Jakarta - Tim pencarian dari Lanud Atang Sanjaya sudah berhasil
menemukan titik jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100. Pesawat
itu diperkirakan jatuh di kawasan Cijeruk, Bogor.
"Di daerah Cijeruk, jaraknya sekitar 1,7 nautical mile," kata Kepala
Pentak Lanud Atang Sanjaya, Mayor Ali, saat dikonfirmasi
detikcom, Kamis (10/5/2012).
Ali memastikan secara fisik, pesawat sudah ditemukan. "Sudah
ada di pinggiran tebing," jelasnya.
Tim berupaya untuk sesegera mungkin melakukan evakuasi lewat
darat maupun udara. "Sedang kita upayakan," katanya.
Sumber :detik.com
Wednesday, May 9, 2012
Serpihan sukhoi sj 100 berserakan ditepi gunung salak
Serpihan Sukhoi
Berserakan di Tebing
Gunung Salak
Prins David Saut - detikNews
FOTO: foto: Serpihan Sukhoi
Jakarta - Tim SAR menemukan puing-
puing pesawat Sukhoi Superjet100 yang
jatuh di Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat.
Serpihan-serpihan berwarna putih ini
terlihat berserakan di tebing curam.
Foto yang ditunjukkan Tim SAR saat jumpa
pers di Bandara Halim Perdanakusumah,
Jakarta Timur, Kamis (10/5/2012),
menunjukkan sepihan-serpihan ini
berserakan di sebuah tebing. Tebing ini
terlihat berumput di sebelah sisi kanan
dan kiri gambar sedangkan bagian
tengahnya masih berupa tanah.
Sepihan-serpihan ini berjumlah cukup
banyak, ukurannya ada yang kecil dan ada
juga yang berukuran cukup besar. "Dari
atas kita melihat serpihan-serpihan
pesawat dan tulisan logo Sukhoi," kata
Kepala Basarnas Marsekal Madya
Daryatmo.
Foto serpihan itu tampak kecil-kecil karena
diambil dari kejauhan. Warna pesawat
komersial itu sendiri didominasi warna
putih.
Sumber : detik.com
Walau Ditolak, Menhan Ngotot Beli Kapal Perang Asal Inggris
[SURABAYA]
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyatakan, DPR RI dan TNI Angkatan Laut
(AL) saat ini sedang meninjau proses pembuatan kapal tempur jenis Multi Role
Light Frigate (MRLF) yang ditolak DPR RI.
Ada apa sih, pemerintah ngotot membeli kapal dari luar negeri, sementara bangsa sendiri sudah bisa memproduksi kapal perang sendiri?
"TNI AL memang meminta pembelian kapal Frigate itu, karena kapal itu modern sekali, bisa untuk serangan bawah air, serangan permukaan air, dan serangan udara," katanya setelah meresmikan Gedung "Technopark" UPN Veteran Jatim di Surabaya, Rabu (9/5).
Didampingi Rektor UPN Veteran Jatim Prof Dr Ir Teguh Soedarto MP, ia mengemukakan hal itu menanggapi penolakan Komisi I DPR RI untuk pembelian tiga unit kapal tempur jenis MRLF yang dibuat perusahaan di Inggris itu, karena kapal itu sudah ditolak oleh Brunei dan Vietnam.
Menurut Menhan, penolakan suatu negara untuk tidak jadi membeli suatu alutsista itu memiliki alasan tersendiri, dan alasan penolakan negara itu belum tentu menjadi alasan negara lain untuk tidak jadi membeli juga.
"Alasan Brunei tidak jadi membeli itu internal mereka, dan alasan itu belum tentu sama dengan alasan negara lain, karena itu sekarang ada tim dari DPR RI dan TNI AL yang meninjau langsung proses pembuatan kapal itu," tukasnya.
