Pages

Monday, September 24, 2012

RMAF May Lease Gripens an Option


Swedish Gripen (photo : Militaryphotos)

PETALING JAYA : The Royal Malaysian Air Force (RMAF) is considering an offer from Sweden to lease up to 18 JAS39 Gripen fighter jets for its Multi-Role Combat Aircraft (MRCA) programme.
RMAF chief Tan Sri Rodzali Daud told theSun leasing the Gripens is a cheaper solution considering the huge capital expenditure needed for the procurement of new fighters.
"The Gripens had been leased to European air forces, so there is nothing new about such a deal.
"The aircraft also meets all of our MRCA requirements although I admit it is short on gas and range due to its small size," he said when asked to comment on claims by defence industry sources that Sweden has offered a lease-buy option for the Gripens.
Sources told theSun that offer was made after Gripen and the Sukhoi Su-30MKM were eliminated from the MRCA programme following technical evaluation by RMAF test pilots.
They said the three top contenders, namely Boeing F/A-18 Super Hornet, Dassault Rafale and Eurofighter Typhoon, would compete for the final stage of the programme, where their transfer of technology packages and off-set offers would be evaluated before the winner is selected.
Rodzali denied that Gripen and Sukhoi were no longer considered for the MRCA programme as "we are still evaluating all of the aircraft".
He also denied that RMAF had ranked the aircraft in the technical evaluation.
Instead, he said, the aircraft's strengths and weaknesses were documented for further evaluation.
According to him, one important factor for the final selection would be the lowest support cost. "If the Super Hornet is seen as the favourite, it is because we already have the Hornets (eight units) in service."
Asked how many Gripens will be leased if the offer is accepted, he said "preferably it will be 18 planes as specified in the MRCA".
He said despite budgetary constraints, the MRCA programme will go ahead as the air force has planned to retire the 10 MiG-29N Fulcrum air superiority fighters by 2015. "We may need a special budget, one that covers three Malaysian plans," he added.
Rodzali declined to confirm the budget allocation for the MRCA programme but sources told theSun the air force could only procure 12 jets if it opts for the Super Hornet, Rafale or Typhoon.
Hungary and Czech operate the Gripens under a 10-year lease-and-buy contract, for around RM398 million a year, which covers servicing and training.
Rodzali dismissed any hint of an arm race in the impending buy.
"The reason we are looking for new fighters is because of the capability gap. We need to ensure we are on par with other nations.
"Another reason is technology. Technology is moving rapidly. We cannot afford to be left behind."

Daftar Permintaan Indonesia Paket Pembelian Apache Dan Pendukungnya


Pemerintah Indonesia dengan resmi telah melakukan permintaan untuk kemungkinan pembelian 8 Heli Serang AH-64D Apache Block III Longbow beserta perlengkapan, suku cadang, pelatihan dan dukungan logistik kepada Pemerintah AS.   Permintaan tersebut telah mendapat lampu hijau dari Defense Security Cooperation Agency (DSCA) yang memberitahukan Kongres AS pada tanggal 19 September 2012.  Perkiraan biaya pembelian ke 8 Heli Serang tersebut adalah: $1,4 miliar
Daftar permintaan Pemerintah Indonesia antara lain:
  • 8 AH-64D APACHE Block III LONGBOW Attack Helicopters
  • 19 T-700-GE-701D Engines (16 installed and 3 spares),
  • 9 Modernized Target Acquisition and Designation Sight/Modernized Pilot Night Vision Sensors,
  • 4 AN/APG-78 Fire Control Radars (FCR) with Radar Electronics Units (Longbow Component),
  • 4 AN/APR-48A Radar Frequency Interferometers,
  • 10 AAR-57(V) 3/5 Common Missile Warning Systems (CMWS) with 5th Sensor and Improved Countermeasure Dispenser,
  • 10 AN/AVR-2B Laser Detecting Sets,
  • 10 AN/APR-39A(V)4 Radar Signal Detecting Sets,
  • 24 Integrated Helmet and Display Sight Systems (IHDSS-21),
  • 32 M299A1 HELLFIRE Missile Launchers, and
  • 140 HELLFIRE AGM-114R3 Missiles.
HELLFIRE AGM-114R3 Missiles
Dalam paket pembelian tersebut juga termasuk perangkat IFF (Identification Friend of Foe), Senjata dan Amunisi 30mm, perangkat komunikasi,  tool dan test equipment, perangkat latihan, simulator, generator, transportasi, kendaraan pendukung, suku cadang, pelatihan personal dan perangkat pelatihannya.
Proposal penjualan senjata ini oleh Pemerintah AS dianggap akan memberikan bantuan kepada kebijakan luar negeri dan keamanan nasional AS dengan meningkatkan keamanan dari negara-negara yang telah dan terus akan menjadi sahabat Pemerintah AS,yang menjadi kekuatan penting dalam stabilitas ekonomi dan politik di Asia Tenggara
Dalam proposal tersebut, Pemerintah Indonesia akan mendapatkan aset vital untuk melindungi dan menghalangi ancaman keamanan potensial baik dari dalam maupun luar.  Pemerintah Indonesia akan menggunakan Heli Serang Apache untuk pertahanan perbatasan, operasi anti terorismd dan pembajakan laut dan mengontrol kelancaran alur transportasi laut di Selat Malaka. 

