Pages

Thursday, January 19, 2012

Belanja Alutsista RI Terkendala Ketidaksiapan

INILAH.COM, Jakarta - Komunitas militer atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) saat ini sedang sumringah. Sebab baru di periode Presiden SBY alokasi anggaran Alutsista mengalami lonjakan signifikan.
Untuk 2012 saja, TNI mendapat alokasi Rp65 triliun. Sementara total anggaran hingga 2014 TNI mendapatkan dana hingga Rp150 triliun. Dengan anggaran itu TNI AD misalnya bakal punya banyak tank baru. TNI AL mendapatkan kapal selam dan tank amfibi, sementara TNI AU bisa membeli pesawat F-16 buatan Amerika Serikat juga jet tempur Sukhoi, buatan Rusia.
Sejak reformasi 1998, baru kali ini perhatian pemerintah terhadap TNI lebih berimbang dengan Polri. Alasan lain TNI sumringah, sebab selain tergolong cukup besar, persetujuan DPR-RI terhadap jumlah anggaran tersebut, prosesnya dicapai dengan mudah. DPR pun nampaknya tidak lagi ingin dianggap ikut menghambat setiap usaha pemberdayaan TNI.
Sesuai strategi dan target pemerintah, peremajaan Alutsista diharapkan membuat TNI memiliki kekuatan memadai. Terutama dalam menghadapi ancaman pihak luar. Pada 2009, tatkala konflik Indonesia dan Malaysia dalam kepemilikan pulau Ambalat bereskalasi, sempat muncul kekuatiran.
Jika terjadi perang terbuka antara kedua negara, yang dikhawatirkan, TNI tidak akan mampu mengimbangi kekuatan Malaysia. Pantauan yang ada menyebutkan, sistem persenjataan Tentara Kerajaan Malaysia jauh lebih unggul dari TNI.
Itu sebabnya ketika semua kekuatan Udara dan Laut sudah diarahkan ke wilayah pulau yang disengketakan, secara tiba-tiba Presiden SBY memerintahkan agar TNI mengendorkan pameran kekuatan terhadap Malaysia. Kini dengan penetapan anggaran itu, keraguan ataupun kekhawatiran atas kemampuan TNI menghadapi Malaysia, termasuk menjaga NKRI, sepertinya sudah hilang.
Setidaknya sudah ada optimisme baru. Pada 2014 atau 2015, bila Malaysia memprovokasi lagi, maka Indonesia sudah siap menghada inya. Namun yang menjadi sorotan sekarang adalah pengalokasian anggaran yang cukup besar itu kelihatannya tidak cukup diimbangi kesiapan TNI.
Kesiapan yang dimaksud seperti soal jenis senjata apa saja yang akan dibeli. Dan fabrikan mana yang cocok. Soal jenis senjata dan negara asal, masih menjadi perdebatan. Dan yang tidak kalah pentingnya, TNI tidak pernah menyinggung tentang kesiapan SDM, pengendali persenjataan itu.
Man Behind The Gun, kelihatannya tidak banyak diperhitungkan oleh para perencana. Padahal semua orang tahu, peran dan kesiapan manusia pada akhirnya akan menentukan kegunaan sebuah senjata.
Ada dua matra yang nampak tidak cukup siap. TNI AD misalnya sudah menetapkan membeli tank jenis Leopard buatan Jerman yang sekarang ini sedang digunakan oleh tentara kerajaan Belanda.
KSAD Jenderal Pramono Eddhi Wiwobo memastikan, pembelian tank bekas itu sudah final. Kementerian Pertahanan pun sudah mengundang Komisi I DPR-RI ke Belanda untuk melakukan verifikasi atas tank Leopard.
Tapi belum dua hari KSAD memastikan pilihan atas Leopard, tiba-tiba dari Belanda terdengar kabar Den Haag, membatalkan penjualan tank Leopard kepada Indonesia. Alasan yang diberikan oleh negara yang pernah menjajah Indonesia selama 350 tahun itu, Leopard akan digunakan oleh TNI untuk kegiatan yang melanggar HAM.
Padahal sebelum memastikan keputusan, KSAD terlebih dahulu sudah menjelaskan tentang seluruh proses rencana pembelian itu. Penjelasan KSAD juga sekaligus mengeliminir asumsi dari mantan Wakasad, Letjen (Purn) Kiki Syahnakri.
