Pages

Friday, January 6, 2012

Iran akan selenggarakan latihan perang lagi


Jumat, 6 Januari 2012 20:01 WIB
ilustrasi Sebuah misil darat-ke-laut jarak jauh bernama Qader (Kuasa) diluncurkan saat latihan perang Velayat-90 di pesisir Laut Oman dekat Selat Hormuz, Iran selatan, Senin (2/1). (FOTO REUTERS/Jamejamonline/Ebrahim Norouzi/Handout/ox/12.)
Teheran (ANTARA News/AFP) - Iran akan menyelenggarakan latihan militer lagi di dan sekitar Teluk Hormuz dalam beberapa pekan ke depan, kata panglima angkatan laut Pengawal Revolusinya yang dikutip kantor berita Fars, Jumat.

Manuver-manuver itu akan diselenggarakan dalam bulan kalender Iran dari 21 Januari sampai 19 Februari, kata Fars mengutip pernyataan Ali Fadavi.

Latihan-latihan itu akan menekankan pernyataan tegas Iran bahwa pihaknya "menguasai penuh perairan Selat Hormuz dan mengawasi segala pergerakan di daerah itu," tambah Fadavi.

Pengumuman itu-- yang waktunya dibatasi bagi latihan yang Pengawal Revolusi umumkan sebelumnya "secepat mungkin"-- yang berisiko meningkatkan ketegangan dengan Barat di selat itu.

Perairan itu adalah "jalur paling penting dunia" untuk kapal-kapal tangki, kata Badan Informasi Energi Amerika Serikat. Sekitar 20 persen pengiriman minyak dunia melewati perairan sempit itu memasuki Teluk.

Angkatan laut reguler Iran menyelesaikan latihan perang 10 hari di timur selat itu, di Teluk Oman, awal pekan ini dengan uji-uji coba tiga rudal anti-kapal.

Para pemimpin militer dan politik Iran memperingatkan mereka akan mendekat ke selat itu jika sanksi-sanksi Barat ditingkatkan untuk menghambat ekspor minyak Iran.

Angkatan laut juga memperingatkan bahwa pihaknya akan bereaksi jika Amerika Serikat berusaha menggelar satu dari kapal-kapal induknya di perairan itu.

Pengawal Revolusi, yang menggunakan kapal-kapal kecil berkecepatan tinggi yang membawa peluncur-peluncur rudal dan kapal-kapal kecil lainnya, secara berkala menyelenggarakan latihan -latihan di dan sekitar Selat Hormuz.

Pelatihan terbaru diselenggarakan Juli 2011 dan termasuk penembakan beberapa rudal anti-kapal antara lain rudal Khalij Fars yang memiliki jangkauan tembak 300km.

Fadavi tidak merinci manuver-manuver baru itu.

"Ketujuh dalam rangkaian Manuver Nabi Besar itu akan dilakukan di daerah Teluk Persia dan Selat Hormuz. Latihan itu akan berbeda dari latihan sebelumnya, " kata Fars mengutip pernyataan Fadavi.
(H-RN/H-AK)  


sumber : Antara

F-35 JSF Delays Could Force Australia to Revert to Super Hornet


06 Januari 2012

The Joint Strike Fighter (JSF) in flight during testing. (photo : News Limited)

AUSTRALIA may be forced to purchase more Super Hornet fighter-bombers to prevent a capability gap in the nation's air defences if work on the Joint Strike Fighter is further delayed due to a new US military strategy and budget plan.

Ambassador to the US Kim Beazley, who received a comprehensive briefing from American officials about the changes, conceded production of the stealthy, multi-role JSF now named the F-35 Lightning II may be impacted by the shift to a leaner US military.

"The meaning of what the President (Barack Obama) and (US Defence Secretary Leon) Panetta have had to say for the F35 program is not that there won't be one but that perhaps in the long term the numbers might change and come down bit," Mr Beazley, former defence minister from 1984-90, told ABC News.

