Pages

Wednesday, June 8, 2011

KSAD Harus Perkuat Matra AD

Rabu, 8 Juni 2011 12:54 WIB | 233 Views
KSAD Jenderal TNI George Toisutta.(ANTARA)
Siapapun yang terpilih menjadi orang momor satu di jajaran Angkatan Darat, tak masalah.
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR RI Mahfud Siddiq berharap Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang baru nanti memiliki komitmen untuk memperkuat matra Angkatan Darat (AD).

"Yang pasti harus profesional, memiliki komitmen untuk memperkuat postur AD," kata Mahfud kepada ANTARA News, Jakarta, Rabu.

Ia menambahkan, Komisi I DPR RI tidak dalam kapasitas memberikan referensi terhadap siapa yang pantas menjadi KSAD.

"Siapapun yang terpilih menjadi orang momor satu di jajaran Angkatan Darat, tak masalah. Tentunya Mabes TNI memiliki mekanisme sendiri untuk menentukan KSAD, kita serahkan saja kepada Wanjakti Mabes TNI," ujar Mahfud.

KSAD Jenderal George Toisutta akan memasuki masa pensiun.

Adapun kandidat yang disebut-sebut adalah Pangkostrad Letjen Pramono Edhie Wibowo dan Wakasad Letjen Budiman. (zul)

 (ANTARA)

Tuesday, June 7, 2011

TNI Kembali Kirim KRI Sultan Iskandar Muda ke Lebanon


KRI Sultan Iskandar Muda akan gantikan KRI Frans Kasiepo bertugas di Lebanon. (Foto: Koarmatim)

7 Juni 2011, Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan bahwa pihaknya akan kembali mengirimkan kapal perangnya untuk bergabung dalam Satuan Tugas Maritim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB di Lebanon (Maritime Task Force UNIFIL).

"Sejak 2010, kita telah mengirimkan dua kapal perang untuk bergabung dalam satuan tugas maritim misi perdamaian PBB di Lebanon, yakni KRI Diponegoro dan KRI Frans Kasiepo," katanya dalam seminar memperingati Hari Internasional Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Jakarta, Selasa.

Dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala Pusat Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia, Brigadir Jenderal TNI I Gede Sumertha, Panglima TNI mengatakan kapal perang yang akan dikrim ke Lebanon adalah KRI Iskandar Muda.

"Kapal akan diberangkatkan pada Agustus 2011," kata Agus menambahkan.

Panglima TNI mengemukakan, keikutsertaan Indonesia dalam misi perdamaian PBB merupakan titik tolak diterimanya Indonesia sebagai anggota penuh ke-60 PBB pada 28 September 1950. Setelah resmi menjadi anggota PBB, Indonesia menjalankan misi pertamanya dalam misi perdamaian PBB ke Mesir, seiring konflik yang terjadi antara Mesir-Israel pada 1957.

"Itulah awal partisipasi TNI dalam misi pemeliharaan perdamaian di bawah payung PBB, dan seiring perkembangan waktu, TNI terus berkiprah dan berperan aktif sambil terus berbenah diri dengan mengedepankan rasa kemanusiaan dan keadilan yang lebih," katanya.

Pada kesempatan itu, Agus menegaskan, TNI memilih untuk menjalankan misi pemeliharaan perdamaian daripada misi penciptaan perdamaian.

"Hal itu, antara lain didasarkan pada pertimbangan menghindari kemungkinan tudingan TNI akan berpihak kepada pemerintahan yang saha atau bahkan pasukan pemerintah justru akan menuduh kontingen TNI akan berpihak pada pasukan pemberontak," katanya.

TNI Kirim Tambahan Pasukan ke Haiti

Kepala Pusat Pemeliharaan Perdamaian Tentara Nasional Indonesia, Brigadir Jenderal TNI I Gede Sumertha, mengatakan tahun ini TNI kembali mengirimkan 167 orang pasukan ke Haiti. Pasukan itu dikirim di bawah komando pasukan penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk menjalankan tugas pengamanan dan pemulihan pasca-bencana. "Pasukan yang dikirim ini dari Batalyon Zeni Angkatan Darat," katanya di Jakarta, Selasa 7 Juni 2011.


Indonesia sudah berpartisipasi di Haiti selama satu tahun terakhir bersama pasukan PBB. Tapi, hanya mengirimkan 10 orang dari kepolisian.

