Pakar keamanan komputer ternama asal Jerman, Ralph Langner, mengungkapkan bahwa worm (semacam virus komputer) Stuxnet sengaja dibuat oleh Amerika Serikat dan Israel untuk melumpuhkan instalasi nuklir Iran.
Selama ini, sudah banyak pakar yang memperkirakan bahwa worm Stuxnet yang telah menyebar secara luas ke Iran itu memang dibeking negara tertentu.Pasalnya Stuxnet merupakan worm yang sangat kompleks dan canggih. Ia memanfaatkan empat celah keamanan sekaligus di sistem Windows. Ini merupakan yang pertama kalinya, sebuah program yang secara simultan mengancam dari begitu banyak celah.
"Opini saya, badan intelijen Israel Mossad terlibat [di belakang Stuxnet]," ujar Langner kepada, pada saat berbicara di Konferensi teknologi internasional Technology, Entertainment, Design (TED), di Long Beach, California AS, dikutip dari BBC.
Langner mengatakan, proyek penyerangan Stuxnet terhadap instalasi nuklir Iran membutuhkan informasi orang dalam yang sangat detail. "Begitu detailnya, sehingga mereka mungkin mengetahui ukuran sepatu dari operator [yang bekerja di instalasi Iran," kata Langner.
Namun, ia melanjutkan, Israel bukan satu-satunya dan peran utama pembuat Stuxnet. "Hanya ada sumber utama yang memimpin ini, dan itu adalah Amerika Serikat," katanya.
Langner adalah salah satu dari pakar sekuriti SCADA (sistem otomatisasi industri) yang sejak awal telah menunjukkan bagaimana malware Stuxnet mampu mengambil alih kontrol terhadap peralatan industri. Stuxnet dipercaya ditargetkan untuk melumpuhkan sebuah peralatan yang digunakan untuk pengayaan Uranium.
Sebelumnya, New York Times juga melaporkan bahwa keampuhan worm Stuxnet sempat diujicobakan di instalasi nuklir milik Israel, Dimona, yang terletak di gurun Negev.
Belum lama ini, secara terpisah, pensiunan kepala Mossad, Meir Dagan, dan Menlu AS Hillary Clinton mengatakan bahwa pengembangan nuklir Iran mengalami kemunduran hingga beberapa tahun ke belakang akibat stuxnet.
Namun klaim tersebut dibantah Tehran. Kepala Pusat Sistem Keamanan Nuklir Republik Islam Iran Naser Rastkhah mengumumkan bahwa virus Stuxnet terbukti tidak berdampak terhadap kontrol reaktor nuklir Bushehr, di selatan Iran. Rastkhah dalam wawancara dengan IRNA kemarin menjelaskan bahwa pihak-pihak yang tidak ingin Iran memiliki reaktor nuklir berusaha menggunakan beragam cara dalam menebar isu kontroversial untuk menyulut kekhawatiran masyarakat internasional soal program nuklir Iran.
Rastkhah mengungkapkan, reaktor nuklir Bushehr telah memenuhi standar keamanan internasional sehingga kasus kebocoran radiasi nuklir seperti yang terjadi di Chernobyl tidak akan terulang lagi.
Laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan bahwa insinyur Rusia dipekerjakan di instalasi Bushehr Iran, untuk mengganti 163 rod bahan bakar yang rusak. Namun sumber Iran mengatakan bahwa masalah itu akibat kerusakan rod, bukan Stuxnet.
Reaktor yang terletak di wilayah barat daya Iran, selama ini menjadi salah satu pemicu tingginya tensi antara Iran dan Barat. Barat, termasuk AS, mengklaim bahan bakar dari reaktor itu bisa diproses menjadi plutonium tingkat tinggi dan digunakan untuk membangun beberapa senjata nuklir. Padahal Tehran dan IAEA sendiri dalam berbagai laporannya menegaskan bahwa program nuklir Iran bertujuan damai dan tidak mengarah pada proyek militer.
Stuxnet sendiri merupakan program yang sangat berbahaya. Worm ini mengincar komputer Windows yang menjalankan sistem kontrol industri skala-besar yang terdapat pada pabrik-pabrik dan instalasi lain.
Sistem kontrol itu adalah SCADA (supervisory control and data acquisition) yang digunakan pada instalasi pembangkit listrik, pabrik-pabrik, pemipaan minyak, dan instalasi militer.
Stuxnet disebut-sebut oleh pakar keamanan komputer sebagai malware yang paling rumit yang pernah ada. Ia memanfaatkan empat celah keamanan sekaligus di sistem Windows. Ini merupakan yang pertama kalinya, sebuah program yang secara simultan mengancam dari begitu banyak celah.
"Melihat derajat tipe program yang ada, bisa kami katakan bahwa kode pemrograman ini sangat-sangat komplek. Pemrograman Ini hanya bisa dilakukan oleh misanynya sebuah negara, bukan seorang hacker yang bermain-main di rumah orang tuanya," ujar Eric Chien pakar keamanan komputer dari Symantec.
Hal senada juga diungkapkan oleh perusahaan keamanan komputer asal Rusia, Kaspersky. Menurutnya, tujuan utama Stuxnet bukan untuk memata-matai sistem yang terinfeksi tetapi untuk melakukan sabotase. Ini mengindikasikan bahwa perkembangan Stuxnet didukung sebuah negara dengan dukungan biaya besar, tim penyerang dengan keahlian tinggi, pengetahuan teknologi SCADA yang baik, serta data intelijen yang kuat.
"Program jahat ini tidak dirancang untuk mencuri uang, mengirimkan spam, atau mengambil data pribadi. Tapi jenis malware ini dirancang untuk menyabotase gedung-gedung, untuk merusak sistem industri," kata Co-founder dan Chief Executive Officer of Kaspersky Lab Eugene kaspersky, dalam rilis resmi yang diterima VIVAnews.
Lebih jauh, Kaspersky percaya Stuxnet adalah prototipe senjata dunia maya. "Saya khawatir ini adalah awal dari dunia baru. Tahun 90-an adalah dekade vandalisme cyber, tahun 2000-an adalah dekade penjahat dunia maya. Sekarang kita memasuki dunia yang benar-benar baru, yakni era perang dunia maya dan terorisme dunia maya," ujar Kaspersky.(IRIB/vivanews)
IRIB
Selama ini, sudah banyak pakar yang memperkirakan bahwa worm Stuxnet yang telah menyebar secara luas ke Iran itu memang dibeking negara tertentu.Pasalnya Stuxnet merupakan worm yang sangat kompleks dan canggih. Ia memanfaatkan empat celah keamanan sekaligus di sistem Windows. Ini merupakan yang pertama kalinya, sebuah program yang secara simultan mengancam dari begitu banyak celah.
"Opini saya, badan intelijen Israel Mossad terlibat [di belakang Stuxnet]," ujar Langner kepada, pada saat berbicara di Konferensi teknologi internasional Technology, Entertainment, Design (TED), di Long Beach, California AS, dikutip dari BBC.
Langner mengatakan, proyek penyerangan Stuxnet terhadap instalasi nuklir Iran membutuhkan informasi orang dalam yang sangat detail. "Begitu detailnya, sehingga mereka mungkin mengetahui ukuran sepatu dari operator [yang bekerja di instalasi Iran," kata Langner.
Namun, ia melanjutkan, Israel bukan satu-satunya dan peran utama pembuat Stuxnet. "Hanya ada sumber utama yang memimpin ini, dan itu adalah Amerika Serikat," katanya.
Langner adalah salah satu dari pakar sekuriti SCADA (sistem otomatisasi industri) yang sejak awal telah menunjukkan bagaimana malware Stuxnet mampu mengambil alih kontrol terhadap peralatan industri. Stuxnet dipercaya ditargetkan untuk melumpuhkan sebuah peralatan yang digunakan untuk pengayaan Uranium.
Sebelumnya, New York Times juga melaporkan bahwa keampuhan worm Stuxnet sempat diujicobakan di instalasi nuklir milik Israel, Dimona, yang terletak di gurun Negev.
Belum lama ini, secara terpisah, pensiunan kepala Mossad, Meir Dagan, dan Menlu AS Hillary Clinton mengatakan bahwa pengembangan nuklir Iran mengalami kemunduran hingga beberapa tahun ke belakang akibat stuxnet.
