Pages

Tuesday, April 26, 2011

Dua Kapal Perang AL India Siap Laksanakan Patkor Indindo di Perairan Selat Malaka


 KRI Kapitan Patimura 371 masih bertugas

fast-attack craft INS Batti Malv
PDF Cetak Email
Belawan, (Analisa)
Dua Kapal Perang Angkatan Laut India INS Cheetah dan INS Batti Malv serta satu pesawat tempur INS Dornier siap berpartisipasi dalam kegiatan Ind-Indo Corpat yang merupakan patroli terkoordinasi pengamanan perairan dengan TNI AL.
Direncanakan kegiatan Indian Navy dan TNI AL yang dilaksanakan di mulut Selat Malaka dan Laut Andaman India tersebut, sebagai bagian dari tindakan untuk menjaga bagian dari Samudera Hindia agar aman dari ancaman khususnya bagi pelayaran komersil.
Menurut Commander Pankaj Sharma selaku kapten INS Cheetah, patroli terkoordinasi antara India – Indonesia ini merupakan putaran ke-17 yang dijadwalkan berlangsung mulai April 2011. Dimana Satuan Tugas ini dipimpin oleh Naval Component Commander Commodore BC Sethi.
Kegiatan ini diawali dengan partisipasi pengerahan KRI Pattimura yang melaksanakan patroli bersama Indian Navy selama dua hari, dalam upacara seremoni pembukaan yang dilaksanakan oleh Komponen Angkatan Laut India Komando Andaman dan Nicobar di Port Blair.
Melalui patroli terkoordinasi ini, lanjut Pankaj, hubungan pertahanan yang terjalin antara Indonesia dan India berkembang dengan baik, di mana kedua bangsa saling berlatih dalam kegiatan kerjasama antar Angkatan Bersenjata dari kedua Negara bersahabat ini.
Dijelaskan Pankaj, India dan Indonesia mengikat kemitraan strategis ini pada saat kunjungan kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ke India pada tahun 2005 lalu. Kemitraan tersebut menggambarkan kedekatan hubungan pertahanan kedua negara.
Hal ini dilanjutkan dengan dilaksanakannya kunjungan tetap dari perwira tinggi kedua negara. Laksamana Slamet Soebijanto, mantan Kepala Staf Angkatan Laut Indonesia (Kasal) yang mengunjungi India pada tahun 2007. Sedangkan Laksamana Nirmal K. Verma, Kepala Staf Angkatan Laut India pun mengunjungi Indonesia pada April 2011.
Bahkan sebelumnya dua kapal Angkatan Laut India yaitu INS Airavat dan IND Khanjar ikut berpartisipasi dalam International Fleet Review TNI AL yang diadakan pada Agustus 2009 silam di Bitung.
Nantinya dijadwalkan, kata Pankaj, setelah melaksanakan patroli terkoordinasi di laut lepas, kapal-kapal dan pesawat TNI AL dan Angkatan Laut India yang berpartisipasi akan berkumpul di Belawan dari (24/4) – (26/4),guna melaksanakan acara penutupan Ind-Indo Corpat ke-17 tersebut.
Senin (25/4) malam, Konsul Jenderal India di Medan R Sukumaran menjamu makan malam personil angkatan laut tersebut di The Exchange Club, Uniland Medan. Hadir pada jamuan makan malam tersebut antara lain Konsul Jenderal Jepang di Medan Yuji Hamada, Konsul Amerika Serikat di Medan Stanley Harsha, Konsul Jenderal Malaysia di Medan Norlin Othman, anggota DPD RI asal Sumut Dr Rahmat Shah dan lainnya. (maa/rrs/zl)

Menko Polhukam: Siaga Satu Bukan Hanya Untuk TNI/Polri

Selasa, 26 April 2011 22:39 WIB | 820 Views

Djoko Suyanto (FOTO.ANTARA)
Berita Terkait
Jakarta, 26/4 (ANTARA) - Menko Polhukam Djoko Suyanto menegaskan bahwa status siaga satu bukan hanya berlaku untuk TNI/Polri tetapi bisa juga berlaku untuk masyarakat.

