Pages

Thursday, July 26, 2012

Exercise Pitch Black 12 (PB12)

Exercise Pitch Black 12 (PB12) is the Royal Australian Air Force’s (RAAF’s) largest and most complex air exercise. It will be held in the Northern Territory from 27 July to 17 August 2012.
Pitch Black 2012 Logo
International participants will include the United States Marine Corps, the Republic of Singapore Air Force, Royal Thai Air Force, and Royal New Zealand Air Force, and the Indonesian Air Force (participating from July 27 to August 13).
Members of the Public and Media with questions about Exercise Pitch Black 12 can engage the following channels:

Up to 94  aircraft and more than 2200 personnel are expected to participate in Exercise Pitch Black 12. This will include:
Royal Australian Air Force (RAAF)
  • F/A-18A Hornet (Darwin and Tindal)
  • F/A-18F Super Hornet (Darwin)*
  • C-130H and C-130J Hercules (Darwin)
  • King Air 350 (Darwin)
  • Hawk 127 Lead-In Fighter (Tindal)
  • Wedgetail Airborne Early Warning and Control (AEW&C) aircraft (Tindal)*
  • AP-3C Orion (Tindal)
  • KC-30 Multi-Role Tanker Transport (Amberley)*
Republic of Singapore Air Force (RSAF)
  • F-16 Falcon (Darwin)
  • F-15SG Eagle (Darwin)*
  • Gulfstream 550 Conformal Airborne Early Warning (CAEW) (Darwin)*
  • KC-135 Stratotanker (Darwin)
United States Marine Corps (USMC)
  • F/A-18C Hornet (Tindal)
  • KC-130J Hercules (Tindal)
Royal Thai Air Force (RTAF)
  • F-16 Falcon (Darwin)
Indonesian Air Force (TNI-AU)*
  • Su-30 Flanker (Darwin – 27 July to 13 August only)*
Royal New Zealand Air Force (RNZAF)
  • Combat Support Personnel
*denotes first time participant for Exercise Pitch Black.
Exercise Pitch Black 12 will feature a range of long-time participant nations and aircraft as well as newcomers. In 2012, the Indonesian Air Force is slated to attend the exercise for the very first time, participating from 27 July to 13 August. It will operate its Su-30 Flanker aircraft for the first time in Australia.
While the RAAF’s Super Hornet and Wedgetail AEW&C aircraft have participated in previous exercises in the Northern Territory, 2012 marks the first time these aircraft will participate in Exercise Pitch Black. Fielding these aircraft in a large-scale air combat exercise within Australia is an exciting event for Air Force, with the Super Hornet and Wedgetail demonstrating the next generation in technology.
The KC-30A Multi-Role Tanker Transport, which is still undergoing its Operational Test and Evaluation, may participate in several Exercise Pitch Black 12 missions.
Other first time participants in Pitch Black 12 will include the Republic of Singapore Air Force’s F-15SG Eagle and Gulfstream CAEW aircraft.
Exercise Pitch Black 12 will mark the last time the RAAF’s C-130H Hercules transport aircraft participate in a Pitch Black exercise. These aircraft have provided an essential tactical airlift capability to the RAAF since they were first delivered in 1978, and are veterans of service in Iraq, Afghanistan, East Timor, and numerous humanitarian relief operations. The C-130H will be withdrawn from service later this year.
Civilian contracted aircraft, including a Boeing 707 air-to-air refuelling tanker from Omega Air, will also be utilised for Exercise Pitch Black.

DOD AUSTRALIA

Wednesday, July 25, 2012

ASEAN Tak Berdaya Menghadapi China


Kamis, 26 Juli 2012 10:03 wib
Harapan Filipina dalam pertemuan ke-45 Menteri Luar Negeri ASEAN, di Phnom Penh, Kamboja, Juli 2012, agar disepakatinya Kode Tata Berperilaku di Laut China, kandas. Kandasnya kesepakatan tersebut diakibatkan di antara anggota ASEAN sendiri, khususnya Kamboja dan Filipina, yang tak menemukan titik temu.

Menteri Luar Negeri Kamboja, Hor Namhong, dalam kesempatan itu menuturkan bahwa pertemuan ini bukan untuk membahas sengketa yang terjadi di Laut China Selatan. Bahkan lebih tegas, Hor mengatakan masalah sengketa di Laut China Selatan tidak perlu dibahas.

