Pages

Monday, September 24, 2012

Armada Kapal Perang Cina yg Tebaru

Kini, untuk pertama kali China memiliki armada kapal perang pembawa pesawat tempur. Armada ini sudah diserahkan ke Tentara Pembebasan Rakyat, julukan bagi angkatan besenjata China. Berita ini muncul di tengah ketegangan hubungan China dengan negara-negara tetangga. Penyerahan kapal perang dengan panjang 300 meter ini berlangsung di Dalian, kota pelabuhan besar di China timur. Armada ini aslinya bernama Varyag. Tahun lalu, China mengonfirmasikan perbaikan kapal lama milik Uni Soviet yang sudah bubar. Namun, China menegaskan keberadaan kapal ini bukan untuk menakut-nakuti atau mengancam tetangga, melainkan pada umumnya dipakai untuk proses pelatihan dan penelitian. Namun, maneuver-manuver yang dilakukan armada, yang kini dinamai "Nomor 16", sejak Agustus 2001 memunculkan pertanyaan bagi negara-negara lain. China diminta menjelaskan mengapa memerlukan armada ini. Konstruksi Varyag otomatis berakhir pada tahun 1991 setelah Uni Soviet bubar. China kemudian membeli kapal itu dari Ukraina, bagian dari Uni Soviet, pada tahun 1998 tanpa mesin dan baling-baling. Pada tahun 2002 perbaikan total atas Varyag dilakukan di Dalian. Armada ini mampu memfasilitasi maneuver pesawat tempur di samudera sebagaimana dilakukan AS yang juga memiliki armada kapak perang terbesar di dunia. Sumber : Kompas

Sunday, September 23, 2012

Dua Howitzer Caesar 155 mm Tiba di Jakarta




Howitzer Caesar 155mm buatan Nexter Prancis (all photos : ARC)

JAKARTA – Dua howitzer tipe truck mounted berkaliber 155mm tiba di bandara Halim Perdana Kusumah,  jakarta diangkut dengan pesawat Rusia tipe Il-76. Howitzer Caesar buatan Nexter Prancis ini digolongkan sebagai Self Propelled Howitzer/howitzer yang dapat bergerak sendiri dengan bentuk yang lebih inovatif dibandingkan howitzer jenis tersebut yang sebelumnya menggunakan roda rantai (tracked).
Sejalan dengan percepatan modernisasi TNI, maka Angkatan Darat direncanakan mendapatkan  dua batalion howitzer Caesar ini. Satu batalion Artileri Medan terdiri dari 3 baterai, dimana 1 baterai terdiri dari 6 meriam, dengan demikian jumlah howitzer Caesar untuk TNI AD akan mencapai jumlah 36 unit.
Saat ini TNI AD memiliki 2 batalion howitzer gerak sendiri, masing-masing adalah Yon Armed 7/105 GS di Cikiwul Bekasi (Kodam Jaya), dan Yon Armed 5/105GS Cimahi Jawa Barat (Kodam Siliwangi). Howitzer yang digunakan adalah AMX Mk-61 eks Belanda berjumlah 50 unit yang diperoleh pada akhir 1970-an hingga tahun 1982. Howitzer beroda rantai dengan berat 13,7 ton ini memiliki meriam kaliber 105mm.
TNI AD juga memiliki howitzer caliber 155mm tipe tarik (towed) yang diperoleh dari Singapura pada tahun 1997. Howitzer FH-88 ini (di Indonesia sering disebut FH-2000) mempunyai bobot 12,9 ton dan digunakan oleh Batalyon Armed 9 Kostrad di Sadang, Purwakarta.

Menilik dari jangkauan tembakan maka pilihan atas howitzer Caesar ini menjadikan korps Artileri Medan memiliki jangkauan tembakan yang meningkat drastis. Bila AMX Mk-61 hanya mempunyai jangkauan tembakan 15km, dan FH-88 mempunyai jangkauan tembakan maksimal 30 km, maka Caesar mampu melakukan tembakan dengan jangkauan hingga 42-50 km. Jauh-dekatnya jangkauan tembakan ditentukan pula oleh pilihan proyektil yang dipakainya.
Howitzer Caesar juga digunakan oleh Thailand, negeri gajah putih tersebut membeli 6 unit pada tahun 2006 dan semua unit telah diterima pada tahun 2010. Pembelian oleh Thailand ini merupakan perolehan order ekspor pertama-kali bagi Caesar.

Howitzer Caesar bersifat air-transportable, dapat diangkut dengan pesawat seperti C-130 Hercules ataupun A-400M, ini sangat memudahkan bagi howitzer ini untuk dapat disebar ke daerah konflik dengan cepat.
  
Dua howitzer Caesar yang telah datang di Indonesia ini akan mengikuti parade militer pada hari ulang tahun TNI tanggal 5 Oktober 2012. Setelah parade militer tersebut, Caesar dapat dilihat dari dekat oleh public pada Pameran Alutsista di Lapangan Monas pada tanggal 6-8 Oktober 2012.
sumber Defense Studies

TNI AD Masih Kaji Pembelian Apache


AH-64D Apache Block III saat terbang di padang pasir dekat fasilitas Boeing, Meza, Arizona dalam uji terbang perdana, Juli 2008.  (Foto: Boeing)

23 September 2012, Jakarta: Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menjelaskan TNI Angkatan Darat (AD) masih melakukan pengkajian terkait rencana pembelian delapan unit helikopter serbu, Apache dari Amerika Serikat. Pertimbangan lainnya TNI AD membeli Black Hawk.

"Saya serahkan sepenuhnya kepada TNI AD untuk mengkaji dan menentukan pilihannya karena pembinanya Angkatan Darat, penggunanya memang Panglima TNI. Saya hanya melihat konteks dalam penggunaan ketiga matra apakah bisa kita satukan atau tidak. Kalau semuanya memungkinkan, kita akan lakukan bersama-bersama," papar Agus, Ahad (23/9).

Penggunaan helikopter serbu, seperti Apache ini cukup banyak, salah satunya bisa digunakan untuk lawan "insurgency".

"Jadi, memang kita masih memerlukan helikopter tersebut," ujarnya.

Pemerintah sendiri belum menyiapkan langkah apapun terkait rencana pengadaan helikopter serbu Apache dari AS ini. Bahkan, pemerintah belum pernah melakukan pengajuan resmi untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista) tersebut.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Mayor Jenderal TNI Hartind Asrin sebelumnya mengatakan, selama ini memang sudah ada lobi-lobi antara kedua negara terkait kemungkinan pengadaan helikopter serbu Apache itu.

"Namun, sejauh ini Indonesia belum memersiapkan apa-apa. Kita tunggu surat penawaran resmi dari mereka. Bukan kita yang mengajukan, mereka yang menawarkan. Kita hanya berpesan kalau mau jual Apache, tolong kita diberi tahu," tutur Hartind.

Jika surat penawaran tersebut diterima, lanjut dia maka akan ada tim yang dikirim ke Amerika Serikat guna melakukan pengecekan berbagai hal, seperti spesifikasi teknis helikopter, dan perlengkapan persenjataan. Tim tersebut berasal dari TNI Angkatan Darat, selaku calon pengguna Apache.

Selanjutnya, tim melakukan pemaparan kepada Mabes TNI untuk kemudian diteruskan ke Kementerian Pertahanan dan dilakukan rapat anggaran. Tim teknis biasanya disiapkan dulu. Biasanya dari mereka ada surat penawaran resmi, ujarnya.

Sumber: Metrotvnews

Friday, September 21, 2012

Indonesia beli 8 Apace

21 September 2012, New York: Indonesia akan membeli delapan helikopter Apache dari Amerika Serikat, yang disebut-sebut menjadi sebuah tanda bagi kedua negara untuk memperkuat hubungan menyangkut peningkatan keamanan kawasan. Menurut laporan AFP seperti yang dipantau ANTARA, Kamis, pembelian itu diungkapkan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton setelah melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa di Washington, Kamis. Hillary mengatakan Pemerintah AS telah "menginformasikan kepada Kongres tentang potensi penjualan delapan helikopter AH-64D Apache Longbow kepada pemerintah Indonesia." "Perjanjian ini akan memperkuat kemitraan menyeluruh kita dan membantu meningkatkan keamanan di kawasan," ujar Hillary. Ia tidak menyebutkan nilai penjualan kedelapan Apache yang akan dibeli oleh Indonesia itu. Menlu Marty Natalegawa dan Menlu Hillary Clinton pada Kamis masing-masing memimpin delegasi kedua negara melakukan Pertemuan Komisi Bersama (JCM) RI-AS yang ketiga setelah mereka sebelumnya melakukan pertemuan serupa di Washington DC pada tahun 2012 dan di Bali tahun 2011. Komisi Bersama itu merupakan mekanisme kerangka kemitraan menyeluruh, yang secara resmi diluncurkan tahun 2010 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Barack Obama ketika Obama berkunjung ke Indonesia. Sementara itu, seperti yang diungkapkan Departemen Luar Negeri AS pada laman mereka, Hillary menyebut Indonesia sebagai "mitra yang alami" bagi AS dan menekankan pentingnya hubungan kedua negara menyangkut stabilitas kawasan. "Sebagai negara demokrasi terbesar kedua dan ketiga di dunia, kita adalah mitra alami, dan Amerika Serikat melihat Indonesia sebagai landasan bagi stabilitas di kawasan Asia Pasifik," ujarnya. Menlu Hillary mengatakan hubungan AS dengan Indonesia adalah pondasi kuat bagi pertumbuhan ekonomi. Ia menyebutkan, sejak tahun 2000, perdagangan bilateral kedua negara telah berlipat ganda hingga mencapai 27 miliar dolar AS (sekira Rp257,9 triliun) tahun lalu. "Perjanjian senilai 21 miliar dolar (Rp200,6 triliun) antara Lion Air dan Boeing merupakan yang terbesar dalam sejarah Boeing," ujar Hillary. Spesifikasi standar AH-64D Apache. (Sumber: Boeing) Boeing mencetak rekor penjualan dalam sejarahnya --baik dalam nilai transaksi maupun jumlah unit yang dipesan, setelah maskapai penerbangan Indonesia, Lion Air, memesan 230 unit pesawat buatan Boeing, yaitu terdiri dari 201 unit jenis 737 MAX dan 29 unit Next Generation 737-900. Penandatangan perjanjian pembelian itu dilakukan oleh Presiden Direktur Lion Air, Rusdi Kirana, dan Wakil Presiden Boeing, Roy Connor, dengan disaksikan oleh Presiden Barack Obama di sela-sela KTT Asia Timur di Bali pada November 2011. "Sektor gas alam Amerika telah menarik investasi dari perusahaan-perusahaan energi Indonesia di sini. Sebuah Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan Celanese, yaitu sebuah perusahaan Amerika, kemungkinan mengarah kepada fasilitas baru bernilai miliaran dolar yang akan mengubah batu bara menjadi etanol," tambah Hillary. Menlu Marty Natalegawa sepakat dengan mitranya itu bahwa Indonesia dan AS memiliki kemitraan yang kuat. "Kemitraan yang menguntungkan kedua belah pihak dan pada saat yang sama meluas di luar tingkat bilateral, ditambatkan dan dikendalikan oleh keyakinan kuat kedua negara bagi perdamaian, stabilitas dan kemakmuran di kawasan Asia Pasifik," kata Marty. Sumber: ANTARA News

Wednesday, September 19, 2012

Kebangkitan PT Dirgantara Indonesia

Bandung - Setelah terpuruk dalam beberapa tahun terakhir, PT Dirgantara Indonesia (Persero) kini mulai bangkit. Order pembuatan pesawat, komponen dan jasa datang dari berbagai negara. PTDI mulai merevitalisasi struktur dan SDM untuk mengimbangi meningkatnya pesanan dan kontrak pembuatan pesawat. Bagaimana itu dilakukan? Berikut wawancara wartawan FAJAR, Hasbi Zainuddin, dengan Direktur Umum & SDM PT Dirgantara Indonesia (Persero), Sukatwikanto, di ruang redaksi Harian FAJAR, 12 September lalu. PTDI lebih cenderung memproduksi pesawat untuk militer. Bagaimana perkembangannya? Klaster pesawat yang dibuat PTDI itu memang lebih kepada military, karena memang sejak awal didirikan, PTDI itu memang memproduksi pesawat militer. Orientasinya sebagai transportasi sipil dan membantu pertahanan. Meskipun kita belum memproduksi pesawat tempur. Pembiayaannya bagaimana? Jika dihitung, total nilai kontrak itu mencapai Rp8 triliun, hingga tahun 2016. Untuk modal dan pembiayaan pesawat ini, kita ambil dari APBN melalui bank pemerintah. Pembeli itu datang dari mana saja? Untuk pesawat-pesawat military ini, pembeli kita tahun ini semakin meningkat. Kita bahkan sudah punya kontrak pembuatan pesawat dengan beberapa pembeli dalam negeri dan negara luar. Baik itu berupa unit pesawat, maupun komponen dan jasa. Selain dari dalam negeri, pemesan kita yang sudah deal itu datang dari beberapa negara, di antaranya Korea Selatan, UAE (Uni Emirat Arab), Pakistan, Jepang, Malaysia, Brunei, Thailand, Perancis, Jerman, Inggris, Spanyol, Irlandia. Turki, Burkinafaso, dan Senegal. Negara-negara ini membangun kontrak pembelian pesawat, komponen, dan jasa. Selain beberapa negara itu, kami juga sementara mengikuti proses tender penjualan pesawat di Filipina. Pesawat tersebut antara lain tiga unit jenis CN 295, 4 unit CN235 untuk seri maritim transport, dan satu unit NC212 untuk seri 200 untuk maritim patroli. Tendernya sementara berlangsung di Finance State. Kita berharap tahun ini ada beritanya menang. Nah, di Thailand, kita sudah memenangkan tender satu unit NC 212-200. Penjualan di Thailand dan Filipina ini menambah nilai kontrak Rp8 triliun itu. Pesawat yang dipesan jenis apa saja? Macam-macam. Salah satu pemesan kita, Korea, itu menggunakan salah satu jenis pesawat CN235 sebagai pesawat kepresidenan. Sementara Malaysia, menggunakannya sebagai pesawat VIP, setingkat di bawah presiden. Untuk pesawat, kita mengandalkan N295. Pesawat ini ordernya sudah sembilan unit sampai tahun 2014, oleh TNI Angkatan Udara. Tahun ini sudah ada dua yang jadi dan kita delivery. CN295 ini adalah pesawat hasil pengembangan CN235 yang dilakukan Airbush Military. Bedanya, badan pesawat ini lebih panjang tiga meter, sehingga mampu membawa penumpang sampai 50 orang, dengan menggunakan mesin Turboprop Pratt & Whitney yang lebih besar. Pesawat ini juga mampu mengangkut satu unit mobil tank. PT Dirgantara bekerjasama dengan berbagai pihak dalam hal produksi beberapa pesawat. Apa kerjasama yang paling strategis? Jadi, pertama yang harus dipahami tentang konsep industri pesawat, tidak ada industri yang memproduksi sendiri pesawat secara utuh. Untuk PTDI, ada tiga jenis produksi kita. Pertama, pesawat yang kita diciptakan sendiri, dan hak kita untuk memproduksi dan menjualnya. Produk itu misalnya, pesawat CN235 yang pembuatannya kita kerjasama dengan CASA. Pesawat jenis ini adalah buatan Indonesia. Ada juga produk yang underlisence. Kita buat, tapi bukan kita pemiliknya. Itu seperti pesawat NC212-200 dan 400. Kita hanya berhak memodifikasi, mengubah sedikit hidungnya, dan sayap. Ketiga, industrial cooperation. Artinya, kita hanya membuat komponennya. Nah, untuk ini, PTDI merupakan satu-satunya pembuat komponen untuk bahu pesawat Airbush A380. Untuk komponen itu, kita mendapat order sampai 10 tahun ke depan. Nah, untuk pemasaran, kami saat ini juga bekerjasama dengan Airbush Military, yang dulunya bernama CASA, dengan ikut membantu mengelola pasar pesawat jenis NC 212-400, CN 235, dan CN 295, di Asia dan Pasifik. Selain itu? PTDI juga terlibat dalam pengembangan pesawat tempur multi roles IFX-KFX, kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Korea Selatan. Pesawat ini merupakan pesawat tempur generasi 41/2, setara dengan F16++. Dari kerja sama ini, kita target mulai beroperasi tahun 2020 mendatang. Komposisi saham Indonesia-Korea dalam kerja sama ini sebesar 20-80 persen. Selain PTDI, beberapa pihak yang terlibat dalam pengembangannya antara lain Kementerian Pertahanan (Kemhan) sebagai koordinator, Kementerian Ristek (Riset dan Teknologi), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), ITB, dan Balitbang Kemhan. Nah, dengan kerjasama ini, kita tentu memiliki hak untuk memodifikasi, mendesain, dan membangun dua skuadron di Bandung. Meskipun, kalau ada pembeli dari luar negeri, kita dan Korea tentu harus duduk bersama, karena modalnya berdua. Selain itu, tentunya masih banyak lagi kerjasama dan kontrak yang kita lakukan, yang mencukupkan nilai kontrak itu sebesar Rp8 triliun. PTDI saat ini menunjukkan prestasi yang baik, dan mampu bangkit dari keterpurukan sejak krisis 1998 silam. Apa faktor yang mendukung prestasi besar ini? Tentu dari sisi kebijakan pemerintahan. Dulu, kita kesulitan karena barang yang dipesan itu bisa kita delivery dalam waktu paling cepat 36 bulan. Kenapa, karena kita dilarang stok. Jumlah barang yang ingin dibuat, harus berdasarkan order, dan pembiayaannya melalui APBN yang diputuskan setiap tahun. Sementara, pemesan maunya 12 sampai 18 bulan sejak ditandatangani kontrak. Sekarang, pemerintah sudah membolehkan stok, sehingga, pesawat itu bisa kita kirim lebih cepat, bisa sekitar 12 sampai 18 bulan. Pemerintah juga memberi kebijakan, khusus produksi pesawat, pembiayaannya melalui APBN multiyear, bisa sampai tiga tahun sekaligus. Pemerintah juga sudah lebih terbuka memberlakukan kredit impor. Target keuntungan dari order itu? Kita sampai sekarang sebenarnya masih menggendong utang. Kita tahun kemarin telah menyelesaikan utang masa lalu terhadap pemerintah yang manfaatnya sebagian sudah kita nikmati. Nah, sekarang masih punya utang riil. Berupa utang bisnis, yang sehari-hari kita gunakan membeli berbagai perangkat industri. Kita perkirakan tahun 2014, dengan order tersebut, utang riil itu bisa kita selesaikan. Apa harapan Anda? Untuk itu, yang kami butuhkan adalah tenaga SDM. Kita sedang mencari sarjana teknik yang punya idealisme dan integrasi yang tinggi, yang sanggup bekerja keras, meskipun gaji minim. Kita siap untuk melatih. Perekrutan SDM ini kita lakukan, karena dari sekitar 2.300 tenaga di PTDN, sekitar 70 persen di antaranya akan pensiun sampai tahun 2016 mendatang. Sumber : Fajar

Jerman Mendukung Pembelian Alutsista Oleh Indonesia

Jakarta - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, mengadakan kunjungan kerja ke Jerman, Perancis dan Spanyol dari Tanggal 17 sampai dengan 24 September 2012. Dalam kunjungan kerja Wamenhan sebagai Ketua High Level Committee (HLC) Kemhan ini didampingi Dirjen Perencanaan Pertahanan Kemhan Marsda TNI Sunaryo, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemhan Mayjen TNI Ediwan Prabowo, Aslog Kasad Mayjen TNI Joko Sriwidodo, Aslog Kasau Marsda TNI JFP Sitompul. Kunjungan ini dimaksudkan untuk melaksanakan negosiasi dalam proses pembelian atau pengadaan Alutsista TNI sesuai dengan Rencana Strategi 2010-2014. Mengenai kunjungan Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin dan tim HLC ke Jerman, Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan memberikan dukungan kepada Indonesia dalam pembelian Alutsista Jerman. Pernyataan tersebut dimuat di beberapa media Jerman menanggapi kunjungan Wamenhan bersama tim HLC ke Jerman. Kanselir memberikan tiga alasan dukungan terhadap Indonesia dalam pembelian Alutsista Jerman tersebut yaitu ; Indonesia bukan negara yang memiliki banyak hutang, pertumbuhan ekonomi Indonesia terus meningkat, dan Indonesia bukan merupakan negara pelanggar HAM. Kanselir Jerman Angela Merkel juga menegaskan bahwa tidak ada negara lain yang mendikte Jerman dalam penjualan Alutsistanya. Kunjungan Wamenhan di Jerman, Wamenhan dijadwalkan bertemu dengan CEO Rheinmetall, CEO Grob, dan CEO Luersen. Turut serta dalam kunjungan kerja tersebut Deputi Menteri Negara PPN/Ka Bappenas Bid. Polhukhankam Ir. Rizky Ferianto MA, dan Dirut PT. Dirgantara Indonesia Budi Santoso. Dalam kunjungannya ke Spanyol, Wamenhan direncanakan akan mengunjungi Kementerian Pertahanan Spanyol dan bertemu dengan Menhan Spanyol D. Pedro Morenes Eulate, serta melaksanakan pertemuan dengan State Secretary Bidang Industri Pertahanan Spanyol. Sumber : DMC

PT DI Menyelesaikan CN 235 Pesanan Turki yg ke 8

CN-235 ASW Meltem II. 18 September 2012, Bandung: Tingkat kepercayaan dunia internasional kepada PT Dirgantara Indonesia (DI) cukup tinggi. Itu terlihat pada jalinan kontrak antara lembaga BUMN yang dulunya bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan berbagai negara, baik Asia maupun Eropa. Satu di antaranya, adalah Turki. Kepala Tim Komunikasi PT DI, Sonny Saleh Ibrahim, mengemukakan, sejak 6 tahun silam, pihaknya bersepakat dengan Turki untuk mengerjakan 10 unit CN-235. Pemesanan itu merupakan modifikasi. "Turki memfungsikan CN-235 tersebut menjadi pesawat Maritim Patrol," ujar Sonny di PT DI, Selasa (18/9). Dalam perkembangan pembuatan pemesanan Turki itu, kini, pihaknya siap melakukan flight test (uji coba) pesawat ke-8. Sonny mengatakan, pihaknya optimistis, dalam dua tahun mendatang, pihaknya siap menuntaskan proyek pemesanan Turki tersebut mengingat kontraknya berdurasi 8 tahun atau hingga 2014. "Nilai kontrak dengan Turki itu tergolong besar. Angka kontrak engineer-nya mencapai 2 juta dolar AS per tahun. Jadi, selama 8 tahun kontrak, nilainya sejumlah 16 juta dolar AS (sekitar Rp 151 miliar.RED)," sebut Sonny. PT DI Bidik Negara di Asia dan Afrika Kepala Tim Komunikasi PT Dirgantara Indonesia (DI), Sonny Saleh Ibrahim, mengatakan, pada 2013 pihaknya memproyeksikan terjalinnya sejumlah kerjasama dalam bentuk proyek pembuatan pesawat, dengan berbagai negara. Pihaknya memproyeksikan nilai kerjasama pada 2013 mencapai Rp 2,5 triliun. "Saat ini, masih dalam tahap penjajakan. Itu kami lakukan dengan beberapa negara. Misalnya, Thailand, Brunei Darussalam, Filipina, dan Botswana," ujar Sonny di PT DI, Selasa (18/9). Proyek yang siap dikerjakan PT DI pada periode 2013-2014, ujar dia, antara lain, 11 unit pesawat untuk skuadron perang, 8 unit pesawat serbu, 3 unit helikopter Bell. "Juga, 4 unit CN 235, dan 2 unit NC 212," ujar pria yang tengah berbusana batik tersebut. Sumber: Tribun Jabar

BERITA POLULER