"Kira-kira negara pingin aman tidak? Kalau negara pingin aman kita semua harus siaga," tegas Djoko Suyanto usai membuka Konvensi Nasional Hak Kekayaan Intelektual bersama Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di Jakarta, Selasa.

Ia melanjutkan bahwa jika semua pihak menyimak apa yang ia sampaikan dalam konfrensi pers saat penetapan siaga satu di istana tentu akan paham maksud dari status siaga satu tersebut.

"Yang penting NKRI aman. Siaga satu itu juga berlaku untuk masyarakat, bukan hanya TNI/Polri saja," ujar dia.

Menurut dia, jika ada pihak yang mempertanyakan status siaga satu berarti setuju ada teror di tanah air. "Apa setuju teror ada di mana-mana".

Sebelumnya Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menjelang rapat kerja dengan Komisi I DPR RI mengatakan bahwa pemerintah telah menurunkan status kesiagaan terhadap teror bom dari siaga satu menjadi siaga tiga. Meskipun demikian TNI tetapi waspada terhadap terorisme.

Panglima TNI menjelaskan pemberlakuan status siaga satu terhadap teror bom terkait perayaan hari besar keagamaan, yakni Hari Raya Paskah pada Kamis (21/4) hingga Senin (25/4). TNI berkepentingan untuk menjaga keamanan agar pelaksanaan ibadah keagamaan tersebut berjalan dengan tertib dan lancar tanpa ada kekhawatiran dan perasaan takut.

Pemberlakuan status siaga satu dilakukan pemerintah sebelum Hari Raya Paskah saat ditemukan dua bom di gorong-gorong pipa gas negara sekitar 100 meter dari Gereja Christ Katedral, Serpong, Tangerang, Banten. (*)


ANTARA

BOEING, US NAVY MARK DELIVERY OF 500TH SUPER HORNET/GROWLER




- All aircraft delivered on budget and ahead of schedule
- F/A-18E/F and EA-18G will operate through 2035 and beyond

Boeing and the U.S. Navy celebrated a milestone delivery on April 20 in St. Louis: 500 F/A-18E/F Super Hornets and derivative EA-18G Growlers have joined the Navy's tactical aircraft fleet.

The Super Hornet Block II is the Navy's frontline strike fighter, deploying leading-edge technology and multirole strike capability around the globe. The EA-18G is now the premier airborne electronic attack platform in the Navy's arsenal and the United States' newest tactical aircraft, providing the ability to block enemy radar and electronic systems.

"The Super Hornet and Growler, both combat-deployed, have continuously increased capability for the warfighter while reducing cost for the Navy and the taxpayer," F/A-18 and EA-18 Programs Vice President Kory Mathews said at the ceremony. "Boeing has delivered every F/A-18E/F and EA-18G to the U.S. Navy on budget and ahead of schedule."

"Today is another significant milestone for a program that has by any measure exceeded expectations for cost, schedule and performance," said Capt. Mark Darrah, F/A-18 and EA-18G program manager (PMA-265). "The PMA-265/Hornet Industry Team has consistently delivered capable and reliable aircraft to our fleet customer."

The F/A-18E/F and EA-18G will operate from U.S. Navy aircraft carriers through 2035 and beyond, with the flexibility to seamlessly operate from land-based airfields.

"These aircraft were designed with extensive growth capacity, enabling evolutionary technology to be added throughout the life of the aircraft to expand capabilities and remain well ahead of changing threats," said Mathews.

The Boeing F/A-18E/F Super Hornet is a multirole aircraft able to perform virtually every mission in the tactical spectrum, including air superiority, day/night strike with precision-guided weapons, fighter escort, close air support, suppression of enemy air defenses, maritime strike, reconnaissance, forward air control and tanker missions. The Super Hornet Block II achieved Initial Operational Capability in 2007.

Boeing is on contract to deliver 24 two-seat F/A-18F Super Hornets to the Royal Australian Air Force. The Super Hornet also is a competitor in ongoing fighter competitions in Brazil, India, Malaysia and Japan.