Filipina ngotot agar masalah di Laut China Selatan bisa diselesaikan oleh negara ASEAN karena negara itu butuh dukungan. Bila Filipina menghadapi China secara sendiri, secara militer dan hukum internasional, akan kewalahan. Untuk itu Filipina tak lelah-lelahnya membawa masalah ini ke dunia internasional.

Pengklaiman secara sepihak wilayah Laut China Selatan oleh China membuat ketegangan tidak hanya antara China dan Filipina namun juga dengan Vietnam, Brunai, Malaysia, dan Taiwan. Diantara negara itu Filipina dan Vietnam-lah yang paling seru memperebutkan wilayah Laut China Selatan. Negara-negara itu memperebutkan wilayah itu pasti dilandasi alasan bahwa ada sumber minyak yang menggiurkan.

Ketegangan antara Filipina dan Vietnam dengan China sudah pada tingkatan aksi militer. Dalam kondisi yang merasa lemah, membuat Filipina meminta bantuan kepada Amerika Serikat. Undangan Filipina kepada Amerika Serikat untuk masuk dalam konflik militer ini tentu disambut dengan senang hati oleh Amerika Serikat. Undangan Filipina ini dianggap oleh Amerika Serikat sebagai sarana untuk menghantam China sekaligus menacapkan pengaruh Amerika Serikat di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Untuk menghadapi China, Filipina tidak hanya menggandeng Amerika Serikat, namun Filipina juga memaki-maki Kamboja sebagai antek China di Asia Tenggara. Filipina menuduh Kamboja yang menolak disepakatinya Kode Tata Berperilaku di Laut China Selatan karena adanya tekanan China.
Mengapa pertemuan itu gagal membahas masalah di Laut China Selatan meski urusan itu melibatkan banyak negara ASEAN, seperti Filipina, Vietnam, Brunai, dan Malaysia? Alasannya adalah. Pertama, ketergantungan negara-negara ASEAN akan bantuan China. Sebagaimana kita ketahui China telah banyak memberi bantuan dan investasinya di negara-negara ASEAN, terutama di Myanmar, Kamboja, dan Indonesia. Bantuan yang diberikan ini tentu menjadi beban bagi banyak negara ASEAN bila hendak menentang China. Misalnya saja, ketika pemerintahan Junta Militer Myanmar diembargo ekonomi oleh PBB dan Uni Eropa, namun nafas ekonomi Myanmar masih menghembus karena adanya bantuan ekonomi dan perdagangan dengan China.

Dukungan kepada Myanmar tidak hanya masalah ekonomi dan perdagangan, namun juga penentangan-penentangan China kepada PBB dan Uni Eropa atas sanksi-sanksi yang hendak ditimpakan kepada Myanmar. Hal yang demikian membuat Myanmar tidak bersuara banyak dalam masalah Laut China Selatan.
Pun demikian dengan Indonesia, kita lihat banyak sekali bantuan ekonomi, pendidikan, teknis infrastruktur, transportasi, perdagangan, dan lain sebagainya yang diberikan China. Bantuan ini membuat kenyang Indonesia, sehingga kalau kenyang otomatis tidak membuat Indonesia kritis kepada China.

Kedua, bila konflik militer terjadi antara ASEAN dan China, pasti ASEAN tidak berdaya menghadapi gempuran militer China. Mengapa demikian? Sebab China tidak dipusingkan dengan masalah alutsista yang dimiliki. Selama ini China mampu memproduksi alutsistanya sendiri dengan canggih, modern, dan tangguh. Sebagai negara besar, penguasaan teknologi China sangat maju, buktinya China sudah mampu mengirim taikonot (astronot) ke luar anagkasa.

Sementara negara-negara ASEAN sendiri saat ini banyak dipusingkan dengan masalah alutsista yang dimiliki. Kita tahu bagaimana alutsista Indonesia? Tidak perlu dikupas di sini, sebab para pembaca sudah bisa menyimpulkan sendiri. Dalam kondisi yang demikian, maka Indonesia sebagai negara yang berpengaruh di ASEAN selalu mengatakan, “Dalam masalah Laut China Selatan harus dihindarkan penyelesaian secara militer.” Hal demikian sebenarnya menunjukan lemahnya kekuatan militer yang dimiliki Indonesia.