Brigadir Jenderal Sumertha mengatakan permintaan penambahan pasukan datang dari Sekretariat PBB dan disetujui oleh pemerintah. Saat ini lebih dari 1.800 personel pasukan TNI dan polisi berada di luar negeri dalam misi penjaga perdamaian PBB. Mereka tersebar di Lebanon, Kongo, Sudan, Haiti, Sierra Leone, dan lain-lain.

Kepala Seksi Keamanan Internasional Kementerian Luar Negeri Widya Sadnovic mengatakan permintaan pasukan Indonesia dari Sekretariat PBB sebetulnya sangat tinggi. Tapi, tidak seluruhnya bisa dipenuhi oleh pemerintah dan TNI. Ia mencontohkan pada periode 2008-2009 Indonesia diminta mengirim tak kurang dari 3.000 pasukan.

"Itu untuk disebar di berbagai negara," katanya. Termasuk ke Irak, Afganistan, dan negara konflik lainnya. Tapi, tidak semua permintaan penambahan personel atau pengiriman pasukan baru bisa dipenuhi. Permintaan untuk mengirim pasukan ke Irak dan Afganistan ditolak karena pertimbangan ideologi dan keamanan.

"Sampai sekarang pengiriman pasukan ke Afganistan dianggap tidak aman secara ideologis ataupun untuk personel TNI," katanya. Selain itu, permintaan pengiriman pasukan biasanya datang secara mendadak. Sekretariat PBB biasanya mengirimkan permintaan pasukan yang harus dipenuhi dalam jangka waktu dua atau tiga bulan.

Operasi penjaga perdamaian diputuskan di dalam rapat Dewan Keamanan PBB. Segera setelah diputuskan Sekretariat akan mendekati negara-negara untuk dimintai kesediaannya mengirim pasukan. Pemerintah harus menyiapkan pelatihan khusus untuk pasukan yang akan dikirim, perlengkapan pasukan, dan peralatan tempur serta biaya operasi.

Sumertha mengatakan permintaan ini sering tidak bisa begitu saja dipenuhi karena TNI harus menyiapkan pelatihan untuk pasukan, terutama untuk mengubah pola pikir pasukan. "Pasukan kita dilatih untuk berperang. Sedangkan ketika menjadi pasukan penjaga perdamaian mereka tidak boleh berperang," tuturnya.

Data PBB mencatat Indonesia berada di urutan 17 di antara negara-negara dengan kontribusi pasukan paling banyak dalam operasi penjaga perdamaian PBB. Sampai April lalu tercatat total pasukan Indonesia yang bergabung di bawah komando PBB sebanyak 1.801 pasukan TNI dan polisi terdiri dari 1.772 personel laki-laki dan 29 personel perempuan.

Negara dengan kontribusi pasukan terbesar adalah Bangladesh dengan total pasukan di bawah komando penjaga perdamaian mencapai 10.589 pasukan. Menyusul di urutan kedua Pakistan dengan 10.581 pasukan dan India berada di urutan ketiga dengan kontribusi pasukan 8.442 personel.

Sumber: ANTARA News/TEMPO Interaktif

FFA, Nama Jet Tempur Kolaborasi RI-Korsel


JAKARTA - Setelah kerjasama pembuatan pesawat jet tempur KFX antara RI dan Korea Selatan dimulai, Pemerintah Indonesia akan mengajukan usulan perubahan nama pesawat jet tempur hasil kolaborasi dua negara itu.

"Soal nama masih akan dibahas, kita inginkan ada nama Indonesia di dalamnya," kata Direktur Teknik Industri Pertahanan, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal TNI Agus Suyarso kepada Tempo, kemarin, Senin 14 Maret 2011. hit me!!

Awalnya, pihak Indonesia mengajukan nama pesawat tempur KFX (Korea Fighter Xperiment) itu diubah menjadi KIFX atau Korea-Indonesia Fighter Xperiment. Namun pihak Korea Selatan kurang setuju. "Akhirnya kita sepakat nama akan diubah, dan Indonesia mengusulkan pesawat tempur FFA atau Future Fighter Aircraft."

Penggabungan nama dua pihak yang berkolaborasi ini, menurut Agus, pernah diterapkan saat Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Spanyol membuat pesawat angkut jenis CN 235 di era Presiden Soeharto.

