Pages

Friday, June 8, 2012

Saat Herkules "beranak" Cassa di Bandung




Pintu rampa C-130 Herkules dari Skuadron Udara 32 mengeluarkan bagian-bagian NC-212 Cassa Aviocar, di Pangkalan Udara TNI AU Husein Sastranegara, Minggu lalu. Pesawat militer Cassa itu kemudian dirakit lagi untuk dijadikan Monumen Cassa di pangkalan udara di Bandung itu. (Penerangan Pangkalan Udara TNI AU Husein Sastranegara)
... NC-212 Aviocar itu dibawa ke Bandung untuk dijadikan Monumen Cassa...

Jakarta (ANTARA News) - Pernahkah melihat atau mendengar saja ada C-130 Herkules "beranak" NC-212 Cassa Aviocar?. Kejadian tersebut hanya terjadi di Pangkalan Udara TNI AU Husein Sastranegara, Bandung.

Saat "Si Hidung Botol" Herkules mendarat dan parkir di pangkalan udara yang dulu bernama Pangkalan Udara Andir itu, Minggu (3/6), dia membawa bagian-bagian pesawat Cassa itu. Pintu rampa belakang C-130 menjadi tempat "anak"-nya, bagian-bagian Cassa itu dikeluarkan.

NC-212 Aviocar itu dibawa ke Bandung untuk dijadikan Monumen Cassa. Secara persis, monumen itu berlokasi di samping kiri Markas Komando Pangkalan Udara TNI AU Husein Sastranegara.

Diterbangkan langsung dari home base-nya di Pangkalan Udara Utama TNI AU Abdurrahman Saleh, Malang, dia semula berada di bawah perawatan Skadron Teknik 022.

Untuk bisa menerbangkan seluruh bagian Cassa itu, diperlukan dua sortie penerbangan C-130 Herkules dari Skuadron Udara 31, yang juga berpangkalan di Malang.

Menurut Komandan Lanud Husein Sastranegara, Kolonel Penerbang Umar Hariyono, kedatangan pesawat ini memang sudah ditunggu di rumah barunya untuk dijadikan monumen kebanggaan bagi pangkalan itu. (*)
 
sumber Antara

Militer Indonesia dan Kontrak Pembelian Alutsista (No Hoax)


F-33 (KFX 201) STEALTH
RI AKAN MEMPRODUKSI PESAWAT INI KERJASAMA DENGAN KORSEL

Selamat pagi semuanya.. Udara pagi di hari libur ini membuat saya semangat. Semangat saya juga untuk menulis kembali terbangkitkan. Biasanya saya menulis artikel di tengah malam, bahkan terkadang menulis sambil menahan ngantuk sehingga yang di tulis terkadang sedikit ‘ngelantur’. Tapi kali ini dengan udara pagi yang begitu segar, saya siap menulis artikel dengan pikiran dan otak yang segar.. hehee.. Mudah-mudahan hasil artikel ini juga segar.

LEOPARD 2A6

LEOPARD 2A6



Artikel kali ini sebenarnya tidaklah berita baru, tetapi sebatas analisa sedikit mengenai kontrak-kontrak pembelian yang sudah ditanda tangani oleh pemerintah Indonesia akhir-akhir ini. Kenapa saya tertarik menulis artikel ini? Mungkin anda bertanya-tanya seperti itu. Benar bahwa saya memiliki tujuan di baliknya. Beberapa waktu lalu, saya mengunjungi blog militer Negara tetangga yang cukup popular di Negara tersebut. Nah disana terjadi perdebatan sengit (sengit dalam artian di sertai caci maki, sumpah serapah, dan sejenisnya) antara beberapa pengunjung dari Indonesia dan dari tuan rumah. Saya sendiri tidak berminat untuk terlibat dalam perdebatan mereka, karena saya sangat tidak nyaman dengan banyaknya komentar yang kurang sedap di pandang disana. Salah satu yang cukup menggelitik adalah komentar yang mengatakan bahwa kontrak-kontrak pembelian Indonesia seperti pembelian 9 pesawat C-295 adalah ‘HOAX’ alias hanya dibesar-besarkan saja oleh pihak Indonesia. Membaca komentar-komentar tersebut, saya ingin ketawa sendiri. Apa mereka tidak pernah membaca berita ya, sehingga tidak tau masalah yang seperti itu. Padahal mereka sehari-hari berdebat di forum/blog militer loh.. Yang lebih menggelikan adalah komentar yang mengatakan bahwa Indonesia tidak punya uang untuk mebeli itu semua, sehingga menurut mereka menguatkan dugaan mereka bahwa semua itu Cuma HOAX.
T-50 pesawat LIFT yang dibeli Indonesia dari Korea selatan


Nah berangkat dari kenyataan bahwa banyak pengunjung blog militer yang belum mengetahui tentang belanja militer Indonesia sehingga dianggap sebagai HOAX, maka dari ini saya coba merangkumkan berita-berita pembelian alutsista Indonesia yang sudah ditanda-tangani kontraknya. Yang belum ditanda-tangani kontraknya tidak akan saya masukkan di sini sehingga semua yang saya masukkan dipastikan bukan HOAX. Ini juga sebagai jawaban saya sebagai Admin AnalisisMiliter.com atas komentar-koentar dari blog-blog militer dari Negara mana saja yang meragukan kebenaran beritanya.

SUKHOI 35 BM yang diminati TNI AU

SUKHOI 35 BM


150 Triliun untuk Modernisasi Militer Indonesia 2009-2014 HOAX?


Salah satu kebijakan pemerintah Indonesia adalah melakukan modernisasi Militer Indonesia yang dijalankan dengan program MEF (Minimum Essential Force) yang telah dimulai pada tahun 2009 yang lalu. Nah MEF ini sendiri dilakukan dalam 3 tahapan rencana strategis (Renstra), yaitu Renstra I (2009-2014), Renstra 2 (2015-2019) dan Renstra 3 (2020-2024). Nah untuk menjalankan MEF ini tentunya diperlukan dana yang tidak sedikit. Bahkan bisa dikatakan kebutuhan dananya sangatlah besar, bahkan belum pernah Indonesia mengeluarkan dana modernisasi sebesar itu sejak jaman Suharto dahulu.