Ketiga, komunitas ASEAN berbeda dengan komunitas Uni Eropa dan Liga Arab. Uni Eropa adalah kumpulan negara-negara di mana penduduknya mayoritas beragama Kristen dan Katolik sehingga bila  negara yang ingin menjadi anggota Uni Eropa namun  mayoritas penduduknya bukan Kristen atau Katolik maka keinginan negara itu akan dipersulit. Lihat saja bagaimana susahnya Turki masuk ke Uni Eropa.

Demikian pula Liga Arab, organisasi ini adalah kumpulan negara yang seluruh penduduknya berbahasa Arab, beretnis Arab, dan beragama Islam. Dari dasar-dasar itulah maka mereka sangat solidaritas ke Palestina, di mana orang Palestina adalah etnis Arab, berbahasa Arab, dan mayoritas beragama Islam. Solidaritas inilah membuat Liga Arab menjadikan Israel sebagai musuh bersama.

Sementara itu ASEAN adalah lain. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini multietnik, bahasa, dan ras. Tidak adanya homogenitas inilah yang tidak bisa menjadikan ASEAN sebagai komunitas yang senasib dan seperjuangan. Sehingga China oleh ASEAN tidak seperti Uni Eropa memandang Turki atau Liga Arab memandang Israel.

Ketiga hal di ataslah yang membuat ASEAN serba bingung menghadapi China. Bila tidak dilawan, China akan semakin sewenang-wenang dan agresif di kawasan Laut China Selatan, namun bila dilawan, kekuatan apa yang dimiliki negara-negara ASEAN.

Dengan demikian, konflik di Laut China Selatan ini akan berlangsung lama dan terus memanas. Jalan pendek yang ditempuh Filipina adalah mengundang Amerika Serikat untuk berpartisipasi secara aktif untuk menyelesaikan masalah di Laut China Selatan. Karena ASEAN tidak mampu menyelesaikan masalah di Laut China Selatan maka ASEAN tidak bisa melarang kehadiran militer Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara. Padahal negara ASEAN menyepakati bahwa kawasan Asia Tenggara adalah zona damai.

Ketidakmampuan ASEAN dalam menyelesaikan masalah kawasan akan membuat organisasi ini tidak bermanfaat bagi anggotanya. Dan dalam masalah ini menunjukan bahwa organisasi ASEAN secara ekonomi rapuh dan secara militer lemah. Akhirnya kawasan Asia Tenggara akan selalu menjadi wilayah konflik, baik ekonomi dan militer, yang melibatkan dan menguntungkan pihak-pihak lain.

Ardi Winangun
Pengamat Hubungan Internasional
 
sumber : OKEZONE

TNI AL dan Angkatan Laut China dialog untuk kali pertama


Ilustrasi (FOTO ANTARA/Ujang Zaelani)
Melalui 'navy to navy talk' angkatan laut kedua negara dapat saling bertukar informasi, pandangan untuk pembangunan kedua angkatan laut...
Beijing (ANTARA News) - TNI Angkatan Laut dan Angkatan Laut China untuk kali pertama melakukan dialog dalam kerangka "navy to navy talk" guna meningkatkan kerja sama pertahanan kedua negara.

Wakil Ketua Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertahanan China Laksamana Muda Guan You Fei mengatakan dialog antara angkatan laut Indonesia dan China merupakan salah satu bagian dari kerja sama pertahanan kedua negara dalam bentuk forum konsultasi bilateral bidang pertahanan dan keamanan.

"Dialog antarangkatan laut kedua negara menjadi salah satu komponen penting untuk membina hubungan yang lebih baik berdasar saling pengertian, dan saling percaya," kata Guan You Fei.

Ia mengatakan pada dialog kali pertama ini akan dibahas pembangunan angkatan laut kedua negara dan beragam isu keamanan maritim regional.

Sedangkan Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan mengatakan "navy to navy talk" yang baru kali pertama dilakukan ini dapat menjadi jembatan yang kuat bagi pembangunan kerja sama angkatan laut kedua yang makin meningkat dan luas.

