UAV Searcher MKII produksi IAI, Israel. (Foto: IAI)
1 Februari 2012, Jakarta: Saat ini, Indonesia memerlukan pesawat intai tanpa awak untuk menjaga kedaulatan bangsa Indonesia.
"Jangan permasalahkan dulu asal pembelian pesawat intai tanpa awak itu, saat ini, kita butuh UAV," kata anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrat, Mayjen (Purn) Yahya Sacawirya kepada itoday, Rabu (1/2).
Yahya sendiri belum tahu kebenaran rencana pihak TNI AU yang akan membeli UAV dari Filipina buatan Israel. "Saya akan cek kebenaran itu, ini juga terkait suku cadangnya," ungkapnya.
Kata Yahya, UAV sangat diperlukan untuk memonitor lokasi yang tidak terjangkau oleh pesawat berawak, terutama daerah perbatasan. "UAV itu untuk memonitor dan memotret wilayah Indonesia yang tidak terjangkau," paparnya.
Ia juga sangat menyetujui, bila TNI AU membeli pesawat intai dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI). "Justru pertanyaannya, pesawat intai buatan PT DI mampu atau tidak. Kalau canggih dan mampu, saya sangat setuju," jelasnya.
Lanjutnya, Malaysia saja sudah memiliki UAV berteknologi tinggi, dan mampu mendeteksi serta memonitor lawan yang memasuki wilayahnya. "Saat ini, Indonesia sangat butuh pesawat intai," pungkasnya.
Mahfud MD: Indonesia Hampir Beli F-16 dari Israel
Rencana Indonesia membeli jet tempur dari Israel bukan baru kali ini saja. Di era Presiden Abdurrahman Wahid, bahkan Indonesia sudah pernah deal membeli pesawat canggih dari negeri Zionis tersebut.
Hal itu diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD kepada Republika, Kamis (2/2).
Mahfud MD mengaku, semasa menjabat menteri pertahanan pada 2000, pihaknya sudah deal untuk membeli pesawat jet tempur F-16 dari Israel.
Pasalnya saat itu belasan jet tumpur TNI AU tidak bisa terbang akibat embargo alutsista oleh Amerika Serikat (AS). "Setelah dilakukan kanibalisasi, dua unit F-16 bisa terbang untuk sementara waktu," ujar Mahfud.
Langkah selanjutnya, pihaknya menyiasati keadaan dengan berencana membeli jet tempur tersebut dari Israel. Dana yang disiapkan sudah ada, dan pesawat harus datang segera sebab jet tempur yang dimiliki TNI AU jumlahnya sedikit dan sangat rawan kalau postur kekuatannya tidak ditambah segera.
Akhirnya, imbuh Mahfud, tercapai kesepakatan dengan Israel untuk membeli jet tempur melalui negara perantara Yordania. "Jadi begitu lah, kita membeli melalui Yordania, dan mereka yang dapat dari Israel. Israel sendiri beli dari Amerika. Kalau tidak begitu, tak ada pesawat kita yang bisa terbang," paparnya.
Sayangnya, lanjut Mahfud, kesepakatan yang sudah di depan mata itu lenyap. Ini lantaran Gus Dur lengser terlebih dulu dari kursi presiden. "Semuanya jadi batal, dan kekuatan pertahanan TNI AU kritis," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Shiddiq mengkritik kebijakan TNI AU yang berencana membeli pesawat intai dari Israel. Politisi PKS ini menengarai, pembelian itu melalui skema tidak langsung dengan membeli pesawat melalui negara perantara, sebab Indonesia memesannya dari Filipina, dan Filipina yang mengorder dari Israel.
Meski dibantah Mabes TNI AU, Komisi I DPR bergeming menolak pembelian pesawat tanpa awak buatan Israel Aerospace Industries (IAI) itu, sebab negeri Zionis itu dituding pelanggar hak asasi manusia (HAM) terbesar di dunia.