Kiki dalam sebuah ulasannya di harian Kompas Desember 2011 antara lain menyebut, tank Leopard tidak cocok dengan kondisi alam Indonesia. Kelemahan lainnya, Leopard boros bahan bakar. Dengan pembatalan pihak Belanda itu, dapat dipastikan, TNI AD harus melakukan revisi atas belanja Alutsista-nya.
Revisi tersebut kemungkinan akan mempengaruhi agenda Kementerian Pertahanan untuk memperkuat Alutsista. Di matra lainnya, TNI AU juga terlihat ada ketidaksiapan. Matra ini terkesan sulit menentukan pilihan. Membangun dengan konsep yang berpijak pada kualitas atau dengan kuantitas?
TNI AU merupakan korban kebijakan embargo militer dari Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun sejumlah pesawat tempur jenis F-16 milik TNI AU buatan AS tidak bisa diterbangkan. Sebab suku cadangnya yang hanya bisa dibeli di AS, oleh Washington dinyatakan tidak boleh dibeli Indonesia.
Atas dasar itu TNI melirik Sukhoi, buatan Rusia. Tapi tiba-tiba TNI AU tergoda membeli F-16 baru. Selain itu TNI AU mau menerima hibah (pemberian cuma-cuma) atas 24 buah pesawat jenis yang sama, namun sudah tidak bisa terbang.
Kembali di sini terlihat ada ketidak-siapan. Sebab tadinya disebutkan 24 buah pesawat F-16 akan diberikan secara cuma-cuma. Nyatanya setelah opini dalam negeri sudah terbentuk positif, pernyataan hibah itu kemudian dikoreksi.
Yaitu berhubung sudah tidak bisa diterbangkan, maka harus diperbaiki lagi. Padahal untuk memperbaikinya, Indonesia tetap mengeluarkan triliunan rupiah. Bagi rakyat Indonesia sendiri, khususnya masyarakat sipil, peremajaan Alutsista kali ini, sebetulnya sah dan wajar-wajar saja.
Orang awam sebetulnya tidak akan pernah bisa tahu berapa sebetulnya anggaran yang diperlukan untuk sektor Alutsista agar NKRI benar-benar aman dari ancaman. Demikian pula awam tidak akan paham, jenis senjata, tank, kapal selam, kapal tempur buatan mana yang cocok untuk Indonesia.
Tetapi yang cukup bikin rakyat bingung adalah sikap dan cara para penentu dan pengambil keputusan di lingkungan TNI ataupun Kementerian Pertahanan. Lembaga yang demikian penting ini sepertinya belum punya konsep dan perencanaan jangka panjang. Kalau pun ada, sifatnya masih ad hoc ataupun instan.
Ketika Malaysia menjadi ancaman dan negara tetangga itu punya 1.000 tank, maka perencanaan Alutsista pun merujuk ke Malaysia. Padahal jenis ancaman dari luar terhadap Malaysia, jelas sangat berbeda dengan Indonesia. Setelah ada anggaran, TNI ternyata tidak cukup siap bagaimana menggunakan, membelanjakan anggaran yang disediakan.
Ketidaksiapan ini berisiko kalau tidak mau disebut berbahaya. Irak dan Libya merupakan contoh dimana belanja persenjataan tidak didasarkan persiapan yang matang. Akibatnya dua negara itu hancur sekalipun memiliki Alutsista yang canggih. Penyebab kehancurannya, karena strategi Alutsista kedua negara itu hanya disusun atas dasar situasional. Tidak berjanga panjang. [mdr]

SUMBER : INILAH,COM

Mabes TNI Siapkan Daftar Belanja Alutsista





.
Jurnas.com | DALAM rangka pemenuhan Minimum Essential Forces (MEF), TNI telah menyiapkan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dilakukan selama 2010-2014. Pengadaan tersebut menganggarkan dana sebesar Rp156 triliun. Dana ini dibagi untuk pengadaan alutsista baru, peningkatan kemampuan alutsista yang telah dimiliki, dan modernisasi.