"Kita ketahui bersama bahwa hubungan RI-China, termasuk hubungan angkatan laut kedua negara telah berjalan baik, dan diharapkan akan terus meningkat di masa datang didasari rasa saling percaya, saling memahami, saling menghormati satu sama lain," katanya.

Selain itu, dialog antarangkatan laut kedua negara dapat memberikan peluang kerja sama yang lebih luas tidak saja untuk kepentingan dua angkatan laut, tetapi juga untuk kepentingan kedua negara dalam mewujudkan stabilitas keamanan maritim regional.

"Melalui 'navy to navy talk' angkatan laut kedua negara dapat saling bertukar informasi, pandangan untuk pembangunan kedua angkatan laut serta membahas isu-isu umum terkait keamanan maritim regional," kata Didit.

Dialog TNI Angkatan Laut dan Angkatan Laut China akan dilaksanakan selama dua hari, 25-26 Juli, dengan agenda membentuk kerangka kerja sama angkatan laut kedua negara dan pembahasan isu-isu keamanan maritim regional.

SUMBER ; Antara

HMAS Farncomb celebrates successful sinking at RIMPAC


Former United States Navy Ship Kilauea breaks apart and sinks following a torpedo attack from the Collins Class submarine HMAS Farncomb, on the Pacific Missile Range Facility off Hawaii during RIMPAC 2012.
The Royal Australian Navy’s Collins Class submarine, HMAS Farncomb, successfully sunk a target ship, the former United States Navy Ship Kilauea, during exercises in Hawaii.
Farncomb, a Collins Class submarine, fired one Mark 48 Torpedo and achieved a hit just below the bridge of the 12,106-tonne ship as part of Exercise Rim of the Pacific (RIMPAC) 2012.
The former USNS Kilauea broke into two parts and sank about 40 minutes later.
The submarine’s Commanding Officer, Commander Glen Miles, said the firing was a significant milestone for both himself and his 60-strong crew.
“This is the result of professionalism and teamwork,” Commander Miles said.
“Those of us who drive these boats know that the Collins’s weapons systems are among the most capable in the world.”
Australia is among 22 nations attending Exercise RIMPAC that includes six submarines and 40 surface ships participating in a realistic maritime warfare scenario.
Australian soldiers from 1 RAR are also participating in the amphibious aspect of the exercise, alongside US Marines. RAAF AP-3C Orions and a Wedgetail aircraft are also providing air support.
Australia’s contingent commander, Commodore Stuart Mayer, said RIMPAC provided the ADF with a realistic, high tech and challenging training opportunity.
“HMAS Farncomb’s success reminds us yet again of the invaluable role submarines play in modern warfare,” Commodore Mayer said.
“RIMPAC allows us to train with our allies for a worst case scenario in a real life environment.”
The world’s largest international maritime exercise, RIMPAC, provides a unique training opportunity helping participants foster and sustain the cooperative relationships that are critical to ensuring the safety of sea lanes and security on the world’s oceans.
RIMPAC 2012 will conclude on 3 August 2012.

SUMBER :DOD AUSTRALIA

AL AS Sulit Deteksi Kapal Selam Mini Iran


Seorang mantan komandan Angkatan Laut AS mengatakan, militer Iran memiliki armada kapal selam mini, yang sangat sulit dilacak dan dideteksi oleh AL Amerika Serikat.

"Kapal selam mini Iran adalah masalah besar bagi kami," tulis situs berita MinnPost mengutip keterangan pensiunan AL, Christopher Harmer, yang pernah menjabat sebagai direktur operasi masa depan Armada Kelima AS, yang berbasis di Bahrain, dari tahun 2008 sampai 2009.

"Mereka adalah ancaman bagi kami, karena mereka dapat menyebar di sepanjang Teluk Persia dan Laut Arab, dan itu sangat sulit bagi kita untuk melacak mereka," tambahnya.

Komandan Harmer mengatakan bahwa Angkatan Laut AS lebih terbiasa untuk melacak kapal besar – kapal selam kelas nuklir era Soviet – ini sesuatu yang diketahui oleh Iran.

"Mencari kapal selam kecil di perairan dangkal jauh lebih sulit, karena akustik sangat jauh lebih sulit, lebih kecil menjadikan lebih sedikit tingkat kebisingan," katanya.

