Pages

Saturday, January 29, 2011

Menhan : F-16 TNI AU Akan Diupgrade Block 32




Jakarta, 28/1/2011 (Kominfo-Newsroom) Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan keputusan untuk menerima hibah pesawat tempur F16 dari Amerika belum final namun demikian pemerintah masih melakukan pertimbangan yang tepat terutama pengalokasian anggaran antara beli dan hibah.

“Kita memang memerlukan pesawat ini, karena kesiapan pesawat yang ada sangat minim. Apalagi seluruh wilayah nusantara memang kesulitan,” katanya di Jakarta, Kamis (27/1).

Menurut Purnomo, kesiapan pengamanan udara seluruh nusantara, di bawah 30 pesawat tempur perharinya. Perhitungan ideal untuk Indonesia diperlukan 180 pesawat tempur per hari atau 12 skuadron. “Singapura dengan wilayah yang tidak begitu besar memiliki F16 tiga skuadron. Australia punya 80 pesawat F18,” katanya.

Purnomo mengatakan bahwa pengalaman perang Trikora, yang dapat menggetarkan itu karena kekuatan laut dan udara kuat. “Kita berencana membeli 6 pesawat F16 (@60 juta dollar). Jika kita alokasikan untuk meretrofit 24 pesawat hibah, maka akan masih menguntungkan,” katanya.

Menhan lebih lanjut menjelaskan, alasan Amerika menawarkan hibah F16 kepada Indonesia karena pesawat tersebut termasuk dalam pesawat dikonservir dalam mengurangi anggaran pertahanan Amerika Serikat dan bersamaan dengan kedatangan pesawat F22.

“Pesawat F16 yang ditawarkan AS masih bisa terbang waktu dibawa ke Arizona. Jam terbangnya masih sekitar 4 ribu sampai 5 ribu jam terbang. Masih sekitar 20 sampai 25 tahun bisa digunakan,” tuturnya.

Sementara itu, Kasau Marsekal TNI Iman Sufaat menjelaskan awalnya dari surat TNI AU 2009. Dijawab pada 2010 bersamaan dengan kunjungan Kasau ke Kasau Amerika mengungkapkan Thailand pernah mendapatkan 30 unit F16. Hibah ini gratis. Namun Block 15 dan block 25 perlu diupgrade lagi karena avioniknya sudah tua.

“Untuk upgrade satu pesawat 10 juta dollar. Barunya 60 juta dollar. Operasionalnya sudah terbukti di Timur Tengah. Keunggulannya teruji. Maintenance gampang daripada Sukhoi. Kita juga sudah biasa merawat F16,” kata Kasau.

Imam mengatakan, anggaran 6 pesawat block 52 akan lebih menguntungkan dengan mengambil 24 pesawat F16. Jika di upgrade ke block 32 akan lebih baik dari block 52. “Yang Program F16 tidak mengambil anggaran Sukhoi,” ujarnya.

Dia menambahkan pesawat tempur F5 juga akan tetap diganti. Sukhoi pun yang enam belum ada alokasinya. “F16 yang kita punya pun akan diupgrade ke block 32. Untuk biaya pemeliharaan. Satu jam terbang hanya 70 juta. Sedangkan Sukhoi 500 juta dan peralatannya cukup rumit,” ungkapnya.

Menurut dia Retrofit satu tahun 8 pesawat. Akan sangat menguntungkan dan mempercepat pemenuhan MEF. Untuk Sukhoi ada anggaran 84 juta dollar.

Sumber: KOMINFO

Hibah F16 Menguntungkan


(Foto: Lanud Iswajudi)

28 Januari 2011, Jakarta -- (Koran Jakarta): Rencana hibah 24 pesawat F16 dari Amerika Serikat (AS) lebih menguntungkan dibandingkan dengan membeli enam pesawat F16 baru yang saat ini dianggarkan Kementerian Pertahanan. Pesawat F16 yang akan dihibahkan Amerika Serikat itu hanya perlu diretrofi t (diremajakan) dengan biaya lebih murah daripada membeli enam buah pesawat F16 baru. “Biaya retrofi t F16 dari hasil hibah hanya 10 juta dollar AS per unit.