Nah untuk MEF tahap pertama (Renstra I) yang dilaksanakan dari 2009-2014 telah dianggarkan dananya sebanyak Rp 150 Triliun. Nah banyak sekali komentar-komentar miring dari Negara lain yang tidak yakin bahwa Indonesia memiliki dana segitu besar untuk memodernisasi militernya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia yang menurut mereka ‘miskin’ tentu tidak memiliki dana sebesar itu, sehingga mereka mengatakan ini adalah HOAX. Lalu apakah dana Rp 150 Triliun untuk MEF tahap pertama ini adalah HOAX??? Kalau hanya saya yang mengeluarkan peryataan ini bisa jadi itu adalah HOAX. Vetapi kalau yang mengeluarkan pernyataan adalah Menteri Pertahanan dan Pemerintah dan sebagai sudah di realisasikan apakah itu dianggap HOAX??


Bersumber dari portal AntaraNews.com, menteri pertahanan Indonesia disebutkan mengeluarkan pernyataan KementeFian Pertahanan (Kemhan) memiliki dana senilai Rp150 triliun untuk belanja dalam lima tahun mendatang yang akan dialokasi untuk tiga pos penting, terutama terkait dengan peremajaan alat utama sistem pertahanan (alutsista). Usai membuka Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan, ia mengatakan, anggaran tersebut digunakan untuk tiga hal, antara lain Rp50 triliun dana on top untuk percepatan minimum essential force (MEF), Rp55 triliun untuk alutsista, dan Rp45 triliun untuk pemeliharaan dan perawatan. Harap dipahami dana ini adalah untuk percepatan MEF, yaitu pembelian alutsista seta perawatan dan pemeliharannya. Jadi dana ini berbeda dengan dana operasional militer seperti kesejahteraan prajurit maupun lainnya.


Bahkan dana tersebut sebagian sudah di alokasikan/direalisasikan seperti yang akan saya sebagai admin AnalisisMiliter.com sebutkan dibawah nantinya. Sebagian yang akan saya sebutkan dibawah adalah yang masuk dalam prioritas pembelian di tahun 2011. Namun setelah adanya kontrak 2011, di tahun 2012 juga pemerintah Indonesia juga memiliki prioritas pembelian dari anggaran Rp 150 Triliun tersebut. Nah dari dana tersebut, prioritas pembelian alutsista Indonesia pada tahun 2012 adalah sebagai berikut :


1. TNI Angkatan Darat (TNI AD):


Main Battle Tank, senjata anti altileri berupa roket, multiple launcher rocket system, dan meriam armed dengan fokus meriam kaliber 150 mm. TNI AD juga berencana membeli senjata artileri pertahanan udara yang difokuskan pada peluru kendali dan helikopter yang difokuskan pada helikopter serbu dan serang, serta Panser yang akan dibuat oleh PT Pindad.

2. TNI Angkatan Udara (TNI AU):

Senjata anti pesawat udara, pesawat tempur F16, helikopter Cougar 735 sejenis Super Puma, dan Hercules sebanyak empat unit dari Australia.


3. TNI Angkatan Laut (TNI AL):

Sea Rider, Fastboat Patrol, Kapal Perusak, Hidro Oceanic, Kapal Latih untuk pengganti KRI dewarutji. Selain itu, ada juga kapal-kapal administrasi, seperti kapal angkutan tank dan minyak, serta kapal selam.


Nah dari berbagai prioritas yang telah disusun oleh pemerintah Indonesia mengenai alokasi anggaran Rp 150 Triliun ini, sebagian sudah direalisasikan yang ditandai dengan penanda tanganan kontrak pembelian alutsista-alutsita yang di prioritaskan tersebut. Sebagian dalam list dibawah ini adalah realisasi dari prioritas pembelian tahun 2011 dan sebagian lagi dari prioritas pembelian di Tahun 2012. Berikut detailnya :


Kontrak Pembelian Super Tucano dari Brazil


Soper Tucano adalah pesawat COIN yang bisa digunakan sebagai pesawat bantuan serangan udara, anti geriliawan dan sejenisnya. Pesawat ini dimaksudkan sebagai pengganti pesawat OV-10 Bronco yang telah pension. Indonesia dan Brazil telah menandatangani pembelian 16 Super Tucano dari Brazil senilai 260 juta dolar. Pembelian ini agaknya bertahap, dimana 8 unit dibeli dengan angaran tahun 2010, dan 8 unit dibeli dengan anggaran 2011 (CMIIW). Diharapkan di tahun 2012 ini, ke 16 pesawat Super Tucano ini sudah tiba di Indonesia. Penanda tanganan kontrak ini dilakukan pada bulam Desember 2010 yang lalu.


Kontrak Pembelian T-50 LIFT dari Korea Selatan


Kontrak pembelian selanjutnya yang dilakukan Indonesia sebagai bagian dari anggaran Rp 150 Triliun tadi adalah pembelian 16 T-50 dari Korea Selatan. Pesawat T-50 adalah pesawat LIFT (Lead In Fighter Trainer) yaitu pesawat yang digunakan sebagai pesawat atih tingkat lanjut sebelum seorang pilot mengawaki pesawat Fighter sungguhan seperti F-16, Su-27/30, dan F-5 E/F. Pesawat ini diharapkan akan menjadi andalan TNI AU untuk menghasilkan pilot-pilot handal. Nilai kontrak pembelian ini adalah sekitar 400 juta dolar. Kontrak dilakukan pada bulan Mei 2011 yang lalu.


