11 Juni 2012, Indonesia kembali mengirim sebuah kapal perangnya ke
perairan Lebanon guna memperkuat misi perdamaian internasional UNIFIL di
kawasan yang masih dalam status perang dengan Israel tersebut. Kali
ini, Pemerintah RI mengirimkan Kapal Republik Indonesia (KRI) Sultan
Hasanuddin-366 yang tiba di Pelabuhan Beirut pada Sabtu tengah hari
waktu Lebanon (09/06).
Kapal perang dengan panjang keseluruhan mencapai lebih dari 90 meter ini
diperkuat oleh 105 personil yang dipimpin Letnan Kolonel (P) Dato
Rusman SN. Menurut rencana, KRI Sultan Hasanuddin akan melaksanakan
tugas di perairan Lebanon selama enam bulan hingga Desember 2012.
Dubes RI untuk Lebanon, Dimas Samodra Rum, Komandan Kontingen Garuda,
Atase Pertahanan RI, staf KBRI Beirut dan sejumlah anggota Kontingen
Garuda di Lebanon menyambut kedatangan kapal canggih yang dimiliki
Indonesia ini.
Kepada seluruh anggota kapal, Dubes RI menyambut gembira dan bangga
dengan kehadiran misi perdamaian laut Indonesia di UNIFIL. Dubes juga
mengharapkan KRI Sultan Hasanuddin dapat kembali mempertahankan prestasi
cemerlang bangsa Indonesia di mata internasional seperti prestasi yang
diraih oleh misi-misi kapal Indonesia sebelumnya.
“Partisipasi KRI Sultan Hasanuddin dalam misi perdamaian UNIFIL ini
merupakan bentuk nyata komitmen Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan
Resolusi PBB nomor 1702 tentang perdamaian antara Lebanon dan Israel,”
jelas Dubes RI.
“Saya juga mengharapkan agar nama baik Indonesia yang telah menjalankan
misi dengan sukses sebelumnya dapat kembali dipertahankan oleh misi laut
KRI Sultan Hasanuddin,” tekan Dubes Dimas Samodra Rum.
Lebih lanjut Dubes RI juga menyatakan kesiapan Kedutaan Besar RI di Lebanon untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas KRI.
KRI Sultan Hasanuddin adalah sejenis kapal korvet di kelas Sigma (Ship
Integrity Geometrical Modular Approach) yang dibuat pada tahun 2004 di
Belanda dengan disain modern. Kapal ini mampu melaksanakan perang anti
kapal selam,surveillance dan operasi anti kapal permukaan untuk mencegah
infiltrasi dan agresi musuh.
Dari tahun 2008, Indonesia telah mengirimkan secara bergantian beberapa
kapal perang di kelas yang sama (Sigma) untuk bertugas menjadi bagian
dari Kontingen Garuda TNI di Lebanon. Kapal-kapal sebelumnya yang
bertugas adalah KRI Diponegoro, KRI Frans Kaisiepo dan KRI Sultan
Iskandar Muda.
Kapal Indonesia bersama dengan negara-negara lain seperti Jerman (3
kapal), Brazil (1 kapal), Bangladesh (2 kapal), Yunani (1 kapal) dan
Turki (1 kapal) akan menjadi bagian dari MTF (Maritime Task Force) –
UNIFIL.
Selain di wilayah perairan, Kontingen Garuda TNI yang saat ini memiliki
hampir 1.500 personil juga mejadi kekuatan utama dalam misi perdamaian
PBB yang berjumlah lebih kurang 13 ribu personil di wilayah perbatasan
darat antara Lebanon dan Israel.
Sumber: KBRI Beirut
12 Juni 2012, Senayan: Komisi I DPR meminta kontrak pengadaan Kapal
Perusak Kawal Rudal (PKR)-10514 dengan Damen Schelde Naval Shipbuilding
(DSNS), Belanda, yang telah dilaksanakan pada 5 Juni 2012, dievaluasi
dan ditinjau ulang.