Sedangkan untuk membeli F16 jenis baru mencapai 60 juta dollar AS per unit,” kata Kepala Staf TNI AU (Kasau) Marsekal Imam Sufaat saat menjelaskan pertanyaan beberapa anggota Komisi I terkait rencana hibah F16 dari AS dalam rapat dengar pendapat antara Komisi I dan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/1).

Setidaknya, ada enam anggota Komisi I yang mempertanyakan kejelasan rencana hibah ini. Mereka adalah Yah ya Sacawirya dan Salim Mengga (Fraksi Demokrat), HM Gamari dan Mohammad Syahfan B Sampurno (PKS), Teguh Juwarno (PAN), dan Tubagus Hasanuddin (PDIP). Yahya dan Salim khawatir rencana hibah pesawat ini justru akan membelenggu kebebasan TNI dalam merealisasikan program pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) ke depan.

“Sejauh mana program hibah tersebut menguntungkan Indonesia. Jangan sampai seperti hibah dari Jerman Timur,” kata Yahya. Salim mewanti-wanti agar jangan sampai F16 itu hanya barang bekas yang justru membebani TNI AU. “Jika pesawat tempur jenis lain seperti Sukhoi lebih bagus, walaupun jumlahnya sedikit, lebih baik membeli Sukhoi. Jika kualitasnya bagus, akan jauh lebih mengerikan daripada memiliki tiga skuadron F16,” kata Salim.

Menanggapi kekhawatiran para anggota Komisi I, Kasau meyakinkan bahwa tidak ada sesuatu di balik kebaikhatian AS ini. Rencana hibah tersebut semata- mata karena Amerika kedatangan pesawat tempur jenis F22. Dari segi jam terbang, F16 ini juga masih memiliki jam terbang lama. Rata-rata pesawat tersebut baru terbang selama empat sampai lima ribu jam terbang.

“Masih bisa digunakan antara 20 hingga 25 tahun jika jam terbang per tahunnya antara 200 hingga 300 jam,” jelas Imam. Menteri Purnomo Yusgiantoro menegaskan akan mengikuti kepentingan pengguna, dalam hal ini TNI AU, untuk pengadaan pesawat. “Selama dalam koridor pemenuhan kebutuhan kekuatan pokok minimal, pasti akan kami dukung,” katanya.

Sumber: Koran Jakarta

Friday, January 28, 2011

Latihan Manuver Taktis KRI Frans Kaisiepo-368


(Foto: TNI AL)

27 Januari 2011, Beirut -- (Puspen TNI): Untuk meningkatkan profesionalisme dan kerjasama antar unsur dalam satuan tugas Maritime Task Force/UNIFIL di dalam menjaga perairan Lebanon seperti yang tertuang dalam United Nations Security Council 1701 dan 1884 telah dilaksanakan beberapa latihan dengan beberapa unsur yang ada di Area of Maritime Operations (AMO) seperti: RASEX dan AASYWEX.

Kehadiran unsur-unsur Maritime Task Force/UNIFIL di wilayah perairan Lebanon terbukti cukup memberikan dampak positif terhadap situasi di sekitar wilayah perbatasan Lebanon dengan Israel dan Syria. Namun demikian beberapa perkembangan terakhir berkaitan dengan air even maupun air vialotion di AMO yang cukup sering terjadi, hal ini merupakan suatu catatan tersendiri yang dinilai dapat berkembang menjadi suatu ancaman terhadap unsur-unsur Maritime TaskForce/UNIFIL.

Dalam latihan manuver taktis kali ini, KRI Frans Kaisiepo-368, TCG Fatih F-242, dan BNS Osman F-18 dibentuk dalam suatu satuan tugas dengan melaksanakan beberapa manuver khusus dalam rangka membentuk berbagai formasi untuk menghadapi beberapa simulasi ancaman. Latihan yang dilaksanakan di Zona 1 center pada pukul 14.00-16.00 LT tersebut diawali dengan pembentukan single line formation, kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan manuver taktis kapal untuk membentuk formasi-formasi yang dapat digunakan sebagai pendukung aksi-aksi pertahanan dan counter attack dalam konteks peperangan laut. Berbagai perubahan formasi dilaksanakan berdasarkan berita taktis (radio) maupun isyarat kibaran bendera yang diisyaratkan oleh OCS (Officer Conducting Serial).

