Pages

Sunday, April 1, 2012

Rusia Gelar RudalS-400 di Timur Jauh

MOSCOW-(IDB) : System rudal
pertahanan udara S-400 Triumph akan
ditempatkan di Timur Jauh Rusia sebelum
akhir tahun, kata Kepala Angkatan Udara
dan Angkatan Pertahanan Udara Timur
Jauh Rusia Kolonel Sergei Dronov, Jumat.
Angkatan Pertahanan antariksa saat ini
dilengkapi dengan persenjataan
modifikasi yang berbeda dari sistem era
Soviet S-300.
"Kami menerima baru S-400 Triumph
tahun ini sebagai bagian dari program
modernisasi," kata Dronov kepada radio
Ekho Moskvy.
Dia tidak mengatakan berapa banyak
sistem rudal yang akan dikerahkan, tetapi
Kepala Staf Angkatan Udara Mayor
Jenderal Viktor Bondarev mengatakan
pada pertengahan Maret, bahwa satu
batalion S-400 saat ini sedang
ditempatkan di Nakhodka [Rusia Timur
Jauh], yang kedua akan berbasis di dekat
Moskow, dan yang ketiga di kepala
komando Angkatan udara dan Angkatan
Pertahanan Udara.
Angkatan Bersenjata Rusia saat ini
memiliki dua resimen S-400, keduanya
dekat Moskow, dan resimen ketiga untuk
digunakan di Armada Baltik.
Sistem rudal S-400 Triumph jarah jauh
dan sedang permukaan-ke-udara efektif
dapat melibat setiap sasaran udara,
termasuk pesawat terbang, kendaraan
udara tak berawak, dan rudal jelajah dan
balistik sampai dengan 400 kilometer dan
ketinggian sampai 30 kilometer.
Kementerian Pertahanan Rusia
mengatakan tidak ada rencana sejauh ini
untuk mengekspor S-400.
Sistem rudal ini akan diproduksi hanya
untuk Angkatan Bersenjata Rusia
Sumber : Jurnas

DPR, TolaklahRencana TNI BeliKapal PerangBermasalah

31 Maret 2012, Jakarta:
Indonesian Police Watch (IPW)
mendesak Komisi I DPR RI untuk
menolak rencana TNI AL membeli
tiga kapal perang jenis korvet
buatan Inggris. Sebab, kapal
tersebut dinilai bermasalah dan
pernah ditolak oleh Brunei dan
Vietnam.
"Padahal kapal Offshore Patrol
Vessel (OPV) tersebut
bermasalah. Sistem stabilsir
senjatanya bermasalah, sehingga
daya tembakannya tidak akurat.
Dalam kecepatan tinggi, posisi
kapal kerap agak miring," kata
Ketua Presidium IPW, Neta S
Pane, Rabu (21/3).
Menurutnya, kapal perang
tersebut sebelumnya merupakan
pesanan Brunei pada tahun 2002.
Tapi setelah tiga kali melakukan
uji coba Brunei menolak
membelinya. Lalu kapal ini
ditawarkan juga ke Vietnam, tapi
Vietnam juga menolak untuk
membelinya.
"Ironisnya TNI AL malah ingin
membeli kapal perang
bermasalah ini," kata Neta curiga.
Untuk itu, Neta juga meminta
kepada KPK agar ikut mencermati
proyek alutsista TNI AL yang
mencurigakan itu.
"Alutsista TNI jangan sampai
dipecundangi mafia-mafia proyek
yang membuat TNI hanya
mendapatkan alutsista 'sampah'
dari negara-negara Barat,"
tegasnya.
Selain itu IPW juga mengingatkan
kepada DPR dan KPK untuk
mengarahkan TNI dalam membeli
alutsistanya harus konsisten
sesuai dengan Rencana Strategis
(Renstra) TNI.
"Sehingga kekuatan alutsista TNI
dapat dimaksimlkan, dievaluasi
dan terhindar dari mark up dan
korupsi," tandasnya.
Sumber: Pelita