Sumber INDONESIA TODAY/Republika
1 Februari 2012, Jakarta: Saat ini, Indonesia memerlukan pesawat intai tanpa awak untuk menjaga kedaulatan bangsa Indonesia.
"Jangan permasalahkan dulu asal pembelian pesawat intai tanpa awak itu, saat ini, kita butuh UAV," kata anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrat, Mayjen (Purn) Yahya Sacawirya kepada itoday, Rabu (1/2).
Yahya sendiri belum tahu kebenaran rencana pihak TNI AU yang akan membeli UAV dari Filipina buatan Israel. "Saya akan cek kebenaran itu, ini juga terkait suku cadangnya," ungkapnya.
Kata Yahya, UAV sangat diperlukan untuk memonitor lokasi yang tidak terjangkau oleh pesawat berawak, terutama daerah perbatasan. "UAV itu untuk memonitor dan memotret wilayah Indonesia yang tidak terjangkau," paparnya.
Ia juga sangat menyetujui, bila TNI AU membeli pesawat intai dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI). "Justru pertanyaannya, pesawat intai buatan PT DI mampu atau tidak. Kalau canggih dan mampu, saya sangat setuju," jelasnya.
Lanjutnya, Malaysia saja sudah memiliki UAV berteknologi tinggi, dan mampu mendeteksi serta memonitor lawan yang memasuki wilayahnya. "Saat ini, Indonesia sangat butuh pesawat intai," pungkasnya.
Mahfud MD: Indonesia Hampir Beli F-16 dari Israel
Rencana Indonesia membeli jet tempur dari Israel bukan baru kali ini saja. Di era Presiden Abdurrahman Wahid, bahkan Indonesia sudah pernah deal membeli pesawat canggih dari negeri Zionis tersebut.
Hal itu diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD kepada Republika, Kamis (2/2).
Mahfud MD mengaku, semasa menjabat menteri pertahanan pada 2000, pihaknya sudah deal untuk membeli pesawat jet tempur F-16 dari Israel.
Pasalnya saat itu belasan jet tumpur TNI AU tidak bisa terbang akibat embargo alutsista oleh Amerika Serikat (AS). "Setelah dilakukan kanibalisasi, dua unit F-16 bisa terbang untuk sementara waktu," ujar Mahfud.
Langkah selanjutnya, pihaknya menyiasati keadaan dengan berencana membeli jet tempur tersebut dari Israel. Dana yang disiapkan sudah ada, dan pesawat harus datang segera sebab jet tempur yang dimiliki TNI AU jumlahnya sedikit dan sangat rawan kalau postur kekuatannya tidak ditambah segera.
Akhirnya, imbuh Mahfud, tercapai kesepakatan dengan Israel untuk membeli jet tempur melalui negara perantara Yordania. "Jadi begitu lah, kita membeli melalui Yordania, dan mereka yang dapat dari Israel. Israel sendiri beli dari Amerika. Kalau tidak begitu, tak ada pesawat kita yang bisa terbang," paparnya.
Sayangnya, lanjut Mahfud, kesepakatan yang sudah di depan mata itu lenyap. Ini lantaran Gus Dur lengser terlebih dulu dari kursi presiden. "Semuanya jadi batal, dan kekuatan pertahanan TNI AU kritis," jelas Mahfud.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Shiddiq mengkritik kebijakan TNI AU yang berencana membeli pesawat intai dari Israel. Politisi PKS ini menengarai, pembelian itu melalui skema tidak langsung dengan membeli pesawat melalui negara perantara, sebab Indonesia memesannya dari Filipina, dan Filipina yang mengorder dari Israel.
Meski dibantah Mabes TNI AU, Komisi I DPR bergeming menolak pembelian pesawat tanpa awak buatan Israel Aerospace Industries (IAI) itu, sebab negeri Zionis itu dituding pelanggar hak asasi manusia (HAM) terbesar di dunia.
Sumber INDONESIA TODAY/Republika