"I don't expect that out of this will emerge delays to a successful conclusion of the project but it may have an impact on the cost structure. The impact on delivery, paradoxically, will probably be quite useful."

Australia plans to buy up to 100 F-35s for an estimated $16 billion and has so far ordered 14, with the RAAF's first squadron supposed to be operating by 2018.

Asked if Australia could fill the gap if the F-35s were not ready by that time by buying more Super Hornet fighter-bombers Mr Beazley indicated that was a possibility.

"Well that's of course for defence ministers rather than ambassadors to say but he is always, (Defence Minister Stephen) Smith has always made clear that he keeps options open in terms of addressing any capability gaps," Mr Beazley said.

Development of the revolutionary JSF was already running behind schedule in April last year when The Australian revealed the RAAF was contemplating purchasing 18 more Super Hornets for $1.5bn to fill the gap.

It is understood delivery may be pushed back even further when the proposed US defence budget for 2013 is announced in coming weeks. The budget is expected to detail $487bn in spending cuts and call for a slowing of the pace of production for the F-35 jet.

The Howard government bought 24 Super Hornets for $6bn in 2007 to fill an earlier strategic gap left when the RAAF's F-111 bombers were withdrawn ahead of time because of concerns about fatigue.

But the announcement overnight, which included a new strategic focus towards the Asia-Pacific, may mean Australia could need even more Super Hornets.

"The Americans are very clear that as they proceed with the F35 program they're under close watch by the Australian government and if at any point of time a risk develops to the capacity for Australia to be satisfied with the forcing being that it has for the air defence of Australia then the Australian government will take action," Mr Beazley said.

US company Lockheed Martin Corporation is building the F-35s which are packed with sophisticated radars and other electronic equipment.

The original plan was for Lockheed to build 2443 JSFs for various arms of the American forces with about 500 others going to allies including Britain, Australia, Israel and Canada.

British Defence Minister Philip Hammond today voiced concern about possible cuts or delays in the F-35 fighter program.

Mr Hammond, who is currently visiting Washington, said he would like to speak with Mr Panetta about the impact the US announcement could have on the JSF.

"One of the things I hope to understand in the meetings I am to have later today is what, if any, impact the announcements being made today will have on the Joint Strike Fighter program," Mr Hammond said.

Opposition defence spokesman David Johnston told The Australian Online he was "not concerned" that the progress of the JSF program would be hindered by the US announcement.

However he said America's shifted focus on the Asia-Pacific region would place extra responsibility on Australia.

"Australia is now under the microscope to step up," Senator Johnston said.

"With the current state of the navy and the disinterest of our Prime Minister in defence issues we are at risk of being found wanting."

Acting Defence Minister Warren Snowdon referred The Australian Online to Mr Beazley's comments.

Ukraine will Deliver 49 MBT T-84 Oplot to Thailand and will be Completed in 2014


06 Januari 2012

T-84 Oplot Main Battle Tanks (photo : Militaryphotos)
Ukrainian State Company for Export and Import of Military and Special Products and Services (Ukrspetseksport), which is a part of the Ukroboronprom state concern, intends to supply 49 T-84 Oplot tanks to Thailand.

He said a statement made by Volodymyr Kuratchenko, deputy director general of Ukroboronprom, in Kharkiv that enterprise will supply close to 100 tanks to Thailand was a mistake.

Volodymyr Kuratchenko told the press in Kharkiv that the execution of the contract will begin in 2012 and will be completed in 2014.

He said the execution of the contract will allow the Kharkiv Malyshev Plant to boost production volume 10 times in 2012 over 2011.

He did not specify a sum of the contract.

Mykola Belov, acting director general of the Kharkiv Malyshev Plant, told Ukrainian News the Cabinet of Ministers allocated UAH 40.2 million in December to the plant for preparing the execution of this and other contracts concerning production of tanks and armored personnel carriers.

Chief Designer Volodymyr Vakulenko told the press some 40 changes will be introduced in the design on demands from the customer, including installation of air conditioners.