The Boeing EA-18G Growler is the only air combat platform that delivers full-spectrum airborne electronic attack (AEA) capability along with the targeting and self-defense capabilities derived from the Block II Super Hornet. A derivative of the two-seat F/A-18F Block II, the EA-18G's highly flexible design enables warfighters to operate either from the deck of an aircraft carrier or from land-based airfields. It is replacing the Navy's current AEA platform, the EA-6B Prowler, which has been in service since 1971. The EA-18G joined the Navy's aircraft fleet in 2008, when it was introduced to fleet training squadron VAQ-129. The EA-18G achieved Initial Operational Capability in 2009.

http://www.asianmilitaryreview.com/News/index.php?hNewsId=1934

KRI Clurit-641 Perkuat Armada Kapal Perang TNI AL


25 April 2011

KRI Clurit 641 kapal baru jenis FAC-M untuk TNI AL (photo : Antara)
BATAM, TRIBUN- Mentri Pertahanan Republik Indonesia (RI), Purnomo Yosgiantoro menegaskan kedepan tidak ada lagi cemehan untuk Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebab saat ini TNI sudah memilik armada perang yang cukup bagus dan patut diandalkan.
Bahkan yang membanggakan lagi, armada perang yang baru ini, KRI Clurit-641, merupaka buatan atau produksi anak dalam negeri. "Jadi kedepan tidak perlu lagi kita minder, sebab kwalitas armada perang kita juga tidak kalah dengan tentara yang ada di luar sana," tegas Purnomo.
KRI Clurit-641 ini, terang Purnomo merupakan kapal perang jenis Kapal cepat rudal (KCR-40), dimana jarak tembak rudalnya itu mencapai 80 km.
"KRI Clurit-641 KCR-40 merupakan kapal pemukul reaksi cepat yang dalam pelaksanaan tugasnya mengutamakan unsur pedadakan, mengemban misi menyerang secara cepat, menghancurkan target sekali pukul serta mampu menghindar dari serangan lawan dalam waktu singat pula," terang Purnomo.
Kapal yang berukuran panjang 43 meter, lebar 7,40 meter dan berat 250 ton ini, tambah Purnomo memiliki sistim pendorong handal yang mampu berlayar dan bermanuver dengan kecepatan 27 knot, serta memiliki daya tembak atau hancur yang besar karena dilengkapi persenjaan rudal C-750.
"Kelebihan kapal perang ini, dilengkapi dengan sistem persenjataan canggih berupa sensor weapon control (Sewaco), meriam caliber 30 mm, 6 laras sebagai close in weapon system (CIWS) serta meriam anjungan 2 unit caliber 20 mm," papar Purnomo.
Selain itu, kapal Clurit-641 KCR-40 ini mampu menampung bahan bakar sampai 50 ton, air tawar 15 ton, 35 orang anak buah kapal dan masih mampu memuat 13 personel pasukan Khusus.
"Kapal ini juga memiliki peralatan navigasi yang akurat, sehingga memberikan keyakinan keamanan bernavigasi," sebut Dia.
Begitu juga dengan alat komunikasi, tambah Purnomo KRI Clurit-641 KCR-40 juga sudah dilengkapi peralatan komunikasi yang mampu digunakan untuk melaksanakan komunikasi antar kapal permukaan dan pesawat udara dalam satu kesisteman. Sehingga diharapkan mampu memberikan efek deterrence bagi pertahanan negara.
(TribunNews)

2 Panser Anoa Dikirim ke Brunei untuk Uji Coba


25 April 2011

Panser Anoa 6x6 buatan PT Pindad (photo : Defense Studies)
Panser Anoa buatan Pindad ditaksir banyak negara

JAKARTA. Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengklaim industri pertahanan dalam negeri lebih kompetitif dibandingkan dengan luar negeri. Salah satu contohnya adalah panser Anoa buatan PT Pindad.Purnomo mengatakan, banyak negara yang berminat membeli panser tersebut. Dia menyebutkan seperti Malaysia, Brunei dan Timor Leste.

Menurutnya, jika sebelumya harganya per unitnya berkisar Rp 100 miliar maka sekarang lebih murah yakni berkisar Rp 80 miliar. "Kami dulu membuat dengan mesin Renault, kini sedang bicara dengan beberapa pabrikan seperti Mercy nantinya bisa lebih murah," paparnya akhir pekan lalu.