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menjelaskan, TNI selalu melakukan pertimbangan setiap kali melakukan pengadaan alutsista dari luar negeri. Selain harus dengan mekanisme joint production atau transfer of technology, dipertimbangkan juga kemungkinan embargo oleh negara penjual.

Selama ini, banyak negara yang menawarkan kerja sama pengadaan alutsista untuk Indonesia sehingga Indonesia dapat menyeleksinya sesuai syarat dan kebutuhan. “Negara yang mau kerja sama dengan Indonesia banyak, tinggal pilih. Selama ini kami melakukan pengadaan misalnya pesawat tempur dan kapal selam dari Korea Selatan, rudal dari China, pengembangan lain sedang kami susun,” kata Panglima TNI usai Rapat pimpinan TNI di Mabes TNI di Jakarta, Rabu (18/1).

Panglima menambahkan, masing-masing matra selaku user alutsista telah menetapkan shopping list pengadaan alutsista yang dibutuhkan. Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo memaparkan, selama 2010-2014 TNI AD akan membeli satu batalyon tank berat, satu batalyon multiple launcher rocket system dengan jarak tembak sejauh 70 kilometer (km). “Ini yang kami akan beli, karena kami tak punya,” kata Pramono yang mendampingi Panglima.

Selain itu, lanjut KSAD, TNI AD juga akan melakukan pengadaan heli serang, meriam 155 milimeter dengan jarak tembak 40 km, dan heli serbu. Tak kalah penting adalah modernisasi alutsista penangkal udara yaitu rudal untuk menembak pesawat. “Pesawat sekarang kan sudah cepat semua, ada yang supersonik contohnya,” ujarnya.

SUMBER : JURNAS

KSAD: Leopard Diharapkan Meningkatkan Kemampuan Industri Pertahanan Nasional


Jurnas.com | PEMBELIAN tank bera Ttau Main Battle Tank (MBT) jenis Leopard milik militer Belanda diharapkan dapat menjadi sarana memeroleh teknologi pembuatan MBT. Menurut Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo ini merupakan hal penting karena industri dalam negeri belum mampu memproduksi.

“Tank beratnya Indonesia belum mampu. Sehingga kami berharap ada harapan teknologi andai membeli tank berat. Dengan persyaratan TOT bisa mentransfer, sehingga Indonesia bisa membuat sendiri,” kata KSAD Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo usai Rapim TNI di Mabes TNI Jakarta, Rabu (18/1).

Menurutnya, kemampuan industri pertahanan nasional saat ini baru sampai pada retrovit tank tringan. Untuk tank sedang dan tank berat, KSAD menyatakan Indonesia belum mampu. “Sehingga kalau ada TOT, kami bisa kirim orang agar bisa meningkatkan kemampuan,” ujarnya.

Pengadaan MBT ini, tutur KSAD, bertujuan untuk menyamakan teknologi alat utama sistem senjata (alutsista) dengan negara lain, karena Indonesia telah tertinggal jauh. Di Asia Tenggara, negara tetangga sudah memiliki tank jenis ini seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, Kamboja dan Myanmar. Negara-negara tersebut, jelas KSAD, juga merupakan negara kepulauan seperti Indonesia sehingga alasan penolakan pembelian tank berat dengan alasan Indonesia negara kepulauan tidak tepat. “Jalannya sama, hutannya sama, kondisinya juga sama. Apakah struktur jalan kita tidak lebih baik dari negara itu,” imbuhnya.

