Perang anatara Rusia dan Ukraina
bukan tanpa sebab, Vladimir Putin betul-betul menggerakkan tentaranya untuk
menyerbu Urkaina .
Rusia inigin menunjukkan dan memberi
pelajaran saja kepada Amerika Serikat dan NATO bahwa dunia itu engak boleh di
rajai oleh satu orang atua satu negara saja atua satu kelompok saja.
ketika Rusia menyerang Ukraina
itu karena sudah kelewat kesal , wajar kesal karena sudah berlangsung kasusnya
sejak tahun 2008.
"Kasus Unisoviet jatuh dan
pecah kemudian Lituania dan Latvia diambil NATO atau masuk kedalam NATO engak
apa apa karena jauh, tapi Ukraina kan deket, tapi pada tahun 2008 malah Ukraina
dan Georgia diundang NATO untuk masuk, nah disitu awal kisruh, Putin sudah
bilang jangan," katanya.
Bahkan pada saat itu sudah
mewanti waktu AS agar hati hati. "Bayangin saja posisi Putin saat itu,
kalau Putin masuk Mexico lalu taro rudal di Kanada perasaanmu seperti apa, itu
kata Putin, nah itu seperti posisi NATO ambil Ukraina," katanya.
memang sejarah Uni Soviet dan Ukraina
memang asalnya dari Kief pada abad 9, jadi akarnya sama dari Kiev.
"Jadi makanya ketika jadi
Uni Soviet, Moskow sebagai kota pertama, dan Kiev kota kedua. Saat itu semua
hulu ledak nuklir reaktor nuklir semuanya berada di Kiev," katanya.
Jadi sebenarnya Kiev dan Moskow
memang kota yang penuh sejarah dan penuh cerita histori Rusia sehingga Rusia
tidak mau tiba tiba Ukraina masih menjadi anggota NATO.
Rusia akhirnya benar-benar
menyerang Ukraina. Presiden Vladimir Putin mengumumkan operasi militer secara
resmi Kamis (24/2/2022).
Serangan Rusia kemudian dimulai
dengan ledakan di sejumlah kota di Ukraina, termasuk Kyiv, Odessa, Kharkiv dan
Mariupol. Hingga saat ini ketegangan masih berlangsung.
Sebenarnya, dulu Ukraina
"rapat" dengan Rusia. Namun pemimpin Ukraina yang sekarang lebih
dekat ke Barat dan ingin menjadi bagian NATO.
Padahal ketika Perang Dingin terjadi,
sebelum 1990, orang-orang Ukraina dan Rusia bersatu dalam sebuah negara
federasi bernama Uni Soviet. Negara komunis yang kuat di zaman itu.
Uni Soviet setelah Jerman kalah
dan PD II selesai, memiliki pengaruh di belahan timur Eropa. Tak heran jika
negara-negara di benua Eropa bagian timur juga menjadi negara-negara komunis.
Pada 1991, Uni Soviet dan Pakta
Warsawa bubar. Di tahun yang sama, Ukraina memberikan suara untuk memerdekakan
diri dari Uni Soviet dalam sebuah referendum.
Presiden Rusia Boris Yeltsin pada
tahun itu, menyetujui hal tersebut. Selanjutnya Rusia, Ukraina dan Belarusia
membentuk Commonwealth of Independent States (CIS).
Namun perpecahan terjadi. Ukraina
menganggap bahwa CIS adalah upaya Rusia untuk mengendalikan negara-negara di
bawah Kekaisaran Rusia dan Uni Soviet.
Pada Mei 1997, Rusia dan Ukraina
menandatangani perjanjian persahabatan. Hal tersebut adalah upaya untuk
menyelesaikan ketidaksepakatan.
Rusia diizinkan untuk
mempertahankan kepemilikan mayoritas kapal di armada Laut Hitam yang berbasis
di Krimea Ukraina. Rusia pun harus membayar Ukraina biaya sewa karena
menggunakan Pelabuhan Sevastopol.
Hubungan Rusia dan Ukraina
memanas lagi sejak 2014. Kala itu muncul revolusi menentang supremasi Rusia.