Kontrak Pembelian 3 Kapal Selam ChangBogo Class


Selanjutnya kontrak lainnya yang masih bagian dari realisasi anggaran Rp 150 Triliun ini adalah pembelian 3 Kapal Selam Changbogo Class dari Korea Selatan. Kapal selam ini 2 akan di kerjakan di Korea Selatan dan 1 di Indonesia. Nilai kontrak ini bisa dikatakan cukup fantastis yaitu sekitar 1,1 Miliar Dolar. Kapal selam ini nantinya akan menemani 2 U-209 yang telah dimiliki Indonesia. Kontrak di tanda tangani pada 20 Desember 2011 yang lalu.


Kontrak Pembelian 9 Pesawat C-295 dari Spanyol


Kontrak selanjutnya adalah pembelian 9 C-295 dari Spanyol. Pesawat C-295 adalah pesawat angkut yang merupakan pengembangan dari pesawat CN-235. Dan sekilas, kedua pesawat ini memang mirip namun C-295 lebih panjang body-nya. Pesawat ini diharapkan akan menggantikan peranan Fokker-27 TNI AU yang telah tua. Kontrak pembelian ini dilakukan pada tanggal 15 Februari 2012 lalu dengan nilai kontrak sekitar 325 Juta dolar (Rp 2,9 Triliun)


Hibah dan Upgrade 24 F-16 dari Amerika


Bagian dari modernisasi TNI AU yang sangat memerlukan pesawat work horse seperti F-16 dalam jumlah yang banyak, pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika telah menyetujui hibah 24 F-16 C/D Block 25 yang akan di upgrad menjadi setara block 52. Hibah pesawat ini sendiri adalah gratis, namun karena Indonesia ingin mengupgrade ke 24 pesawat tersebut dan 10 F-16 exsisting TNI AU, maka pemerintah Indonesia menganggarkan dana upgrade sebanyak 750 juta dolar


Saat ini proses upgrade ke 24 pesawat hibah tersebut sedang berlangsung, dan diharapkan pada tahun 2014, ke 24 pesawat tersebut sudah dating secara bertahap ke Indonesia. selanjutnya 10 F-16 TNI AU existing juga akan di upgrade supaya memiliki standar yang sama. Sehingga nantinya Indonesia akan memiliki 34 F-16 setara Block 52.


Kontrak Pembelian 6 Su-30 MK2 dari Rusia


Kontrak lainnya yang dilakukan untuk TNI AU adalah kontrak pembelian 6 Su-30MK2 yang dimaksudkan melengkapi satu Skuadron Su-27/30 di angkatan udara Indonesia. Saat ini, Sukhoi Indonesia jumlahnya masih 10 pesawat. Pembelian 6 Su-30 MK2 ini memakai anggaran sebesar 470 Juta dolar. Kontrak ini ditandatangani pemerintah Indonesia dan Rusia pada tanggal 29 Desember 2011 yang lalu.


Kontrak Pembelian 37 Amphibi Tank BMP-3F Batch 2 dari Rusia


Kontrak lainya untuk Marinir Indonesia adalah penambahan tank amphibi TNI AL yaitu BMP-3F. Sebelumnya Marinir telah mengoperasian 17 BMP-3F. Pada pembelian batch ke dua ini, Indonesia membeli 37 BMP-3F dari Rusia dengan nilai kontrak 114 juta dolar. Harga ini sudah termasuk amunisi, spare part dan biaya pengiriman. Kontrak ini di tanda tangani pada tanggal 11 Mei 2012 yang lalu.


Selain itu ada beberapa kontrak lama yang sedang di kerjakan saat ini, terutama yang dipesan dari Negara Indonesia sendiri yaitu :

Pembelian 3 CN-235 MPA (Pesawat Intai Maritim) dari PT DI
3 Unit Helikopter Bell 412 EP (sudah diserahkan, 2 untuk TNI AD dan 1 untuk TNI AL) Produksi PT DI
Kapal Trimaran Klass
Kapal Perang Clurit Class
Dll



Selain kontrak-kontrak yang telah di tanda tangani diatas dan yang telah saya sebutkan diatas sebenarnya masih banyak yang belum saya masukkan. Hal ini karena keterbatasan waktu saya membongkar arsip-arsip lama saya sehingga yang saya ingat ini saja yang saya sebutkan. Namun jika anda memiliki data kontrak lainnya, mohon di sampaikan agar datanya saya update.


Kesimpulan : Apakah Kontrak itu semua HOAX?


Kesimpulan dirangkum sebagai jawaban dari komentar yang menyatakan bahwa pembelian alutsista Indonesia adalah HOAX. Membaca tulisan diatas, silahkan semua pembaca menilai, apakah semuanya itu HOAX atau nyata. Orang yang bisa membaca berita-berita saya kira tidak akan mengatakan bahwa itu HOAX, kecuali orang yang berita di negaranya sangat di batasi pemerintah sehingga hanya berita baik tentang negaranya yang di beritakan sedangkan berita baik dari Negara lain tidak di beritakan. Kalau memang seperti itu, kita bisa maklum kenapa ada yang memberikan komentar bahwa itu semua HOAX. Kemungkinan besar dia tidak mendapatkan informasi yang upto date di negaranya. Mudah-mudahan dengan membaca artikel ini ketidaktauan mereka terobati.


Kemudian menjawab tuduhan komentar dari blog Negara tetangga yang mengatakan Indonesia adalah ‘miskin’ sehingga tidak akan mampu menyediakan dana Rp 150 Triliun untuk modernisasi militer dalam jangka 5 tahun, lagi-lagi dari berita dan realisasi kontrak tersebut dengan sendirinya terbantahkan. Coba diperhatikan table berikut ini yang saya rangkun dari artikel diatas :


List Kontrak Belanja Militer Indonesia 2012


Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa dana Rp 150 Triliun untuk MEF Renstra I (2009-2014), akan di pecah dalam 3 bagian yaitu Rp 50 Triliun dana on top untuk percepatan minimum essential force (MEF), Rp 55 Triliun untuk alutsista, dan Rp 45 Triliun untuk pemeliharaan dan perawatan. Dari ketiga komponen tersebut yang digunakan untuk pembelian alutsista adalah Rp 55 Triliun. Sementara dari total diatas masih Rp 30,77 Triliun. Itu artinya Indonesia masih memiliki cadangan dana sebesar Rp 24,23 Triliun khusus membeli alutsista sampai 2014. Itu belum termasuk dana Rp 45 Triliun untuk percepatan MEF diatas. Ingat dana ini adalah dana sampai tahun 2014, setelahnya akan ada dana lanjutan selain dana ini.