Bahkan, katanya, bila kapal frigate itu sudah dibeli pun, tetap harus melalui mekanisme pengawasan dan pengendalian yang ketat. "Jadi, kita tidak hanya membeli, tapi di sisi lain akan ada tim yang melakukan pengawasan dan pengendalian itu," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Brunei mencium ada aroma penggelembungan anggaran dalam pengadaan kapal itu dan spesifikasi juga diturunkan, sehingga Sultan Brunei tidak mau membayar, namun perusahaan Inggris BAE akhirnya memperkarakan Brunei ke Arbitrase Internasional pada 2007, sehingga Brunei pun terpaksa membayar.
Menanggapi protes DPR itu, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno mengatakan, TNI AL memang memerlukan tambahan armada untuk menjaga wilayah perbatasan laut Indonesia.
"Soal masalah teknis yang dialami oleh kapal perang ini, silakan DPR menyiapkan tim teknis untuk mengetes kapal tersebut. Kata orang kalau tidak percaya silakan dicoba. Apa benar miring atau tidak," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi DPR RI pada beberapa waktu lalu.
Ada apa sih, pemerintah ngotot membeli kapal dari luar negeri, sementara bangsa sendiri sudah bisa memproduksi kapal perang sendiri?
"TNI AL memang meminta pembelian kapal Frigate itu, karena kapal itu modern sekali, bisa untuk serangan bawah air, serangan permukaan air, dan serangan udara," katanya setelah meresmikan Gedung "Technopark" UPN Veteran Jatim di Surabaya, Rabu (9/5).
Didampingi Rektor UPN Veteran Jatim Prof Dr Ir Teguh Soedarto MP, ia mengemukakan hal itu menanggapi penolakan Komisi I DPR RI untuk pembelian tiga unit kapal tempur jenis MRLF yang dibuat perusahaan di Inggris itu, karena kapal itu sudah ditolak oleh Brunei dan Vietnam.
Menurut Menhan, penolakan suatu negara untuk tidak jadi membeli suatu alutsista itu memiliki alasan tersendiri, dan alasan penolakan negara itu belum tentu menjadi alasan negara lain untuk tidak jadi membeli juga.
"Alasan Brunei tidak jadi membeli itu internal mereka, dan alasan itu belum tentu sama dengan alasan negara lain, karena itu sekarang ada tim dari DPR RI dan TNI AL yang meninjau langsung proses pembuatan kapal itu," tukasnya.
Bahkan, katanya, bila kapal frigate itu sudah dibeli pun, tetap harus melalui mekanisme pengawasan dan pengendalian yang ketat. "Jadi, kita tidak hanya membeli, tapi di sisi lain akan ada tim yang melakukan pengawasan dan pengendalian itu," tuturnya.
Sebelumnya, Pemerintah Brunei mencium ada aroma penggelembungan anggaran dalam pengadaan kapal itu dan spesifikasi juga diturunkan, sehingga Sultan Brunei tidak mau membayar, namun perusahaan Inggris BAE akhirnya memperkarakan Brunei ke Arbitrase Internasional pada 2007, sehingga Brunei pun terpaksa membayar.
Menanggapi protes DPR itu, Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno mengatakan, TNI AL memang memerlukan tambahan armada untuk menjaga wilayah perbatasan laut Indonesia.
"Soal masalah teknis yang dialami oleh kapal perang ini, silakan DPR menyiapkan tim teknis untuk mengetes kapal tersebut. Kata orang kalau tidak percaya silakan dicoba. Apa benar miring atau tidak," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi DPR RI pada beberapa waktu lalu.
sumber : Suara Pembaharuan
Akhirnya Boeing Beri "Offset" kepada Indonesia
JAKARTA, KOMPAS.com - Pabrikan pesawat terbesar di AS, Boeing Company akhirnya akan memberi offset
kepada Indonesia. Kepastian tersebut disampaikan oleh Duta Besar
Indonesia untuk AS, Dino Patty Djalal, Rabu (9/5/2012) di Jakarta.
“Akhirnya Boeing memberi offset ke kita setelah bertahun-tahun kita perjuangkan,” ujar Dino di Kantor Kementerian Perhubungan.
Offset
merupakan praktek pemberian kompensasi oleh industri asing sebagai
persyaratan dari suatu negara ketika melakukan pembelian. Dalam kasus
Boeing ini dilatarbelakangi karena banyaknya pihak industri dari
Indonesia dan TNI AU yang membeli pesawat dari Boeing.