Pada dasarnya setiap manuver kapal dalam suatu satuan tugas dilaksanakan dengan tujuan untuk dapat secepatnya meraih posisi menguntungkan untuk melaksanakan penyerangan/penembakan, melaksanakan mutual defense, menggelar force defense/selfdefense maupun manuver pengelabuan, sehingga seluruh aksi peperangan yang diawali dengan suatu manuver harus dilaksanakan dengan cepat dan dengan akurasi yang tinggi agar tidak kehilangan momentum, seperti yang dijelaskan oleh Komandan KRI Frans Kaisiepo-368 Letkol Laut (P) Wasis Priyono,ST.

Sumber: TNI

Thursday, January 27, 2011

2011, TNI peroleh anggaran sebesar Rp 44 triliun


0diggsdigg

JAKARTA. Tentara Nasional Indonesia (TNI) menerima alokasi anggaran cukup besar tahun 2011. Pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp 44 triliun untuk empat unit kerja TNI.

Rinciannya, Markas Besar (Mabes) TNI mendapat jatah anggaran sebesar Rp 5,6 triliun, TNI Angkatan Darat (TNI AD) sebesar Rp 21,5 triliun, TNI Angkatan Laut (TNI AL) sebesar Rp 9,4 triliun dan TNI Angkatan Udara (TNI AU) Rp 7,4 triliun.

Dana akan dipakai untuk membiayai beberapa program. "Untuk Mabes TNI ada program penggunaan kekuatan pertahanan integratif sebesar Rp1,5 triliun," kata Panglima TNI Jenderal Agus Suhartono dalam rapat kerja Kementerian Pertahanan dan TNI dengan Komisi I DPR, Kamis (27/1).

Kemudian, program modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) dan non alutsista sebesar Rp 1,3 triliun. Program profesionalisme prajurit integratif sebesar Rp 232 miliar. Program penyelenggaraan manajemen dan operasional integratif sebesar Rp 2,5 triliun.

Selanjutnya, TNI AD memakai dananya untuk program dukungan kesiapan matra darat sebesar Rp 487 miliar. Program modernisasi alutsista dan not alutsista serta sarana dan prasarana TNI AD sebesar Rp2,5 triliun.

Program peningkatan profesionalisme personil matra darat sebesar Rp 614 miliar, program penyelenggaraan manajemen dan operasi matra darat Rp 17,8 triliun.

TNI AL memakai anggaran itu untuk membiayai program dukungan kesiapan matra laut sebesar Rp 985 miliar. Program modernisasi alutsista dan non alutsista serta pengembangan fasilitas dan sarana prasarana matra laut
Rp 3,5 triliun.

Program peningkatan profesionalisme personil matra laut Rp 315 miliar. Program penyelenggaraan manajemen dan operasi matra laut Rp 4,5 triliun.

TNI AU memanfaatkan alokasi anggaran itu untuk membiayai program dukungan kesiapan matra udara sebesar Rp 426 miliar. Program modernisasi alutsista dan non alutsista serta pengembangan fasilitas dan sarana prasarana matra udara sebesar Rp 4,2 triliun.

Kemudian, program peningkatan profesionalisme personil matra udara sebesar Rp291 miliar. Program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra udara Rp2,5 triliun.

Sumber: KONTAN

AS Hibahkan 24 Pesawat F-16, DPR Khawatir Intervensi


0diggsdigg

F-16 Block 52

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-DPR khawatir dengan rencana TNI yang akan menerima hibah 24 pesawat tempur F16 dari Amerika Serikat. Hibah itu dikhawatirkan bisa menambah ketergantungan Indonesia kepada AS.

DPR juga tidak ingin hibah F16 ini mengganggu rencana pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) dari dalam negeri.

"Saya berharap Hibah tak mengganggu MEF. Jangan sampai justru menjadi beban. Bisa menjadi beban fiskal keuangan dalam negeri," kata anggota Komisi I DPR Mohammad Syahfan B Sampurno dalam Rapat Kerja dengan Panglima TNI dan Menteri Pertahanan di gedung DPR, Kamis (27/1).