As Ukrainian News reported, Ukrspetseksport on September 1 signed a contract with the Defense Ministry of Thailand to deliver 49 Oplot tanks for a sum exceeding USD 200 million.

On August 5, Ukrspetseksport reached agreement with Thailand for manufacture of 121 pieces of
BTR-3E1 armored personnel carriers and support vehicles based on them worth a total of more than USD 140 million.

Ukrspetseksport is part of the Ukroboronprom state-run concern, which also comprising enterprises producing military hardware, including tank-building enterprises.

UE akui peran baru Indonesia di kawasan



Jumat, 6 Januari 2012 21:52 WIB | 1225 Views
Marty Natalegawa (FOTO ANTARA)

Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Marty M. Natalegawa bertemu dengan para duta besar negara-negara anggota Uni Eropa (UE) yang dipimpin Dubes UE di Jakarta Julian Wilson di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jumat.

Menurut siaran pers Kementerian Luar (Kemenlu) yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat malam, dalam pertemuan yang dihadiri 14 duta besar (dubes) dan tujuh wakil dubes itu, Wilson mengucapkan selamat atas peran baru yang ditunjukkan Indonesia di tingkat global sepanjang 2011.

"Ditandatanganinya 131 perjanjian bilateral pada tahun 2011 menunjukkan kinerja diplomasi yang luar biasa," kata Wilson.

Pertemuan ini, katanya, menjadi bentuk koordinasi RI-UE di jalur yang benar. Hal ini mengingat pada 2012 akan menjadi tahun yang besar karena kedua pihak akan mengesahkan Perjanjian Kerja sama Kemitraan atau Partnership and Cooperation Agreement (PCA) dan Joint Committee sebagai mekanisme baru dialog bilateral.

Sementara itu Menlu Marty mengharapkan forum pertemuan dengan para dubes UE tersebut dapat dilembagakan dalam bentuk pertemuan reguler yang dilakukan tiap tiga atau empat bulan sekali.

"Ini forum yang tepat, karena pada kesempatan ini kami dapat menyampaikan informasi mengenai capaian diplomasi 2011 dan proyeksi kebijakan luar neger 2012," ujar Marty.

Marty menegaskan pentingnya dibuka jembatan dalam memperkuat hubungan RI-UE. Untuk itu, ia menekankan perlunya dikembangkan score-card peta hubungan di semua negara UE yang melibatkan semua perwakilan negara-negara UE di Jakarta dan perwakilan RI di negara-negara Eropa.

Direktur Kerja Sama Intra Kawasan Amerika dan Eropa Kemlu, Dewi Mayangsari Kusumaastuti saat dihubungi menyampaikan, pertemuan antara Menlu Marty dengan para dubes negara-negara anggota UE adalah untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang menjadi perhatian bersama.

Terkait dengan hal-hal yang dibahas, Dewi menyampaikan pertemuan tersebut difokuskan pada hubungan bilateral RI-UE. "Bagaimana ke depannya hubungan tersebut agar lebih berbobot, lebih fokus," ujarnya.

Hubungan ekonomi akan lebih ditingkatkan. Demikian pula, harus ada kesinambungan antara hubungan bilateral RI dengan negara-negara UE dan bilateral RI dengan UE sendiri agar lebih fokus, lebih terarah dan maju bersama-sama.

Mengenai krisis keuangan yang kini melanda negara-negara Eropa, Indonesia, kata Dewi, belum melihat dampaknya bagi hubungan bilateral. Indonesia berharap UE dapat mengatasi krisis tersebut sehingga dapat terhindar dari dampak yang lebih parah.

Selain masalah bilateral, Menlu menyampaikan sejumlah informasi khususnya mengenai hasil-hasil Keketuaan Indonesia di ASEAN 2011. Menlu juga memberikan informasi kepada para dubes negara-negara UE mengenai pandangan Indonesia terkait isu-isu yang menjadi perhatian bersama dan isu-isu di kawasan seperti masalah Iran, Myanmar dan Semenanjung Korea.