Seperti
pembelian pesawat udara sipil B737-800NG oleh maskapai penerbangan
Garuda Indonesia dan B737-900ER, B737-Max oleh Lion Air yang jumlahnya
lebih dari 20 miliar dollar AS. Selain itu juga ada pembelian pesawat
F-16 dan helikopter Apache oleh T I AU.
Bentuk offset bermacam-macam
dan biasanya ditentukan oleh negara pembeli produk berapa prosentase
dari nilai keseluruhan transaksi penjualan. Biasanya offset
dipakai untuk mengembangkan industri domestik negara pembeli, transfer
teknologi, memajukan investasi, dan meningkatkan lapangan pekerjaan.
Selain
itu juga untuk mendapatkan teknologi baru, mendukung industri domestik
yang strategis, mendapatkan akses terhadap pasar baru, meningkatkan
nilai ekspor, dan meningkatkan hubungan dengan perusahanaan
multinasional.
Untuk Indonesia, menurut Dino, nilainya lebih dari
yang diperkirakan. “Kalau cuma untuk menghidupkan PTDI, maka nilai
jumlahnya sangat cukup,” ujar Dino sambil tertawa.
Berkaitan dengan itu, hari ini diadakan diskusi antara stakeholder di bidang transportasi udara untuk merumuskan apa bentuk offset yang akan diminta kepada Boeing.
Selain
dihadiri Dino, diskusi juga dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian
Perhubungan Ikhsan Tatang, perwakilan dari GMF, Garuda, Lion, BPPT,
PTDI, PT Len, PT Pindad, Susi Air, Kementerian Perhubungan, Kementerian
Luar Negeri, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perisdustrian.
“Selanjutnya
akan dibentuk tim kecil oleh Dirjen Perhubungan Udara untuk merumuskan
apa-apa saja yang nanti akan kita ajukan,” ujar Ikhsan Tatang.
sumber : KOMPAS
MEF : Modernisasi Militer Indonesia
Berjumpa lagi dengan saya admin dari
AnalisisMiliter.com setelah beberapa hari tidak posting artikel
dikarenakan kesibukan saya saat ini. Banyak rekan-rekan pembaca yang
laha mengira tentang siapa admin dari blog ini. Kebanyakan mungkin
menyangka bahwa admin blog ini adalah orang yang dekat dengan petinggi
militer Indonesia ataupun memiliki chanel untuk mendapatkan informasi A1
dari sumber orang dalam. Saya perjelas lagi bahwa saya hanyalah seorang
Mahasiswa Tingkat akhir Jurusan Teknik Informatika di sebuah
universitas. Keseharian saya jauh dari dunia militer, namun saya samngat
menyukai setiap informasi berbau militer.
Pada kali ini, ditengah kesibukan saya menyelesaikan tugas-tugas kuliah saya, saat saya sempatkan menulis artikel mengenai MEF (Minimum Essential Force) yang selama ini sering sekali kita dengar-dengarkan di banyak berita militer. Ya benar bahwa dimulai tahun 2009 yang lalu, pemerintah Indonesia sudah mencanangkan modernisasi militer Indonesia yang diwujudkan dalam program MEF ini. Tulisan saya ini adalah hasil pembelajaran saya dari membaca berbagai berita perkembangan militer Indonesia. Mungkin ada poin-poin dalam tulisan ini yang kurang tepat, maka dari itu saya mengundang pembaca untuk melakukan koreksi jika ada yang kurang tepat.
MEF: Kenapa Minimum, Bukan Ideal apalagi Maksimum??
Mendengar istilah MEF yang diawali kata-kata Minimum mungkin membuat kita bertanya-tanya, kenapa pemerintah melakukan modernisasi militer dengan target Minimum, bukan Ideal atau Maksimal. Ya benar, bahwa saat ini kekuatan militer Indonesia masih di bawah kekuatan minimal yang seharusnya dimiliki Indonesia untuk menjaga wilayah kedaulatan Indonesia yang luasnya hampir sama dengan benua Eropa. Nah, karena itulah program pemerintah saat ini adalah mencapai kekuatan militer yang paling minimal harus dimiliki oleh Indonesia untuk bisa menjaga setiap jengkal kedaulatan Indonesia.