"Jangan sampai dengan iming-iming hibah 24 F16 dengan kualifikasi standar dan tak diimbangi kemampuan malam hari, retrofit-nya (penambahan teknologi baru) juga mahal 1 juta AS per unit. Berarti 24 juta AS sebanyak 24 unit," katanya.

Rencana penerimaan hibah F16 ini terungkap dalam Rapat Kerja dengan Komisi I. Menurut Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal (TNI) Imam Sufaat, rencana penerimaan hibah F16 termasuk dalam pesawat yang dikonservir karena pengurangan anggaran," kata Imam menjelaskan.

Menurut Imam, F16 yang akan dihibahkan ini memiliki masa pakai masih lama. "Pesawat ini masih bisa terbang waktu dibawa ke Arizona. Jam terbangnya masih sekitar 4 ribu sampai 5 ribu jam terbang. Masih sekitar 20 sampai 25 tahun bisa digunakan," kata Imam.

Menurut Imam, hibah ini gratis. "Untuk upgrade satu pesawat 10 juta dollar, harga barunya 60 juta dollar. Operasionalnya sudah terbukti di Timur Tengah. Keunggulannya teruji. Maintenance lebih gampang daripada Sukhoi. Kita juga sudah biasa merawat F16," katanya.

Imam menambahkan, anggaran untuk membeli 6 pesawat F16 jenis Block 52 akan lebih menguntungkan dengan mengambil hibah 24 pesawat F16 Block 15 dan 25. "Kita memerlukan pesawat ini karena kesiapan pesawat yang ada sangat minim. Seluruh wilayah nusantara memang kesulitan," katanya.

Menurut Imam, kesiapan TNI AU saat ini di bawah 30 pesawat tempur per harinya. "Perhitungan kami 180 pesawat tempur per hari atau 12 skuadron," ujar Imam. Pengalaman Perang Trikora, kata Imam, Indonesia bisa menggetarkan musuh karena kekuatan laut dan udara kuat, beda ketika Perang Timor Timur.

Sumber: REPUBLIKA

Kesultanan Aceh (bukti malaka dulu milik indonesia)

Kesultanan Aceh Darussalam
  1496–1903  
Bendera Kesultanan Aceh
Bendera

Berkas:Aceh Sultanate id.svg


Aceh_Sultanate_id.svg(Berkas SVG, nominal 539 × 565 piksel, besar berkas: 361 KB)
Berkas ini berasal dari Wikimedia Commons dan mungkin digunakan oleh proyek-proyek lain. Deskripsi dari halaman deskripsinya ditunjukkan di bawah ini.

Ringkasan

Deskripsi
Bahasa Indonesia: Jangkauan terluas wilayah Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar, 1608-1637. Pada periode ini serangkaian ekspedisi laut dan serangan militer dilancarkan oleh Iskandar Muda melawan Portugis di Malaka, Kesultanan Johor, dan beberapa kerajaan Melayu lainnya di Sumatera dan Semenanjung Malaya. Peta dilengkapi dengan tahun dilancarkannya serangan tersebut. Pada periode ini Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kekuatan regional terkemuka yang dominan di kawasan Asia Tenggara.
Tanggal 29 Desember 2009(2009-12-29)
Sumber Karya sendiri Dari berbagai sumber
Pembuat Gunkarta Gunawan Kartapranata
Lisensi
(Menggunakan kembali berkas ini)
Lihat di bawah
Versi lainnya
Click here to translate this file This SVG file uses embedded text that can be easily translated into your language. Learn more. For SVG images, you can use this page to translate it into your language.