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin pengadaan kapal
tersebut mahal, namun jauh dari kondisi sebuah kapal tempur yang ideal
di kelasnya. Karena kapal itu tidak disertai dengan radar militer,
peluru kendali, dan tidak ada perangkat perang lainnya.
"Masalah ini dalam raker dengan Kemhan berikutnya akan dipertanyakan
Komisi I. Sebab rencana pembelian PKR-10514 dari Belanda itu, sangat
jauh dari harapan dalam modernisasi alutsista TNI yang canggih," ujar
Hasanuddin di Gedung DPR, Selasa (12/6).
Hasanuddin mengatakan, memang Komisi I sebelumnya telah menyetujui
rencana Kementerian Pertahanan (Kemhan) untuk membeli kapal kawal rudal
tersebut. Namun soal teknis pelaksanaannya hal itu serahkan pada Kemhan.
Komisi I hanya menginginkan pembelian kapal tempur dari luar negeri,
namun pengerjaannya di dalam negeri. Dengan catatan, kapal tersebut
canggih dan modern dengan dilengkapi peralatan tempur yang memadai.
Lanjut Hasanuddin, dalam rencana pengadaan kapal dengan nilai 220 juta
dolar AS itu, kapal dikerjakan di Belanda dan PT PAL hanya mendapat
pekerjaan sebesar 7 juta dolar AS saja atau kurang dari 3 persennya.
Sementara untuk alih teknologinya pihak Indonesia masih dibebankan biaya
1,5 juta dolar AS lagi.
"Sehingga ini juga tidak sesuai yang ditekankan DPR, untuk memanfaatkan
industri pertahanan dalam negeri untuk modernisasi alutsista TNI,"
ujarnya.
Hasanuddin mengatakan, semestinya Kemhan mencari galangan kapal yang
mampu memenuhi persyaratan-persyaratan teknis seperti murah, memiliki
sistem alutsista yang lengkap, serta proses TOT yang jelas. Misalnya,
Orrizonte Sistemi Navali (OSN) yang juga telah mengajukan proposal lebih
baik dalam pembuatan kapal sejenis.
"OSN sanggup membangun seratus persen pembuatan PKR-10514 di Indonesia
dengan bekerja sama dengan PT PAL. Mereka juga sanggup mengerjakannya
untuk kapal pertama dalam waktu 34 bulan. Dengan dilengkapi persenjataan
yang modern seperti surface to surface missile, torpedo launcher
system, radar 3D, dan sonar," tegasnya.
Seperti diketahui, kontrak pengadaan PKR-10514 dengan DSNS
ditandatangani oleh Kepala Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemhan
Mayjen TNI Ediwan Prabowo yang mewakili Kemhan RI dengan Director Naval
Sale of DSNS Evert van den Broek yang dalam hal ini mewakili pihak DSNS,
Selasa (5/6) di Kantor Kemhan, Jakarta.
Pengadaan Kapal PKR 10514 ini dalam rangka untuk memperkuat Alutsista di
jajaran TNI AL guna mendukung tugas menjaga kedaulatan dan keutuhan
wilayah NKRI. Selain digunakan untuk tugas–tugas tempur, Kapal PKR 10514
ini juga diperlukan untuk memberikan deterrent effect (efek gentar)
terhadap pihak manapun yang akan mencoba mengganggu kedaulatan dan
keutuhan wilayah NKRI.
Kepala Baranahan Kemhan RI mengatakan, dalam pembangunan Kapal PKR 10514
ini, DSNS melakukan joint production (kerja sama produksi) dengan PT
PAL Indonesia (Persero) selaku industri pertahanan dalam negeri. DSNS
telah memutuskan untuk memberikan Transfer of Technology (ToT) dalam
konstruksi desain dan pembangunan Kapal PKR 10514 kepada PT PAL
Indonesia (Persero).
Sumber: Jurnal Parlemen