Dalam pertemuan itu, Menlu Marty didampingi oleh penjabat Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Dubes Yuli Mumpuni dan Dubes Retno Marsudi.

Para dubes dan wakil dubes dari 23 negara anggota berasal dari Republik Ceko, Bulgaria, Prancis, Polandia, Swedia, Italia, Finlandia, Siprus, Slovania, Rumania, Denmark, Kroasia, Belgia, Jerman, Luksemburg, Portugal, Irlandia, Spanyol, Hungaria, Inggris, Belanda, Republik Hellenic dan UE.

Dalam siaran pers Direktorat Kerja Sama Intra Kawasan Amerika dan Eropa Kemlu, UE merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia. Nilai perdagangan keduanya mencapai lebih dari 26 miliar dolar. Dari sisi investasi, UE menempati urutan ke-2 terbesar.

RI-UE saat ini dalam proses untuk meratifikasi Partnership and Cooperation Agreement (PCA). Keduanya juga tengah mencanangkan Joint Committee sebagai mekanisme baru dialog bilateral. PCA dan Joint Committe tersebut nantinya diyakini akan dapat lebih meningkatkan hubungan bilateral RI-UE. 


sumber : Antara

Hercules Hibah Australia Diremajakan


06 Januari 2012

C-130H Hercules Angkatan Udara Australia (photo : FlightCrew)
Jakarta (ANTARA News) - "Pemerintah akan merenovasi dan meremajakan atau retrofit empat pesawat C-130 Hercules hibah dari Australia," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro.
"Biasanya kalau dapat hibah, atau dapat pesawat, selalu kami cek, renovate, retrofit, kami betul yakinkan bahwa pesawat itu layak terbang," kata Purnomo ketika ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.
"Sekitar ratusan miliar untuk empat pesawat terbang itu. Saya tak tahu persis karena belum diajukan oleh tim," katanya menyinggung perkiraan biaya peremajaan pesawat terbang transpor militer itu.
Menurut dia, tim dari kedua negara akan bertemu untuk membahas kondisi pesawat dan teknis hibah. Hasil pembicaraan tim itu bisa digunakan untuk mengukur biaya retrofit dan kemampuan keempat pesawat itu setelah diremajakan.
Yusgiantoro menjelaskan, pesawat hibah itu berjenis H, atau masuk dalam kategori pesawat baru. Hibah itu juga telah mendapat persetujuan dari Amerika Serikat.
"Karena setiap alutsista buatan Amerika Serikat, di mana pun juga, jika mau dihibahkan walau yang mau menghibahkan negara lain, harus melapor dulu pada Amerika Serikat," katanya.
Australia positif menghibahkan empat unit pesawat Hercules untuk Indonesia setelah sempat tertunda prosesnya pada 2011.
"Kemungkinan kedua tim teknis dari masing-masing negara akan bertemu pada pertengahan Januari ini," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan, Hartind Asrin, di Jakarta, Selasa (3/1).
Asrin mengatakan, dalam pertemuan itu kedua tim akan membicarakan teknis hibah yang akan dilakukan setelah sempat tertunda pada 2011. Selain mengadakan pertemuan di Jakarta, akan dilakukan pula pertemuan di Australia untuk melihat langsung empat unit Hercules yang akan dihibahkan tersebut, katanya.
Sementara itu, Asisten Perencanaan Kepala Staf TNI-AU, Marsekal Muda TNI Rodi Suprasodjo, mengatakan pesawat Hercules yang diperlukan TNI-AU saat ini sebanyak 30 unit. Namun, TNI-AU hanya memiliki 21 pesawat Hercules, sehingga masih kurang sembilan pesawat.
"Kekurangan pesawat Hercules itu akan dipenuhi dari hibah dan membeli. Ke-30 pesawat Hercules akan digunakan untuk pesawat tanki sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit, dan pesawat operasional dua batalion sebanyak 26 unit," kata Suprasodjo.
Dia menambahkan, pesawat tipe H yang akan dihibahkan Australia akan digunakan TNI-AU untuk menggantikan tipe B yang sudah sangat tua. Selain Angkatan Udara Amerika Serikat, Indonesia adalah negara pertama di dunia yang menerima C-130 dari pabriknya. (F008)