 Peralatan dan Servis yang dilakukan dalam program pembelian ini akan menjadikan Indonesia menjadi sebuah kekuatan pertahanan yang lebih baik dan menjadi bagian penting dalam kerjasama pertahanan dengan pasukan AS.
DSCA menganggap penjualan Heli Serang Apache beserta perangkat dan pendukungnya dianggap tidak akan mengubah keseimbangan militer di regional Asia Tenggara.
Sumber : ARC

Rencana Pembelian Skuadron Apache di Sambut Dengan Gembira oleh Penerbad

Salah seorang komandan skadron Pusat Penerbangan TNI AD mengaku gembira jika Pemerintah Indonesia benar-benar jadi membeli helikopter serang AH-64/D Apache. Ia mengaku mengikuti terus perkembangan berita ini sejak awal. Kemungkinan pembelian makin menguat setelah Kamis, 20 September kemarin, Menlu AS Hillary Clinton mengumumkan kepastiannya untuk menawarkan delapan heli ini kepada Indonesia, melalui Menlu RI Marty Natalegawa, dalam Joint Commision Meeting di Washington, AS. Semula terdengar kabar, Kongres AS kurang menyetujui itikad Pemerintah AS untuk menawari helikopter tersebut. Namun, setelah pemerintahan Presiden AS Barack Obama menjelaskan bahwa dukungan persenjataan ini penting bagi hubungan kedua negara dan akan memperkuat keamaman di negara Muslim terbesar di dunia ini, Kongres AS akhirnya menyetujui. Dukungan dan kerjasama pertahanan ini juga digencarkan dalam rangka refocuses perhatian ke wilayah Asia-Pasifik setelah bertahun-tahun terlibat dalam konflik yang melelahkan di Irak dan Afghanistan. "Kesepakatan ini diharapkan bisa memperkuat persahabatan komprehensif kedua negara dan membantu memperkuat keamanan di wilayah Asia Pasifik," ujar Menlu Hillary Clinton, mengutip Reuters. Hillary Clinton, yang selama sebulan terakhir ini sibuk berkunjung ke sejumlah negara di wilayah Asia Pasifik, mengakui bahwa Pemerintah AS telah berusaha meningkatkan kerjasama militer dengan sejumlah sekutu tradisionalnya, seperti Filipina dan Australia. Hal ini dilakukan untuk menekan China agar mau menerima kesepakatan bersama untuk memecahkan konflik teritorial di Laut China Selatan. Di mata pers Indonesia, keinginan AS untuk menjual delapan heli Apache tentunya merupakan perkembangan menarik, mengingat belum lama ini Indonesia telah menerima tawaran 24 pesawat tempur F-16 versi upgrade. Paket F-16 ini akan ditebus dengan biaya 750 juta dollar AS, sementara untuk kedelapan Apache belum jelas benar berapa "angka" yang akan disodorkan pemerintah AS. Jika tawaran ini disetujui Pemerintah Indonesia, kedelapan heli serang buatan Boeing tersebut hampir bisa dipastikan akan digunakan untuk memperkuat Skadron Serbu, Pusat Penerbangan TNI Angkatan Darat (Puspenerbad). Sejauh ini Skadron Serbu Penerbad telah diperkuat dengan heli NBO-105 dan Mi-35P yang dipersenjatai. Sumber : Angkasa

