Pages

Thursday, August 26, 2010

SENGKETA PERBATASAN


27 Agustus 2010 -- Di saat bangsa Indonesia dalam suasana memperingati HUT ke-65 RI, kita dikejutkan lagi dengan kasus perbatasan dengan Malaysia di mana tiga aparatur pengawas sumber daya kelautan dan perikanan disandera.

Kasus ini merupakan kasus perbatasan yang kesebelas. Reaksi heroik publik pun muncul dengan seruan-seruan untuk mengganyang negara tetangga tersebut. Tulisan ini mengulas kasus-kasus perbatasan selama ini secara singkat dan apa yang harus pemerintah lakukan ke depan.

Kasus-kasus perbatasan

Menurut catatan penulis selama delapan tahun terakhir, telah terjadi sembilan kasus di perbatasan, baik laut maupun darat. Pertama, kasus Pulau Sipadan dan Ligitan (dua pulau terluar kita sebelumnya) di mana oleh Mahkamah Internasional telah diputuskan menjadi milik Malaysia sejak tahun 2002.

Kedua, kasus Ambalat yang merupakan upaya Malaysia mengklaim wilayah perairan yang disebut Blok Ambalat karena pada landas kontinen kawasan tersebut terdapat tambang mineral strategis. Kasus ini berkaitan dengan kasus pertama karena pada saat kedua pulau tersebut menjadi milik Malaysia terjadi kekaburan batas maritim di kawasan itu sehingga negara tetangga ini mencoba memanfaatkan kekaburan itu sampai akhirnya Indonesia menetapkan titik dasar (base point) baru di Karang Ungaran (suatu elevasi pasang surut (drying reef). Perundingan pun sampai sekarang belum selesai.

Ketiga, Kasus Pulau Mangudu dan Bidadari, pulau terluar di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berhubungan dengan investor asing yang berinvestasi secara ilegal di sana. Keempat, Kasus Gosong Niger, suatu wilayah konservasi yang coba diklaim sebagai wilayah Malaysia dalam hal tanda-tanda batas kita jelas sekali di kawasan tersebut.

Kelima, Pulau Pasir (Ashmore Reef) yang diklaim oleh masyarakat NTT sebagai miliknya walaupun secara yuridis telah menjadi milik Australia sejak masa pemerintahan Soeharto. Keenam, kasus Pulau Miangas yang dikhawatirkan diklaim Filipina, tapi ternyata kekhawatiran tersebut terlalu berlebihan.

Ketujuh, kasus Laskar Watania di mana Malaysia melakukan rekrutmen masyarakat perbatasan di Kalimantan menjadi laskar mereka karena kepentingan survival ekonomi mereka di kawasan ini. Kedelapan, kasus pergeseran batas darat kita secara fisik sekitar hampir satu kilometer masuk ke wilayah kita alias memperluas wilayah Malaysia. Kesembilan, Kasus Pulau Makaroni, Siloinak, dan Kandui (pulau-pulau perbatasan) di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat, yang dibeli oleh investor asing.

Kesepuluh, Pulau Jemur di Provinsi Riau yang tahun lalu dicoba diklaim oleh Malaysia, padahal pulau tersebut berada di belakang pulau terluar kita di kawasan tersebut. Kesebelas, kasus terakhir yang masih segar dalam ingatan kita, yaitu penyanderaan aparatur pengawas sumber daya kelautan dan perikanan perbatasan kita oleh Malaysia sebagai balasan terhadap penangkapan nelayan Malaysia yang memasuki wilayah perairan kita secara ilegal.

Fakta-fakta tersebut mengindikasikan hampir setiap tahun terjadi minimal satu kasus di perbatasan di mana kasus dengan Malaysia terjadi dengan frekuensi cukup tinggi, yaitu enam kasus. Dengan frekuensi seperti ini kita patut mengkritisi mengapa ada kecenderungan Malaysia melakukan hal seperti ini. Yang pasti kita sepertinya dianggap sepele karena yang bersangkutan tahu betul kelemahan kita. Dengan kata lain, posisi tawar kita sangat lemah di mata negara ini. Ambil contoh sederhana saja, isu-isu tentang tenaga kerja kita yang mencari hidup di sana, baik yang legal maupun ilegal.