So, apakah Indonesia adalah Negara miskin yang tidak memiliki uang untuk memodernisasi militernya?? Silahkan anda jawab sendiri. Tapi mohon dijawab dengan data dan fakta yang jelas, bukan asal berbicara.


Sekian dulu analisa saya di pagi yang cerah ini, selanjutnya saya mau mencuci pakaian saya yang sudah saya rendam sebelum saya menulis artikel ini. Maklum anak kost-kost-an. Semoga tulisan saya ini memberikan pencerahan bagi yang belum mengetahuinya. Jika ada data dan fakta yang salah dari yang saya sampaikan mohon koreksi dari rekan-rekan semuanya. Salam damai, Admin AnalisisMiliter.com

sumber : AnalisisMiliter

Pesawat T-50 LIFT dan Faktor Man Behind The Gun di TNI AU


07 Jun 2012 
T-50 pesawat LIFT yang dibeli Indonesia dari Korea selatan

Dimalam ini, setelah beberapa hari disibukkan dengan berbagai aktifitas, saya kembali menyempatkan diri menulis sebuah artikel terbaru dalam blog ini. Kali ini tulisan saya agak berbeda dan saya kira juga kebanyakan blog militer di Indonesia maupun Negara tetangga sangat jarang menyinggung masalah ini. Kebanyakan yang menjadi focus tulisan dan analisa dalam berbagai blog adalah mengenai kehebatan sebuah pesawat fighter seperti Sukhoi-27/30, F-18, F-15, F-16, Thypoon, dan sebagainya. Semua jet tempur yang saya sebutkan diatas memang termasuk dalam kategori pesawat canggih saat ini, sehingga kehadirannya akan menambah kekuatan udara suatu Negara.


Sebagai contoh adalah rencana kehadiran 24 F-16 ‘setara’ Block 52 yang akan diterima Indonesia dari Amerika Serikat beberapa tahun mendatang. Tentunya kehadirannya akan menambah kekuatan TNI AU. Hal ini juga banyak diangkat menjadi topic artikel di banyak blog militer Indonesia dan Negara tetangga. Di blog Negara tetangga seperti Malaysia juga heboh dengan isu rencana pembelian jet Thypoon ataupun Rafale untuk Angkatan Udara Malaysia. Walaupun sampai sekarang itu masih sebatas isu yang belum dipastikan kebenarannya, beritanya sudah menjadi topic yang menarik di banyak blog di negeri tersebut. Demikian juga halnya di Negara lain, kehadiran pesawat jet fighter yang tangguh pasti akan mendapat perhatian yang sangat luas dari komunitas pencinta dunia militer di Negara tersebut.


Namun berbeda halnya jika yang akan hadir di inventory angkatan udara suatu Negara hanya ‘jet latih’ yang tentu tidak segarang jet fighter sungguhan. Rata-rata kehadiran jet latih tempur tidak disambut dengan sama megahnya dibandingkan dengan kehadiran jet fighter. Seperti rencana kehadiran 24 F-16 dari Amerika ke Indonesia, beritanya lebih heboh dibandingkan dengan rencana kedatangan 16 pesawat latih T-50 dari Korea. Demikian juga Malaysia, berita rencana kedatangan Typhoon atau Rafale (walaupun sampai saat ini masih sebatas isu), terasa lebih heboh dibandingkan dengan kedatangan pesawat latih 8 MB-339 CM dari Italia. Mungkin dalam benak para blogger bahwa pesawat latih tentu tak sehebat pesawat fighter sungguhan, sehingga kurang menarik untuk di bahas. Saya pribadi sebagai admin AnalisisMiliter.com, juga sering mengalami kondisi yang sama.


Padahal dalam kenyataannya, sebuah jet fighter tercanggih sekaliber F-22 Raptor sekalipun tidak akan berguna jika tidak diawaki oleh pilot yang competent. Itu artinya kualitas pilot yang mengendalikan sebuah pesawat akan memegang peranan penting dari sebuah pesawat. Sebuah pesawat canggih bisa saja kalah dari pesawat yang kurang canggih, jika pilot yang mengendalikan pesawat canggih tersebut memiliki skill yang lebih rendah di bandingkan pilot dengan pesawat yang kurang canggih tersebut. Itu artinya bahwa selain factor kualitas dari jet fighter yang dimiliki, factor lain yang sangat penting dalam membangun kekuatan suatu Negara adalah kualitas pilot yang mengendalikan pesawat fighternya.


Bagaimana menghasilkan Pilot yang Hebat?


Kalau membicarakan pesawat fighter yang canggih tentu kita sudah sering mendengarnya. Tapi factor yang sering dilupakan adalah factor Man Behind The Gun, yang sejatinya tidak kalah penting pengaruhnya dibandingkan pesawat fighter itu sendiri. Hanya Negara yang ‘bodoh’ saja yang membeli pesawat canggih untuk AU mereka tetapi tidak mempersiapkan pilot-pilot yang akan menerbangkan pesawat canggih tersebut.


Lalu bagaimana cara menghasilkan pilot yang handal untuk menerbangkan suatu pesawat fighter canggih? Nah tentunya diperlukan latihan yang panjang dan intens supaya seorang pilot memiliki keahlian dan kualifikasi yang tinggi sehingga layak menerbangkan pesawat canggih. Nah untuk latihan ini, tentunya di perlukan pesawat –pesawat latih tempur yang berguna untuk mempersiapkan calon-calon pilot yang handal. Nah disinilah peranan pesawat latih tempur tersebut untuk mendukung pesawat fighter sungguhan dengan melatih pilotnya, sebelum pilot tersebut menerbangkan jet fighter sungguhan.