Massa antipemerintah berhasil
melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych.
Kerusuhan bahkan sempat terjadi sebelum berdamai di 2015 dengan kesepakatan
Minsk.
Revolusi juga membuka keinginan
Ukraina bergabung dengan Uni Eropa (UE) dan NATO. Ini, mengutip Al-Jazeera,
membuat Putin marah karena prospek berdirinya pangkalan NATO di sebelah
perbatasannya.
Hal ini juga didukung makin
eratnya hubungan sejumlah negara Eropa Timur dengan NATO. Sebut saja Polandia
dan negara-negara Balkan.
Saat Yanukovych jatuh, Rusia
menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea di 2014. Rusia juga
mendukung separatis di Ukraina timur, yakni Donetsk dan Luhansk, untuk
menentang pemerintah Ukraina.
Mulai Panas sejak Akhir 2021
Isu serangan bergulir sejak
November 2021. Sebuah citra satelit menunjukkan penumpukan baru pasukan Rusia
di perbatasan dengan Ukraina.
Moskow diyakini Barat
memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer
lainnya. Intelijen Barat menyebut Rusia akan menyerang Ukraina.
Di Desember, pemimpin dunia
seperti Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi Barat
jika menyerang Ukraina karena laporan yang semakin intens soal militer di
perbatasan. Sejumlah pemimpin Eropa seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron
dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga "turun gunung"
menginisiasi negosiasi antara keduanya.
Di sisi lain, Rusia juga mulai
melakukan latihan militer besar-besaran sejak awal Januari 2022. Semua angkatan
laut dikerahkan. Latihan ini juga dilakukan di darat. Rusia bekerja sama dengan
Belarusia, tetangga dekat sekaligus sekutunya.
Rusia membantah akan menyerang
kala itu. Namun, negeri Putin mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci
kepada Barat.
Salah satu poinnya meminta NATO
menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur dan Ukraina. Rusia meminta
aliansi tersebut untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas
Soviet lainnya sebagai anggota.
Dalam wawancara esklusif dengan
CNBC Indonesia 16 Februari, Duta Besar Rusia Untuk Indonesia, Lyudmila
Georgievna Vorobieva, mengatakan Rusia tidak pernah berniat menyerang tetangganya
itu. Ia menyebut isu ini muncul setelah dihembuskan AS, NATO dan para
aliansinya.
"Semua histeria yang terjadi
antara Rusia dan Ukraina telah ditargetkan untuk mengalihkan isu dari keamanan
negara kami terkait Federasi Rusia. Kami melihat ekspansi NATO yang telah
berjalan selama 30 tahun lebih dan kini infrastruktur NATO makin dekat ke
perbatasan kami," jelasnya dalam wawancara kala itu.
"Pada situasi ini, Ukraina
hanya dijadikan alat untuk mengobarkan informasi perang terhadap Rusia.
Sementara negara kami tengah mengupayakan diplomasi, pihak Barat terus
mengobarkan informasi perang dan menciptakan ketegangan di perbatasan
Rusia-Ukraina."
"Sebenarnya tidak ada yang
terjadi dan kami tidak berniat untuk menyatakan perang terhadap Ukraina. Tolong
jangan salah paham kami justru menganggap Ukraina sebagai saudara kami,"
ujarnya lagi.
"Memerangi Ukraina adalah
gagasan yang tidak masuk akal bagi kami."
Ia membeberkan NATO telah
melakukan lima fase ekspansi, dari tahun 1999 hingga 2020.
Putin yang Tak Tepat Janji
Pada 15 Februari, Putin
menegaskan akan menarik semua pasukan dari perbatasan. Ia mengatakan ini saat
konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz di Moskow, Rusia.
Putin mengatakan, Rusia tidak
menginginkan perang. Menurut dia, Rusia siap mencari solusi dengan Barat.
"Kami siap untuk bekerja
sama lebih jauh. Kami siap untuk masuk ke jalur negosiasi," ujar Putin
seperti dilansir AFP kala itu.