Nama kode 'CN' dibelakang seri pesawat itu adalah inisial dua perusahaan yang berkolaborasi, yakni Casa, perusahaan pesawat terbang Spanyol dan Nurtanio atau Industri Pesawat terbang Nusantara (IPTN) yang kini menjadi PT Dirgantara Indonesia. "Saat itu Casa menyumbang 50 persen dan Nurtanio 50 persennya," kata Agus, yang juga menjabat Kepala Sekretariat Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) ini. .

Kerjasama pembuatan pesawat tempur dengan Korsel kali ini juga akan melibatkan industri pesawat terbang masing-masing negara. Pemerintah Indonesia kembali akan melibatkan PT Dirgantara Indonesia.

Sumber : TEMPOINTERAKTIF.COM

Thailand Intends to Purchase an Additional 121 BTR-3E1


07 Juni 2011

RTA's BTR-3E1 (photo : TAF/Sukasom Hiranphan)

The Thai Government has decided to purchase for the needs of the Army of the country additional 121 BTR-3E1.

This decision was made ​​on the test results the first installment of BTR-3E1, raised by the Ukrainian side in the performance contract between the HA Ukrspetsexport and military officials in Thailand.


BTR3E1 during firing exercise (photo :ThaiPost)
As expected, the corresponding contract is signed before the end of June this year. Today is the harmonization of parts of the contract.