Armada Kapal Perang Cina yg Tebaru

Kini, untuk pertama kali China memiliki armada kapal perang pembawa pesawat tempur. Armada ini sudah diserahkan ke Tentara Pembebasan Rakyat, julukan bagi angkatan besenjata China. Berita ini muncul di tengah ketegangan hubungan China dengan negara-negara tetangga. Penyerahan kapal perang dengan panjang 300 meter ini berlangsung di Dalian, kota pelabuhan besar di China timur. Armada ini aslinya bernama Varyag. Tahun lalu, China mengonfirmasikan perbaikan kapal lama milik Uni Soviet yang sudah bubar. Namun, China menegaskan keberadaan kapal ini bukan untuk menakut-nakuti atau mengancam tetangga, melainkan pada umumnya dipakai untuk proses pelatihan dan penelitian. Namun, maneuver-manuver yang dilakukan armada, yang kini dinamai "Nomor 16", sejak Agustus 2001 memunculkan pertanyaan bagi negara-negara lain. China diminta menjelaskan mengapa memerlukan armada ini. Konstruksi Varyag otomatis berakhir pada tahun 1991 setelah Uni Soviet bubar. China kemudian membeli kapal itu dari Ukraina, bagian dari Uni Soviet, pada tahun 1998 tanpa mesin dan baling-baling. Pada tahun 2002 perbaikan total atas Varyag dilakukan di Dalian. Armada ini mampu memfasilitasi maneuver pesawat tempur di samudera sebagaimana dilakukan AS yang juga memiliki armada kapak perang terbesar di dunia. Sumber : Kompas

Sunday, September 23, 2012

Dua Howitzer Caesar 155 mm Tiba di Jakarta




Howitzer Caesar 155mm buatan Nexter Prancis (all photos : ARC)

JAKARTA – Dua howitzer tipe truck mounted berkaliber 155mm tiba di bandara Halim Perdana Kusumah,  jakarta diangkut dengan pesawat Rusia tipe Il-76. Howitzer Caesar buatan Nexter Prancis ini digolongkan sebagai Self Propelled Howitzer/howitzer yang dapat bergerak sendiri dengan bentuk yang lebih inovatif dibandingkan howitzer jenis tersebut yang sebelumnya menggunakan roda rantai (tracked).
Sejalan dengan percepatan modernisasi TNI, maka Angkatan Darat direncanakan mendapatkan  dua batalion howitzer Caesar ini. Satu batalion Artileri Medan terdiri dari 3 baterai, dimana 1 baterai terdiri dari 6 meriam, dengan demikian jumlah howitzer Caesar untuk TNI AD akan mencapai jumlah 36 unit.
Saat ini TNI AD memiliki 2 batalion howitzer gerak sendiri, masing-masing adalah Yon Armed 7/105 GS di Cikiwul Bekasi (Kodam Jaya), dan Yon Armed 5/105GS Cimahi Jawa Barat (Kodam Siliwangi). Howitzer yang digunakan adalah AMX Mk-61 eks Belanda berjumlah 50 unit yang diperoleh pada akhir 1970-an hingga tahun 1982. Howitzer beroda rantai dengan berat 13,7 ton ini memiliki meriam kaliber 105mm.
TNI AD juga memiliki howitzer caliber 155mm tipe tarik (towed) yang diperoleh dari Singapura pada tahun 1997. Howitzer FH-88 ini (di Indonesia sering disebut FH-2000) mempunyai bobot 12,9 ton dan digunakan oleh Batalyon Armed 9 Kostrad di Sadang, Purwakarta.