Jika ditelaah, maka belahan utara NKRI relatif memiliki tingkat kerawanan lebih tinggi dibandingkan belahan selatan. Mengapa? Karena di belahan utara kita berhadapan dengan lebih banyak negara di samping relatif berdekatan sehingga aktivitas ilegal banyak terjadi. Walaupun kedekatan itu sendiri dapat dilihat sebagai peluang ekonomi kawasan.

Negara-negara tersebut (8 dari 10 negara yang berhubungan dengan perbatasan laut) antara lain India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, dan Papua Niugini. Sementara di selatan kita hanya berhubungan dengan Timor Leste dan Australia. Karena itu, fokus pengawasan kita seharusnya pada belahan utara. Motivasi kasus-kasus ini semuanya bersumber dari kepentingan potensi sumber daya alam yang kita sendiri tidak mampu mengelolanya sehingga dimanfaatkan oleh pihak lain secara ilegal.

Pekerjaan rumah

Banyak kritikan di media seolah-olah selama ini pemerintah tidak melakukan apa-apa di wilayah perbatasan. Apakah memang benar demikian? Rasanya tidak benar kalau dikatakan pemerintah belum berbuat sama sekali. Bahwa yang dibuat belum optimal, itu ada benarnya.

Isu perbatasan sebenarnya mulai mencuat bersamaan dengan lahirnya Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000. Lima tahun sesudahnya, barulah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla merespons dengan melahirkan kebijakan pertama perbatasan lewat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar.

Keluaran dari perpres ini berupa simbol-simbol negara, seperti disebarkannya marinir-marinir di pulau terluar, munculnya puskesmas-puskesmas, dibangunnya gudang sembako, dibukanya jalur transportasi, dibangunnya sarana bantu navigasi, pemekaran kecamatan perbatasan, kunjungan pejabat untuk upacara HUT kemerdekaan seperti dilakukan di Pulau Kisar beberapa hari lalu, sampai tersedianya data dan informasi kawasan ini yang lengkap.

Walaupun demikian, harus diakui apa yang telah dilakukan tidak konsisten, bahkan menurun menurut waktu. Ini menjadi tren umum di negara kita. Selanjutnya, dari 11 kasus tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga isu utama perbatasan, yaitu delimitasi/demarkasi (kepastian batas secara fisik), penegakan hukum, dan kesenjangan pembangunan. Tugas pemerintah mengurusi ketiga isu tersebut.

Tentu dengan adanya pembangunan di perbatasan sebagai prioritas KIB II sampai tahun 2014, semua isu itu dapat diformulasikan secara terukur melalui program dan kegiatan setiap instansi, baik pusat maupun daerah, dengan pengawasan yang konsisten sehingga dampaknya benar-benar terasa. Sekarang tidak perlu lagi seminar dan workshop tentang isu-isu ini karena semua permasalahan sudah jelas. Aksilah yang urgen dilakukan.

Aksi yang penting dilakukan semestinya memfungsikan Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan yang telah dilegalkan sebagai perintah UU No 43/2008 tentang Wilayah Negara sesuai Perpres No 12/2010 yang diketuai oleh Mendagri. Dengan difungsikannya kelembagaan ini, maka perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian kawasan ini dapat lebih fokus di bawah kendali Menko Polhukam termasuk di dalamnya agenda penamaan pulau yang sampai sekarang belum tuntas. Semoga. (Alex Retraubun Alumnus PPRA 42 Lemhanas RI; Mantan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan; kini Wakil Menteri Perindustrian)

KOMPAS

Tiga Kepala Staf TNI Menerima Brevet Hiu Kencana


BANTEN - Tiga Kepala Staf Angkatan di jajaran TNI yakni Kasad Jenderal TNI George Toisutta, Kasal Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. dan Kasau Marsekal TNI Imam Sufaat SIP menerima brevet Hiu Kencana dan resmi menjadi warga kehormatan kapal selam TNI AL.