Saat ini, lanjut KSAD, dukungan tank bagi TNI AD hanya jenis tank ringan. Tank ringan yang dimiliki saat ini diantaranya Scorpion, dan AMX 13 yang merupakan produk tahun 1950-an. “Kalau dilihat cukup lama kita tertinggal dalam teknologi tank. Padahal tank itu ada tiga kelas, ringan, sedang dan berat,” paparnya. Untuk tank AMX 13, TNI AD saat ini melakukan kerja sama dengan PT Pindad untuk meretrofit 13 unit tank tersebut.

SUMBER : JURNAS

TNI AL DAN TNI AU SIAPKAN DAFTAR BELANJA


Desmunyoto P. Gunadi / Jurnal Nasional
Kapal perang KRI Frans Kaisepo merapat di dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta. Kapal yang dibuat di Belanda ini memperkuat alat utama sistem senjata TNI.
Jurnas.com | DUA matra di kesatuan TNI, masing-masing Angkatan Laut dan Angkatan Udara tidak mau kalah dalam menyiapkan daftar belanja alat utama sistem senjata (alutsista) untuk memperkuat yang telah ada.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Soeparno menyebutkan, kebutuhan TNI AL terbagi dalam empat jenis yaitu kapal, pesawat, pangkalan dan marinir. “Untuk kapal, TNI AL akan melakukan pengadaan kapal atas air, kapal selam, kapal cepat ringan, dan kapal latih sebagai pengganti KRI Dewa Ruci,” jelas KSAL usai menghadiri rapat pimpinan TNI, Rabu (18/1).

Untuk pesawat, TNI AL akan mengadakan pesawat patroli maritim, pesawat anti kapal selam, dan heli angkut. Sedangkan dalam rangka penguatan pangkalan, TNI AL akan melakukan pembentukan Komando Wilayah Laut RI (Kowila), penambahan armada dari dua menjadi tiga armada, serta peningkatan Pos TNI AL (Posal) menjadi Landasan TNI AL. “Posal kelas C menjadi kelas B, Posal B menjadi A, dan Posal A menjadi Lanal,” ungkap KSAL.

Tak kalah penting, TNI AL melakukan penguatan Marinir dengan melakukan penambahan satu divisi Marinir, tank ampibi BMP 3 F, Amunisi, Roket serta Meriam. “Semuanya kita tingkatkan secara paralel,” tambahnya.

Tak ketinggalan TNI AU juga melakukan penguatan alutsistanya yang terbagi dalam empat pokok. Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat menguraikan, untuk alutsista yang bersifat counter air, TNI AU menyiapkan penambahan enam pesawat Sukhoi sehingga memiliki 16 unit.

Pesawat tempur F-16 yang dihibahkan Pemerintah Amerika Serikat sebanyak 30 unit turut memperkuat TNI AU. Untuk keperluan Air Strike, TNI AU akan mendapatkan pesawat T-50 dari Korea Selatan Sebanyak 16 unit. Ada juga Super Tucano buatan Brasil yang akan menggantikan pesawat OV-10. “Sedangkan untuk air mobility kami akan menambah sembilan Hercules tipe H. Empat dilakukan melalui hibah dan lima lainnya akan membeli dari negara lain,” jelas KSAU.

Selain itu, TNI AU juga akan mengadakan sembilan pesawat C-295 buatan PT Dirgantara Indonesia dan Airbus Military yang mampu mengangkut hingga sembilan ton.

“Untuk Air SAR, kami akan melakukan up-grade tiga Boeing 737, CN-235 untuk patroli maritim, serta akan membeli pesawat helikopter Cougart EC 275, mudah-mudahan bisa dapatkan 8-9 unit dengan dana yang ada,” imbuhnya. Selain itu, TNI AU juga akan membeli pesawat latih dan pesawat aerobatic serta rudal untuk pertahanan udara.