Monday, June 6, 2011

ARTIKEL : TNI Pasca- Ambalat

  • Rizal Sukma Direktur Studi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jakarta Kasus Ambalat, yang telah menimbulkan ketegangan dalam hubungan Indonesia-Malaysia, patut dijadikan bahan refleksi. Sebagai bangsa, wajar apabila banyak pihak jengkel, terusik, dan bahkan marah terhadap klaim Malaysia atas wilayah Ambalat yang kita yakini sebagai wilayah Indonesia itu. Perlu ada pelajaran ditarik dari sana, seperti misalnya, kemauan untuk membenahi sistem pertahanan dan postur TNI di masa mendatang.
    Pertama, klaim Malaysia atas Ambalat di samping menggunakan tafsiran atas ketentuan-ketentuan legal menurut mereka sendiri, tampaknya juga didasarkan atas kalkulasi strategis. Di mata Malaysia, Indonesia dianggap tidak memiliki kekuatan penangkal (deterrent) yang memadai. Dengan kata lain, postur pertahanan Indonesia dewasa ini jelas tidak dapat mencegah niat Malaysia untuk mencoba menguasai wilayah Indonesia di Ambalat.
    Kedua, dari segi teknologi pertahanan dan kecanggihan peralatan perang, Indonesia tampak sudah ketinggalan dari Malaysia, terutama pada kekuatan matra laut dan udara. Peralatan yang dimiliki oleh TNI AL sudah sangat tua usianya. Kepada DPR, misalnya, mantan KSAL Laksamana Bernard Ken Sondakh pernah mengakui bahwa kebanyakan KRI tidak siap tempur. Pengakuan serupa juga pernah disampaikan oleh mantan KSAU Marsekal Cheppy Hakim, yang menyatakan bahwa dari 222 pesawat tempur, pesawat angkut dan helikopter, hanya 41,5 persen saja yang siap tempur.
    Ketiga, terdapat lakuna yang serius dalam strategi pertahanan Indonesia. Sampai saat ini, dalam menghadapi ancaman musuh dari luar, Indonesia menganut strategi pertahanan yang dirumuskan dalam strategi penggunaan kekuatan atau pola operasi berdasarkan strategi pertahanan pulau-pulau besar, yang dilakukan melalui pertahanan berlapis di wilayah (zona), terdiri dari Zona Pertahanan I (penyangga), II (pertahanan), dan III (perlawanan).
    Namun, meskipun menganut sistem pertahanan berlapis, strategi pertahanan Indonesia masih tetap bertumpu kepada strategi landas darat (land-based strategy), yang mengandalkan keterlibatan dan keikutsertaan rakyat secara fisik dalam menghancurkan musuh dari luar, melalui sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Hanrata). Padahal, sistem pertahanan berlapis jelas mensyaratkan kekuatan laut dan udara yang andal. Dengan kata lain, terdapat jurang yang lebar antara strategi militer yang dianut dengan kebijakan pembangunan kekuatan yang masih menekankan pentingnya matra darat.
    Keempat, sistem pertahanan nasional Indonesia ditandai oleh adanya kesenjangan yang lebar antara tujuan (kepentingan) dan kebutuhan pertahanan nasional di satu pihak, dengan postur pertahanan yang ada di pihak lain. Kesenjangan terjadi antara ancaman nyata yang dihadapi dengan postur yang ada. Kesenjangan yang lain, yaitu antara kemampuan yang harus dimiliki dengan struktur kekuatan (force structure) dan tingkat kekuatan (force level) yang ada. Sudah terlalu lama kita diyakinkan bahwa ancaman nyata itu lebih banyak berasal dari dalam negeri, yang kemudian menjadi pembenar bagi pembangunan kekuatan matra darat. Klaim Malaysia atas Ambalat jelas menunjukkan bahwa ancaman itu juga nyata-nyata dapat datang dari luar negeri, dan berbasis maritim.
    Kelima, kasus Ambalat, ketika ancaman terhadap kedaulatan terjadi di wilayah laut, tentunya membuat banyak pihak di luar TNI bertanya-tanya bagaimana doktrin Hankamrata dapat dijalankan di sana. Doktrin ini, yang jelas didasarkan pada keutamaan strategi pertahanan landas-darat, menjadi tidak relevan ketika dihadapkan kepada bentuk ancaman berupa "pencaplokan" wilayah laut oleh pihak asing.
    Lantas, apa yang mesti dilakukan pemerintah untuk menjawab semua persoalan di atas? Para perancang kebijakan dan strategi pertahanan Indonesia perlu menyadari bahwa pelaksanaan strategi pertahanan berlapis mensyaratkan adanya kemampuan penangkalan (deterrent), penyangkalan (denial), penghancuran (annihilation), dan pemulihan (rehabilitation). Keempat kemampuan itu harus dimiliki TNI dalam menghadapi ancaman dari luar. Kalau tidak, sulit rasanya berharap bahwa TNI akan bisa maksimal dalam menjalankan tugasnya untuk "mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah" dan "melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa" (UU Nomor 3/2002 tentang Pertahanan Negara, Pasal 10 Ayat 3a dan 3b).
    Untuk itu, sudah saatnya pemerintah untuk segera membuat rencana kerja dan jangka waktu (timeframe) bagi pelaksanaan tiga ketentuan fundamental dalam UU TNI, yang harus dijadikan landasan bagi reformasi pertahanan secara menyeluruh. Pertama, ketentuan mengenai perubahan bentuk penggelaran. Penjelasan Pasal 11 UU TNI menyatakan, penggelaran kekuatan TNI antara lain harus memperhatikan dan mengutamakan wilayah rawan keamanan, daerah perbatasan, daerah rawan konflik, dan pulau terpencil. Ketentuan ini jelas mengharuskan pemerintah untuk merestrukturisasi sistem penggelaran dalam bentuk komando teritorial (koter) sekarang ini.
    Sudah saatnya Indonesia mulai memikirkan dan menyusun rencana penggelaran yang mengarah kepada terbentuknya kekuatan pertahanan yang terintegrasi (integrated forces), bukannya terpilah menurut matra seperti sekarang. Untuk itu, Departemen Pertahanan perlu memulai penyusunan rencana induk (master plan) atau roadmap bagi penggelaran TNI ke depan. Rencana induk itu harus memuat (a) pemetaan wilayah berisiko keamanan, wilayah perbatasan, daerah rawan konflik, dan pulau-pulau terpencil; (b) rencana pengurangan komando teritorial; (c) bentuk atau model penggelaran baru, dan (d) tahapan implementasi dalam jangka-waktu tertentu.
    Kedua, ketentuan mengenai peran TNI dalam bisnis. Pasal 2 ayat (d) UU TNI jelas menyatakan bahwa sebagai tentara profesional, TNI "tidak berbisnis." Pasal 76 bahkan lebih spesifik menegaskan agar "dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak berlakunya undang-undang ini, Pemerintah harus mengambil alih seluruh aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola oleh TNI baik secara langsung maupun tidak langsung." Ketentuan ini wajib untuk segera dilaksanakan, sehingga TNI bisa memusatkan seluruh perhatian dan energinya pada upaya mempertahankan negara.
    Ketiga, ketentuan mengenai reorganisasi, khususnya dalam hal hubungan antara Dephan dan Mabes TNI. Memang, Pasal 3 UU TNI masih mengakui bahwa TNI terpisah dari Dephan. Namun, dalam penjelasannya, disebutkan bahwa "pada masa yang akan datang institusi TNI berada dalam Departemen Pertahanan." Pemerintah perlu segera menetapkan jangka waktu pengintegrasian Mabes TNI ke dalam Dephan, sehingga ketidakjelasan (ambiguitas) hubungan Dephan dan TNI dalam sistem pertahanan nasional dapat segera diakhiri. Adanya kewenangan yang penuh dan tegas di tangan Dephan untuk merumuskan kebijakan dan strategi pertahanan akan memudahkan upaya mengikis konservatisme pemikiran yang masih mengedepankan strategi pertahanan landas-darat di sebagian kalangan TNI.
    Di samping mengimplementasikan ketiga ketentuan tersebut, pembangunan postur pertahanan nasional ke depan perlu memperhatikan empat prinsip utama. Pertama, pembangunan postur mensyaratkan adanya pendefinisian ancaman yang akurat dan konkret. Kedua, perlunya memulai pergeseran fokus strategi pertahanan dari landas darat ke integrated forces. Ketiga, karena keterbatasan kemampuan ekonomi negara, postur perlu dibangun berdasarkan threat-based defense planning, bukan capability-based defense planning. Keempat, pembangunan postur perlu diikuti dengan transformasi pertahanan yang mengandalkan personel/manusia ke pertahanan berbasis teknologi secara bertahap.
    Pembangunan postur pertahanan nasional harus juga didukung oleh penataan instrumen perundang-undangan, pengembangan doktrin, dukungan logistik yang memadai dan berkelanjutan, serta perbaikan kesejahteraan prajurit. Dukungan segenap masyarakat mengenai pentingnya pembangunan kemampuan pertahanan nasional juga sangat diperlukan. Tanpa pemahaman masyarakat mengenai mendesaknya agenda pembangunan pertahanan, Indonesia akan terus menjadi negara besar (dalam arti geografis) yang lemah (big, weak state), yang akan terus dilecehkan oleh negara lain.
    Seandainya TNI kuat, tentunya Malaysia akan berpikir dua kali sebelum mengklaim wilayah Ambalat sebagai miliknya. TNI sendiri juga harus berubah, dan mengikuti perkembangan konsep pertahanan modern. Jadi, TNI pasca-Ambalat harus berbeda dengan TNI yang ada sekarang. Kasus Ambalat hendaknya membuka mata kita mengenai pentingnya perumusan sebuah doktrin baru tanpa harus meninggalkan aspek kesemestaan (total defense), yang lebih sesuai dengan jenis dan sumber ancaman yang kita hadapi.