Meski begitu, negara Barat
meragukan hal ini. Bahkan intelijen NATO di Eropa Timur menyebut Rusia mungkin
tetap akan menyerang meski terbatas, dengan menggunakan wilayah pemberontak
Ukraina Timur.
Senin lalu, Putin tiba-tiba
mengumumkan Donetsk (DPR) dan Luhansk (LRP), dua wilayah kontra pemerintah
Ukraina, sebagai negara merdeka. Dengan alasan "menjaga perdamaian",
Putin menandatangani dekrit mengirim pasukan ke Ukraina.
Kamis (24/2/2022), pernyataan
Putin di depan Olaf tak terealisasi. Serangan benar dilakukan.
Putin mengumumkan operasi militer
di Ukraina demi membela separatis di timur negeri itu. Ledakan terjadi di
sejumlah kota di Ukraina termasuk Kyiv.
"Keadaan mengharuskan kami
untuk mengambil tindakan tegas dan segera," kata Putin, dalam pidato yang
disiarkan televisi, menurut transkrip RIA-Novosti.
"Donbass (wilayah milisi pro
Rusia di Ukraina timur) meminta bantuan kepada Rusia. Dalam hal ini, sesuai
dengan Pasal 51, bagian 7 Piagam PBB, dengan sanksi Dewan Federasi dan sesuai
dengan perjanjian persahabatan yang diratifikasi oleh Federal Musyawarah dan
gotong royong dengan DPR dan LPR, saya putuskan untuk melakukan operasi militer
khusus," tambahnya.
Barat mengutuk tindakan Putin.
Sejumlah negara bereaksi.
"Rusia memulai serangan ke
Ukraina hari ini. Putin memulai perang melawan Ukraina, melawan seluruh dunia
demokrasi. Dia ingin menghancurkan negara saya, negara kita, semua yang telah
kita bangun, semua yang kita jalani," kata Presiden Ukraina Zelensky.
Mengapa Menyerang Ukraina?
Para ahli percaya Putin melakukan
ini untuk tujuan memaksa perubahan di Ukraina. Rusia, ingin kepemimpinan
Ukraina diganti menjadi pro Moskow.
"Berdasarkan pidato Putin
... Rusia melancarkan serangan besar di seluruh Ukraina dan bertujuan untuk
menggulingkan pemerintah Kyiv melalui cara militer," kata Direktur
Penelitian makro global di Eurasia Group, Henry Rome, dikutip CNBC International.
"Meskipun Putin mengklaim
sebaliknya, kemungkinan ini akan mencakup pendudukan beberapa wilayah oleh
pasukan Rusia."
Dikutip dari CNN International,
dalam sebuah essai panjang yang dimuat Putin di Juli 2021, ia sempat menyebut
Rusia dan Ukraina adalah "satu orang".
"Barat telah merusak Ukraina
dan menariknya keluar dari orbit Rusia melalui perubahan identitas yang
dipaksakan," tulis media itu menggambarkan tulisan Putin.
Dalam pertemuan dengan media yang
dihadiri CNBC Indonesia pekan lalu, seorang pejabat senior Kedutaan Besar AS di
Jakarta mengatakan pelanggaran terang-terangan Rusia terhadap hukum
internasional menjadi tantangan langsung terhadap tatanan berbasis aturan
internasional. Ukraina sendiri merupakan anggota PBB, yang artinya negara merdeka
dan berdaulat.
"Jika Rusia diizinkan untuk
membatasi kedaulatan Ukraina dengan mendikte aliansi Ukraina dan pilihan
kebijakan luar negeri, dengan memerasnya dan melanggar integritas
teritorialnya, itu dapat memberanikan orang lain yang ingin memperluas klaim
teritorial ilegal termasuk di Laut China Selatan (LCS)," katanya.
"Merusak prinsip-prinsip
tatanan berbasis aturan internasional melemahkan fondasi kerja sama
internasional dan pelanggaran Rusia mengancam perdamaian dan stabilitas di
benua Eropa."
Sumber : Dari berbagai Sumber