SUMBER : JURNAS

Wednesday, January 18, 2012

Daftar Belanja Alutsista TNI Periode 2010-2014




Menhan, Purnomo Yusgiantoro (depan), menyalami Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono (kiri ke kanan), KSAD, Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo, KSAL, Laksamana TNI Soeparno dan KSAU, Marsekal TNI, Imam Sufaat, saat Rapat Pimpinan TNI di Cilangkap, Jakarta, Rabu(18/1). Foto : ANTARA/ Ujang Zaelani

JAKARTA - Mabes TNI mendapat kucuran dana Rp 156 triliun untuk belanja alutsista dalam periode 2010-2014. Lantas belanja alutsista apa saja dari anggaran tersebut?

"Dalam hal pembelanjaan kita sudah punya shopping list 2010-2014, dengan anggaran Rp 156 triliun masing-masing angkatan sudah memiliki kebutuhannya," kata Panglima TNI, Laksamana Agus Suhartono, dalam jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (18/01).

Dijelaskan Agus, dari dana itu ada yang digunakan untuk pengadaan alutsista baru sebagai pengganti alutsista lama. Dan ada pula pembelian alutsista bekas pakai. Selain untuk meningkatkan kemampuan, persenjataan bekas yang dibeli akan dilakukan modernisasi.

"Itu bagian upaya kita memenuhi bagian pertahanan," lanjut Agus.

Pada kesempatan tersebut, para kepala staf angkatan membeberkan rencana belanja dari masing-masing angkatannya.

Satu Batalyon Tank

"Shoping list dari Rp 14 triliun yang dialokasikan untuk Angkatan Darat (TNI AD) yang mengemuka adalah tentang pengadaan tank Leopard. Sebenarnya kita ingin membeli 1 batalion tank berat, namun dana yang kita miliki terbatas," kata Kepala Staf Angkatan Darat, Jenderal TNI Purnomo Edhie Wibowo.

Selain itu, AD juga berencana membeli 1 batalion Multiple Launcher Rocket System (MLRS) berjarak tembak 7 km, heli serang, howitzer 155mm berjarak tembak 40 km, serta memodernisasi rudal dan artileri anti pesawat.

"Alat kita sudah 20 tahun tidak dimodernisasi," tutur Pramono.

Tiga Komando Wilayah Laut

Sementara itu, Angkatan Laut (AL) alokasi dananya digunakan untuk pengadaan kapal selam, kapal cepat rudal, kapal PKR, serta kapal cepat. Untuk pesawat, TNI AL dipastikan bakal membeli pesawat patroli maritim, heli anti kapal selam, pesawat angkut dan pesawat anti kapal permukaan.

Dalam hal pemekaran organisasi, TNI AL akan menambah komando wilayah laut RI dari 2 (Armabar dan Armatim) menjadi 3 armada, juga mengadakan beberapa pos angkatan laut (Posal). Sedangkan untuk marinir akan ada penambahan 1 divisi marinir, penambahan tank Amphibi BMP-3F, amunisi roket, dan meriam.

"Tidak ada pilih kasih semuanya kita tingkatkan secara pararel," kata Kepala Staf Angkatan Laut, Laksamana TNI Soeparno.

Pesawat Baru dan Hibah

Kepala Staf Angkatan Udara, Marsekal TNI Imam Supaat, juga menuturkan pengadaan dari angkatannya. Menurutnya, ada 4 hal pokok dalam pengadaan di Angkatan Udara (AU).

Pertama adalah air priority dengan mengadakan tambahan jet tempur Sukhoi, menerima hibah jet tempur F-16 sebanyak 30 dengan 24-nya di-upgrade dan 6 sebagai cadangan. Untuk Air Strike AU akan mendapatkan KAI T-50 (jet latih multifunsi) dari Korea sebanyak 16 unit.