Wamenhan Tinjau Potensi Sejumlah Perusahaan Galangan Kapal di Batam


06 Januari 2012

Kapal cepat rudal KCR-40 produksi PT. Palindo Marine Shipyard, Batam (all photos : DMC)
Batam, DMC - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin selaku Sekretaris Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) didampingi sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan dan Mabes TNI Angkatan Laut serta Tim Verifikasi KKIP, Rabu (4/1) melakukan kunjungan kerja ke sejumlah perusahaan galangan kapal di Batam, Kepulauan Riau.

Kunjungan Wamenhan beserta rombongan kali ini untuk meninjau secara langsung proses pembuatan kapal serta melihat sejauh mana potensi, kemampuan dan kesanggupan perusahaan galangan kapal nasional khususnya di Batam dalam memenuhi kebutuhan pengadaan Alutsista TNI.

Kemhan dan TNI baik sebagai penentu kebijakan ataupun sebagai pengguna berkepentingan melihat secara langsung mekanisme dan kapasitas produksi yang disediakan dalam memenuhi berbagai peluang yang diberikan oleh Pemerintah.

Selain itu, peninjauan kali ini juga berkaitan dengan kepentingan dari Tim Verifikasi KKIP dalam
memonitor atau mengaudit industri pertahanan baik milik negara maupun swasta yang mencakup manajemen SDM, teknologi, infrastruktur, keuangan dan manajemen secara keseluruhan. Audit yang dilakukan Tim Verikasi KKIP tersebut berperan untuk memberikan jawaban apakah industri pertahanan memiliki kesanggupan dalam memenuhi kebutuhan Alutsista yang dibutuhkan TNI.

Kunjungan Wamenhan dan rombongan ke sejumlah perusahaan galangan kapal di Batam, diawali dengan peninjauan ke PT. Bandar Abadi Shipyard dilanjutkan peninjauan ke PT. Citra Shipyard, PT. Palindo Marine Shipyard dan Fasilitas Pemeliharaan dan Perbaikan (Fasharkan) Mentigi. Diakhir kunjungan kerjanya ke Batam, Wamenhan juga menyempatkan diri meninjauan Pusat Komando dan Pengendalian (Puskodal) di Lantamal Batam.


Dalam peninjauan di Fasharkan Mentigi, Wamenhan dan rombongan meninjau fasilitas pemeliharaan dan perbaikan kapal-kapal perang TNI-AL. Sementara itu, saat meninjau PT.Palindo Marine Shipyard, Wamenhan dan rombongan melihat fasilitas produksi dan proses pembuatan kapal perang jenis Fast Missile Boat (Kapal Cepat Rudal/KCR 40) yang merupakan kapal pesanan TNI AL. Dalam kesempatan tersebut Wamenhan juga sempat menguji coba dengan menaiki kapal KCR dengan nama KRI Kujang-642. Kapal tersebut merupakan kapal pesanan TNI AL yang kedua, saat ini masih dalam proses uji coba dan dalam waktu dekat akan diserahterimakan.
PT. Palindo Marine Shipyard mendapat pesanan dari TNI sebanyak dua kapal perang jenis Fast Missile Boat(Kapal Cepat Rudal/KCR 40). Kapal pertama telah diresmikan oleh Menhan pada bulan April 2011 dan sudah memperkuat Armada Perang TNI AL dengan nama KRI Clurit-641.
KCR 40 sepenuhnya dikerjakan oleh putra-putri bangsa dan sebagian besar material kapal perang tersebut diproduksi di dalam negeri. Proyek pembangunan dua unit KCR 40 juga merupakan proyek perdana dalam pengadaan alutsista dengan skema pembiayaan dalam negeri sehingga lebih efisien.