Nah, dari penjelasan singkat diatas tadi tentunya kita sudah mendapat penjelasan mengapa Minimum adalah kata depan dari MEF itu sendiri. Saat ini memang kekuatan Indonesia masih belum bisa menjaga sepenuhnya semua kedaulatan Indonesia dari pelanggaran kedaulatan dari Negara lain. Sebagai contoh, untuk Indonesia bagian timur hanya di jaga oleh 10 Sukhoi-27/30. Itu tentu masih jauh di bandingkan jumlah minimal yang harus dimiliki untuk menjaga kedaulatannya. Menurut saya untuk Indonesia bagian Timur saja, setidaknya harus terdapat?1 Skuadron Sukhoi series dan 2 skuadron F-16, baru itu bisa dikatakan kedaulatan Indonesia di jaga sepenuhnya.
Berkaca dari kurangnya kekuatan militer Indonesia ini, maka pemerintah menjalankan modernisasi militernya agar bisa mencapai kekuatan militer minimum yang bisa menjaga setiap wialayah Indonesia. Modernisasi militer Indonesia melalui program MEF ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu MEF Renstra I, 2 dan 3.
MEF Renstra I (2009-2014)
Proses modernisasi tahap pertama saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pada tahap ini bisa dikatakan adalah masih permulaan dari tiga tahap modernisasi militer Indonesia. Banyak blogger yang sedikit salah sangka bahwa MEF ini hanya sampai pada tahun 2014. Padahal setelah 2014 masih ada dua periode MEF yang akan di jalankan pemerintah Indonesia.
Pada MEF Renstra I ini, ada banyak sekali pembelian dan upgrade yang dilakukan oleh militer Indonesia untuk memodernisasi alutsistanya agar tidak tertinggal dari Negara tetangga. Adapun project-project yang sedang dan akan dilakukan dalam MEF Renstra I ini adalah antara lain :
Pada kali ini, ditengah kesibukan saya menyelesaikan tugas-tugas kuliah saya, saat saya sempatkan menulis artikel mengenai MEF (Minimum Essential Force) yang selama ini sering sekali kita dengar-dengarkan di banyak berita militer. Ya benar bahwa dimulai tahun 2009 yang lalu, pemerintah Indonesia sudah mencanangkan modernisasi militer Indonesia yang diwujudkan dalam program MEF ini. Tulisan saya ini adalah hasil pembelajaran saya dari membaca berbagai berita perkembangan militer Indonesia. Mungkin ada poin-poin dalam tulisan ini yang kurang tepat, maka dari itu saya mengundang pembaca untuk melakukan koreksi jika ada yang kurang tepat.
MEF: Kenapa Minimum, Bukan Ideal apalagi Maksimum??
Mendengar istilah MEF yang diawali kata-kata Minimum mungkin membuat kita bertanya-tanya, kenapa pemerintah melakukan modernisasi militer dengan target Minimum, bukan Ideal atau Maksimal. Ya benar, bahwa saat ini kekuatan militer Indonesia masih di bawah kekuatan minimal yang seharusnya dimiliki Indonesia untuk menjaga wilayah kedaulatan Indonesia yang luasnya hampir sama dengan benua Eropa. Nah, karena itulah program pemerintah saat ini adalah mencapai kekuatan militer yang paling minimal harus dimiliki oleh Indonesia untuk bisa menjaga setiap jengkal kedaulatan Indonesia.
