Pages

Thursday, February 2, 2012

No S-400 Missile Exports Before 2015

S-400 Triumph air defense system
13:13 02/02/2012
MOSCOW, February 2 (RIA Novosti)

Russia has no plans to export S-400 Triumf air-defense systems before 2015 and may not start deliveries to Belarus and Kazakhstan until after 2014, a state-controlled arms exporter said on Thursday.
“Until 2015 all the S-400s will be manufactured for Russian needs only,” Rosoboronexport head Anatoly Isaikin said.
The S-400 (SA-21 Growler) air defense system is expected to form the cornerstone of Russia's theater air and missile defenses by 2020.
The S-400 can engage targets at a range of up to 400 km and an altitude of 40,000-50,000 meters. The system uses an array of assets optimized for engaging ballistic and cruise missiles.

sumber : RIA NOVOSTI

Pemprov Sulut Kerja Sama Perbatasan dengan AS, Kemhan Merasa Dilangkahi


Jurnas.com | KEMENTERIAN Pertahanan mengkonfirmasi tidak menerima laporan kunjungan Gubernur Sulawesi Utara Sinjo Sarundajang ke Angkatan Laut (AL) Amerika Serikat yang mempresentasikan kesiapan Sulawesi Utara menjadi tuan rumah acara penanggulangan terumbu karang dan masalah perbatasan di Sulawesi Utara. Kunjungan gubernur ini telah mendapat kritikan keras dari DPR RI.

“Belum ada laporan ke Kementerian Pertahanan untuk bantuan Amerika Serikat menjaga perbatasan Sulawesi Utara,” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Brigjen Hartind Asrin di Jakarta, Kamis (2/2). Menurut Hartind, segala bentuk bantuan yang berkaitan dengan pertahanan seharusnya dilakukan melalui Kementerian Pertahanan.

Approval-nya seharusnya melalui Kementerian Pertahanan," katanya. Isu adanya pengamanan wilayah perbatasan ini mengemuka saat pertemuan antara Wakil Gubernur Sulut Djauhari Kansil dengan Konsulat Jenderal Amerika Serikat, 24 Januari 2012 lalu.

Gubernur Sulut sendiri diberitakan telah melakukan pertemuan dengan para prajurit dan petinggi militer AS di San Diego kemarin (1/2) waktu setempat. Pertemuan ini sekaligus memberi masukan kepada peserta Mid Planing Conference, Pacific Partnership 2012 yang akan dilaksanakan di beberapa kabupaten dan kota Sulawesi Utara, Juni nanti.

Komisi I DPR RI memprotes tindakan pemrov Sulut yang mengatur pengamanan wilayah lautnya dengan Amerika. DPR menganggap tindakan ini telah melampaui kewenangan sekaligus melangkahi pemerintah pusat.
sumber : JURNAS

Utang Luar Negeri Tinggi Untuk Pembelian Alutsista Dari Luar


JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mengoptimalkan pinjaman dari bank dalam negeri untuk pembelian alutsista, karena selama ini pinjaman lebih banyak menggunakan utang luar negeri.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin di Jakarta, Rabu (1/2) mengatakan, pihaknya melalui "High Level Committe" (HLC) akan melakukan pembicaraan mendalam dengan Kementerian Keuangan untuk memaksimal pinjaman dari dalam negeri yang digunakan untuk pembelian alutsista.

"Pinjaman utang dari luar negeri akan lebih banyak digunakan dibandingkan pinjaman dari dalam negeri. Hal ini lebih disebabkan masih banyaknya persenjataan yang harus dibeli dari luar negeri, karena BUMN Industri Pertahanan dan Industri Strategis belum mampu memproduksi alutsista yang dibutuhkan TNI," kata Hartind.

Ia mencontohkan, pembuatan tank di Indonesia baru bisa untuk kelas ringan seperti Panser Anoa, sedangkan untuk MBT masih harus dibeli dari luar negeri. "Pembelian alutsista baru harus dengan syarat 'Transfer of Technology' (ToT)," katanya.

Hartind mengatakan, "PT Pindad saat ini belum bisa membuat meriam kaliber besar dan proyektilnya dengan kualitas baik, yang bisa dibeli dari Industri ini hanya senjata perorangan. Pesawatpun demikian, yang bisa dibeli dari PTDI untuk sekelas CN-235 dan SuperPuma.

Ia menambahkan, HLC yang diketuai oleh Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin akan menjelaskan secara detail mengenai teknis tingginya utang luar negeri untuk pembelian alutsista kepada Komisi I DPR pada Februari ini. Tak hanya itu, kata dia, Kemhan juga akan melakukan pembicaraan untuk penurunan pajak pembelian alutsista dari luar.

