Pages

Monday, March 7, 2011

Terbukti, AS dan Israel di Balik 'Virus' Stuxnet

 Pakar keamanan komputer ternama asal Jerman, Ralph Langner, mengungkapkan bahwa worm (semacam virus komputer) Stuxnet sengaja dibuat oleh Amerika Serikat dan Israel untuk melumpuhkan instalasi nuklir Iran.
Selama ini, sudah banyak pakar yang memperkirakan bahwa worm Stuxnet yang telah menyebar secara luas ke Iran itu memang dibeking negara tertentu.Pasalnya Stuxnet merupakan worm yang sangat kompleks dan canggih. Ia memanfaatkan empat celah keamanan sekaligus di sistem Windows. Ini merupakan yang pertama kalinya, sebuah program yang secara simultan mengancam dari begitu banyak celah.
"Opini saya, badan intelijen Israel Mossad terlibat [di belakang Stuxnet]," ujar Langner kepada, pada saat berbicara di Konferensi teknologi internasional Technology, Entertainment, Design (TED), di Long Beach, California AS, dikutip dari BBC.
Langner mengatakan, proyek penyerangan Stuxnet terhadap instalasi nuklir Iran membutuhkan informasi orang dalam yang sangat detail. "Begitu detailnya, sehingga mereka mungkin mengetahui ukuran sepatu dari operator [yang bekerja di instalasi Iran," kata Langner.
Namun, ia melanjutkan, Israel bukan satu-satunya dan peran utama pembuat Stuxnet. "Hanya ada sumber utama yang memimpin ini, dan itu adalah Amerika Serikat," katanya.
Langner adalah salah satu dari pakar sekuriti SCADA (sistem otomatisasi industri) yang sejak awal telah menunjukkan bagaimana malware Stuxnet mampu mengambil alih kontrol terhadap peralatan industri. Stuxnet dipercaya ditargetkan untuk melumpuhkan sebuah peralatan yang digunakan untuk pengayaan Uranium.
Sebelumnya, New York Times juga melaporkan bahwa keampuhan worm Stuxnet sempat diujicobakan di instalasi nuklir milik Israel, Dimona, yang terletak di gurun Negev.
Belum lama ini, secara terpisah, pensiunan kepala Mossad, Meir Dagan, dan Menlu AS Hillary Clinton mengatakan bahwa pengembangan nuklir Iran mengalami kemunduran hingga beberapa tahun ke belakang akibat stuxnet.
Namun klaim tersebut dibantah Tehran. Kepala Pusat Sistem Keamanan Nuklir Republik Islam Iran Naser Rastkhah mengumumkan bahwa virus Stuxnet terbukti tidak berdampak terhadap kontrol reaktor nuklir Bushehr, di selatan Iran. Rastkhah dalam wawancara dengan IRNA kemarin menjelaskan bahwa pihak-pihak yang tidak ingin Iran memiliki reaktor nuklir berusaha menggunakan beragam cara dalam menebar isu kontroversial untuk menyulut kekhawatiran masyarakat internasional soal program nuklir Iran.
Rastkhah mengungkapkan, reaktor nuklir Bushehr telah memenuhi standar keamanan internasional sehingga kasus kebocoran radiasi nuklir seperti yang terjadi di Chernobyl tidak akan terulang lagi.
Laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan bahwa insinyur Rusia dipekerjakan di instalasi Bushehr Iran, untuk mengganti 163 rod bahan bakar yang rusak. Namun sumber Iran mengatakan bahwa masalah itu akibat kerusakan rod, bukan Stuxnet.
Reaktor yang terletak di wilayah barat daya Iran, selama ini menjadi salah satu pemicu tingginya tensi antara Iran dan Barat. Barat, termasuk AS, mengklaim bahan bakar dari reaktor itu bisa diproses menjadi plutonium tingkat tinggi dan digunakan untuk membangun beberapa senjata nuklir. Padahal Tehran dan IAEA sendiri dalam berbagai laporannya menegaskan bahwa program nuklir Iran bertujuan damai dan tidak mengarah pada proyek militer.
Stuxnet sendiri merupakan program yang sangat berbahaya. Worm ini mengincar komputer Windows yang menjalankan sistem kontrol industri skala-besar yang terdapat pada pabrik-pabrik dan instalasi lain.
Sistem kontrol itu adalah SCADA (supervisory control and data acquisition) yang digunakan pada instalasi pembangkit listrik, pabrik-pabrik, pemipaan minyak, dan instalasi militer.
Stuxnet disebut-sebut oleh pakar keamanan komputer sebagai malware yang paling rumit yang pernah ada. Ia memanfaatkan empat celah keamanan sekaligus di sistem Windows. Ini merupakan yang pertama kalinya, sebuah program yang secara simultan mengancam dari begitu banyak celah.