Nah, dari penjelasan singkat diatas tadi tentunya kita sudah mendapat penjelasan mengapa Minimum adalah kata depan dari MEF itu sendiri. Saat ini memang kekuatan Indonesia masih belum bisa menjaga sepenuhnya semua kedaulatan Indonesia dari pelanggaran kedaulatan dari Negara lain. Sebagai contoh, untuk Indonesia bagian timur hanya di jaga oleh 10 Sukhoi-27/30. Itu tentu masih jauh di bandingkan jumlah minimal yang harus dimiliki untuk menjaga kedaulatannya. Menurut saya untuk Indonesia bagian Timur saja, setidaknya harus terdapat?1 Skuadron Sukhoi series dan 2 skuadron F-16, baru itu bisa dikatakan kedaulatan Indonesia di jaga sepenuhnya.
Berkaca dari kurangnya kekuatan militer Indonesia ini, maka pemerintah menjalankan modernisasi militernya agar bisa mencapai kekuatan militer minimum yang bisa menjaga setiap wialayah Indonesia. Modernisasi militer Indonesia melalui program MEF ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu MEF Renstra I, 2 dan 3.
MEF Renstra I (2009-2014)
Proses modernisasi tahap pertama saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Pada tahap ini bisa dikatakan adalah masih permulaan dari tiga tahap modernisasi militer Indonesia. Banyak blogger yang sedikit salah sangka bahwa MEF ini hanya sampai pada tahun 2014. Padahal setelah 2014 masih ada dua periode MEF yang akan di jalankan pemerintah Indonesia.
Pada MEF Renstra I ini, ada banyak sekali pembelian dan upgrade yang dilakukan oleh militer Indonesia untuk memodernisasi alutsistanya agar tidak tertinggal dari Negara tetangga. Adapun project-project yang sedang dan akan dilakukan dalam MEF Renstra I ini adalah antara lain :
1. 16 Super Tucano dari Brazil 2. 54 BMP-3F (17 BMP-3F batch pertama sudah hadir) 3. Hibah dan Upgrade 24 F-16 Block 25 dari USA 4. 5 Unit Mi-35 dan 12 Mi-17 v5 dari Rusia 5. 16 T-50 dari Korea Selatan 6. 6 Su-30MK2 dari Rusia 7. 1 Skuadron UAV kandidat UAV-Searcher II 8. 3 Kapal selam U-209 Class dari Korea Selatan 9. 9 pesawat transport C-295 10. 3 CN-235 MPA dari PT DI 11. Helicopter anti Kapal Selam kandidat Sea Sprite dari Australia 12. Retrofit Light Tank AMX-13 13. Tambahan 100 Panser ANOA 14. Upgrade beberapa pesawat angkut C-130 15. 44-100 MBT Leopard 2A4 dari Belanda dan Jerman 16. 4 Corvet Sigma Class dari Belanda 17. 4 LPD Makassar Class dari Korea Selatan (2 dibangun di PT PAL Indonesia) 18. Beberapa KRI Clurit Class buatan Indonesia 19. Beberapa kapal Trimaran Class 20. Transfer Teknologi Rudal C-705 dari China 21. Pembelian rudal-rudal untuk Sukhoi dan F-16 TNI AU 22. MLRS dengan candidate Himars atau Astross atau candidate lainnya. 23. Heli Attact Kandidat 8 Apache dari Amerika
List diatas adalah list yang sudah dicapai dan ditargetkan dicapai oleh militer Indonesia melalui program MEF Renstra I yang dilakukan antara tahun 2009 sampai dengan 2014. Mungkin dari list diatas ada beberapa yang belum saya masukkan dikarenakan saya lupa. Jika pembaca mempunyai update terbaru, mohon di infokan agar saya update.
MEF Renstra II (2015-2019)
Sebagai mana sudah saya jelaskan diawal bahwa program modernisasi militer Indonesia tidak hanya dilakukan sampai 2014, tetapi sampai 2024, namun dengan target dan pencapaian yang berbeda tentunya. Untuk Renstra ke 2, yang merupakan kelanjutan dari Renstra I akan dilakukan banyak modernisasi militer Indonesia. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Penggantian pesawat F-5 E/F TNI AU => kandidat Su-35 BM, Rafale, Griffin 2. PKR Project 3. Surface to air Missile (SAM) 4. Pesawat peringatan dini (AEW) 5. Pesawat anti Kapal selam => kandidat C-295 ASW
Secara jujur saya mengatakan bahwa saya belum tau banyak tentang list belanja untuk Renstra kedua ini. List diatas adalah list yang saya tau sudah di bicarakan pemerintah. Selebihnya masih banyak list yang saya belum tau dikarenakan saya kurang cermat mendapatkan informasinya. Jika ada pembaca yang mengetahui lebih jelas, mohon di informasikan.
