KRI Sultan Iskandar Muda akan gantikan KRI Frans Kasiepo bertugas di Lebanon. (Foto: Koarmatim)
7 Juni 2011, Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan bahwa pihaknya akan kembali mengirimkan kapal perangnya untuk bergabung dalam Satuan Tugas Maritim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB di Lebanon (Maritime Task Force UNIFIL).
"Sejak 2010, kita telah mengirimkan dua kapal perang untuk bergabung dalam satuan tugas maritim misi perdamaian PBB di Lebanon, yakni KRI Diponegoro dan KRI Frans Kasiepo," katanya dalam seminar memperingati Hari Internasional Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Jakarta, Selasa.
Dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Pusat Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia, Brigadir Jenderal TNI I Gede Sumertha, Panglima TNI mengatakan kapal perang yang akan dikrim ke Lebanon adalah KRI Iskandar Muda.
"Kapal akan diberangkatkan pada Agustus 2011," kata Agus menambahkan.
Panglima TNI mengemukakan, keikutsertaan Indonesia dalam misi perdamaian PBB merupakan titik tolak diterimanya Indonesia sebagai anggota penuh ke-60 PBB pada 28 September 1950. Setelah resmi menjadi anggota PBB, Indonesia menjalankan misi pertamanya dalam misi perdamaian PBB ke Mesir, seiring konflik yang terjadi antara Mesir-Israel pada 1957.
"Itulah awal partisipasi TNI dalam misi pemeliharaan perdamaian di bawah payung PBB, dan seiring perkembangan waktu, TNI terus berkiprah dan berperan aktif sambil terus berbenah diri dengan mengedepankan rasa kemanusiaan dan keadilan yang lebih," katanya.
Pada kesempatan itu, Agus menegaskan, TNI memilih untuk menjalankan misi pemeliharaan perdamaian daripada misi penciptaan perdamaian.
"Hal itu, antara lain didasarkan pada pertimbangan menghindari kemungkinan tudingan TNI akan berpihak kepada pemerintahan yang saha atau bahkan pasukan pemerintah justru akan menuduh kontingen TNI akan berpihak pada pasukan pemberontak," katanya.
TNI Kirim Tambahan Pasukan ke Haiti
Kepala Pusat Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia, Brigadir Jenderal TNI I Gede Sumertha, mengatakan tahun ini TNI kembali mengirimkan 167 orang pasukan ke Haiti. Pasukan itu dikirim di bawah komando pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menjalankan tugas pengamanan dan pemulihan pasca-bencana. "Pasukan yang dikirim ini dari Batalyon Zeni Angkatan Darat," katanya di Jakarta, Selasa 7 Juni 2011.
Indonesia sudah berpartisipasi di Haiti selama satu tahun terakhir bersama pasukan PBB. Tapi, hanya mengirimkan 10 orang dari kepolisian.
Brigadir Jenderal Sumertha mengatakan permintaan penambahan pasukan datang dari Sekretariat PBB dan disetujui oleh pemerintah. Saat ini lebih dari 1.800 personel pasukan TNI dan polisi berada di luar negeri dalam misi penjaga perdamaian PBB. Mereka tersebar di Lebanon, Kongo, Sudan, Haiti, Sierra Leone, dan lain-lain.
Kepala Seksi Keamanan Internasional Kementerian Luar Negeri Widya Sadnovic mengatakan permintaan pasukan Indonesia dari Sekretariat PBB sebetulnya sangat tinggi. Tapi, tidak seluruhnya bisa dipenuhi oleh pemerintah dan TNI. Ia mencontohkan pada periode 2008-2009 Indonesia diminta mengirim tak kurang dari 3.000 pasukan.
"Itu untuk disebar di berbagai negara," katanya. Termasuk ke Irak, Afganistan, dan negara konflik lainnya. Tapi, tidak semua permintaan penambahan personel atau pengiriman pasukan baru bisa dipenuhi. Permintaan untuk mengirim pasukan ke Irak dan Afganistan ditolak karena pertimbangan ideologi dan keamanan.
"Sampai sekarang pengiriman pasukan ke Afganistan dianggap tidak aman secara ideologis ataupun untuk personel TNI," katanya. Selain itu, permintaan pengiriman pasukan biasanya datang secara mendadak. Sekretariat PBB biasanya mengirimkan permintaan pasukan yang harus dipenuhi dalam jangka waktu dua atau tiga bulan.
Operasi penjaga perdamaian diputuskan di dalam rapat Dewan Keamanan PBB. Segera setelah diputuskan Sekretariat akan mendekati negara-negara untuk dimintai kesediaannya mengirim pasukan. Pemerintah harus menyiapkan pelatihan khusus untuk pasukan yang akan dikirim, perlengkapan pasukan, dan peralatan tempur serta biaya operasi.
Sumertha mengatakan permintaan ini sering tidak bisa begitu saja dipenuhi karena TNI harus menyiapkan pelatihan untuk pasukan, terutama untuk mengubah pola pikir pasukan. "Pasukan kita dilatih untuk berperang. Sedangkan ketika menjadi pasukan penjaga perdamaian mereka tidak boleh berperang," tuturnya.
Data PBB mencatat Indonesia berada di urutan 17 di antara negara-negara dengan kontribusi pasukan paling banyak dalam operasi penjaga perdamaian PBB. Sampai April lalu tercatat total pasukan Indonesia yang bergabung di bawah komando PBB sebanyak 1.801 pasukan TNI dan polisi terdiri dari 1.772 personel laki-laki dan 29 personel perempuan.
Negara dengan kontribusi pasukan terbesar adalah Bangladesh dengan total pasukan di bawah komando penjaga perdamaian mencapai 10.589 pasukan. Menyusul di urutan kedua Pakistan dengan 10.581 pasukan dan India berada di urutan ketiga dengan kontribusi pasukan 8.442 personel.
Sumber:
ANTARA News/
TEMPO Interaktif