Menilik dari jangkauan tembakan maka pilihan atas howitzer Caesar ini menjadikan korps Artileri Medan memiliki jangkauan tembakan yang meningkat drastis. Bila AMX Mk-61 hanya mempunyai jangkauan tembakan 15km, dan FH-88 mempunyai jangkauan tembakan maksimal 30 km, maka Caesar mampu melakukan tembakan dengan jangkauan hingga 42-50 km. Jauh-dekatnya jangkauan tembakan ditentukan pula oleh pilihan proyektil yang dipakainya.
Howitzer Caesar juga digunakan oleh Thailand, negeri gajah putih tersebut membeli 6 unit pada tahun 2006 dan semua unit telah diterima pada tahun 2010. Pembelian oleh Thailand ini merupakan perolehan order ekspor pertama-kali bagi Caesar.

Howitzer Caesar bersifat air-transportable, dapat diangkut dengan pesawat seperti C-130 Hercules ataupun A-400M, ini sangat memudahkan bagi howitzer ini untuk dapat disebar ke daerah konflik dengan cepat.
  
Dua howitzer Caesar yang telah datang di Indonesia ini akan mengikuti parade militer pada hari ulang tahun TNI tanggal 5 Oktober 2012. Setelah parade militer tersebut, Caesar dapat dilihat dari dekat oleh public pada Pameran Alutsista di Lapangan Monas pada tanggal 6-8 Oktober 2012.
sumber Defense Studies

TNI AD Masih Kaji Pembelian Apache


AH-64D Apache Block III saat terbang di padang pasir dekat fasilitas Boeing, Meza, Arizona dalam uji terbang perdana, Juli 2008.  (Foto: Boeing)

23 September 2012, Jakarta: Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menjelaskan TNI Angkatan Darat (AD) masih melakukan pengkajian terkait rencana pembelian delapan unit helikopter serbu, Apache dari Amerika Serikat. Pertimbangan lainnya TNI AD membeli Black Hawk.

"Saya serahkan sepenuhnya kepada TNI AD untuk mengkaji dan menentukan pilihannya karena pembinanya Angkatan Darat, penggunanya memang Panglima TNI. Saya hanya melihat konteks dalam penggunaan ketiga matra apakah bisa kita satukan atau tidak. Kalau semuanya memungkinkan, kita akan lakukan bersama-bersama," papar Agus, Ahad (23/9).

Penggunaan helikopter serbu, seperti Apache ini cukup banyak, salah satunya bisa digunakan untuk lawan "insurgency".

"Jadi, memang kita masih memerlukan helikopter tersebut," ujarnya.

Pemerintah sendiri belum menyiapkan langkah apapun terkait rencana pengadaan helikopter serbu Apache dari AS ini. Bahkan, pemerintah belum pernah melakukan pengajuan resmi untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista) tersebut.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal TNI Hartind Asrin sebelumnya mengatakan, selama ini memang sudah ada lobi-lobi antara kedua negara terkait kemungkinan pengadaan helikopter serbu Apache itu.

"Namun, sejauh ini Indonesia belum memersiapkan apa-apa. Kita tunggu surat penawaran resmi dari mereka. Bukan kita yang mengajukan, mereka yang menawarkan. Kita hanya berpesan kalau mau jual Apache, tolong kita diberi tahu," tutur Hartind.

Jika surat penawaran tersebut diterima, lanjut dia maka akan ada tim yang dikirim ke Amerika Serikat guna melakukan pengecekan berbagai hal, seperti spesifikasi teknis helikopter, dan perlengkapan persenjataan. Tim tersebut berasal dari TNI Angkatan Darat, selaku calon pengguna Apache.

Selanjutnya, tim melakukan pemaparan kepada Mabes TNI untuk kemudian diteruskan ke Kementerian Pertahanan dan dilakukan rapat anggaran. Tim teknis biasanya disiapkan dulu. Biasanya dari mereka ada surat penawaran resmi, ujarnya.