Phase latihan yang biasanya diterima oleh seorang calon pilot tempur adalah latihan dasar yang biasanya menggunakan pesawat Basic Prop Trainer, seperti Malaysia yang menggunakan pesawat PC-7 MK/MK II untuk role ini. Indonesia sendiri juga mengoperasikan beberapa pesawat untuk role ini seperti KT-1 Wongbee, dan sejenisnya. Setelah lulus pelatihan ini, maka calon pilot fighter tersebut selanjutnya di berikan level latihan yang lebih tinggi yaitu Basic/Advanced Jet Training, dimana calon pilot tersebut akan dikenalkan dengan pesawat jet sehingga pilot akan siap jika nanti akan menerbangkan pesawat jet fighter. Angkatan Udara Malaysia akan menggunakan pesawat MB-339 AM/CM untuk role ini, sedangkan Indonesia selama ini menggunakan pesawat Hawk-53 untuk role ini. Namun pesawat ini nantinya akan digantikan dengan pesawat T-50 LIFT generasi terbaru dari Korea Selatan.


Setelah itu lulus tahapan ini, maka calon penerbang akan dilatih kembali dengan pesawat fighter berkursi ganda sebelum bisa terbang solo dengan pesawat fighter sungguhan. Misalnya calon pilot F-16, akan dilatih dengan pesawat F-16 B (trainer) sebelum bisa terbang solo dengan F-16 A. Nah kira-kira seperti inilah gambaran umum untuk menghasilkan pilot yang handal.


Apa itu pesawat Lead In Fighter Trainer (LIFT)


Pesawat latih sendiri memiliki banyak kategori yang tergantung pada role pesawat latih itu sendiri. Diantaranya adalah Basic Prop Trainer, Advance Jet Trainer, Lead In Fighter Trainer dan selanjutnya adalah Jet Fighter sungguhan. Sebagai contohnya perhatikan gambar phase latihan calon pilot fighter di bawah ini :


Phase training pilot fighter


Pesawat kategori LIFT adalah pesawat latih tingkat lanjut yang diperuntukkan untuk melatih pilot-pilot dengan menggunakan pesawat yang dilengkapi dengan system avionic yang modern yang menyamai avionic jet fighter sungguhan yang berfungsi untuk mengefisienkan pelatihan sekenario pertempuran dari segi cost. Penggunaan pesawat LIFT ini akan menghasilkan calon penerbang yang handal dalam waktu yang lebih cepat dan dengan biaya yang lebih murah dibandingkan hanya menggunakan pesawat Advanced Jet Trainer saja.


Sebuah pesawat LIFT akan membantu calon pilot dalam hal simulasi situasi seperti serangan Air To Air, air To Ground, Interceptors, dan sejenisnya. Sehingga diharapkan calon pilot yang telah lulus menggunakan pesawat LIFT akan mudah dalam mengoperasikan pesawat fighter-fighter terbaru saat ini. Hal ini karena mereka sudah biasa menghadapi situasi tersebut, sehingga ketika menghadapi situasi yang sama dengan pesawat fighter sesungguhnya mereka tidak akan canggung lagi.


Pesawat LIFT ini sendiripun sebenarnya banyak jenisnya dan kategorinya. Seperti selayaknya pesawat jet fighter yang memiliki generasi (seperti Mig-21, F-5, Mig-23 yang digolongkan generasi 3, dan F-16, F-15, F-18, Su-30, Mig-29 termasuk generasi 4, F-22 dan F-35 termasuk generasi 5), maka pesawat LIFT sendiri juga memiliki kategori berdasarkan generasi ini. Namun saya sendiri sebagai admin dan penulis di AnalisisMiliter.com ini tidak terlalu hapal generasi pesawat LIFT ini. Namun dari berbagai artikel luar negeri yang saya baca, generasi pesawat LIFT yang terbaru diantaranya adalah Aermacchi M-346 Master dari Italia, Yak-130 dari Rusia, Hongdu H-15 dari China dan T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan. Sedangkan pesawat LIFT geneasi sebelumnya yang saya ketahui diantaranya adalah Aermacchi MB-339 dari Italia, Aero L-39 Albatros, Hawk 50/60, IAR 99 dan lainnya. Dari segi teknologi, tentunya generasi ini masih kalah dengan generasi LIFT yang saya sebutkan sebelumnya.


Nah di ASEAN sendiri, saya mengetahui 3 negara yang akan atau sudah mengoperasikan pesawat LIFT ini. Ketiga Negara yang saya maksud adalah Singapura, Malaysia dan Indonesia sendiri. Negara ASEAN lain saya kurang tau dan saya memang lebih tertarik mempelajari ketiga Negara ini saja. Singapura tercatat sudah memesan pesawat LIFT generasi terbaru yaitu 12 Aermacchi M-346 Master dari Italia, sedangkan Malaysia sudah mengoperasikan pesawat LIFT generasi yang lebih lama yaitu 17 MB-339AM/CM dari Italia. Sepintas terlihat kedua Negara ini mengoperasikan pesawat LIFT dari pabrikan yang sama, tapi milik singapura tentunya lebih canggih. Sedangkan Indonesia sendiri sudah memesan generasi LIFT terbaru yaitu 16 T-50 dari Korea selatan yang akan tiba awal 2013 nanti. Dari data ini, kelihatan bahwa pesawat LIFT yang akan digunakan Indonesia dan Singapura kedepan, lebih baik dibandingkan dengan pesawat LIFT yang dioperasikan di AU Malaysia.