العربية | Беларуская (тарашкевіца) | Bosanski | Català | Česky | Dansk | Deutsch | English | Esperanto | Español | Eesti | Suomi | Français | Galego | עברית | Hrvatski | Magyar | Հայերեն | Italiano | 日本語 | ភាសាខ្មែរ | 한국어 | Lietuvių | Македонски | Plattdüütsch | Nederlands | ‪Norsk (nynorsk)‬ | ‪Norsk (bokmål)‬ | Polski | Português | Русский | Slovenščina | Српски / Srpski | Svenska | Українська | Volapük | 中文 | ‪中文(简体)‬ | +/-

Jenis lisensi:


Saya, pemilik hak cipta dari karya ini, dengan ini menerbitkan berkas ini di bawah ketentuan berikut:

w:id:Creative Commons
atribusi berbagi serupa
Berkas ini dilisensikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 3.0 Unported


Anda bebas untuk:
  • untuk di bagi – untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan pekerjaan
  • untuk mencampur – untuk mengadaptasi karya
Dibawah kondisi berikut:
  • atribusi – Anda harus mengatribusi karya dengan cara yang ditentukan oleh pengarang atau pemberi lisensi (tapi tidak dengan cara apa pun yang mengesankan bahwa mereka mendorong Anda atau penggunaan Anda terhadap karya).
  • berbagi serupa – Jika Anda mengubah, mentranformasikan, atau membuat atas dasar karya ini, Anda dapat mendistribusikan karya yang dihasilkan hanya di bawah lisensi yang sama atau mirip dengan lisensi ini.
GNU head Diizinkan untuk menyalin, mendistribusikan dan/atau memodifikasi dokumen ini di bawah syarat-syarat Lisensi Dokumentasi Bebas GNU, Versi 1.2 atau lebih baru yang diterbitkan oleh Free Software Foundation; tanpa Bagian Invarian, tanpa Teks Sampul Depan, dan tanpa Teks Sampul Belakang. Salinan lisensi dimasukkan ke bagian yang berjudul Lisensi Dokumentasi Bebas GNU.

Anda dapat memilih lisensi pilihan Anda.

Riwayat berkas

Miniatur untuk versi per 19:22, 28 Desember 2009
Klik pada tanggal/waktu untuk melihat berkas ini pada saat tersebut.

Tanggal/WaktuMiniaturDimensiPenggunaKomentar
terkini19:22, 28 Desember 2009539×565 (361 KB)Gunkarta(Minor copy edit)

19:19, 28 Desember 2009Miniatur untuk versi per 19:19, 28 Desember 2009539×565 (359 KB)Gunkarta({{Information |Description={{id|1=Jangkauan terluas wilayah Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar, 1608-1637. Pada periode ini serangkaian ekspedisi laut dan serangan militer dilancarkan oleh Iskandar Muda melawan Portugis di Malaka, Kesu)
2 halaman berikut memiliki pranala ke berkas ini:

Penggunaan berkas global

Wiki lain berikut menggunakan berkas ini:
Luas Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, 1608-1637.
Ibu kota Bandar Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh)
Bahasa Aceh, Melayu, Arab
Agama Islam
Pemerintahan Monarki
Sultan
 - 1496-1528 Ali Mughayat Syah
 - 1874-1903 Muhammad Daud Syah
Sejarah
 - Penobatan sultan pertama 1496
 - Aceh War 1903
Mata uang Koin emas dan perak lokal


Kesultanan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360 ditaklukkan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Awal mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Di awal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Pedir, Pasai, Deli dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.

Masa kejayaan

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.

 Kemunduran

Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu[rujukan?].

Perang Aceh


Tuanku Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, sultan Aceh yang terakhir.
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

 Sultan Aceh

Sultan Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh, tidak hanya sultan, di Aceh juga terdapat Sultanah / Sultan Wanita. Daftar Sultan yang pernah berkuasa di Aceh dapat dilihat lebih jauh di artikel utama dari Sultan Aceh.

WIKIPEDIA

Malaysia Klaim Pulau Sumatera

0diggsdigg

JAKARTA - Malaysia kembali mengklaim Pulau Sumatera sebagai miliknya. Negeri Jiran tersebut mengklaim berdasarkan latar belakang historis menurut sudut pandang mereka sendiri.

Postingan seorang warga asal Kuching Malaysia, bernama Mohd Am, Sejarah Johor modern bermula seawal abad ke-16 setelah pembukaan sebuah negeri baru oleh Sultan Johor, anak kepada Sultan Mahmud Shah, sultan terakhir kerajaan Melayu Melaka yang melarikan diri dari serangan Portugis.

Kerajaan Johor berjaya mengembangkan ekonominya dan menjadi kuasa politik terpenting sesuai dengan lokasinya di laluan perdagangan timur-barat. Di zaman kegemilangan Johor, negeri ini pernah menjadi sebuah empayar (kerajaan) besar yang mana kekuasaannya mewarisi sebahagian jajahan takluk Melaka. wilayah Johor sampai ke Terengganu di semenanjung, kepulauan Riau-Lingga dan sebahagian pantai timur Sumatera. Berdasarkan fakta historik ini Malaysia menyatakan bahwa Riau-Lingga dan sebagian besar Sumatera itu adalah Jajahan Johor,yaitu Malaysia sekarang.

Namun hal itu dibantah keras oleh sejarawan Indonesia, Anhar Gonggong. "Bohong itu semua, justru Malaysia milik Indonesia," kata Anhar saat dihubungi okezone, Kamis (27/1/2011).

Dikatakan Anhar, tak ada satupun klaim Malaysia yang bisa dibenarkan oleh Malaysia, termasuk Klaim pulau Sumatera. "Kalau berbicara bahwa kerajaan Johor menguasai Riau-Lingga dan Sumatera, justru itu terbalik, perlu diketahui Aceh itu menguasai Malaysia, Sultan Aceh itu menikahi salah satu putri kerajaan Johor," kata Anhar.

Ditegaskannya, Malaysia hanya ingin melecehkan Indonesia dengan klaim-klaim mereka. "Tak ada yang benar itu, ini bisa jadi hanya pancingan agar masyarakat marah, tak perlu ditanggapi," kata Anhar.

Klaim Malaysia 'Cambuk' Buat RI Perhatikan Sejarah

Klaim Malaysia atas pulau Sumatera yang beredar di sebuah forum di dunia maya seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah agar memperhatikan sejarah bangsa.

"Sudah saatnya, pemerintah, khususnya pemerintah-pemerintah daerah untuk mulai menginventarisasi data sejarah di wilayah-wilayah yang dianggap bersinggungan sejarah dengan Malaysia," ujar pengamat Hubungan Internasional, Bantarto Bandoro kepada okezone Kamis (27/1/2011).

Lebih lanjut Bantarto mengatakan, Indonesia terlambat untuk menginventarisasi sehingga Malaysia seringkali mengklaim kekayaan sejarah Indonesia. "Kalau Malaysia mengklaim dengan menggunakan dasar Sejarah, Indonesia juga harus bisa membuktikan dengan sejarah, bahkan Indonesia bisa mengklaim Malaysia adalah milik mereka, bukti sejarah dilawan dengan bukti sejarah," kata Bantarto.

Bantarto juga menegaskan bahwa klaim malaysia yang menggunakan dasar sejarah kerajaan Johor untuk mencaplok pulau Sumatera diragukan kebenarannya. "Tidak terlalu kuat dasarnya, yang terpenting adalah Indonesia harus proaktif melindungi daerah-daerah yang berbatasan dengan Malaysia," ujarnya.

Seperti diketahui, Malaysia kembali mengklaim Pulau Sumatera sebagai miliknya.Postingan seorang warga asal Kuching Malaysia, bernama Mohd Am, Sejarah Johor modern bermula seawal abad ke-16 setelah pembukaan sebuah negeri baru oleh Sultan Johor, anak kepada Sultan Mahmud Shah, sultan terakhir kerajaan Melayu Melaka yang melarikan diri dari serangan Portugis.

Kerajaan Johor berjaya mengembangkan ekonominya dan menjadi kuasa politik terpenting sesuai dengan lokasinya di laluan perdagangan timur-barat. Di zaman kegemilangan Johor, negeri ini pernah menjadi sebuah empayar (kerajaan) besar yang mana kekuasaannya mewarisi sebahagian jajahan takluk Melaka. wilayah Johor sampai ke Terengganu di semenanjung, kepulauan Riau-Lingga dan sebahagian pantai timur Sumatera. Berdasarkan fakta historik ini Malaysia menyatakan bahwa Riau-Lingga dan sebagian besar Sumatera itu adalah Jajahan Johor,yaitu Malaysia sekarang.

Sumber: OKEZONE

BERITA POLULER