Penyematan brevet tersebut dilaksanakan di dalam kapal selam KRI Cakra-401 yang menyelam di kedalaman sekitar 15 meter di bawah permukaan laut di perairan Selat Sunda oleh Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim Kolonel Laut (P) Muhammad Ali, Kamis (26/8) sekitar pukul 14.00 WIB.

Penyematan brevet Hiu Kencana dimaksudkan sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada ketiga Kepala Staf Angkatan yang selama ini telah membina dan menjalin hubungan baik dengan TNI Angkatan Laut.

Brevet Hiu Kencana bukan sekedar brevet yang melekat di dada kanan setiap prajurit TNI AL pengawak kapal selam, melainkan kebanggaan dan semangat juang pantang menyerah serta dedikasi untuk selalu mengabdi kepada Negara. Brevet Hiu Kencana juga diberikan kepada orang-orang terpilih untuk diangkat sebagai warga Kehormatan Kapal Selam berdasarkan atas jasa-jasanya yang telah mendukung terhadap pembinaan kapal selam sebagai salah satu senjata strategis Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT).

Warga Kehormatan Kapal Selam hingga saat ini telah mencapai sebanyak 113, pejabat pertama yang disematkan brevet Hiu Kencana adalah Jenderal Besar TNI (Purn) AH Nasution yang disematkan pada tanggal 21 Desember 1959 di Teluk Jakarta dengan kapal selam KRI Nanggala-402.

Sumber : DISPENAL

Latihan Terbang Fajar Skuadron Udara 12


PEKANBARU - Panggilan tugas operasi dapat saja terjadi kapanpun tanpa mengenal waktu, baik pada pagi hari, siang hari, sore hari, malam hari maupun pada saat dini hari. Pelaksanaan tugas merupakan kewajiban yang harus segera ditunaikan tanpa bisa ditunggu ataupun diundur waktu pelaksanaannya.

Kesiapan tempur tersebut harus selalu melekat dalam diri seorang penerbang tempur. Demikian juga halnya dengan para “fighters” Skadron Udara 12 Lanud Pekanbaru, mereka harus selalu siap melaksanakan tugas tugas yang diperintahkan. Untuk itu, sejak tanggal 13 Agustus yang lalu hingga 7 September yang akan datang, seluruh penerbang Skadron Udara 12 melaksanakan terbang fajar dengan waktu Take Off pukul 05.00 WIB.

Sebagai satu-satunya pangkalan induk yang berada di pulau Sumatera, Lanud Pekanbaru harus selalu meningkatkan kesiapan satuan-satuan yang ada di jajarannya, termasuk Skadron Udara 12 yang mengawaki pesawat tempur Hawk 109/209.



Latihan Terbang Fajar ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para penerbang khususnya melaksanakan penerbangan pada saat Fajar yang lebih banyak mengandalakan instrument karena visual yang sangat terbatas. Dengan demikian para penerbang tempur Skadron Udara 12 dapat melaksanakan tugas setiap saat tanpa mengenal waktu baik pada siang hari maupun malam hari.

Dengan pelaksanaan latihan Terbang Fajar ini para penerbang dan seluruh satuan yang terkait dalam operasional penerbangan Lanud Pekanbaru melakukan disertifikasi dengan merubah waktu latihan dari pukul 05.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB.