Kostrad jaga perbatasan Indonesia-Malaysia

Minggu, 1 April 2012 14:31 WIB | Dibaca
1333 kali
Balikpapan (ANTARA News) - Tugas
mengamankan perbatasan langsung
Indonesia-Malaysia diserahterimakan
dari Batalyon Infanteri 621 Manuntung
(Yonif 621/Mtg) kepada Batalyon 413
Komando Strategis Cadangan Angkatan
Darat (Yonif 413 Kostrad), Minggu
(1/4).
Serah terima tersebut dilakukan dalam
upacara militer di Pelabuhan Semayang,
Minggu.
"Tugas mereka mencegah dan
memberantas semua yang ilegal. Ya
illegal logging, illegal mining ," tegas
Panglima Kodam VI Mulawarman
Mayor Jenderal TNI Subekti.
Yonif 621/Mtg telah bertugas selama
setahun di perbatasan. Mereka
berpatroli di sepanjang batas
Indonesia-Malaysia mulai dari Pulau
Sebatik, di pegunungan Muller hingga
ke Krayan. Mereka mengamankan batas
antara Indonesia dengan Sabah,
Malaysia.
Di sisi barat, batalyon infanteri yang
bermarkas di Kandangan, Kalimantan
Selatan itu berjaga di sepanjang Kutai
Barat dengan Sabah dan sebagian
Sarawak.
Panjang perbatasan Indonesia-
Malaysia pada bagian Kalimantan
Timur adalah 1.038 kilometer. Pada
jarak itu, yang hampir seluruhnya
berada di punggungan pegunungan
Muller yang berhutan lebat, TNI
membangun 79 pos pengamanan.
Sebagian pos tersebut dekat dengan
pemukiman penduduk, sebagian lagi
terpencil namun strategis.

Saturday, March 31, 2012

PT DI Siapkan Pusat Keunggulan Dirgantara

Bandung, 12:37 Sat, 31 Mar 2012
Jurnas.com | PT Dirgantara Indonesia (Persero)
sedang mempersiapkan pembangunan pusat
keunggulan pertahanan dan dirgantara berkerja
sama dengan mitra-mitra dalam dan luar negeri.
Dalam persiapan rencana itu, Kepala Humas PTDI
Rakhendi Priyatna, Sabtu, mengatakan bahwa
Direktur Utama PTDI Budi Santoso telah
menandatangani kerja sama tiga pihak, PTDI,
Nusantara Secom Infotrch (NSI), dan Dassault
Systemes (DS) Prancis. Penandatanganan
dilakukan pada hari Jumat (30/3) di Bandung.
Kedua penandatangan lainnya, Presiden Dasault
Systemes, Forestier, dan Managing Director NSI,
Reinhard Sitorus. Kerja sama Kemitraan Kreasi
jangka panjang bertujuan membangun pusat
unggulan di bidang pertahanan dan dirgantara.
Mengutip pernyataan Dirut PTDI, Rakhendi
mengatakan bahwa kerja sama ini sungguh
membuat PTDI semakin bernilai di mata
internasional, dan ini akan berdampak besar bagi
kelancaran rancang bangun dan produksi N219,
pesawat tempur KFX/IFX, dan program-program
lainnya.
Apa yang disepakati ketiga perusahaan bukanlah
terjadi tiba-tiba. Ketiga pihak sudah saling
mengetahui dan memahami kemampuan masing-
masing, baik dari sisi sumber daya manusia,
khususnya para insinyur ( engineers) yang dimiliki,
pengalaman, maupun fasilitas masing-masing.
Dalam kerja sama ini PTDI berkomitmen untuk
menyiapkan insinyur, tempat kerja, jaringan kerja,
dan proses bisnis (business process) untuk
pengembangan dan sertifikasi. NSI yang sarat
dengan pengalaman dan memiliki insinyur yang
berkualitas dan mampu menyiapkan perangkat
lunak dan pelayanan.
NSI berkomitmen untuk mendukung pusat
rancang bangun, mengembangkan kemampuan
staf serta membangun pusat pertahanan dan
dirgantara bersama.
Ia menjelaskan bahwa DS sebagai perusahaan
terkemuka di Prancis merupakan inovator yang
menginovasi para perancang (designer ), insinyur,
manajer marketing. Perusahaan ini berkomitmen
menyiapkan solusi tingkat dunia serta mendukung
kerjasama pusat pertahanan dan luar angkasa
secara langsung.
Dengan pengalamannya, kata dia, DS telah
mampu membuat 'digital mock up' yang juga akan
digunakan untuk pesawat prototype N 219 yang
sedang dirancang bangun PTDI. Dengan demikian,
maka akan memudahkan para insinyur PTDI di
engineering untuk menyelesaikan proses
pembuatan rancang bangun pesawat N 219.
Sebelumnya, Kepala Divisi Rancang Bangun PTDI
Bagus Eko mengatakan bahwa paket tersebut
merupakan salah satu jalan untuk membuka
peluang proyek-proyek berikutnya yang lebih
besar.
Sebagai salah satu bukti kemampuan para insinyur
PTDI adalah telah lulusnya mereka dalam audit
(assesment) yang dilakukan para insinyur Aisumber jurnasrbus.
Pada saat ini, lanjut dia, para insinyur PTDI sedang
melakukan pekerjaan paket pekerjaan untuk
pesawat A 350 sebagai pintu masuk ke proyek-
proyek besar berikutnya. Antara