    MAJALAH TEMPO ONLINE

    TNI SEKARANG:
    http://indonesiandefense.blogspot.com/2010/08/armada-tempur-indonesia-terbaru.html
    http://indonesiandefense.blogspot.com/2011/02/kavaleri-peroleh-178-unit-kendaraan.html
    http://indonesiandefense.blogspot.com/2010/08/ri-korsel-buat-jet-tempur-kfx-201.html
    http://indonesiandefense.blogspot.com/2010/09/indonesia-akan-membeli-shukhoi-pakfa-6.html
    http://indonesiandefense.blogspot.com/search/label/INDUSTRI%20MILITER%20INDONESIA

    PRODUK - PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA



    Kapal Cepat Rudal 40m (photo : Defense Studies)

     

    Filipina Tertarik Beli 3 LPD Buatan PT PAL


    KRI Banda Aceh-539. (Foto: Kemhan)


    Model Kapal Cepat Rudal KCR-40 diproduksi di PT Palindo Marine Shipyard Batam. (Foto: Berita HanKam)
    Peresmian penyerahan KRI Clurit produksi galangan kapal di Batam. (Foto: Kemhan)
    Kapal patroli trimaran X-3K (image : Lundin)

    Senapan SS-2 buatan Pindad (photo : Kaskus Militer)


      Bom latih sukhoi

    CN-235 military version ( Made in Indonesia by PT DI)
     
    Roket RX-420
     

    PANSER ANOA made in Indonesia By PT PINDAD
     

    Pesawat CN-235 Coast Guard Korea (AFPro-Asiafinest) Made in Indonesia By PT DI


    CN-235 Made In Indonsia untuk Senegal (photo : Kaskus Militer)