Sumber : DIPENAU

Malaysia Kecam Pembakaran Benderanya di Jakarta

Malaysia Kecam Pembakaran Benderanya di Jakarta
Anifah Aman
Kuala Lumpur, IRIB News-Pemerintah Malaysia mengecam aksi para demonstran Indonesia yang dinilai tidak menghormati bendera Malaysia di kedutaan besarnya di Jakarta. Hal itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Malaysia, Anifah Aman, hari ini (26/8) dalam konferensi persnya. "Malaysia sangat mengkhawatirkan aksi tersebut," katanya. "Terdapat sejumlah anasir yang tidak bertanggung jawab yang berusaha merusak hubungan baik kedua negara," tegas Menlu Malaysia.
Kementerian Luar Negeri Malaysia juga telah meminta dari para pejabat di Kedutaan Besar Indonesia di Kuala Lumpur untuk memberikan keterangan tentang aksi tersebut.
Di lain pihak, Menteri Dalam Negeri Malaysia, Hishamuddin Husain mengatakan, "Hubungan diplomatik Malaysia dan Indonesia tidak akan terpengaruh oleh aksi demonstrasi di depan Kedubes Malaysia di Jakarta."
Menurutnya jika masalah ini menimbulkan friksi antarkedua negara maka akan berdampak pada hubungan keduanya, dan Kami tidak dapat menutup mata atas kejadian tersebut.
Senin lalu sejumlah LSM mendemo Kedubes Malaysia di Jakarta pasca kasus penangkapan tiga petugas Departemen Kelautan dan Perikanan Indonesia oleh aparat Malaysia. Kini, Forum Kebangsaan Indonesia dan Forum Betawi Rempug ikut menggelar demo di depan Kedubes Malaysia dan juga membakar bendera negara ini. (IRIB/MZ/SL)

Setelah Iran, Indonesia Rancang Kapal Selam

Setelah Iran, Indonesia Rancang Kapal Selam
Belum lama ini, Iran menyatakan mandiri di bidang teknologi kapal selam. Empat kapal selam modern Ghadir produksi Perindustrian Maritim Kementerian Pertahanan Iran, Ahad siang (8/8) secara resmi bergabung dengan armada Angkatan Laut Iran. Kantor Penerangan Kementerian Pertahanan Iran menyatakan bahwa acara pengoperasian empat kapal selam tersebut dihadiri oleh Menteri Pertahanan dan Dukungan Logistik Angkatan Bersenjata Iran, Ahmad Vahidi, dan juga panglima Angkatan Laut Iran, Laksamana Madya Habibullah Sayari.
Kapal selam Ghadir sepenuhnya produk dalam negeri dan termasuk tipe kapal selam ringan yang memiliki kemampuan manuver khusus. Ghadir didesain khusus untuk laut dangkal di Teluk Persia sehingga membuat kapal selam ini gesit bermanuver.
Panglima Angkatan Laut Republik Islam Iran, Habibullah Sayyari menyebut pembuatan kapal selam oleh para ilmuan Iran dalam waktu singkat sebagai sebuah kebanggan bagi bangsa ini.
Habibullah Sayyari, Senin (9/8) kepada televisi Iran, menjelaskan teknologi pembuatan kapal selam yang hanya dimiliki oleh beberapa negara. Dikatakannya, seluruh fase pembuatan kapal selam itu sepenuhnya dilakukan di Iran dan kemampuan itu dicapai berkat usaha dan kreatifitas ilmuan lokal.
Indonesia Menyusul
Setelah merasa mapan dalam industri pertahanan untuk matra darat, Indonesia pun merancang industri pertahanan bagi matra laut. Meski belum resmi diluncurkan, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebagaimana dikutip Kompas.com mengungkapkan, Indonesia akan membangun kapal selam sendiri. Terlebih setelah PT PAL Surabaya mengembangkan kapal perang jenis fregat kelas La Fayette.
"Kami sebenarnya cukup bisa membangun sendiri industri pertahanan untuk Angkatan Laut. Sekarang Indonesia sudah membangun kapal perang modern sejenis fregat kelas La Fayette seperti yang dimiliki Singapura dan akan selesai dalam waktu empat tahun oleh PT PAL," ujar Purnomo di sela-sela seminar "Pertahanan Nasional Indonesia dalam Perspektif Sosial-Budaya" di Gedung Widya Graha LIPI, Jakarta, Rabu (25/8/2010).
Menurut Purnomo, keberhasilan membangun kapal perang modern membuat pemerintah cukup percaya diri memperkuat industri pertahanan untuk Angkatan Laut. "Saya katakan bisa enggak dalam waktu dekat ini kita membangun kapal selam. Kita, kan, punya dok yang cukup untuk membangunnya di Surabaya," ujarnya.
Industri pertahanan dalam negeri, lanjut Purnomo, sudah cukup membanggakan, terutama untuk matra darat. Keberhasilan PT Pindad membuat panser dan senapan serbu SS1 dan SS2 merupakan salah satu contoh. Panser buatan Pindad kini sudah diekspor ke negara-negara ASEAN.
Pengamat militer Salim Said mengungkapkan, Indonesia memiliki kemampuan untuk membangun industri Angkatan Laut sendiri. Menurut dia, sebenarnya sudah sejak dulu Indonesia dapat membuat kapal perang, termasuk kapal selam, sendiri.
Salim mengatakan, pembangunan industri pertahanan TNI Angkatan Laut sudah sangat mendesak. Beberapa insiden di perbatasan laut Indonesia-Malaysia harus menjadi pelajaran, betapa mendesaknya Indonesia memperkuat industri pertahanan bagi matra laut. (Kompas/IRIB/AR)
IRIB