Selama beberapa tahun terakhir, Iran telah membuat terobosan penting di sektor pertahanan dan mencapai swasembada dalam memproduksi peralatan dan sistem militer penting.

(IRIB INDONESIA)

Tuesday, July 24, 2012

SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia


 
su27 SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
SU-27 Indonesia
Untuk pertama kalinya tanggal 27 Juli 2012 nanti, pesawat tempur andalan Indonesia, SU-27/SU-30 MK2 keluar dari Makassar, terbang ke Australia mengikuti moc combat, Pitch Black 2012.
Selama ini Indonesia belum pernah menyertakan jet tempur Sukhoi dalam latihan perang dengan Australia. Bahkan ketika Australia datang ke Markas Sukhoi di Makassar, Indonesia hanya memunculkan F-16 saat latihan dengan F/A-18 Hornet.
Australia menyambut gembira rencana kedatangan Sukhoi Indonesia karena dianggap sebuah peningkatan kerjasama antar kedua negara. “Angkatan Udara Indonesia belum pernah memberikan akses kepada Angkatan Udara Australia, untuk mengenal Sukhoi Rusia yang dirancang untuk menandingi jet tempur generasi keempat Amerika Serikat”, ujar Lindsay Murdoch dari Casey Weekly Berwick.
4 Sukhoi RI dan 4 F/A-18F Australia akan “bertarung” dan saling menjajal kemampuan di wilayah udara Indonesia- Australia. Kedua kelompok yang bertarung moc combat, terbang dari Pangkalan Udara Darwin dan Tindal-Katherine, Australia Utara. Jet-jet tempur dari Amerika Serikat juga berpartisipasi dalam ujicoba perang udara tanggal 27 juli hingga 17 Agustus 2012 di Australia.
su30mk2flanker SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
SU-30MK2 Indonesia
Pakar Militer Australia John Farrell menilai keputusan Indonesia mengirim Sukhoi ke Australia, membawa kerja sama pertahanan kedua negara ke level baru yang lebih tinggi. “Sebelumnya, Indonesia tidak pernah mengirim pesawat tempur utamanya ke luar negeri. Hal ini terjadi karena Indonesia dan Australia menghadapi ancaman besar di wilayah mereka”, ujar Farrel merujuk ke China dan India.
Australia begitu surprise dengan rencana Indonesia mengirimkan Sukhoi ke negara mereka, karena pesawat ini dinilai aset pertahanan udara paling rahasia dari Indonesia. Dengan munculnya pesawat sukhoi ini, para pilot Australia bisa berkenalan langsung dengan karakter pesawat tempur Rusia yang mereka segani. Menurut Australia, tindakan mengirim Sukhoi, merupakan wujud kepercayaan Indonesia ke Australia, terlebih lagi sejak Australia mengundang pasukan AS untuk menetap di Darwin.
MissionIndonesia1025 SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
Juru Bicara TNI AL Kolonel Agung Sasongkojati membenarkan TNI AU akan mengirim jet Sukhoi ke Australia dalam latihan perang Pitch Black. Para pilot Indonesia sedang berlatih sebelum diterjunkan dalam latihan bersama nanti. Latihan perang yang lebih intim diharapkan menjadi dasar peningkatan hubungan kerjasama militer kedua negara.
Menurut pihak Australia, saat ini Indonesia dan Australia sedang melakukan negosiasi untuk membentuk perjanjian kerjasama pertahanan. Kerjasama itu ditujukan untuk mengimbangi ancaman militer China yang semakin menguat di kawasan Asia Tenggara. China pun telah memperluas patroli kapal perang destroyernya hingga meliputi seluruh laut China Selatan. Bahkan Jepang menyampaikan keluhannya tentang semakin agresifnya patroli kapal perang China yang mendekati laut Jepang.
Pengiriman Sukhoi Indoinesia ke Australia memang bisa diterjemahkan dengan bermacam-macam sudut pandang. Pengiriman Sukhoi ke Australia juga menunjukkan alutsista Indonesia bisa langsung menyentuh wilayah Australia. Para pilot akan berkenalan dengan geografis Australia, sekaligus mengenal karakter F/A-18F.
sukhoi3103091 SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
Angkatan Udara Australia (RAAF) mengoperasikan 57 pesawat F/A-18A serta 18 pesawat F/A-18B sejak tahun 1984 dan 4 dari pesawat itu jatuh, sehingga tinggal 71 unit.
