JAKARTA - Kehadiran Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo dalam Rapat Kerja Kementerian Pertahanan dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (24/1), sudah dinanti-nanti. Wakil rakyat pun menyiapkan puluhan pertanyaan yang sebagian besar mengarah pada ketidaksetujuan mereka atas rencana TNI AD membeli main battle tank.
Yang terjadi, Pramono selama 20 menit, dengan kemampuan retorikanya, membuat sebagian anggota Komisi 1 DPR terdiam. Ia memaparkan kondisi alutsista TNI AD. Mereka yang hadir seperti menahan napas dan sesekali bertepuk tangan.
Pramono memulai kisahnya dari alokasi anggaran untuk modernisasi peralatan TNI AD senilai Rp14 Trilyun. Ia lalu mengadakan studi, meninjau kondisi geopolitik dan perimbangan kekuatan di kawasan, komparasi kekuatan Angkatan Darat sejumlah negara dilihat dari jumlah prajurit dan alutsista yang dipakai. Indonesia tertinggal jauh.
Disimpulkan, alokasi anggaran akan dibelikan main battle tank (MBT), rudal anti pesawat dan peluncur roket multilaras. Rudal anti pesawat milik TNI AD saat ini dibuat tahun 1960 dan tidak mampu lagi mengejar pesawat yang saat ini kecepatannya sudah supersonik. "Meriam dari ditangani letnan dua yang baru lulus sampai letnan itu pensiun meriamnya masih harus bekerja," ceritanya.
Pramono bercerita bagaimana ia meminta masukan dari atase pertahanan sampai pengguna. "Biasanya yang diminta tak dibelikan, yang dibelikan tak dibutuhkan. Saya ingin mengubah ini," katanya.
Belanda yang Menawarkan
Untuk survey pembelian MBT Leopard, tim TNI AD yang dipimpin oleh wakil KSAD Letjen Budiman dikirim ke Eropa. Belanda menawarkan 100 tank Leopard karena akan menghapus satu divisi tank demi penghematan. Harga yang diperoleh TNI AD lebih murah dibandingkan informasi dari rekanan di Indonesia. "Salahkah kami kalau dengan US$287 juta dari 44 tank ternyata bisa dapat 100 unit?" katanya.
Walaupun ada tentangan dari parlemen Belanda, ada tim dari kementrian Pertahanan Belanda datang ke Indonesia menemui Pramono. Mereka bertanya, apakah Indonesia serius ingin membeli MBT Leopard. Pramono menjawab, "Belanda jual, aku beli. Belanda tidak jual, aku pergi. Kita tak akan mengemis."
Pramono menegaskan, rencana pembelian Leopard itu masih dipelajari, tetapi sudah mendapat sorotan dari sejumlah negara. Ia meminta maaf kalau sekiranya kemampuan komunikasinya kurang sehingga menimbulkan salah persepsi dari Komisi 1 DPR. Prosesnya berlanjut dengan ada undangan resmi pemerintah Belanda kepada TNI AD. Jerman juga datang ke Indonesia untuk bernegoisasi.
Kepemilikan ALutsista Menaikkan Wibawa Bangsa
Pidato Pramono ditunjang tim TNI AD yang menampilkan diagram dan foto di layar. Tampak foto militer Malaysia sedang latihan perang di utara Kalimantan. Penyamaan dengan Malaysia dan Singapura yang memiliki tank kelas berat menjadi alasan utama TNI AD. Di Asia Tenggara hanya Timor Leste, Filipina dan Indonesia yang tak memiliki tank kelas berat.
Tank PT-91 Pendekar milik AD Malaysia dalam sebuah latihan perang di Utara Kalimantan. (Foto: Stardefense.blogspot.com)
Ia juga menegaskan, kepemilikan senjata utama yang kuat akan menaikkan wibawa bangsa. "Lu cabut patok, gue sikat," katanya, yang mendapatkan tepuk tangan panjang dari hadirin.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Wakil Ketua Komisi 1 DPR Tubagus Hasanuddin dan Ketua Komisi 1 DPR Mahfudz Siddiq memberikan apresiasi. "Ada ungkapan yang saya demen, Pak. Luar biasa. 'Lu cabut patok, gue sikat'," kata Mahfudz.
Anggota Komisi 1 DPR, Tri Tamtomo, Susaningtyas Kertopati dan Enggartiasto Lukito, mengaku terkesima dengan penjelasan KSAD. Tampaknya jalan tank dari Belanda itu akan mulus.
Sumber :
KOMPAS