 Boramae satu per satu mulai menunjukkan kemajuannya.  Baru-baru ini Korea Selatan telah mengonfirmasi bahwa proses produksi KF-21 Boramae sudah resmi dimulai. Untuk tahap awal, produksi dimulai sebanyak 20 unit KF-21 Boramae terlebih dahulu.

Dari laman Defence Security Asia pada Jumat, 28 Juni 2024 dalam artikel berjudul "South Korea Begins Production of First Batch of 20 KF-21 “Boramae” Fighter Jets", kepastian mengenai produksi 20 unit pertama KF-21 Boramae dikonfirmasi secara langsung oleh Korea Aerospace Industries (KAI) selaku pabrikan.

Ini merupakan tindak lanjut atas kontrak penjualan yang disepakati KAI dengan Defense Acquisition Program Administration (DAPA), sebuah lembaga yang berwenang mengurus transaksi jual beli alutsista Korea Selatan senilai 1,41 miliar dolar AS. Nantinya 20 unit pesawat ini akan digunakan untuk kebutuhan operasional Angkatan Udara Republik Korea (ROKAF) pada tahun 2026 mendatang.  KAI nantinya tidak hanya menyuplai unit jet tempur semata.

Pabrikan juga turut memberikan benefit lainnya berupa dukungan logistik, manual teknis, hingga pelatihan pilot. Sehingga penggunaannya oleh ROKAF nantinya benar-benar maksimal sesuai ekspektasi.

Menurut informasi dari laman koreaaero.com, KF-21 Boramae sangat diperlukan Korea Selatan lantaran usia jet tempur lawas F-4 dan F-5 yang diimpor dari Amerika Serikat sudah semakin uzur.  Kedua pesawat itu akan dipensiunkan paling lambat tahun 2032 mendatang.  Sehingga proses produksi KF-21 Boramae harus dipercepat meski terdapat sejumlah kendala di sana-sini.

Semula rencana produksi KF-21 Boramae batch pertama untuk ROKAF yang dilaksanakan pada tahun ini berjumlah 40 unit. Dalam perkembangannya, jumlah tersebut dikurangi menjadi 20 unit karena satu dan lain hal.  Meski demikian, kerja sama yang solid dengan para stakeholder menjadi kunci yang mampu membawa progres proyek tersebut mencapai tahapan ini.

"Berdasarkan perjanjian ini, KAI akan memproduksi 20 unit jet tempur, serta memberikan dukungan logistik, manual teknis, dan pelatihan. Pesawat ini akan beroperasi untuk ROKAF pada akhir tahun 2026," ujar Presiden KAI Kang Goo Young dalam keterangan persnya.

Selain itu, KAI juga mengonfirmasi bahwa kerja sama dengan Hanwha Systems juga telah diteken sebagai supplier untuk komponen radar active electronically scanned array (AESA).

Ini membuktikan bahwa Korea Selatan tidak hanya sanggup berdikari dalam produksi jet tempur namun juga komponen penunjangnya.  Bahkan kemandirian Negeri Ginseng berpotensi besar menciptakan daya tarik tersendiri di mata dunia.

Baru-baru ini, sempat beredar kabar mengenai adanya penjualan dokumen teknologi KF-21 Boramae secara ilegal oleh segelintir oknum melalui saluran Telegram.

Melansir laman Eurasian Times dalam artikel berjudul "US allegedly pilfered sensitive KF-21 data to bolster F-35 sales" yang terbit pada Rabu, 26 Juni 2024, saluran penjualan secara online tersebut diketahui beroperasi sejak Agustus 2023 lalu.

Hingga saat ini identitas pelaku masih terus diburu oleh aparat berwenang. Jika pelaku terbukti bersalah, Korea Selatan akan menjeratnya dengan ancaman pidana penjara maksimal sepuluh tahun atau denda senilai 1 miliar won.  Sebelumnya pada Februari 2024, Seoul juga dirundung masalah lantaran adanya dugaan pencurian data penting KF-21 Boramae yang menyeret nama dua orang insinyur asal Indonesia.  Situasi bahkan semakin runyam lantaran DAPA mengetahui bahwa Indonesia belum menyelesaikan sepenuhnya kewajiban pembayaran dari proyek pesawat ini. Beruntungnya negeri ini masih diberi kesempatan hingga 2026 untuk melunasi pembayaran bahkan diberikan diskon atas utang yang belum terbayar.


Sumber Zonajakarta

 

BERITA POLULER