"Melihat derajat tipe program yang ada, bisa kami katakan bahwa kode pemrograman ini sangat-sangat komplek. Pemrograman Ini hanya bisa dilakukan oleh misanynya sebuah negara, bukan seorang hacker yang bermain-main di rumah orang tuanya," ujar Eric Chien pakar keamanan komputer dari Symantec.

Hal senada juga diungkapkan oleh perusahaan keamanan komputer asal Rusia, Kaspersky. Menurutnya, tujuan utama Stuxnet bukan untuk memata-matai sistem yang terinfeksi tetapi untuk melakukan sabotase. Ini mengindikasikan bahwa perkembangan Stuxnet didukung sebuah negara dengan dukungan biaya besar, tim penyerang dengan keahlian tinggi, pengetahuan teknologi SCADA yang baik, serta data intelijen yang kuat.
"Program jahat ini tidak dirancang untuk mencuri uang, mengirimkan spam, atau mengambil data pribadi. Tapi jenis malware ini dirancang untuk menyabotase gedung-gedung, untuk merusak sistem industri," kata Co-founder dan Chief Executive Officer of Kaspersky Lab Eugene kaspersky, dalam rilis resmi yang diterima VIVAnews.
Lebih jauh, Kaspersky percaya Stuxnet adalah prototipe senjata dunia maya. "Saya khawatir ini adalah awal dari dunia baru. Tahun 90-an adalah dekade vandalisme cyber, tahun 2000-an adalah dekade penjahat dunia maya. Sekarang kita memasuki dunia yang benar-benar baru, yakni era perang dunia maya dan terorisme dunia maya," ujar Kaspersky.(IRIB/vivanews)

IRIB

Angkatan Laut Iran Siapkan Kapal Tempur Baru



Laksamana Habibullah Sayyari
Panglima Angkatan Laut Republik Islam Iran, Laksamana Habibullah Sayyari, mengkonfirmasikan produksi kapal tempur baru tipe destroyer. Dalam wawancaranya dengan IRNA kemarin (7/3) Sayyari mengatakan, setelah kapal tempur Jamaran, kini Angkatan Laut Iran tengah memproduksi kapal tempur baru. Ditambahkannya bahwa Angkatan Laut Iran tengah meningkatkan kemampuan pertahanannya dengan meningkatkan kemampuan kapal-kapal tempurnya, serta berusaha memproduksi kapal tempur baru yang jauh lebih handal dari tipe sebelumnya.
"Angkatan Laut Iran selalu mempersiapkan diri menghadapi segala bentuk ancaman dan dalam hal ini tidak pernah lengah," tegasnya.
Pejabat tinggi militer Iran itu menambahkan, "Dewasa ini Angkatan Laut Republik Islam Iran dan juga Angkatan Laut Pasdaran, di perairan selatan siap menghadapi segala bentuk ancaman terhadap perbatasan maritim negara, dan kesiapan tersebut telah dibuktikan dalam berbagai manuver."
Lebih lanjut Sayyari menjelaskan, Angkatan Laut Iran juga siap membela kepentingan negara di segala kondisi.



kapal perusak ‎sekelas Jamaran.‎
 

"Kemampuan Angkatan Laut Iran harus ditingkatkan sesuai dengan berbagai macam ancaman dan atas dasar ini, produksi kapal selam juga terus ditingkatkan," ungkapnya.
Kapal tempur Jamaran, yang sebelumnya telah bergabung dengan armada Angkatan Laut Iran, memiliki panjang 94 meter dan lebar 10 meter serta tinggi mencapai 3,1 meter.
Berat minimum kapal ini mencapai 1.400 ton. Dengan dua motor berkekuatan 10.000 tenaga kuda, kapal ini mampu melaju di kecepatan 28 knot. Kapal ini juga mampu mengangkut helikopter dan mengisi bahan bakarnya.
Sejumlah sistem utama yang digunakan oleh kapal tempur Jamaran hanya dikuasai oleh segelintir negara Barat. Namun para pakar muda Iran berhasil memecah monopoli teknologi tersebut dan memasang teknologi serupa pada kapal Jamaran. (IRIB/MZ)

IRIB

Batalyon 466 Paskhas Laksanakan Terjun Free Fall dan Static


Pentak Lanud Hnd - 8/03/2011
Komandan Batalyon 466 Paskhas Letkol Pasukan Sujatmiko, Selasa (8/3) pukul 06.00 Wita melaksanakan terjun penyegaran free fall dan terjun Statik di sepanjang landasan lama Bandar Udara Sultan Hasanuddin dengan menggunakan pesawat Hercules dari Skadron Udara 32 Lanud ABD Saleh Malang dengan ketinggian 5000 feet yang dipiloti Kapten Pnb Urip, 1 tim jumping Master dan VCP dari Mawing II Paskhas Malang serta Tim Pengawas Latihan dari Mako Korpaskhas Bandung.