Sebanyak 14 Pesawat F/A-18 Australia sempat berpartisipasi dalam perang Irak tahun 2003, sebagai close air support bagi pergerakan pasukan di darat. F-18 Australia juga telah di-up grade pada tahun 1999n namun segera dipensiunkan karena semakin meningkatnya biaya operasi dan out of date. Sebagai gantinya Australia telah memesan 72 jet tempur F-35 Lightning II.
Sebelumnya, pada tahun 2007 Australia juga memesan F/A-18F Super Hornet untuk mengganti Skuadron F-111 yang sudah tua. F/A-18F Australia mulai beroperasi Desember 2010.
f18raaf2 SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
Rudal udal udara ke udara F/A 18 F Super Hornet:
4× AIM-9 Sidewinder atau 4× AIM-120 AMRAAM,
2× AIM-7 Sparrow atau tambahan 2× AIM-120 AMRAAM
Rudal udara ke darat:
AGM-65 Maverick
Standoff Land Attack Missile (SLAM-ER)
AGM-88 HARM Anti-radiation missile
AGM-154 Joint Standoff Weapon (JSOW)
Rudal Anti-Kapal:
AGM-84 Harpoon
Bom:
JDAM Precision-guided munition, Paveway Laser guided, Mk 80 unguided iron bombs, CBU-87 cluster, CBU-78 Gator, CBU-97 dan Mk 20 Rockeye II.
Avionic:
Hughes APG-73 or Raytheon APG-79 Radar
Northrop Grumman/ITT AN/ALE-165 self-protection jammer pod
BAE Systems AN/ALE-214 integrated defensive electronic countermeasures
Raytheon AN/ALE-50 atau BAE Systems AN/ALE-55 towed decoy
Northrop Grumman AN/ALR-67(V)3 radar warning receiver
MIDS LVT or MIDS JTRS datalink transceiver
RAAF Super Hornet SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
F/A-18F Super Hornet Australia
Jika melihat rudal dan avionic yang diusung F/A 18 F Super Hornet, tampaknya jet tempur itu benar-benar tangguh, baik persenjataan maupun avionic. Namun setelah dilakukan analisa head to head, tidak demikian realitanya.
Sejak Indonesia membeli SU 27 maupun SU 30, Australia terus mengkaji kemampuan pesawat tempur Rusia tersebut, karena bisa menjadi ancaman bagi mereka. Berbagai kajian tentang F/A 18 VS SU 30 dilakukan Australia. Hasilnya menunjukkan F/A- 18 Super Hornet kalah dibandingkan SU 30, hampir dari semua lini.
“Jika Flanker (Sukhoi) dibandingkan Super Hornet, tampak jelas kehebatan: firepower, kecepatan, raw agility, jarak tempuh, dan performa manuver pesawat dimiliki oleh Sukhoi”, ujar pengamat militer Dr Carlo Kopp di Defence Today.
Su 30MK BVR 2 1 SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia Selain itu, dari segi kecepatan supersonic, akselerasi subsonic dan kemampuan mendaki, Super Hornet kalah dari seluruh varian pesawat Sukhoi (flanker). “High speed turning performance, where thrust limited, also goes to the Flanker, as does supersonic manoeuvre performance“, tambah Carlo Kopp.
Apalagi bila membandingkan F/A 18 Super Hornet dengan SU 33 dan Su 30 MKI yang telah dilengkapi canard, maka pesawat-pesawat Rusia itu sangat superior. Hal ini antara lain disebabkan kelemahan Super Hornet dalam hal “lower combat thrust/weight ratio”, serta “hybrid wing planform”.
Irbis BARS SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
Super Hornet juga kalah dalam hal combat radius performance, termasuk jika F/A- 18 dipasang eksternal tank. “There is no substitute for clean internal fuel”, tambahnya.
Selain kalah dari sisi performa mesin dan aerodinamika pesawat, Super Hornet juga kalah telak dalam hal kemampuan radar maupun misil. “The Flanker’s radar aperture is twice the size of the Hornet family apertures, due to the larger nose cross section”.
Begitu pula dengan sistem defensif pesawat. Super Hornet kalah telak. Terutama dalam hal Radar Warning Receiver, mid/high band defensive jammer. “The Super Hornet does not have any compelling advantage in EWSP capability”, ujar Carlo Kopp.
Su 30 AAM SU 30 Indonesia VS F/A 18F Australia
Analisa itu juga yang tampaknya membuat Australia mempercepat pensiunnya pesawat F/A 18 mereka. F/A 18 dinilai “out of date” dibandingkan dengan Sukhoi. Australia sangat mewaspadai kemampuan pesawat Sukhoi, karena jet tempur ini juga digunakan oleh India dan China.
Pakar-pakar militer Australia menilai, perang udara di masa kini berbeda dengan di masa lalu yang banyak ditentukan lewat dog fight. Perang udara masa kini bersifat asimetris. Pesawat mana yang lebih dulu berhasil menjejak lawan atau menembak rudal, maka kemungkinan besar dialah pemenangnya. (Jkgr).