Sumber : DEPHAN.GO.ID

Kanada Tawarkan Kerjasama Latihan & Transfer Teknologi Industri Dirgantara


JAKARTA - Angkatan Udara Kanada ingin memperluas kerja sama kedirgantaraan dengan Indonesia, khususnya industri kedirgantaraan militer dan sipil.

Hal itu terungkap dalam kunjungan kehormatan Atase Pertahanan (Athan) Kanada di Jakarta Kolonel Michel Latouche kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat di Jakarta, Rabu (1/2).

Juru bicara TNI AU Marsekal Pertama TNI Azman Yunus usai menghadiri pertemuan tersebut mengatakan, kunjungan dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan Angkatan Udara kedua negara.

Athan Kanada juga menyampaikan undangan ke KSAU untuk mengunjungi Kanada serta membicarakan kemungkinan peningkatan kerja sama di bidang militer, termasuk bidang pendidikan dan latihan.

Selain itu, Angkatan Udara Kanada juga ingin meningkatkan hubungan kerja sama di bidang kedirgantaraan, khususnya dalam pengembangan industri strategis kedirgantaraan.

"Tidak itu saja, Kanada juga ingin berperan serta dalam program peningkatan alutsista TNI AU dan penerbangan sipil Indonesia," kata Azman.

Ia juga mengungkapkan, Kanada memandang peran Indonesia makin penting sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan politik di Asia Pasifik, selain China, India, Jepang dan Korea Selatan.

Karena itu, Pemerintah Kanada berharap bisa berperan serta dalam pengembangan kemampuan kedirgantaraan Indonesia baik melalui kerja sama Angkatan Udara maupun industri kedirgantaraan, termasuk kerja sama yang melibatkan transfer teknologi kedirgantaraan kepada Indonesia.

Sumber : ANTARANEWS.COM

Pemaparan KSAD Soal MBT Leopard Buat Terkesima Anggota Komisi 1 DPR


JAKARTA - Kehadiran Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo dalam Rapat Kerja Kementerian Pertahanan dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (24/1), sudah dinanti-nanti. Wakil rakyat pun menyiapkan puluhan pertanyaan yang sebagian besar mengarah pada ketidaksetujuan mereka atas rencana TNI AD membeli main battle tank.

Yang terjadi, Pramono selama 20 menit, dengan kemampuan retorikanya, membuat sebagian anggota Komisi 1 DPR terdiam. Ia memaparkan kondisi alutsista TNI AD. Mereka yang hadir seperti menahan napas dan sesekali bertepuk tangan.

Pramono memulai kisahnya dari alokasi anggaran untuk modernisasi peralatan TNI AD senilai Rp14 Trilyun. Ia lalu mengadakan studi, meninjau kondisi geopolitik dan perimbangan kekuatan di kawasan, komparasi kekuatan Angkatan Darat sejumlah negara dilihat dari jumlah prajurit dan alutsista yang dipakai. Indonesia tertinggal jauh.

Disimpulkan, alokasi anggaran akan dibelikan main battle tank (MBT), rudal anti pesawat dan peluncur roket multilaras. Rudal anti pesawat milik TNI AD saat ini dibuat tahun 1960 dan tidak mampu lagi mengejar pesawat yang saat ini kecepatannya sudah supersonik. "Meriam dari ditangani letnan dua yang baru lulus sampai letnan itu pensiun meriamnya masih harus bekerja," ceritanya.

Pramono bercerita bagaimana ia meminta masukan dari atase pertahanan sampai pengguna. "Biasanya yang diminta tak dibelikan, yang dibelikan tak dibutuhkan. Saya ingin mengubah ini," katanya.

Belanda yang Menawarkan


Untuk survey pembelian MBT Leopard, tim TNI AD yang dipimpin oleh wakil KSAD Letjen Budiman dikirim ke Eropa. Belanda menawarkan 100 tank Leopard karena akan menghapus satu divisi tank demi penghematan. Harga yang diperoleh TNI AD lebih murah dibandingkan informasi dari rekanan di Indonesia. "Salahkah kami kalau dengan US$287 juta dari 44 tank ternyata bisa dapat 100 unit?" katanya.

Walaupun ada tentangan dari parlemen Belanda, ada tim dari kementrian Pertahanan Belanda datang ke Indonesia menemui Pramono. Mereka bertanya, apakah Indonesia serius ingin membeli MBT Leopard. Pramono menjawab, "Belanda jual, aku beli. Belanda tidak jual, aku pergi. Kita tak akan mengemis."

Pramono menegaskan, rencana pembelian Leopard itu masih dipelajari, tetapi sudah mendapat sorotan dari sejumlah negara. Ia meminta maaf kalau sekiranya kemampuan komunikasinya kurang sehingga menimbulkan salah persepsi dari Komisi 1 DPR. Prosesnya berlanjut dengan ada undangan resmi pemerintah Belanda kepada TNI AD. Jerman juga datang ke Indonesia untuk bernegoisasi.