Komandan Batalyon 466 Paskhas selesai melaksanakan terjun static dengan sigap dan cepat berganti payung Free Fall untuk naik lagi manuju Hercules untuk terbang yang kedua dengan ditemani anggota Paskhas lainnya antara lain Lettu Pasukan Rulli, Letda Psk Suez, Serka Djuarianto serta Andi Tamsil atlet penerjun dari Fasida Sulawesi Selatan turut melaksanakan terjun free fall berjalan mulus yang disaksikan oleh Komandan Wing 5 Lanud Sultan Hasanuddin Kolonel Pnb Mujianto,Kepala Dinas Operasi Kolonel Pnb Andi Kustoro dan Komandan Wing II Paskhas Letkol Psk Budi Sumarsono .

Terjun penyegaran Free Fall maupun Statik yang telah dilaksanakan, disamping untuk memberikan tingkat kualifikasi kepada seluruh anggota Batalyon 466 Paskhas merupakan upaya satuan agar tercapainya kesiapan operasional dalam menghadapi tugas kedepan, khususnya tugas Operasi Perebutan dan Pengendalian Pangkalan Udara (OP3U

TNI AU

Air Force launches second unmanned spacecraft


By Air Force News Agency on Monday, March 7th, 2011
Air Force launches second unmanned spacecraft

In the latest step to improve space capability and further develop an affordable, reusable space vehicle, Air Force technicians launched the second X-37B here March 5, officials said.
The Orbital Test Vehicle-2 launch comes on the heels of the successful flight of OTV-1, which made an autonomous landing at Vandenberg Air Force Base, Calif., Dec. 3 after 224 days in space.
According to officials, post-flight analysis of OTV-1 revealed OTV-2 needed no significant changes, but detailed assessments of the first mission are ongoing.
"Launch is a very demanding business and having what appears to be a successful launch is always welcome news," said Deputy Under Secretary of the Air Force for Space Programs Richard McKinney, adding he is pleased with the vehicle's initial status reports. "It is important to remember that this is an experimental vehicle; that this is just the second launch; and that we have just started what is a very systematic checkout of the system."
Mr. McKinney explained the second X-37B flight will help Air Force scientists better evaluate and understand the vehicle's performance characteristics and expand upon the tests from OTV-1.
One performance test, for example, will evaluate a change following the flight of OTV-1, which showed potential for greater flexibility in the landing parameters.
"We look forward to testing enhancements to the landing profile," said Lt. Col. Troy Giese, X-37B program manager for the Air Force Rapid Capabilities Office, which leads the Department of Defense OTV program.
Colonel Giese added that program officials want to test landing capabilities in stronger wind conditions.
"The X-37B really is a remarkable scientific and aerospace achievement," he said. "We'll also be looking at the performance of its advanced thermal protection systems and tiles, solar power systems and environmental modeling - all important system capabilities for a space vehicle that we want to be able to bring back and then re-launch quickly."
Power and environmental protections are also important to one of the most promising capabilities of the vehicle: its orbit duration, which is much longer than a manned mission like NASA's space shuttle, Colonel Giese said.
Similar to OTV-1, OTV-2's actual mission duration will depend on the vehicle achieving its test objectives, but he expects it to remain on orbit for approximately 270 days.
"We may extend the mission to enhance our understanding of the OTV capabilities," Colonel Giese said, "especially since the performance data from the first flight suggest that the vehicle could have gone beyond the 270-day requirement."
Air Force officials assert the X-37B program has the potential to make space experiments more affordable, which would allow future experiment designers to focus resources and dollars on technology and innovation rather than on basic services, layers of redundancy, or ground operations.
"This program provides a test capability that was difficult to achieve through other means, the ability to examine how highly complex technologies will perform in space before they are made operational," Mr. McKinney said, "But right now our focus is on the X-37B itself, and this second flight is important to our further understanding of its capabilities."
Air Force officials anticipate multiple missions will be required to satisfy the X-37B program test objectives, but a third mission has not yet been scheduled.
The OTV is the United States' newest and most advanced re-entry spacecraft and is the first vehicle since NASA's Shuttle Orbiter with the ability to return experiments to Earth for further inspection and analysis.
by Master Sgt. Amaani Lyle
(Eric Brian contributed to this story)
 