sumber : jakartagreater

Menunggu kolaborasi TNI AL dan LAPAN

 Pesawat Terbang Nirawak Zen_LAPAN01 (atas) dan Skywalker (bawah) yang digunakan untuk mendukung Program Estimasi Produksi Padi


Jakarta (ANTARA News) - Berbagai langkah diayunkan TNI AL untuk memajukan diri menjaga kedaulatan Indonesia. Kini kerja sama dengan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional digalang agar kelak penguasaan teknologi informatika penginderaan jarak jauh, termasuk penggelaran wahana tanpa awak (UAV/Unmanned Aerial Vehicles) dimungkinkan secara mandiri.

Angkatan Laut Amerika Serikat, sebagai contoh, telah lama memakai teknologi itu untuk mengendus keberadaan anasir yang mengancam kepentingan Amerika Serikat; nun jauh sebelum anasir itu bisa diindera mata dan telinga manusia. 


Salah satunya berupa RQ-8A/B Fire Scout, serupa helikopter mini yang bisa lepas landas dari kapal perang. Fire Scout ditempatkan pertama kali di dalam hanggar USS Denver pada Januari 2002 dengan kemampuan paling berbahaya bertajuk pengintaian (reconnaisanse), peraihan sasaran taktis, melacak sasaran, dan pemilihan sasaran secara akurat.

Ada lagi yang jauh lebih sangar, seturut Jane's Defence, namanya Northrop-Grumman RQ-4A Tier II Plus Global Hawk yang mampu dibekali teknolgi Synthetic Aperture Radar, electro-optical, sensor infra merah, dan masih banyak lagi. Maklum, arsenal classsified, jadi cuma sedikit yang bisa diungkap pabrikan.  

Bisakah Indonesia menuju ke sana? Bisa adalah jawabannya namun tidak seketika. Sejalan penandatanganan nota kerja sama antara TNI AL dan LAPAN, di Markas Besar TNI AL di Cilangkap, Jakarta Timur, Senin, kerangka ke arah sana sedang dibangun bersama.

Pihak penandatangan adalah Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno, dengan koleganya, Kepala LAPAN, Bambang S Tejasukmana, disaksikan para petinggi masing-masing pihak dan belasan jurnalis nasional. Dari sisi waktu pemberlakuan kerja sama itu, ada skema jangka pendek dan jangka panjang. 

Intinya, kedua pihak saling berbagi pengetahuan dan pengalaman serta saling melatih dan meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi-teknologi terkait. TNI AL memiliki Dinas Hidrografi dan Oseanografi yang sangat mumpuni dalam pengamatan perilaku perairan dan kawasan maritim nasional.

Di antara yang paling mudah adalah merekam dan memprakirakan (forecasting) data pasang-surut pantai. Data ini akan sangat berguna untuk banyak kepentingan, baik pelayaran niaga apalagi pertahanan negara.

LAPAN sendiri juga bukan "pemain baru" di dunia kedirgantaraan dan keruangangkasaan. Berbagai kerja sama dan kepercayaan serta capaian telah diraih sejak masa pemerintahan Soekarno, penggagas LAPAN kala itu. Inilah satu-satunya badan di belahan selatan Bumi yang pada masanya telah mampu meluncurkan calon satelit mini asli buatan dalam negeri.