KCR 40 dibuat dari bahan high tensile steel & aluminium alloy dan mampu berlayar dengan kecepatan 30 knot. Kapal dengan teknologi tinggi itu memiliki spesifikasi panjang 44 meter, lebar 8 meter, tinggi 3,4 meter dan sistem propulasi fixed propeller 5 daun.
Kapal yang sepenuhnya di buat di PT. Palindo tersebut dilengkapi sistem persenjataan modern (Sewaco/Sensor Weapon Control), diantaranya meriam caliber 30mm enam laras sebagai sistem pertempuran jarak dekat (CIWS) dan rudal anti kapal buatan China C-705.
PT. Palindo Marine Shipyard merupakan salah satu perusahaan galangan kapal di Batam yang memiliki pengalaman selama 20 tahun dan telah memproduksi kurang lebih dua ratus kapal dengan berbagai tipe dan ukuran serta bermacam–macam tipe kapal, antara lain Crew Boat, Passenger Ferry, Patrol Boat, Rescue Boat dan jenis kapal lainnya.
Turut serta mendampingi Wamenhan sejumlah pejabat Kemhan antara lain Irjen Kemhan Laksdya TNI Gunadi, M.D.A., Kabaranahan Kemhan Mayjen TNI Ediwan Prabowo, Dirjen Renhan Kemhan Marsda TNI BS. Silaen, S.IP, Dirjen Kuathan Kemhan Laksda TNI Bambang Suwarto, Dirtekind Ditjen Pothan Brigjen TNI Agus Suyarso, dan Kapuskom Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin.
Sedangkan dari Mabes TNI AL antara lain Asrena Kasal Laksamana Muda TNI Sumartono dan Aslog Kasal Laksda TNI Sru Handayanto. Sementara itu, Tim Verifikasi KKIP antara lain Said Didu, Prof Dr. Ir. Lilik Hedra, Sumardjono, Silmy Karim dan Dr. Timbul Siahaan. Turut pula pejabat dari Kementerian Keuangan dalam hal ini diwakili Direktur Anggaran III Ditjen Anggaran Kemkeu Sambas Muliana.(BDI/SR)


(DMC)

Kemlu Indonesia tanggapi protes Papua Nugini



Ilustrasi
Jumat, 6 Januari 2012 22:36 WIB
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Indonesia pada Jumat menanggapi protes yang dilayangkan oleh Perdana Menteri Papua Nugini, Peter O`Neil, karena pesawat asal Papua Nugini dicegat oleh pesawat TNI Angkatan Udara.

"Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, telah memanggil Duta Besar Papua Nugini di Jakarta, Peter Ila, untuk menyampaikan penjelasan mengenai masalah pencegatan tersebut yang disebabkan karena adanya permasalahan teknis dalam izin penerbangan pesawat tersebut," demikian siaran pers dari Kementerian Luar Negeri.

Menurut Kementerian Luar Negeri yang telah menghubungi sejumlah instansi terkait menyatakan bahwa TNI AU yang melakukan pengidentifikasian pesawat asing yang membawa Deputi Perdana Menteri Papua Nugini, Hon. Belden Namah saat melintas di wilayah udara Indonesia pada 29 November 2011 telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indonesia serta negara lain pada umumnya.

Tindakan yang dilakukan Komando Pertahanan Angkatan Udara Nasional (Kohanudnas) adalah pengidentifikasian elektronik dengan radar dan secara visual melalui pencegatan sesuai prosedur standar, demikian siaran pers tersebut.

Pengidentifikasian dilakukan karena terdapat perbedaan antara izin penerbangan yang dimiliki Kohanudnas dan hasil tangkapan radar bandara maupun radar Kohanudnas.

Tindakan pengidentifikasian itu telah sesuai dengan prosedur standar tanpa membahayakan pesawat jet Papua Nugini tersebut.

Dubes Peter menyampaikan apresiasinya setelah mendapat penjelasan dari Menteri Marty Natalegawa dan berencana meneruskan keterangan tersebut kepada pemerintahnya.


sumber : Antara

BERITA POLULER