First Anti-tank Missile Interception for the Trophy System

First Anti-tank Missile Interception for the Trophy System

plementation on IDF tanks, the Trophy active protection system intercepted an anti-tank missile fired at an IDF tank patrolling in the southern Gaza StripThe IDF has expressed great satisfaction after the success of the Trophy (ASPRO-A) system (designed to actively protect against anti-tank missiles) in intercepting, for the first time, a missile fired at an IDF tank. The missile was fired while the tank was conducting a routine patrol near the security fence in the southern Gaza Strip yesterday afternoon.
The system thwarted the missile without any casualties on the IDF's side. “The soldiers were not even sure an anti-tank missile had been fired at them,” explained an IDF officer in the Armored Corps now involved in the investigation of the incident to IDF Website. He made it clear that the system operated automatically and thwarted the attempt to injure IDF soldiers. Shortly after the event, terrorists were spotted in the area and IDF forces fired, confirming a hit.
The soldiers involved in the incident belong to Battalion 9 of Brigade 401 and had trained with the system for the first time only three months ago upon the completion of its implementation. During the exercise, held in the Golan Heights, the soldiers practiced a scenario depicting an emergency situation in the North.
“The system will significantly reduce the anti-tank injuries in the next confrontation,” explained Commander of Division 162, Brig. Gen. Agay Yechezkel, who made it clear that the integration of the system will continue.
“By the end of next year we will have largely integrated the system.” Even Col. Enav Shalev, Commander of Brigade 401, noted that currently, thanks to the system’s success, “the calculated risk we can take during operational missions has been increased, because the squad and tank are more secure.”
The Trophy system, the fruit of a collaborative effort between Rafael Advanced Defense System Ltd., Elta Group and the US’s General Dynamics, identifies various incoming threats directed at a tank, including anti-tank missiles, by means of special radars and sensors, firing back at the incoming threat. This active protection system enables the tank’s crew to contend with dangers they don’t always foresee.

Foto Parade Militer Hari Jadi Tentera Darat Malaysia (TDM)


KUALALUMPUR - Tentara dan peralatan tempur Angkatan bersenjata Diraja Malaysia berpawai dalam rangka memperingati hari Tentera Darat Malaysia (TDM) ke-78 di Historical Dataran Merdeka avenue, Kuala Lumpur-Malaysia, Minggu (6/3). Parade ini merupakan yang pertama kali terbuka diruang publik di Malaysia dengan tujuan agar tentara lebih dekat dengan rakyat. FOTO: VOR033/MILITARYPHOTOS.NET









Pagu Pinjaman Alutsista Capai Rp60 T



Pengadaan alutsista dengan pinjaman diantaranya untuk membeli pesawat Sukhoi (photo : Angkasa)

JAKARTA– Pagu pinjaman untuk pembangunan alat utama sistem senjata (alutsista) mencapai USD7,2 miliar atau lebih dari Rp60 triliun sampai tahun 2014.

Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro mengungkapkan, pagu pinjaman tersebut didapatkan dari pagu tahun 2009–2014 sebesar USD5,5 miliar dan pagu pinjaman tahun 2004–2009 yang belum terpakai sebesar USD1,7 miliar. “Untuk besaran pinjaman 2004–2009, kita mendapatkan pagu pinjaman pembangunan alutsista sebesar USD3,7 miliar. Baru terpakai sekitar 40–50% atau sekitar USD1,7 miliar. Ditambah sekarang ini USD5,5 miliar untuk lima tahun sampai 2014.Ini kita sedang proses dan harus dimanfaatkan dengan baik untuk pembangunan alutsista,” ungkap Purnomo kepada SINDO di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan),Jakarta, kemarin.

Meski pagu pinjaman tersebut masih relatif besar,Menhan mengharapkan adanya penurunan alokasi pinjaman luar negeri untuk pengadaan alutsista secara bertahap.Pemerintah, jelas mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral ini bertekad memenuhi pengadaan alutsista dari produksi dan pembiayaan dalam negeri.“Pinjaman melalui kredit ekspor secara bertahap kita akan kurangi dan memfokuskan pembiayaan dari dalam negeri,”tandasnya. Seiring dengan semakin meningkatnya anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), jelasnya, maka sumber pembiayaan untuk pembangunan alutsista juga akan semakin naik.

Pengamat pertahanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, kemampuan anggaran merupakan syarat mutlak untuk melakukan pembangunan alutsista. Selain itu, harus ditopang juga dengan industri pertahanan yang kuat.“Revitalisasi menjadi sangat penting dengan syarat ada anggaran, belanja, dan investasi. Karena industri pertahanan kita belum bisa bersaing dalam industri pasar bebas,maka harus ada proteksi dari pemerintah,”ungkapnya.

Jaleswari mengatakan, untuk mewujudkan rencana itu, harus ada kerja sama yang sinergis antara tiga bidang,yaitu Kementerian Pendidikan Nasional yang akan mempersiapkan tenaga-tenaga ahli,Kementerian Perindustrian terkait pemasaran, dan Kementerian Pertahanan sebagai pengguna.

BERITA POLULER