MEF Renstra III (2020-2024)
Renstra ke tiga ini merupakan kelanjutan dari Renstra ke dua sebelumnya. Sama seperti renstra ke dua tadi saya juga belum tau banyak mengenai list belanja militer Indonesia untuk periode ini. Tapi yang pastinya list belanjanya juga pasti akan banyak karena memang sudah di targetkan oleh pemerintah. Berikut list belanja yang kemungkinan akan dilakukan oleh militer Indonesia, yaitu :
1. Penggantian F-16 dengan KFX/IFX atau kandidat lainnya. 2. Proses penggantian Sukhoi kandidat Sukhoi FAKPA
Jika ada pembaca yang lebih mengetahui hal ini dari pada saya, mohon informasinya agar sama-sama kita update.
Sekian dulu tulisan saya ini, saya sudah cukup ngantuk sehingga saya harus tidur dulu. Semoga tulisan saya ini memuaskan dahaga dari para membaca yang menanti informasi mengenai dunia militer Indonesia. Saya juga menyarankan pembaca terlibat aktif dalam diskusi yang sehat pada form diskusi di bawah ini.
sumber : Analisismiliter
Wamenhan Tinjau Pesanan Kapal Tanker ke-2 di PT. DKB
08 Mei 2012
Kapal
tanker Angkatan Laut berukuran panjang 122m akan diselesaikan dalam 24
bulan, sedangkan LST akan dimodifikasi sehingga dapat membawa tank BMP3F
dan Leopard 2 (photo : DMC)
Wamenhan Meninjau Proses Pembuatan Kapal BCM di Dok dan
Perkapalan Kodja Bahari
Jakarta, DMC - Sehari setelah melakukan kunjungan kerja ke
PT Anugrah Buana Marine untuk mengetahui sejauh mana proses pembuatan kapal
Bantu Cair Minyak (BCM) Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin didampingi Irjen
Kemhan Laksdya TNI Sumartono,
Kabaranahan Kemhan Mayjen TNI Ediwan Prabowo, Pejabat Mabes TNI dan Angkatan,
Selasa (8/5), Mengunjungi PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari, yang juga
sedang mengerjakan pembuatan kapal Bantu
Cair Minyak kedua untuk TNI AL.
Setibanya di PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Wamenhan
beserta rombongan disambut oleh Wakasal
Laksdya TNI Marsetio dan Dirut PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari Riri Syeried
Jetta beserta staf langsung menyaksikan proses pengerjaan pemotongan baja sebagai
material kapal BCM.
Usai melakukan kunjungan ke Galangan kapal II, Wamenhan
menuju Aula PT. Dok dan Perkapalan Kodja
Bahari menerima penjelasan seputar proses penyelesaian pembuatan satu kapal BCM
yang menggunakan material 100% local content dan direncanakan di bangun selama
24 bulan.
Kapal Landing Ship Tank
Selain mendapat penjelasan tentang pembuatan kapal BCM,
Wamenhan juga mendapat penjelasan tentang rencana pembuatan dua kapal jenis
Landing Ship Tank (LST) yang sudah ditandatangani kontraknya, namun masih dalam
tahap rancang bangun, karena design awal kapal Landing Ship Tank dengan 354 ABK
hanya dapat mengangkut kendaraan Tempur (Ranpur) jenis Tank BMP 3F, yang
dimodifikasi menjadi kapal Landing Ship Tank yang juga dapat mengangkut tank
jenis Leopard.
Sementara itu untuk jenis kapal BCM itu sendiri, memiliki
spesifikasi panjang 122,40 m , lebar 16,50 m, memiliki kecepatan maksimal 18
knots dan dapat memuat bahan minyak cair sebanyak 5500 m3.