Friday, March 30, 2012

Wamenhan Tinjau Hercules Hasil Retrofit ARINC


JAKARTA - Wakil Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Syamsoedin beserta rombongan didampingi Komandan Lanud Halim Perdanakusuma Marsma TNI A. Adang Supriyadi, SE; melakukan pengecekan langsung ke pesawat angkut TNI AU jenis Hercules C-130 A-1323, di Skadron Udara 31 Halim Perdanakusuma. Pesawat tersebut sebelumnya menjalani perawatan total di Oklahoma, Amerika Serikat.

Pesawat Hercules tersebut tiba di Indonesia pada 17 Februari lalu diawaki oleh Komandan Skadron Udara 31 Letkol Pnb Eko Sudjatmiko selaku Captain-Pilot bersama tujuh belas awak pesawat dari TNI AU langsung dari AS. Kedatangan pesawat ini didukung oleh empat teknisi dari pihak ARINC, perusahaan yang ditunjuk meretrofit Hercules TNI AU tesebut.



Pesawat tersebut diserahkan secara resmi pada 24 Februari dari Pemerintah Amerika yang diwakili Duta Besar AS untuk RI Mr. Scot Marciel kepada pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Wakil KSAU Marsekal Madya TNI Dede Rusamsi, di Ruang VIP Suma 2 Base-Ops Lanud Halim Perdanakusuma.

Sumber : POSKOTANEWS.COM

Indonesia Protes Pangkalan Pesawat Intai AS di Pulau Cocos, Australia



Pesawat intai jenis Global Hawk seperti inilah yang akan ditempatkan di Pulau Cocos, Australia. (Foto: defensetech.org)

JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengirim nota protes kepada pemerintah Australia dan Amerika Serikat dan meminta penjelasan tentang rencana pembangunan pangkalan militer AS di Australia.

Pangkalan AS yang akan dibangun kabarnya akan ditempatkan di Pulau Cocos, yang hanya berjarak sekitar 3.000km sebelah barat daya Jakarta.

Dan menurut rencana di pangkalan itu, Amerika Serikat akan menempatkan pesawat-pesawat intai tak berawaknya.

Juru bicara Kementerian Pertahanan Brigjen Hartind Asrin mengatakan untuk menghindari kesalahpahaman sebaiknya pemerintah Australia dan AS segera menjelaskan tujuan pembangunan pangkalan itu.

"Secara prinsip Indonesia tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam rencana mereka. Namun, kami meminta mereka menjelaskan tujuan menempatkan pesawat tak berawak dekat wilayah Indonesia," kata Asrin seperti dikutip Reuters.

Asrin menambahkan upaya untuk memperjelas masalah ini didasarkan pada keinginan untuk menjaga hubungan baik dan rasa saling percaya antara Indonesia dengan Australia dan AS.

"Tujuan utama kami adalah menghindarkan adanya salah paham dan salah kalkulasi di lapangan," lanjut dia.

Pulau Cocos


Sebelumnya pada Rabu (28/3) Menteri Pertahanan Australia Stephen Smith mengatakan kemungkinan AS menggunakan Pulau Cocos yang terpencil sebagai pangkalan militer AS.

Namun rencana ini tidak menjadi perhatian utama dan tidak menjadi bagian rencana besar penguatan hubungan militer antara Canberra dan Washington.

"Kami menilai Cocos sebagai lokasi yang bernilai strategis untuk jangka panjang," kata Smith.