Kepemilikan ALutsista Menaikkan Wibawa Bangsa

Pidato Pramono ditunjang tim TNI AD yang menampilkan diagram dan foto di layar. Tampak foto militer Malaysia sedang latihan perang di utara Kalimantan. Penyamaan dengan Malaysia dan Singapura yang memiliki tank kelas berat menjadi alasan utama TNI AD. Di Asia Tenggara hanya Timor Leste, Filipina dan Indonesia yang tak memiliki tank kelas berat.


Tank PT-91 Pendekar milik AD Malaysia dalam sebuah latihan perang di Utara Kalimantan. (Foto: Stardefense.blogspot.com)

Ia juga menegaskan, kepemilikan senjata utama yang kuat akan menaikkan wibawa bangsa. "Lu cabut patok, gue sikat," katanya, yang mendapatkan tepuk tangan panjang dari hadirin.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Wakil Ketua Komisi 1 DPR Tubagus Hasanuddin dan Ketua Komisi 1 DPR Mahfudz Siddiq memberikan apresiasi. "Ada ungkapan yang saya demen, Pak. Luar biasa. 'Lu cabut patok, gue sikat'," kata Mahfudz.

Anggota Komisi 1 DPR, Tri Tamtomo, Susaningtyas Kertopati dan Enggartiasto Lukito, mengaku terkesima dengan penjelasan KSAD. Tampaknya jalan tank dari Belanda itu akan mulus.

Sumber : KOMPAS

PTDI Buat Simulator Pesawat


CN-235. (Foto: Airbus Military)

2 Februari 2012, Jakarta: PT Dirgantara Indonesia (DI) mulai melakukan ekspansi bisnisnya dengan membuat simulator pesawat. Pengembangan tersebut tidak jauh bisnis utama perusahaan yaitu membuat pesawat dan komponen pesawat. Direktur Aircraft Service PT DI Rudi Wuraskito mengatakan, sudah ada beberapa unit simulator yang berhasil dibuat. Misalnya untuk pesawat jenis CN 235 dan Helikopter Super Puma. Tidak hanya itu, perusahaan yang dahulunya bernama Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) tersebut juga membuat simulator untuk kapal laut. "Ada 3-4 simulator yang sudah kita buat," ungkap Rudi.

Untuk 1 unit simulator CN 235, lanjut Rudi, dijual seharga USD 12 juta. Sementara simulator Super Puma harga jualnya tidak diketahui. Sebab, PT DI hanya salah satu pemasok komponen. Bukan kontraktor utama. Tapi, untuk 1 unitnya perusahaan yang berpusat di Bandung tersebut mendapatkan USD 3 juta. "Itu sebagian saja. Kita subkontraktor. Kontraktor utama di Kementerian Pertahanan," katanya.

Menurut Rudi, PT DI baru mau fokus menekuni bisnis simulator tersebut. Dulunya, perseroan tidak bisa melakukan ekspansi usaha karena diminta fokus membuat pesawat saja."Awal kita membuat simulator karena ada yang minta. Malaysia yang memiliki 8 pesawat CN 235 meminta dibuatkan simulatornya. Super Puma karena TNI Angkatan Udara butuh. Cuma kita sifatnya membantu. Ada main kontraktor," kata Rudi.

Ditegaskan Rudi, saat ini pihaknya belum bisa langsung bersaing dengan produsen simulator lainnya. Terutama dari sisi branding. Harus dibangun kepercayaan dengan konsumen terlebih dahulu. "Kita lakukan kerja sama dengan yang sudah branded. Sehingga lebih murah harganya," ucap Rudi.

Untuk membuat simulator, tambah Rudi, hal utama yang diperlukan adalah data base pesawat. Data perilaku pesawat pasti dimiliki pabrik. Hanya, untuk mendapatkan data base tersebut tidak mudah. Harganya pun sangat mahal, mencapai 20 persen dari total harga simulator. "Kalau harga simulator USD 10 juta, maka data basenya USD 2 juta. Kalau bikin sendiri pakai teknologi kita bisa saving 30-40 persen. Ada penghematan yang cukup banyak," katanya.

Dikatakan Rudi, dalam 4-5 tahun mendatang diharapkan PT DI sudah mampu bersaing dengan produsen simulator lainnya. Saat ini, perusahaan sedang merintis dari yang keculu. Jika langsung memulai dengan besar banyak yang tidak percaya. "Simulator banyak ke aplikasinya. Sejauh ini kita lihat produk karena pesawat terbangnya apa," ujarnya.