Pengaruh T-50 LIFT terhadap Kemampuan Pilot TNI AU di masa datang


Sebelum kehadiran pesawat LIFT generasi terbaru ini di Indonesia, pola latihan yang dilakukan TNI AU kira-kira seperti gambar dibawah ini (ini versi saya ya, bisa saja saya salah) :


Phase training pilot fighter


Dari gambar itu dapat kita lihat bahwa seorang calon pilot akan menempuh pendidikan yang lebih lama pada pesawat Hawk-53 untuk mengenal pesawat jet dan setelah menguasai pesawat jet, akan diteruskan latihan menggunakan peswat figter versi latih (kursi ganda). Nah permasalahnya adalah disini. Masa transisi antara Hawk-53 dengan pesawa fighter latih ini akan memerlukan waktu yang panjang, karena keterbatasan teknologi hawk 53, calon pilot belum dibiasakan menghadapi simulasi tempur yang mirip dengan yang akan mungkin dihadapi pada pesawat fighter sesungguhnya. Hal ini berarti akan menambah waktu dan cost yang dikeluarkan untuk menghasilkan pilot yang tangguh.


Lalu bagaimana dengan Negara lain? Saya rasa juga tidak jauh berbeda dengan Indonesia saat ini. Semisalnya Malaysia yang juga belum mengoperasikan pesawat LIFT generasi terbaru, pola latihannya saya kira juga tidak terlalu jauh berbeda. Perhatikan gambar di bawah ini :


Phase training pilot fighter


Sama dengan kondisi TNI AU sekarang, AU Malaysia juga akan mengalami masa transisi antara MB-339 dengan Hawk-108 dan jet latih lainnya, yang lebih lama dibandingkan dengan (seandainya Malaysia punya) pesawat LIFT generasi terbaru.


Nah dengan kehadiran Aermachi M-346 di Singapura dan T-50 di Indonesia, tentunya akan merubah pola latihan untuk calon pilot di angkatan udara kedua Negara. Kedua pesawat yang bisa dikatakan adalah yang tercanggih di kelasnya sekarang ini akan berperan untuk menghasilkan pilot dalam waktu yang lebih cepat dan biaya lebih murah dibandingkan pesawat generasi sebelumnya. Hal ini karena pesawat M-346 dan T-50 memang di rancang untuk menghasilkan pilot-pilot pesawat canggih seperti F-22, F-35, F-15, F-18, Thypoon, Rafale, F-16, dan lain-lain. Khusus untuk T-50 bahkan dijuluki sebagai ‘F-16 lite’ karena kemiripan air framenya dan juga avionic yang dimilikinya. Hal ini akan membuat transisi antara calon pilot jet fighter akan mudah menyesuaikan diri karena sudah terbiasa dengan avionic tersebut.


Dengan penggunaan pesawat T-50 LIFT ini, maka pola latihan di TNI AU akan menjadi seperti gambar di bawah ini :


Phase training pilot fighter


Dengan pola latihan diatas, setelah calon penerbang menyelesaikan phase latihan dengan KT-1 Wongbee, maka calon pilot akan dilatih dengan pesawat LIFT langsung yang akan membuat mereka terbiasa dengan avionic maupun silabus fighter combat. Sehingga pilot yang dihasilkan akan jauh lebih siap mengoperasikan berbagai jenis pesawat fighter sungguhan. Masa transisi antara T-50 LIFT dengan real jet fighter tidak akan lama, karena hanya perlu penyesuaian sedikit. Calon pilot fighter hanya memerlukan sedikit transisi untuk mengenal karaker pesawat fighternya. Untuk masalah combat training sudah dilakukan menggunakan T-50 LIFT. Ini berarti bahwa pilot fighter akan dihasilkan dalam waktu yang relative lebih cepat dan biaya yang lebih rendah dibandingkan hanya menggunakan pesawat Advance Jet Trainer generasi lama.


Singapura sendiri juga memakai pola ini dalam menghasilkan pilot-pilot handal di AU mereka. Bedanya, mereka menggunakan pesawat Aermacchi M-346 Master sebagai pesawat LIFT mereka. Dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa penggunaan pesawat LIFT generasi terbaru akan menghasilkan pilot-pilot yang siap menerbangkan berbagai jenis figter modern saat ini. Ini artinya penggunaan T-50 LIFT di AU Indonesia, akan mempersiapkan banyak penerbang-penerbang handal yang baru yang akan mendukung kedatangan pesawat-pesawat fighter baru di AU Indonesia.


T-50 LIFT dan Kesiapan AU Indonesia Menyambut Jet Fighter Baru


Seperti sudah saya jelaskan diatas bahwa T-50 ini akan mempersiapkan banyak pilot di TNI AU. Dan kita tau bahwa mulai 2014 nanti, AU Indonesia akan kedatangan inventory yang baru yaitu pesawat Hibah Upgrade 24 F-16 ‘setara’ Block 52 dari Amerika. Jumlah pesawat sebanyak 24 pesawat itu tentunya memerlukan jumlah pilot yang banyak juga. Adalah bodoh kalau Indonesia merencanakan kedatangan pesawat sebanyak 24 pesawat tetapi tidak mempersiapkan pilot-pilot baru untuk menerbangkan pesawat tersebut.


Kita tau bahwa T-50 akan datang mulai awal 2013 ke Indonesia, sementara F-16 akan datang mulai 2014. Itu artinya, AU Indonesia memiliki waktu satu tahun untuk mempersiapkan calon-calon penerbang untuk 24 pesawat tersebut menggunakan pesawat T-50 LIFT. Dalam satu tahun, 16 pesawat tersebut tentunya bisa menghasilkan minimal 16 calon penerbang untuk F-16 ini. Kita juga tau kedepan masih akan banyak belanja alutsista AU Indonesia seperti penggantian pesawat F-5 E/F sehingga pastinya akan memerlukan banyak pilot-pilot baru. Nah kehadiran T-50 LIFT ini akan membuat AU Indonesia siap untuk menerima berbagai fighter baru di inventory TNI AU. Jadi dapat kita lihat bahwa pihak TNI AU sudah memikirkan secara matang, kenapa lebih memprioritaskan mendatangkan pesawat latih T-50 LIFT dibandingkan dengan pesawat pengganti untuk F-5 E/F. Karena mempersiapkan calon-calon penerbang untuk pesawat-pesawat baru itu memerlukan waktu yang panjang dan juga memerlukan perhatian khusus.