Kemudian pesawat serang darat OV-10F bakal digantikan Supertocano dari brazi, yang dijadwalkan tiba tahun ini. Untuk air mobility AU akan menambah 9 pesawat angkut Hercules, di mana 4 di antaranya merupakan hibah dan 5 dibeli dari negara lain. Semuanya dari tipe H.

"Kemudian dari dalam negeri AU akan mendapatkan 9 pesawat C-295 hasil kolaborasi PTDI dengan Airbus Military," kata Imam.

Selanjutnya, untuk Air-SAR atau Recognition, AU akan meng-upgrade pesawat Boeing 737-400 yang saat ini ada 3 unit, kemudian AU juga akan mendapatkan CN-235 untuk patroli maritim dan helicopter EC 275 "Cougar".

Untuk pesawat latih, AU akan membeli pesawat LOB dari Jerman sebanyak 24 buah. Lalu menambah KT-1 Wongbee yang sekarang kini dipakai aerobatic menjadi 24 unit.

Terakhir, untuk pertahanan udara (hanud), AU akan membeli sistem rudal hanud Oerlikon dan rudal udara ke udara.

"Itu yang akan kita rencanakan di samping menghidupkan kekuatan yang sekarang ini ada," tutur Imam.

Sumber : DETIK.COM

TNI Tetapkan Enam Prioritas Pembangunan Pertahanan Negara


18 Januari 2012, Jakarta: Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan telah menetapkan empat di antara enam prioritas pembangunan pertahanan negara pada 2012. Yakni, kemampuan pertahanan untuk mencapai kekuatan pokok minimum (minimum essential forces/MEF).

"Pengembangan kekuatan MEF difokuskan pada peningkatan profesionalisme, modernisasi alutsista, serta pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terluar," katanya usai Rapat Pimpinan TNI 2012 di Jakarta, Rabu.

Prioritas kedua, lanjut Panglima TNI, pencegahan penanggulangan gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut dengan meningkatkan operasi bersama dan mandiri di laut.

Ia mengatakan, prioritas ketiga membantu menciptakan rasa aman dan ketertiban masyarakat meliputi penangkalan terorisme, pemberdayaan wilayah pertahanan, operasi intelijen, operasi strategis, koordinasi pencegahan, dan penanggulangan terorisme melalui operasi bantuan TNI.

"Selanjutnya prioritas keempat adalah modernisasi deteksi dini keamanan nasional yang difokuskan pada perluasan cakupan deteksi dini di dalam dan luar negeri melalui analisa lingkungan strategis," katanya.

Panglima Agus Suhartono saat membuka Rapim TNI 2012 mengatakan, berdasarkan perkembangan kondisi nasional dan lingkungan strategis saat ini dan kecederungannya pada 2012 maka persepsi ancaman yang potensial maupun faktual berada pada isu politik dan ekonomi nasional.

Ia mengatakan, masalah bencana alam, dampak pemanasan global, aksi kelompok radikal, konflik horizontal, dan gerakan separatis maupun perbatasan, berdampak kepada kebijakan penetapan skala prioritas pembangunan TNI. "Tidak itu saja, termasuk permasalahan regional maupun global yang berdampak pada situasi nasional," katanya.

Beberapa permasalahan regional misalnya masalah perbatasan, kejahatan lintas nasional, dan keamanan laut, sedangkan di tingkat global antara lain kesulitan perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa, kelangkaan energi, pemanasan global, dan perkembangan politik di Timur Tengah.

Rapim TNI 2012 yang bertema "Dengan Komitmen dan Konsistensi yang Tinggi, TNI Bertekad Melanjutkan Reformasi Birokrasi dan Pembangunan Kekuatan Pokok Minimum" itu juga menampilkan pameran peralatan pertahanan dalam negeri di lapangan apel BIII Mabes TNI.

TNI Tetap Waspadai Embargo Senjata


TNI tetap mewaspadai kemungkinan embargo dalam setiap pengadaan persenjataan dan peralatan militernya.

