Sejak jaman dahulu, di Indonesia atau Malaysia ada yang menginginkan keretakan dua negara.
Selasa, 31 Agustus 2010, 15:50 WIB
Elin Yunita Kristanti
Demo Kedubes Malaysia (VIVAnews/Tri Saputro)
VIVAnews -- Tak semua warga Malaysia menganggap imej Indonesia buruk -- akibat apa yang dilakukan massa yang membakar bendera Malaysia dan melempari kedutaan dengan tinja.
Seorang warga Malaysia, Rusdi Mustapha, seperti dimuat situs
Malay Mail, berpendapat perlakuan segelintir massa itu tak seharusnya mengganggu hubungan dua negara.
Ia juga menganggap tindakan militer Malaysia menangkap tiga staf Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak seharusnya terjadi.
Ini isi curahan hatinya:
"Saya mendarat di Bandara Soekarno-Hatta minggu lalu tanpa alasan untuk takut akan mendapat perlakukan yang buruk atau kepala saya digunduli.
Yang terjadi justru, petugas di konter imigrasi tersenyum ramah pada saya, bahkan saya diarahkan ke imigrasi untuk orang Indonesia, bukan loket khusus orang asing.
Paspor saya diproses secara cepat dan petugas menanyai saya dengan sopan, apakah pesawat saya penuh, karena saya jadi orang pertama yang meninggalkan pesawat. Lalu, dia mengatakan, "Selamat datang, Pak".
Ya, petugas imigrasi tahu benar saya adalah orang Malaysia, itu bisa dilihat dari paspor saya yang merah. Saya tinggal di Jakarta empat hari, selama itu tak ada orang Indonesia yang menggunduli kepalaku. Itu tidak terjadi.
Sama sekali tak ada rasa takut di benak saya, menyadari bahwa ketika saya berada di Indonesia, saya selalu merasa tidak berada di negeri asing. Kecuali beberapa kata Indonesia yang tak saya mengerti, komunikasi dengan rata-rata orang Indonesia berjalan dengan baik.
Teman lama saya, Prio menjemput saya di bandara, kami lalu pergi ke lokasi pembakaran bendera Malaysia, juga ke Jalan Diponegoro. Saat itu saya menggunakan kaus Formula One, bertuliskan '1Malaysia' terpampang di depan. Tak ada yang memelototi saya.
Saat itu, saya benar-benar berharap salah satu anggota pengunjuk rasa mendatangi saya untuk berdialog, mungkin saya akan memberikan uang RM100 agar mereka bisa pulang. Setelah semua ini, kami di Malaysia dan Indonesia yakin mereka dibayar untuk melakukan pekerjaan kotor itu.
Bahkan, teman saya, Prio berkata, "mereka orang bayaran. Dibayar oleh seseorang yang ingin menjadi presiden berikutnya." Namun ia tak menjelaskan, maksud perkataannya.
Yang saya tahu, ada orang tertentu yang bertanggung jawab dalam usaha memecah belah Indonesia-Malaysia.
Sejak jaman dahulu, banyak orang, kelompok atau bahkan partai oposisi di Malaysia ingin melihat keretakan antara Malaysia dan Indonesia. Mengapa? Banyak orang, bahkan di Malaysia, ingin melihat hubungan antara kedua negara memburuk atau tegang ke titik di mana mereka ingin kita menjadi musuh abadi.
Kabar baiknya adalah bahwa hubungan Malaysia dengan Indonesia sangat kuat, sehingga tujuan kelompok itu tak akan tercapai.
Menggambarkan hubungan antara kedua negara adalah seperti menggambarkan sebuah ikatan antara dua saudara, darah yang lebih kental dari air!
Saya merasa bebas untuk terbang dan mengunjungi Indonesia pada setiap saat dan di setiap hari.
***
Malaysia dan Indonesia di masa lalu telah menjalin kesepakatan, bahkan aparat bisa memasuki wilayah teritorial untuk mengejar orang-orang berbahaya, misalnya, saat 'masa kegelapan' di Sarawak -- angkatan bersenjata Malaysia, atas izin Indonesia, mengejar tokoh Partai Komunis Kalimantan Utara (NKCP) yang berbasis di Sarawak.
Juga selama patroli bersama di perbatasan antara kedua negara. Hubungan yang terjadi sangat baik, kami disambut teh panas, juga sebaliknya.
Diskresi sejak lama diberlakukan oleh militer dua negara. Saya mengasumsikan adalah praktek dari diskresi di masa lalu ini.
Baik Indonesia maupun Malaysia kadang-kadang membuat kesalahan. Penahanan petugas perikanan Indonesia sebenarnya tidak perlu dijadikan prioritas, kecuali kita tidak peduli dengan dampak internasional!"
VIVA NEWS