Pages

Thursday, January 27, 2011

Kesultanan Aceh (bukti malaka dulu milik indonesia)

Kesultanan Aceh Darussalam
  1496–1903  
Bendera Kesultanan Aceh
Bendera

Berkas:Aceh Sultanate id.svg


Aceh_Sultanate_id.svg(Berkas SVG, nominal 539 × 565 piksel, besar berkas: 361 KB)
Berkas ini berasal dari Wikimedia Commons dan mungkin digunakan oleh proyek-proyek lain. Deskripsi dari halaman deskripsinya ditunjukkan di bawah ini.

Ringkasan

Deskripsi
Bahasa Indonesia: Jangkauan terluas wilayah Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar, 1608-1637. Pada periode ini serangkaian ekspedisi laut dan serangan militer dilancarkan oleh Iskandar Muda melawan Portugis di Malaka, Kesultanan Johor, dan beberapa kerajaan Melayu lainnya di Sumatera dan Semenanjung Malaya. Peta dilengkapi dengan tahun dilancarkannya serangan tersebut. Pada periode ini Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kekuatan regional terkemuka yang dominan di kawasan Asia Tenggara.
Tanggal 29 Desember 2009(2009-12-29)
Sumber Karya sendiri Dari berbagai sumber
Pembuat Gunkarta Gunawan Kartapranata
Lisensi
(Menggunakan kembali berkas ini)
Lihat di bawah
Versi lainnya
Click here to translate this file This SVG file uses embedded text that can be easily translated into your language. Learn more. For SVG images, you can use this page to translate it into your language.

العربية | Беларуская (тарашкевіца) | Bosanski | Català | Česky | Dansk | Deutsch | English | Esperanto | Español | Eesti | Suomi | Français | Galego | עברית | Hrvatski | Magyar | Հայերեն | Italiano | 日本語 | ភាសាខ្មែរ | 한국어 | Lietuvių | Македонски | Plattdüütsch | Nederlands | ‪Norsk (nynorsk)‬ | ‪Norsk (bokmål)‬ | Polski | Português | Русский | Slovenščina | Српски / Srpski | Svenska | Українська | Volapük | 中文 | ‪中文(简体)‬ | +/-

Jenis lisensi:


Saya, pemilik hak cipta dari karya ini, dengan ini menerbitkan berkas ini di bawah ketentuan berikut:

w:id:Creative Commons
atribusi berbagi serupa
Berkas ini dilisensikan di bawah lisensi Creative Commons Atribusi-Berbagi Serupa 3.0 Unported


Anda bebas untuk:
  • untuk di bagi – untuk menyalin, menyebarkan dan mengirimkan pekerjaan
  • untuk mencampur – untuk mengadaptasi karya
Dibawah kondisi berikut:
  • atribusi – Anda harus mengatribusi karya dengan cara yang ditentukan oleh pengarang atau pemberi lisensi (tapi tidak dengan cara apa pun yang mengesankan bahwa mereka mendorong Anda atau penggunaan Anda terhadap karya).
  • berbagi serupa – Jika Anda mengubah, mentranformasikan, atau membuat atas dasar karya ini, Anda dapat mendistribusikan karya yang dihasilkan hanya di bawah lisensi yang sama atau mirip dengan lisensi ini.
GNU head Diizinkan untuk menyalin, mendistribusikan dan/atau memodifikasi dokumen ini di bawah syarat-syarat Lisensi Dokumentasi Bebas GNU, Versi 1.2 atau lebih baru yang diterbitkan oleh Free Software Foundation; tanpa Bagian Invarian, tanpa Teks Sampul Depan, dan tanpa Teks Sampul Belakang. Salinan lisensi dimasukkan ke bagian yang berjudul Lisensi Dokumentasi Bebas GNU.

Anda dapat memilih lisensi pilihan Anda.

Riwayat berkas

Miniatur untuk versi per 19:22, 28 Desember 2009
Klik pada tanggal/waktu untuk melihat berkas ini pada saat tersebut.

Tanggal/WaktuMiniaturDimensiPenggunaKomentar
terkini19:22, 28 Desember 2009539×565 (361 KB)Gunkarta(Minor copy edit)

19:19, 28 Desember 2009Miniatur untuk versi per 19:19, 28 Desember 2009539×565 (359 KB)Gunkarta({{Information |Description={{id|1=Jangkauan terluas wilayah Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar, 1608-1637. Pada periode ini serangkaian ekspedisi laut dan serangan militer dilancarkan oleh Iskandar Muda melawan Portugis di Malaka, Kesu)
2 halaman berikut memiliki pranala ke berkas ini:

Penggunaan berkas global

Wiki lain berikut menggunakan berkas ini:
Luas Kesultanan Aceh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, 1608-1637.
Ibu kota Bandar Aceh Darussalam (sekarang Banda Aceh)
Bahasa Aceh, Melayu, Arab
Agama Islam
Pemerintahan Monarki
Sultan
 - 1496-1528 Ali Mughayat Syah
 - 1874-1903 Muhammad Daud Syah
Sejarah
 - Penobatan sultan pertama 1496
 - Aceh War 1903
Mata uang Koin emas dan perak lokal


Kesultanan Aceh Darussalam berdiri menjelang keruntuhan dari Samudera Pasai yang pada tahun 1360 ditaklukkan oleh Majapahit hingga kemundurannya di abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh) dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507. Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Awal mula

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Di awal-awal masa pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Pedir, Pasai, Deli dan Aru. Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1568.

Masa kejayaan

Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda (Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin Al-Raniri dalam bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.

 Kemunduran

Kemunduran Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun 1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tapanuli dan Mandailing, Deli serta Bengkulu kedalam pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia. Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh dan digabungkan sebagai bagian dari negara Hindia Timur Belanda. Pada tahun 1942, pemerintahan Hindia Timur Belanda jatuh di bawah kekuasan Jepang. Pada tahun 1945, Jepang dikalahkan Sekutu, sehingga tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan di ibukota Hindia Timur Belanda (Indonesia) segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan dari Soekarno kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu[rujukan?].

Perang Aceh


Tuanku Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat, sultan Aceh yang terakhir.
Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.
Sultan Muhammad Daud akhirnya menyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

 Sultan Aceh

Sultan Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh, tidak hanya sultan, di Aceh juga terdapat Sultanah / Sultan Wanita. Daftar Sultan yang pernah berkuasa di Aceh dapat dilihat lebih jauh di artikel utama dari Sultan Aceh.

WIKIPEDIA

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK