07 Juli 2012
Besar kompensasi adalah 30 persen dari nilai pembelian, yakni sekitar 10,5 miliar dollar AS. Kompensasi itu berupa akses teknologi baru, dukungan domestik yang strategis, akses terhadap pasar baru, peningkatan nilai ekspor, dan peningkatan hubungan dengan perusahaan multinasional.
Direktur Utama IPTN North America Inc Gautama Indra Djaja, jumat (6/7) yang sedang mengikuti Kongres Diaspora Indonesia di Los Angeles, AS, 6-8 Juli, menginformasikan, usaha menggapai peluang itu telah dilakukan pihak Indonesia sejak Roll Out Boeing 737-900ER yang dipesan Lion Air tahun 2006.
“Kami terus berupaya agar proses itu berhasil,” ujar Dino Patti Djalal saat menyaksikan penyerahan pesawat Boeing 737-90 6R ke 50 dari Boeing ke maskapai penerbangan Lion Air di Seattle, AS, beberapa waktu lalu.
Upaya itu ternyata berhasil dan pada pertengahan tahun ini Boeing Company memberi komitmen kompensasi kepada Indonesia sebanyak 30 persen dari total pembelian Lion Air dan Garuda.
Nilai pembelian pesawat udara sipil Boeing 737 seri 500, 600, dan 800 NG oleh maskapai penerbangan Garuda Indonesia serta 737-900ER, 737-MAX, dan 787-8 oleh Lion Air mencapai 35 miliar dollar AS.
Program ini merupakan praktik pemberian kompensasi oleh industri asing sebagai persyaratan dari suatu negara ketika melakukan pembelian.
“Berangkat dari pemikiran bahwa kita tidak rela masyarakat Indonesia hanya menjadi konsumen dari produksi bangsa lain. Padahal, di Indonesia sendiri, anak bangsa ini sudah memiliki kemampuan dari pengalaman yang ada dalam bidang rancang bangun pesawat dan pembuatan komponen dalam memproduksi pesawat,” ujar Gautama.
Sementara itu, Kepala Humas PT Dirgantara Indonesia (DI) Sonny Saleh Ibrahim mengatakan, peluang ini merupakan kabar baik bagi perusahaan. Pasalnya, peluang-peluang seperti ini dari perusahaan AS tidak begitu mudah diperoleh. Padahal, dari segi teknologi, putra-putra bangsa mampu melaksanakannya.
Selama ini, PT DI merupakan pembuat dan pemasok ke Boeing untuk komponen pesawat, tetapi melalui pihak lain.
(Kompas)