Lalu bagaimana dengan Negara tetangga kita, misalnya Singapura dan Malaysia. Seperti yang saya sebutkan di awal, Singapura sudah memiliki pola latihan yang akan kurang lebih sama dengan Indonesia, sehingga mereka tidak akan kesulitan mempersiapkan pilot-pilot baru seandainya mereka membeli pesawat fighter baru misalnya F-35 atau yang lain. Sedangkan Malaysia yang masih menganut pola latihan yang lama (dalam artian belum menggunakan pesawat LIFT generasi terbaru), akan tidak akan semudah Indonesia dan Singapura mempersiapkan pilot untuk menyambut kedatangan jet fighter baru. Baru-baru ini saya pribadi sebagai admin AnalisisMiliter.com sering mendengar isu-isu dari blogger dari Malaysia yang menyatakan bahwa Malaysia akan membeli 32 pesawat Typoon atau Rafale. Sekali lagi saya tegaskan bahwa ini masih sekedar isu. Tetapi mari kita berandai-andai, seandainya itu isu itu benar adanya, maka yang menjadi pertanyaan adalah siapkah AU Malaysia menyediakan pilot yang banyak untuk 32 pesawat itu? 32 pesawat tentunya akan memerlukan minimal 32 pilot (kalau itu kursi tunggal semua) untuk menerbangkannya. Saat ini jumlah pesawat ‘LIFT’ Malaysia adalah 8 pesawat MB-339 CM sebagai pesawat latih tercanggih di AU mereka. Memang ada 9 MB-339 AM lagi, tetapi itu adalah versi lama dari MB-339 CM. Kita tau sendiri bahwa pesawat MB-339 CM sendiri belum termasuk generasi LIFT terbaru. So pertanyaannya, apakah pesawat latih tersebut sanggup menyediakan pilot dalam jumlah yang banyak sebanyak pesawat yang akan datang? Kalau saya pribadi mendukung pemerintah Malaysia untuk mendatangkan fighter baru sekelas Typhoon atau Rafale, namun saya menyarankan supaya pemerintah Malaysia memperhatikan juga pesawat latih mereka agar mereka benar-benar siap menerima kedatangan pesawat baru tersebut dimasa yang akan datang.


Sampai disini dulu artikel saya kali ini, saya menyadari bahwa pengetahuan saya belum memadai untuk menulis artikel yang benar-benar berisi mengenai topic ini. Saya juga menyadari bahwa tulisan saya ini memiliki banyak sekali kelemahan dan kekurangan. Bisa juga tulisan saya ini tanpa sengaja menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu, untuk itu saya meminta maaf jika ada yang kurang berkenan di hati. Saya juga mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian agar kita sama-sama memperoleh pengetahuan yang baru. Salam damai dari Indonesia, salam damai dari admin AnalisisMiliter.com
 

Thursday, June 7, 2012

Indonesia akan Produksi 1.000 Roket


Kamis, 07/06/2012 15:59 WIB

Roket R-HAn 122 terus dilakukan uji coba sebelum diproduksi massal (all photos : DMC)
 
Yogyakarta Ketergantungan Indonesia terhadap roket buatan luar negeri untuk pertahanan sangat besar. Saat ini Indonesia akan memproduksi 1.000 roket dengan nama R-Han 122.

Roket ini merupakan roket pertahanan kaliber 122 yang sudah ada hulu ledaknya. Roket yang akan diproduksi tersebut memiliki jangkauan 15-20 kilometer.

"Kita akan produksi 1.000 roket dengan nama R-Han 122. Roket berhulu ledak ini merupakan roket pertahanan kaliber 122," kata staf ahli pertahanan dan keamanan Kemenristek RI, Ir. Hari Purwanto, M.Sc dalam Focus Group Discussion "Pemanfaatan Teknologi Litbangyasa untuk Roket Uji Muatan" di KPTU Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (7/6/2012).

Menurut Hari, roket ini akan dimanfaatkan untuk menggantikan roket yang dibeli dari luar negeri. Produksi roket hasil pengembangan Lembaga Antariksa Nasional (LAPAN) tersebut akan dimanfaatkan untuk pertahanan negara.

Hari mengatakan roket merupakan salah satu teknologi strategis namun memiliki biaya produksi yang sangat mahal. Fungsinya sendiri dua macam yakni di bidang militer dan non militer. Roket menjadi salah satu teknologi penting yang krusial untuk segera dikembangkan secara mandiri oleh Indonesia.

"Hal ini harus kita lakukan sebab selama ini kita tergantung pada negara lain untuk roket," katanya.

Hal senada diungkapkan Kepala LAPAN Drs. Bambang Setiawan Tejakusuma, Dipl.Ing. Program produksi roket merupakan proyek yang ambisus yang dilakukan LAPAN. Beberapa negara yang telah memiliki program pengembangan roket diantaranya Rusia, Amerika, Perancis, China, India, Jepang Korea Utara, Iran dan Pakistan.

Dalam kesempatan itu, Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Dr Pratikno bersama Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) membentuk Komunitas Roket Uji Muatan (RUM). Komunitas tersebut untuk mendukung kesiapan sumber daya manusia (SDM) dalam pengembangan teknologi industri roket di tanah air.

Rencananya, komunitas RUM ini akan memanfaatkan kawasan pantai Pandansimo Bantul sebagai area pelatihan peluncuran uji roket muatan.

Pengembangan roket merupakan pilihan kebijakan strategis kepentingan jangka panjang yang seharusnya menjadi perhatian negara. Pengembangan roket membutuhkan investasi yang sangat besar dengan hasil yang penuh risiko dengan manfaat yang abstrak dan jangka panjang.