Adapun modifikasi ataupun perubahan-perubahan yang dilakukan
dalam pembuatan kapal, Wamenhan mengharapkan proses pembangunannya sesuai
dengan target yang telah ditetapkan atau tidak melewati batas waktu tahun 2014.
(DMC)
Kabinet Belanda Tetap Ingin Menjual Tank Leopard 2 ke Indonesia
08 Mei 2012
Di Belanda berlaku aturan bahwa transaksi alusista senilai
di atas 2 juta euro harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari
parlemen, dengan demikian kabinet harus mendapatkan persetujuan parlemen
terlebih dahulu untuk transaksi penjualan Leopard dengan Indonesia senilai 213
juta dollar ini (photo : cssbl)
Transaksi Jual Beli Leopard Nyaris Tuntas
Dua media Belanda, Mediawatch dan harian De Volkskrant
menyorot keputusan kabinet demisioner untuk menjual tank bekas jenis Leopard ke
Indonesia.
Demikian menurut beberapa sumber dari kalangan pemerintah Belanda pada harian
De Volkskrant, yang juga menjadi rujukan Mediawatch.
Menurut Mediawatch, kabinet Belanda pada awalnya tidak
mendukung transaksi ini. Tapi atas desakan Menteri Pertahanan Hans Hillen,
akhirnya setuju juga. Menteri ini harus melakukan operasi penghematan anggaran
dan sangat membutuhkan dana hasil penjualan senilai 200 juta euro.
Menurut De Volkskrant, operasi penghematan di departemen
pertahanan memangkas anggaran sekitar satu miliar euro.
Selanjutnya De Volkskrant menambahkan bahwa Menteri Luar
Negeri Uri Rosenthal mendukung transaksi ini. Argumennya, tidak ingin
menyinggung perasaan kalangan pemerintahan di Jakarta. Dengan demikian, transaksi jual beli
ini, dari sudut pandang kalangan pemerintahan, bisa dikatakan nyaris tuntas.
Namun, lain di kabinet, lain pula di parlemen. Kabinet
Belanda harus melaporkan rencana jual beli ini pada parlemen.
Beberapa waktu lalu, melalui dukungan pada mosi Arjan al
Fassed, dari partai Groenlinks (Kiri Hijau), mayoritas suara di parlemen Belanda
juga menentang penjualan ini. Mereka menilai, transaksi ini bertentangan dengan
kebijakan hak azasi manusia Belanda.
"Militer Indonesia melanggar hak azasi
manusia. Dengan penjualan senjata ini, kabinet demisioner membantu pelanggaran
tersebut," demikian Arjan al Fassed pada saat pengajuan mosi.
Alhasil, masih ada kemungkinan, parlemen Belanda akan
melarang transaksi jual beli ini. Di Indonesia sendiri, demikian lanjut De
Volkskrant, berbagai kalangan di DPR telah menyatakan tidak menyetujui
pembelian senjata berat ini. Mereka menilai tank Leopard tidak cocok dengan
kondisi geografi Indonesia.
Singkat kata, meskipun kabinet Belanda telah memutuskan
bersedia menjual senjata berat ini pada Indonesia, masih belum pasti,
apakah transaksi ini memang akan terjadi. Yang jelas, jika rencana ini batal,
Jerman dan Rusia sudah siap untuk memasok tank buatan mereka pada Indonesia.
Demikian Mediawatch dan De Volkskrant.
Subscribe to:
Posts (Atom)
BERITA POLULER
-
Rusia Jamin Indonesia Bebas Embargo Militer TEMPO.CO , Jakarta - Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander A. Ivanov, menyatakan pem...
-
Rencana kedatangan alutsista TNI 2010-2014 dengan anggaran pembelian US$ 15 Milyar : Renstra TNI 2010-2014 memberikan nuansa pelangi terhad...
-
T-90S Rusia (Main Battle Tank Russia) Kavaleri Peroleh 178 Unit Kendaraan Tempur Kaveleri TNI Angkatan Darat (AD) akan mendapatkan tambah...