LAPAN juga memiliki organ yang spesialisasinya di bidang penginderaan jarak jauh --contohnya peringatan dini titik-titik panas kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sehingga bisa cepat diketahui-- yang siap dimanfaatkan bagi kepentingan pertahanan nasional.

Membilang hal ini, teknologi penginderaan jarak jauh berbasis teknologi satelit itu bisa menjelma berupa UAV dengan misi pengintaian dan intelijen maritim. Bukan rahasia lagi bahwa keterbatasan anggaran pertahanan menjadi "tantangan" untuk berinovasi agar tugas pokok bisa dilakukan sebaik mungkin.

Kehadiran UAV ini akan menjadi armada tambahan signifikan bagi banyak kapal perang dan pangkalan TNI AL untuk membuat perairan Indonesia bertambah aman sekaligus mencegah pelanggaran dari pihak-pihak luar negeri. UAV mampu terbang jauh di balik cakrawala, memancarkan data dan temuannya menuju satelit dan memancarkan ulang ke kapal-kapal perang kita.

Sehingga, di ruang kendali operasi (combat situation room) kapal perang, keputusan paling tepat bisa diambil berdasarkan perintah bermodal data paling akurat. Soeparno mengangankan agar hal itu nanti bisa terjadi secara seketika alias real time. UAV ini dioperasikan dari landasannya di kapal perang dan kembali ke kapal asalnya untuk kemudian dioperasikan lagi. 

LAPAN memang tidak mengurusi persenjataan fisik berupa perancangan dan pembuatan peluru kendali. Terlepas dari unsur manusia pengawak, apalah arti peluru kendali tanpa bisa dikendalikan bersandar teknologi state of the art? TNI AL tengah membangun postur kekuatannya yang kuat, ramping, liat, dan modern; salah satunya berupa kapal perang sekelas KAL Clurit ukuran 48 meter yang bisa ngebut di perairan dangkal.

Masih ada kapal kelas Kapal Cepat Rudal 60 yang masih mampu berlayar sempurna sambil tetap memungkinkan sistem giroskop meriam 57 milimeter dan peluru kendali hingga kelas MM-40 Exocet Block II (kelak) diaktifkan dari pijakan luncurnya.

Menurut Sidang Pleno Ke-VI Komite Kebijakan Industri Pertahanan pada 23 Mei 2012 lalu, hal ini masih ditambah dengan kapal kelas Perusak Kawal Rudal dengan kodifikasi PKR 10514 sepanjang 105 meter dengan harga 220 juta dollar AS perunit. "Tampang" kapal yang direncanakan dibuat di galangan PT PAL Surabaya ini mirip dengan kapal fregat kelas SIGMA yang penuh dengan diamond cut-nya.

Perompakan di Selat Malaka, sebagai satu hal, sempat menempatkan nama Indonesia sebagai negara yang kurang baik dalam mengamankan wilayahnya sendiri. Namun berbagai langkah digiatkan sehingga patroli kerkoordinasi digelar di antara negara-negara pihak di perairan yang menguasai sekitar 70 persen omzet perdagangan dunia itu bisa semakin aman.

Kalau sudah begitu nanti, bayangkan capaian yang bisa diraih jika sepertiga saja kapal-kapal perang TNI AL dibekali dengan sistem penginderaan jarak jauh (baca: UAV) yang lebih mumpuni. Tidak akan mudah pihak luar menyodorkan "data pembanding" yang kerap bisa disesuaikan dengan kepentingan mereka.

Apalagi belakangan dan ke depan nanti isu Kepulauan Spratly di Laut China Selatan alias Laut Filipina Barat, di utara Laut Natuna, Provinsi Riau Kepulauan, bisa makin menghangat. Indonesia berada persis di persimpangan konflik antara China, sebagian negara ASEAN, dan (bisa melibatkan) Amerika Serikat.

Indonesia perlu mewaspadai secara khusus tiap perkembangan di perairan itu. Percepatan pembangunan sistem arsenal militer nasional layaklah menjadi prioritas pembangunan demi kemandirian dan kedaulatan bangsa. Di sinilah kontribusi TNI AL dan LAPAN kali ini berawal mula.

sumber : ANTARA

BERITA POLULER