"UGM siap kerjasama terhadap hal yang penting dan strategis ini. Teknologi roket perlu dikembangkan untuk meningkatkan kemandirian bangsa. Roket tidak hanya untuk persenjataan pertahanan negara saja tapi bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat," kata Pratikno.
 
sumber: Detik

US Navy Littoral Combat Ship Delivered Two Months Early

font-family: "Trebuchet MS",sans-serif; text-align: justify;">
US Navy Littoral Combat Ship Delivered Two Months Early


The Lockheed Martin-led industry team delivered the nation’s third Littoral Combat Ship, Fort Worth (LCS 3), to the U.S. Navy two months ahead of schedule.
The delivery followed the ship’s successful Acceptance Trials on Lake Michigan in May.
“By delivering Fort Worth early and performing so successfully at Acceptance Trials, this team has reached milestones rarely seen this early in a new ship class,” said U.S. Navy LCS Program Manager Rear Admiral (Select) John Neagley.
“Going forward, we intend to remain on schedule and on cost, while we continue incorporating lessons learned and drive down costs,” said Joe North, vice president of Littoral Ship Systems at Lockheed Martin’s Mission Systems and Sensors business.
The ship will remain at the Marinette Marine Corporation shipyard in Marinette, Wis., until later this summer as the Navy crew moves aboard in preparation for transiting down the East Coast on its way to commissioning in Galveston, Texas, in September.
The Lockheed Martin-led LCS team includes ship builder Marinette Marine Corporation, a Fincantieri company, naval architect Gibbs and Cox, as well as domestic and international teammates.

Rogozin Doubts Need to Develop New Strategic Bomber


Tu-160 Blackjack strategic bomber
16:08 06/06/2012
MOSCOW, June 6 (RIA Novosti)
Tags: Tu-160, Tu-22M3, Nikolai Makarov, Dmitry Rogozin, Russia
A long-running dispute between the Russian military and defense industry over procurement of new weaponry may enter a new phase as Deputy Prime Minister Dmitry Rogozin has questioned the need to develop a new strategic bomber, the Izvestia daily said on Wednesday.
Russia announced plans in 2009 to develop a fifth-generation strategic bomber, which will feature new airframe and elements of stealth technology, by 2025.
The new bomber is expected to replace the Tu-95MC Bear and Tu-160 Blackjack strategic bombers, and Tu-22M3 Backfire long-range bombers currently in service with Russia’s strategic aviation.
 
“Look at the current level of air defense and anti-missile defense – these aircraft will not get anywhere. Not ours, not theirs,” Rogozin, who oversees defense industry and will soon assume full control over financing of R&D for military purposes, said in an interview with Izvestia.
He added that strategic bombers could not be viewed as means of delivering nuclear strikes on enemy territory anymore.
Meanwhile, Chief of the Russian General Staff Gen. Nikolai Makarov told Izvestia that the new bomber project was underway as planned.
“We have made some progress in the development of the new bomber,” Makarov said. “If we reach production phase, this plane will outperform any modern aircraft of the same class, including those built by the Americans.”
It is not the first time Rogozin and Makarov have clashed over arms procurement issues.
In the beginning of this year, Makarov sharply criticized the quality of Russian-made weaponry for the Ground Forces and said the Defense Ministry would stop purchasing domestic-made armored vehicles for the next five years because they are outdated.
Rogozin, clearly angered by Makarov’s blunt statement, responded that the chief of the General Staff of the Russian Armed Forces “is not the only one who makes decisions on the purchase of arms and military hardware.”
He said Russia’s Armed Forces would be modernized as scheduled in accordance with the state armament procurement program and the defense budget.

Wednesday, June 6, 2012

Imbangi Kekuatan AS dan Sekutunya Rusia Ingin Kembangkan Kerja Sama Militer dengan China


Rusia Ingin Kembangkan Kerja Sama Militer dengan China
(AP/Mark Ralston) Presiden Rusia Vladimir Putin didampingi Presiden China Hu Jintao memeriksa barisan pengawal kehormatan China saat acara penyambutan di Balai Agung Rakyat di Beijing, Rabu (6/6).
Beijing, (Analisa). Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan keinginan negaranya untuk meningkatkan hubungan militer dengan China, Rabu (6/6). Penegasan ini dilakukan untuk menjalin aliansi militer mengimbangi Amerika Serikat dan sekutunya.
Pernyataan Putin ini dikemukakannuya pada hari kedua kunjungan ke negara tetangganya di Timur jauh itu.

Putin mengatakan kepada Wakil Presiden Xi Jinping bahwa ia dan Presiden China Hu Jintao telah berjanji untuk mengembangkan kerja sama militer dan ia juga mengaktipkan kembali latihan angkatan laut Rusia-China di Laut Kuning.

Kerjasama militer antara Moskow dan Beijing telah dipercepat dibawah organisasi keamanan regional mereka yang melingkupi perlindungan perbatasan secara teratur dan latihan anti terorisme.

China merupakan pelanggan terbesar atas jet tempur Rusia, kapal selam, pencegat rudal, dan senjata berteknologi tinggi lainnya, namun kecurigaan masih melekat sejak persaingan mereka pada Perang Dingin..

Kunjungan Putin kali ini merupakan yang pertama ke China sejak kembali ke kursi kepresidenan Rusia bulan lalu dan menjelang kunjungan pertamanya ke AS. Ini merupakan langkah yang dipandang sebagai sinyal condong ke Timur dalam kebijakan luar negeri Rusia.

Di Beijing, Putin kembali menegaskan target untuk meningkatkan perdagangan bilateral menjadi 100 milyar dollar AS pada 2015 dari tahun lalu senilai 83,5 milyar dollar AS, dan menjadi 200 milyar dollar AS pada 2020.

Membaiknya hubungan China dan Rusia telah kembali menjadi penyeimbang pengaruh AS termasuk saat kedua negara melindungi Suriah dari langkah internasional untuk menghentikan tindak kekerasan yang terjadi selama 15 bulan pemberontakan. (AP/echo)
 
sumber : Harian Analisa 

BERITA POLULER