Lebanon Harus Secara Resmi Meminta Senjata dari Iran

Lebanon Harus Secara Resmi Meminta Senjata dari Iran Beirut, IRIB News-Menyusul masalah pembelian senjata dari Iran untuk militer Lebanon dibahas dalam sidang kabinet Rabu malam (25/8) yang permintaan verbalnya telah dikemukakan sebelumnya oleh Presiden Lebanon, Duta Besar Iran menyatakan, kerjasama tersebut hanya akan terealisasi jika Beirut melayangkan permintaan resmi.
Menteri Pertanian Lebanon, Husein al-Hajj, yang juga anggota fraksi Hizbullah di sela-sela sidang kemarin itu mengatakan, "Lebih baik dibentuk komite khusus guna menggalang bantuan militer dari negara-negara Arab dan juga berkunjung ke Iran untuk membahas masalah ini.
"Ini adalah hak kita agar sahabat dan saudara-saudara kita membantu dalam mempersenjatai militer Lebanon," tegas al-Hajj.
Adapun Dubes Iran untuk Lebanon, Ghazanfar Roknabadi dalam wawancaranya dengan televisi al-Manar (25/8) menyatakan bahwa masalah pemersenjataan militer Lebanon dengan senjata-senjata produksi Iran akan dbahas pada kunjungan Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, ke Lebanon pasca bulan Ramadhan.
Media-media massa Lebanon Selasa (24/8) mengkonfirmasikan bahwa Presiden Lebanon Michel Sleiman meminta Iran untuk menyediakan persenjataan bagi militer Lebanon, tentunya yang sesuai dengan pendapatan negara ini.
Pasca bentrokan berdarah antara militer Lebanon dan Israel di wilayah el-Adisah, Lebanon yang merenggut sejumlah nyawa, Amerika Serikat memutuskan bantuan militernya kepada Lebanon. (IRIB/MZ/SL) 

IRIB

"Dihantam" Malaysia, Pemerintah Belum Bereaksi

Maria Ulfa Eleven Safa - Okezone
Ilustrasi (Foto: daylife)
JAKARTA - Media massa di Malaysia gencar "menghantam" Indonesia terkait demonstrasi di depan Kantor Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, beberapa hari lalu. Namun belum ada reaksi dari pemerintah.

Salah satu media online Malaysia, The New Strait Times, termasuk yang memuat pernyataan Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Seri Anifah Aman yang menyatakan kesabaran Malaysia nyaris habis melihat aksi demosntran yang menginjak-injak bendera Malaysia. Apalagi, kala itu massa juga melempar kotoran manusia ke kantor yang berlokasi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, itu.

"Nanti kita sampaikan kalau ada sikap resmi dari pemerintah mengenai perkambangan hubungan bilateral Indonesia-Malaysia," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada wartawan, Kamis (26/8/2010).

Julian juga menyambut positif seruan Pemerintah Malaysia agar rakyat dan Pemerintah Indonesia bisa lebih menahan diri dan meyampaikan protes dengan cara yang bermartabat.

Dalam wawancara yang dimuat di sejumlah media massa di Negeri Jiran itu, Pemerintah Malaysia juga berniat mengeluarkan travel advisory bagi warganya yang akan terbang ke Indonesia.
(lam)
http://news.okezone.com/read/2010/08/26/337/366941/dihantam-malaysia-pemerintah-belum-bereaksi

BERITA POLULER