Sumber: JPNN

Pemda Dilarang Terima Bantuan Militer dari AS


Korvet kelas Sigma di dermaga Ujung Surabaya. (Foto: Koarmatim)

2 Pebruari 2012, Jakarta: Pemerintah Provisin (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) diminta tidak mengambil keputusan sendiri soal bantuan berupa dukungan militer untuk menjaga perbatasan laut dari Amerika Serikat (AS). Setiap bantuan dari luar negeri dalam bentuk apapun harus melalui pemerintah pusat.

Hal ini dikatakan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek, Kamis (2/2). "Penerimaan bantuan luar negeri tidak termasuk wewenang pemda (pemerintah daerah). Ada baiknya Gubernur Sulawesi Utara konsultasi dengan pemerintah pusat dan DPR," kata Reydonnizar.

Dia mengingatkan, sebelum menerima bantuan penjagaan militer perbatasan dengan Filipina tersebut, harus ada kesepakatan yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan.

Karena itu, pihaknya meminta agar Pemprov Sulut tidak gegabah menerima bantuan, apalagi Kemendagri belum menerima laporan tersebut secara resmi. Meski begitu, pihaknya menyatakan, pengelolaan wilayah perbatasan bukan menjadi ranah Kemendagri. "Kami hanya mengelola potensi wilayah perbatasan. Soal pertahanan bukan ranah kami," ujar Reydonnyzar.

AS menawarkan bantuan ke Indonesia untuk memperkuat keamanan di kawasan Laut Sulut, salah satunya yang berbatasan dengan Filipina. Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Djouhari Kansil, Selasa (24/1), menggelar pertemuan dengan Deputy Political Counselor Kedutaan Besar AS di Indonesia Daniel Rochman dan Kapten Adriaan J Jansen dari Angkatan Laut AS.

"Pertemuan ini mendiskusikan bentuk-bentuk dukungan Amerika Serikat dalam rangka memperkuat pengamanan perbatasan di Sulawesi Utara yang memiliki daerah berbatasan dengan negara tetangga seperti Filipina," ungkap Juru Bicara Pemprov Sulut, Christian Sumampow.

Bantuan Militer AS untuk Keamanan Maritim Indonesia

Dari tahun anggaran 2006 hingga 2008, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memberikan bantuan dana sebesar 57 juta dolar AS atau sekitar Rp 510 miliar lebih melalui the National Defense Authorization Act Section 1206. Bantuan itu untuk mendukung Indonesia dalam membuat sebuah sistem pengawasan maritim terpadu atau IMSS.

Sistem pengawasan tersebut ditempatkan di beberapa lokasi strategis, seperti Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan Selat Maluku.

Pengoperasian IMSS secara penuh akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk mendeteksi, melacak, serta memantau kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia dan internasional.

"Kemampuan seperti ini sangat penting untuk memerangi pembajakan, penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan, dan terorisme baik di dalam perairan wilayah Indonesia maupun di perbatasan," kata laman Kedutaan Besar AS untuk Indonesia seperti dikutip Republika, Rabu (1/2).

IMSS juga membantu untuk mencapai tujuan AS dan Indonesia di bidang maritim, seperti yang telah dicanangkan dalam Kemitraan Komprehensif, serta menjadikannya sebuah contoh untuk kerjasama multilateral dengan Malaysia dan Filipina.

IMSS adalah jaringan terintegrasi antara kapal dengan pantai berbasiskan sensor, perangkat komunikasi, dan komputasi dengan mengumpulkan, mengirimkan, menganalisis dan menampilkan larik yang luas mengenai data kelautan. Dalam sistem ini, juga termasuk sistem identifikasi otomatis (AIS), radar permukaan, kamera pengintai, sistem pemosisi global (GPS), monitor peralatan, dan transmisi radio lalu lintas maritim di daerah operasional yang luas.

“Kemampuan melakukan sensor berulang-ulang dan banyakanya jalur komunikasi yang tersedia membuat IMSS menjadi sebuah sistem yang kuat dan handal.”

IMSS secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Indonesia setelah dilakukan uji coba di Surabaya tanggal 25 Oktober 2011. IMSS dioperasikan oleh Angkatan Laut Indonesia, yang terdiri dari 18 Stasiun Pengawasan Pesisir (CSS), 11 Kapal berbasis radar, dua Pusat Komando Daerah, dan dua Pusat Komando Armada (Jakarta dan Surabaya).

Pemerintah AS tetap berkomitmen untuk meningkatkan kewaspadaan di wilayah perairan ini, dan telah mengalokasikan dana tambahan sebesar 4,6 juta dolar AS untuk pemeliharaan hingga 2014.

Sumber: Republika

BERITA POLULER