Sumber: Metrotvnews

Friday, September 21, 2012

Indonesia beli 8 Apace

21 September 2012, New York: Indonesia akan membeli delapan helikopter Apache dari Amerika Serikat, yang disebut-sebut menjadi sebuah tanda bagi kedua negara untuk memperkuat hubungan menyangkut peningkatan keamanan kawasan. Menurut laporan AFP seperti yang dipantau ANTARA, Kamis, pembelian itu diungkapkan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton setelah melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa di Washington, Kamis. Hillary mengatakan Pemerintah AS telah "menginformasikan kepada Kongres tentang potensi penjualan delapan helikopter AH-64D Apache Longbow kepada pemerintah Indonesia." "Perjanjian ini akan memperkuat kemitraan menyeluruh kita dan membantu meningkatkan keamanan di kawasan," ujar Hillary. Ia tidak menyebutkan nilai penjualan kedelapan Apache yang akan dibeli oleh Indonesia itu. Menlu Marty Natalegawa dan Menlu Hillary Clinton pada Kamis masing-masing memimpin delegasi kedua negara melakukan Pertemuan Komisi Bersama (JCM) RI-AS yang ketiga setelah mereka sebelumnya melakukan pertemuan serupa di Washington DC pada tahun 2012 dan di Bali tahun 2011. Komisi Bersama itu merupakan mekanisme kerangka kemitraan menyeluruh, yang secara resmi diluncurkan tahun 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barack Obama ketika Obama berkunjung ke Indonesia. Sementara itu, seperti yang diungkapkan Departemen Luar Negeri AS pada laman mereka, Hillary menyebut Indonesia sebagai "mitra yang alami" bagi AS dan menekankan pentingnya hubungan kedua negara menyangkut stabilitas kawasan. "Sebagai negara demokrasi terbesar kedua dan ketiga di dunia, kita adalah mitra alami, dan Amerika Serikat melihat Indonesia sebagai landasan bagi stabilitas di kawasan Asia Pasifik," ujarnya. Menlu Hillary mengatakan hubungan AS dengan Indonesia adalah pondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi. Ia menyebutkan, sejak tahun 2000, perdagangan bilateral kedua negara telah berlipat ganda hingga mencapai 27 miliar dolar AS (sekira Rp257,9 triliun) tahun lalu. "Perjanjian senilai 21 miliar dolar (Rp200,6 triliun) antara Lion Air dan Boeing merupakan yang terbesar dalam sejarah Boeing," ujar Hillary. Spesifikasi standar AH-64D Apache. (Sumber: Boeing) Boeing mencetak rekor penjualan dalam sejarahnya --baik dalam nilai transaksi maupun jumlah unit yang dipesan, setelah maskapai penerbangan Indonesia, Lion Air, memesan 230 unit pesawat buatan Boeing, yaitu terdiri dari 201 unit jenis 737 MAX dan 29 unit Next Generation 737-900. Penandatangan perjanjian pembelian itu dilakukan oleh Presiden Direktur Lion Air, Rusdi Kirana, dan Wakil Presiden Boeing, Roy Connor, dengan disaksikan oleh Presiden Barack Obama di sela-sela KTT Asia Timur di Bali pada November 2011. "Sektor gas alam Amerika telah menarik investasi dari perusahaan-perusahaan energi Indonesia di sini. Sebuah Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan Celanese, yaitu sebuah perusahaan Amerika, kemungkinan mengarah kepada fasilitas baru bernilai miliaran dolar yang akan mengubah batu bara menjadi etanol," tambah Hillary. Menlu Marty Natalegawa sepakat dengan mitranya itu bahwa Indonesia dan AS memiliki kemitraan yang kuat. "Kemitraan yang menguntungkan kedua belah pihak dan pada saat yang sama meluas di luar tingkat bilateral, ditambatkan dan dikendalikan oleh keyakinan kuat kedua negara bagi perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di kawasan Asia Pasifik," kata Marty. Sumber: ANTARA News

BERITA POLULER