Purnomo menyebutkan, Pindad telah mengirimkan dua Anoa untuk diuji coba di Brunei. "Mereka sedang coba dulu. Make sure dulu bahwa produk itu sesuai dengan mereka," katanya.

Selain Anoa, juga telah dikirimkan senjata serbu SS2. Purnomo menambahkan selain kedua produk itu tengah menawarkan pesawat CN 235 pabrikan PT Dirgantara Indonesia (PT DI). "Juli mendatang kami akan memanfaatkan ajang Brunei Industrial Defend Expo di Brunei untuk memamerkan produk alutsista," jelasnya.

(Kontan)

Apache attack helicopters to field ground fire-detection system

Apache attack helicopters to field ground fire-detection system


Apache attack helicopters will soon field a new, high-tech Ground Fire Acquisition System, which uses cameras and infrared sensors to instantly identify the source location of ground fire, service officials said.
"GFAS (Ground Fire Acquisition System) detects ground fire. It allows us to take information about incoming fire, get our sensors on it and identify and prosecute ground targets," said Maj. Justin Highley, Assistant product manager for the Longbow Apache.
The infrared sensors built into the GFAS system detect muzzle flashes from the ground, allowing Apache pilots to get their sensors on potential targets and immediately know the location, and distance of ground fire, Highley explained.
Next spring, 1-101 Aviation out of Fort Campbell will become the first unit equipped with GFAS, he said.
The cameras on the aircraft detect the muzzle flash from ground fire - and move the information through an Aircraft Gateway Processor into the cockpit so pilots will see an icon on their display screen, said Lt. Col. Jeff Johnson, product manager, Longbow Apache.
"The beauty of this system is that we are not changing the aircraft software. We are not adding displays. It's integrated through an Aircraft Gateway Processor," he said.
Upon receiving the information about the ground fire on their display screens, the aircraft crew can move their Modernized Target Acquisition Designation Sight/Pilot Night Vision Sensors, or MTADS/PNVS, onto the target at the touch of a button, Johnson said.
"The crew sees the point of origin where the muzzle flash was detected,"
he said. "It is not just about the aircraft, but about getting information to guys on the ground who are in the fight. Apache has led the way for other platforms with net-centric operations and situational awareness."
The GFAS effort - called an Early User Evaluation - has undergone a range of key tests at places such as Mesa Ariz., and Yuma Proving Ground, Ariz., Johnson explained.
Pending successful outcome of the User Evaluation, the Apache Program Manager will look at expanding GFAS' capabilities, including integrating the technology with Blue Force Tracker display screens, Johnson said.
"Crews often return from missions in Afghanistan with small-arms damage to the aircraft," Johnson explained. "GFAS is an offensive targeting system. It is not a piece of aircraft survivability equipment. It helps us fulfill our mission of closing with and destroying the enemy."
"How many of those forces who've been trying to shoot down our helicopters with small arms would have been eliminated by now if we had been able to pinpoint their locations?" Johnson said. "A recent historical example of why we need GFAS is the battle for Camp Keating in October 2009. We lost eight Americans and and had 24 wounded in one day because we could not locate an attacking enemy during the daytime."
"Medevac could not extract our wounded until (9 p.m.), when it was dark and those small-arms weapons had finally been located and destroyed -- after 8 or 9 hours of fighting," Johnson said. "To me, that's unacceptable. Our Soldiers deserve better."
 

Latihan Pertahanan Udara di Lanud Sultan Iskandar Muda


BLANGBINTANG - Pesawat tempur jenis HAWK 100/200 diperiksa para teknisi mesin sebelum melakukan latihan pertahanan udara dan tampak juga pesawat yang mendarat usai latihan pertahanan udara di angkasa Lanud Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, Senin (25/4). TNI AU mengerahkan empat pesawat tempur jenis HAWK 100/200 dalam latihan tempur dan sekaligus patroli udara di wilayah pantai barat dan timur provinsi Aceh. FOTO ANTARA/Ampelsa/ss/ama/11



BERITA POLULER