Namun klaim tersebut dibantah Tehran. Kepala Pusat Sistem Keamanan Nuklir Republik Islam Iran Naser Rastkhah mengumumkan bahwa virus Stuxnet terbukti tidak berdampak terhadap kontrol reaktor nuklir Bushehr, di selatan Iran. Rastkhah dalam wawancara dengan IRNA kemarin menjelaskan bahwa pihak-pihak yang tidak ingin Iran memiliki reaktor nuklir berusaha menggunakan beragam cara dalam menebar isu kontroversial untuk menyulut kekhawatiran masyarakat internasional soal program nuklir Iran.
Rastkhah mengungkapkan, reaktor nuklir Bushehr telah memenuhi standar keamanan internasional sehingga kasus kebocoran radiasi nuklir seperti yang terjadi di Chernobyl tidak akan terulang lagi.
Laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan bahwa insinyur Rusia dipekerjakan di instalasi Bushehr Iran, untuk mengganti 163 rod bahan bakar yang rusak. Namun sumber Iran mengatakan bahwa masalah itu akibat kerusakan rod, bukan Stuxnet.
Reaktor yang terletak di wilayah barat daya Iran, selama ini menjadi salah satu pemicu tingginya tensi antara Iran dan Barat. Barat, termasuk AS, mengklaim bahan bakar dari reaktor itu bisa diproses menjadi plutonium tingkat tinggi dan digunakan untuk membangun beberapa senjata nuklir. Padahal Tehran dan IAEA sendiri dalam berbagai laporannya menegaskan bahwa program nuklir Iran bertujuan damai dan tidak mengarah pada proyek militer.
Stuxnet sendiri merupakan program yang sangat berbahaya. Worm ini mengincar komputer Windows yang menjalankan sistem kontrol industri skala-besar yang terdapat pada pabrik-pabrik dan instalasi lain.
Sistem kontrol itu adalah SCADA (supervisory control and data acquisition) yang digunakan pada instalasi pembangkit listrik, pabrik-pabrik, pemipaan minyak, dan instalasi militer.
Stuxnet disebut-sebut oleh pakar keamanan komputer sebagai malware yang paling rumit yang pernah ada. Ia memanfaatkan empat celah keamanan sekaligus di sistem Windows. Ini merupakan yang pertama kalinya, sebuah program yang secara simultan mengancam dari begitu banyak celah.
"Melihat derajat tipe program yang ada, bisa kami katakan bahwa kode pemrograman ini sangat-sangat komplek. Pemrograman Ini hanya bisa dilakukan oleh misanynya sebuah negara, bukan seorang hacker yang bermain-main di rumah orang tuanya," ujar Eric Chien pakar keamanan komputer dari Symantec.
Hal senada juga diungkapkan oleh perusahaan keamanan komputer asal Rusia, Kaspersky. Menurutnya, tujuan utama Stuxnet bukan untuk memata-matai sistem yang terinfeksi tetapi untuk melakukan sabotase. Ini mengindikasikan bahwa perkembangan Stuxnet didukung sebuah negara dengan dukungan biaya besar, tim penyerang dengan keahlian tinggi, pengetahuan teknologi SCADA yang baik, serta data intelijen yang kuat.
"Program jahat ini tidak dirancang untuk mencuri uang, mengirimkan spam, atau mengambil data pribadi. Tapi jenis malware ini dirancang untuk menyabotase gedung-gedung, untuk merusak sistem industri," kata Co-founder dan Chief Executive Officer of Kaspersky Lab Eugene kaspersky, dalam rilis resmi yang diterima VIVAnews.
Lebih jauh, Kaspersky percaya Stuxnet adalah prototipe senjata dunia maya. "Saya khawatir ini adalah awal dari dunia baru. Tahun 90-an adalah dekade vandalisme cyber, tahun 2000-an adalah dekade penjahat dunia maya. Sekarang kita memasuki dunia yang benar-benar baru, yakni era perang dunia maya dan terorisme dunia maya," ujar Kaspersky.(IRIB/vivanews)
IRIB