    Senjata Lawan Tank kaliber 64mm (photo : Pussenif) Made in indonesia



    Roadmap industri radar Indonesia (image : Kompas)


    Kapal selam mini rancangan TNI-AL (photo : Defense Studies) 
     

    Senapan SS2 Pindad (photo : Kaskus Militer)
     

    Pesawat tempur KFX (photo : naver) (korsel - indonesia)

    Suasana pengujian mortir buatan PT Pindad (photo : Puslatpur)

    KFX - medium fighter aircraft with 4.5 generation technology (photo : hangkong)
     

    Model kapal Patroli Kawal Rudal (PKR) yang akan dibuat PAL & Damen
     

    Pesawat N-250, perkembangannya terhenti akibat intervensi asing pada BUMN Nasional

    N219 by PT DI

    Satu Helikopter Super Puma Perkuat TNI

    BOGOR - Dengan rampungnya pengerjaan satu helikopter NAS-332 Super Puma oleh PT Dirgantara Indonesia (PT DI), diharapkan dapat memperkuat alutsista. Helikopter tersebut diserahkan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro kepada Skuadron Udara 8 di Lapangan Udara Atang Sanjaya, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (30/12).  









    Dirjen Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan RI, Laksda Susilo (2 kanan) disaksikan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro (kiri), Danlanud Atang Sanjaja Marsekal Muda Sunaryo (2 kiri), Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat (3 kiri) dan Dirut PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Budi Santoso (kanan) menantangani surat serah terima Helicopter NAS-332 Super Puma di Lanud Atang Sandjaya, Bogor, Jabar, Kamis (30/12).
    2009

    CN 235 PT. DI
    Pesawat Patroli Maritim CN 235 Produk PT. DI (Foto KOMPAS/HARYO DAMARDONO)

    Kalau Melihat Foto2 Industri Pertahanan Kita ,Kurang Hebatkah Indonesia ? Hmmm .....Anda sendiri yang menjawabnya

    by admin

Kopassus Belum Akan Beli Persenjataan dari China

Senin, 6 Juni 2011 18:52 WIB | 801 Views
Komandan Jenderal Kopassus Mayjen TNI Lodewijk F. Paulus (FOTO ANTARA/Penerangan Kopassus)
Berita Terkait
Bandung  (ANTARA News) - Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) belum akan membeli persenjataan individu dari Republik Rakyat China.

"Persenjataan mereka bagus, sesuai dengan tuntutan atau yang dibutuhkan seorang prajurit pasukan khusus. Namun, kami belum akan membelinya," kata Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Mayjen TNI Lodewijk Freidrich Paulus kepada ANTARA News di Bandung, Senin.

Ketika ditemui usai melihat dan menjajal beberapa persenjataan individu Angkatan Bersenjata China (People`s Liberation Army/PLA), ia mengatakan, pihaknya fokus untuk menggunakan produk dalam negeri seperti senapan serbu dari PT Pindad.

Mulai Senin hingga tiga hari ke depan Kopassus dan PLA menggelar latihan bersama untuk kali pertama di Pusat Pendidikan Kopassus Batujajar, dengan fokus penanganan terorisme.

Dalam rangkaian kegiatan itu, masing-masing pihak menampilkan persenjataan individu yang kerap digunakan personelnya sebagai pasukan khusus.

Kopassus menampilkan beberapa persenjataan individu senapan serbu buatan PT Pindad yang terdiri atas beberapa varian. Ditampilkan pula persenjataan lain yang diproduksi pihak luar seperti MP5.

Militer China menampilkan beberapa persenjataan dan perlengkapan individu seperti alat tangkap, busur lintang dwi guna, senapan patah 18,4 mm, pelontar granat 35 mm, senapan serbu berperedam suara 5,8 mm, dan senapan serbu ringan 5,8 mm.

Seluruh persenjataan dan perlengkapan militer individu PLA itu merupakan produk industri pertahanan dalam negeri China.

Di sela-sela menerima penjelasan mengenai kecanggihan masing-masing senjata itu, Danjen Kopassus menjajal beberapa diantaranya.

"Bagus...cocok untuk pertempuran jarak dekat," katanya, usai menjajal salah satu senapan laras panjang.