Sementara itu, harian The Washington Post menyatakan Amerika Serikat tertarik menggunakan Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai dalam melakukan pengawasan di Kepulauan Spratly yang diperebutkan sejumlah negara.

Menurut Washington Post, Amerika Serikat menilai Pulau Cocos tak hanya ideal untuk pangkalan pesawat-pesawat tempur berawak namun juga untuk pesawat-pesawat tak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk.

Apalagi Angkatan Laut AS kini tengah mengembangkan Global Hawk model terbaru yang disebut pesawat intai kawasan maritim luas (BAMS) yang dijadwalkan beroperasi pada 2015.

Keuntungan AS

Kementerian Pertahanan Indonesia belum menganggap pesawat-pesawat intai itu merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia.

"Namun jika kami mendapati satu pesawat itu memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, maka angkatan udara kami akan melakukan pencegatan," tegas Asrin.

Namun pengamat masalah militer dari Universitas Indonesia Andi Widjajanto mengatakan Amerika Serikat sudah merencanakan penguatan pengaruh mereka di Asia Pasifik sejak lama.

Itulah sebabnya Amerika Serikat mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Guam, Darwin dan Singapura.

"Tak bisa dihindari lagi wilayah Indonesia akan dimasuki karena pesawat-pesawat pengintai AS ini sangat sulit dilacak dan mereka memiliki kemampuan melakukan pengintaian tanpa henti," kata Andi.

Dia menambahkan AS memiliki keuntungan hukum jika suatu saat mereka melintasi wilayah Indonesia, karena Indonesia belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Kondisi ini memungkinkan AS menembus wilayah abu-abu Indonesia seperti kepulauan Natuna, yang berdekatan dengan lokasi Kepulauan Spratly.

Sumber : BBC.CO.UK

Tanya Soal Pangkalan Pesawat AS di Cocos, Marty Telepon Menlu Australia


Jakarta Militer Amerika Serikat (AS) berencana menggunakan Kepulauan Cocos di Australia sebagai pangkalan untuk meluncurkan pesawat-pesawat pengintai AS dari wilayah Australia. Untuk meminta kejelasan soal itu, Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa menghubungi Menlu Australia Bob Carr.

"Tadi pagi saya menelepon ke menlu Australia (Bob Carr) untuk meminta penjelasan dari sumbernya langsung. Saya mendapat penjelasan dan penegasan bahwa Australia tidak pernah diminta dan ditawari oleh AS," ujar Marty, di Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Jl Pejambon, Jakarta, Jumat (30/3/2012).

"Jadi tidak pernah ada pembahasan menteri terkait masalah ini," sambung Marty.

Menurut Marty, informasi yang beredar menjadi simpang siur. Sehingga pihaknya perlu memberi penjelasan agar tidak mengganggu keharmonisan di kawasan Australia.

"Bukankah dalam zaman sekarang ini di mana bentuk tantangan dan peluang dunia sudah sangat berubah. Sekarang tantangan dunia sudah berbeda. Kita harus memberi penjelasan jangan sampai mengganggu kepentingan kawasan," tegas Marty.

Sebelumnya diberitakan bahwa militer, AS tertarik untuk menggunakan Kepulauan Cocos di Australia sebagai pangkalan untuk meluncurkan pesawat-pesawat pengintai AS dari wilayah Australia. Namun pemerintah Australia masih mempertimbangkan keinginan AS tersebut.

Kepulauan Cocos merupakan kepulauan terpencil yang terletak di sebelah barat Samudera Hindia atau sekitar selatan Indonesia. Wilayah itu berjarak sekitar 3.000 km sebelah barat daratan Australia dan sebelah selatan Pulau Sumatra, Indonesia.

Menurut Washington Post, Departemen Pertahanan AS tertarik menggunakan Kepulauan Cocos sebagai pangkalan baru bagi armada pesawat pengintai mereka supaya bisa memantau keadaan di Laut China Selatan. Wilayah itu rawan konflik karena berlokasi sangat strategis untuk jalur perdagangan dan kaya akan sumber daya alam.

Sejumlah negara seperti China, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, Vietnam dan Taiwan selama ini bersitegang mengklaim batas maritim di Laut China Selatan.

sumber : DETIK

BERITA POLULER