"Embargo itu memang salah satu yang kerap menjadi kekhawatiran dalam setiap pengadaan alutsista," kata Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono usai hari pertama Rapat Pimpinan TNI di Jakarta, Rabu.

Indonesia pernah menjadi sasaran embargo militer Amerika Serikat dan sekutunya pada 1999 terkait dengan dugaan pelanggaran HAM militer Indonesia di Timor-Timur (kini Timor Leste).

Embargo tersebut mengakibatkan tingkat kesiapan dan kemampuan sebagian besar alat dan persenjataan TNI terutama buatan AS dan sekutunya, menurun drastis. Aksi embargo itu, akhirnya dicabut pada November 2005 secara bertahap oleh AS dan sekutunya.

Ancaman embargo juga kembali dimunculkan oleh parlemen Belanda yang menolak rencana pembelian 100 unit Main Battle Tank "Leopard" oleh Indonesia untuk TNI Angkatan Darat, dengan tudingan pelanggaran HAM di masa lalu.

Panglima TNI mengatakan dalam setiap rencana pengadaan alat utama sistem senjata pihaknya harus benar-benar melalui kajian mendalam, apakah alat atau persenjataan yang dimaksud sesuai kebutuhan dan dari negara mana akan diadakan.

"Kita sebagai pengguna selalu mengkaji apa yang cocok dengan kebutuhan dan dari mana akan diadakan. Jika itu sudah pasti kita pilih, kita tetapkan melalui kontrak," kata Agus menambahkan.

Panglima TNI mengatakan pemerintah khususnya TNI telah menjalin kerja sama dengan banyak negara untuk melengkapi dan memodernisasi alat militer dan persenjataannya.

"Misalnya dalam pengadaan kapal selam, kami kerja sama dengan Korea Selatan. Pengadaan peluru kendali, kami kerja sama dengan Tiongkok dan lainnya," katanya.

Sumber: Investor Daily

Pembelian Tank Leopard mematikan industri dalam negeri


Kamis, 19 Januari 2012 10:39 WIB


Tank Leopard (military.wikia.com)

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR RI Al Muzzammil Yusuf menilai rencana Kemenhan membeli 100 unit Tank Leopard eks Belanda akan mematikan industri strategis dalam negeri serta bertolak belakang dengan keinginan publik yang menghendaki kemandirian teknologi domestik.

"Rencana pembelian itu harus dikaji ulang. Selama ini PT. Pindad mampu memproduksi tank yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia, lalu kenapa harus impor dari luar. Jika ini tetap dilakukan maka industri dalam negeri akan
bangkrut karena tidak ada yang beli," ujarnya di Jakarta, Kamis.

Dikatakannya pula bahwa Presiden SBY harus konsisten dengan agenda riset nasional 2010-2014 yang menargetkan kemandirian dalam pengadaan berbagai tipe tank untuk pertahanan dan kemananan.

Pemerintah, katanya lagi, harus tinggalkan paradigma lama yang sudah biasa impor Alutsisa karena jika terus dibiarkan maka makelar pembelian alutsista luar negeri akan terus hidup dan mengancam bangkrutnya industri strategis dalam negeri.

"Saya meminta kepada Presiden SBY untuk mengarahkan visi tersebut kepada Kemenhan. Jangan sampai terkesan masing-masing kementerian jalan sendiri-sendiri dan tidak ada koordinasi serta visi yang sama," ujarnya.

Muzzammil juga mempertanyakan argumentasi pembelian Tank Leopard bekas itu untuk alih teknologi. Menurut dia, hal itu tidak perlu dilakukan dengan membeli tank bekas hingga 100 unit yang menelan biaya 280 juta US dolar.

"Serahkan saja kepada PT Pindad atau PT DI untuk melakukan riset peningkatan kualitas tank yang sudah mereka produksi sehingga bisa setara dengan Tank Leopard," ujarnya.
SUMBER :ANTARA

BERITA POLULER