Lodewijk juga menjajal menggunakan busur lintang, dan melihat peragaan penggunaan senjata lainnya.

"Ya kita lihat semuanya, kita sesuaikan dengan kebutuhan pasukan kita. Yang jelas, kita kan sudah komitmen untuk memprioritaskan produk nasional seperti senapan serbu dari PT Pindad," ujarnya.
(R018/B013) 


ANTARA

KSAD: Indonesia Aktif Dalam Misi Perdamaian

Selasa, 7 Juni 2011 04:03 WIB | 903 Views
Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal George Toisutta ( ANTARA/Dhoni Setiawan/Koz/Spt/11)
Berita Terkait
 
London (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI George Toisutta mengatakan Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam misi-misi perdamaian yang beroperasi dalam kerangka PBB sesuai dengan amanat konstitusi.

Hal itu disampaikan Jenderal TNI George Toisutta, saat bertemu rekannya KSAD Italia Jenderal Giuseppe Valotto di Markas Besar Angkatan Darat Italia di Roma, Senin.

KSAD RI melakukan kunjungan kerja ke Italia guna memenuhi undangan mitranya di Markas Besar Angkatan Darat Italia di Roma, demikian Minister Counsellor Pensosbud KBRI Roma, Musurifun Lajawa dalam keterangan yang diterima Antara London, Selasa.

Menurut Musurifun Lajawa, prosesi kunjungan KSAD ke Markas Besar Angkatan Darat Italia berlangsung secara kemiliteran diawali dengan pengumandangan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan kebangsaan Italia oleh Korps Musik Angkatan Darat Italia.

Dalam prosesi kunjungan, Jenderal TNI George Toisutta juga melakukan pemeriksaan barisan kehormatan Angkatan Darat Italia,

Rangkaian pembicaraan KSAD RI dengan Jenderal Guiseppe Valotto diawali dengan pertemuan yang bersifat terbatas hanya antara keduanya.

Jenderal Valotto menyampaikan, antara lain, terima kasih dan penghargaan kepada TNI atas pertisipasi pasukan Indonesia dalam jumlah yang cukup banyak di UNIFIL.

Jenderal Valotto juga menyampaikan harapan sekiranya Indonesia dapat berpartisipasi pada misi-misi perdamaian lain.

Pada kesempatan yang sama, KSAD RI juga menyampaikan sejumlah hal, antara lain, bahwa sesuai dengan amanat konstitusi Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam misi-misi perdamaian yang beroperasi dalam kerangka PBB.

Dalam kaitannya dengan UNIFIL, KSAD menyampaikan kontingen TNI yang sekarang berada di UNIFIL merupakan kontingen ke empat.

Dikatakannya keikutsertaan pasukan TNI pada UNIFIL, telah banyak manfaat dan pengalaman berguna yang diperoleh pasukan TNI.

Secara khusus, KSAD RI menyampaikan belasungkawa atas tewasnya enam pasukan Italia di UNIFIL dalam insiden yang terjadi pada tanggal 2 Mei lalu.

Kepada Jenderal Guiseppe Valotto, KASAD menyampaikan bahwa tujuan utama dari kunjungannya ke Italia adalah untuk mempererat hubungan RI-Italia, khususnya di kerjasama militer, mengingat pengalaman yang dimiliki Italia dalam operasi darat diberbagai wilayah.

Dalam kunjungan tersebut, KSAD dan jajarannya juga melakukan exchange of knowledge dengan Jenderal Valotto yang juga didampingi sejumlah perwira tinggi AD Italia.

Meskipun prosesi kunjungan berlangsung secara penuh kemiliteran, pertemuan antara KSAD dan jajarannya dengan Jenderal Guiseppe dan jajarannya berlangsung dalam suasana sangat kekeluargaan.

Turut dalam kunjungan KSAD ke Italia adalah Asrena KSAD Mayjen TNI Mulhim Asyrof, Koorsahli KSAD Mayjen TNI Hatta Syafrudin, Dapuspenerbad Brigjen TNI Mochamad Wachju Rijanto, Wadanpussenarmed Kodiklat TNI AD Kolonel Arm. Aris Setiabudi, Paban V/Hublu Spamad Kolonel Inf. Afanti Side Uloli dan Athan RI Paris Kol. Pnb. Erwin Buana Utama. (ZG/B012/K004) 


ANTARA

BERITA POLULER