Pages

Thursday, February 2, 2012

Utang Luar Negeri Tinggi Untuk Pembelian Alutsista Dari Luar


JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mengoptimalkan pinjaman dari bank dalam negeri untuk pembelian alutsista, karena selama ini pinjaman lebih banyak menggunakan utang luar negeri.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin di Jakarta, Rabu (1/2) mengatakan, pihaknya melalui "High Level Committe" (HLC) akan melakukan pembicaraan mendalam dengan Kementerian Keuangan untuk memaksimal pinjaman dari dalam negeri yang digunakan untuk pembelian alutsista.

"Pinjaman utang dari luar negeri akan lebih banyak digunakan dibandingkan pinjaman dari dalam negeri. Hal ini lebih disebabkan masih banyaknya persenjataan yang harus dibeli dari luar negeri, karena BUMN Industri Pertahanan dan Industri Strategis belum mampu memproduksi alutsista yang dibutuhkan TNI," kata Hartind.

Ia mencontohkan, pembuatan tank di Indonesia baru bisa untuk kelas ringan seperti Panser Anoa, sedangkan untuk MBT masih harus dibeli dari luar negeri. "Pembelian alutsista baru harus dengan syarat 'Transfer of Technology' (ToT)," katanya.

Hartind mengatakan, "PT Pindad saat ini belum bisa membuat meriam kaliber besar dan proyektilnya dengan kualitas baik, yang bisa dibeli dari Industri ini hanya senjata perorangan. Pesawatpun demikian, yang bisa dibeli dari PTDI untuk sekelas CN-235 dan SuperPuma.

Ia menambahkan, HLC yang diketuai oleh Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin akan menjelaskan secara detail mengenai teknis tingginya utang luar negeri untuk pembelian alutsista kepada Komisi I DPR pada Februari ini. Tak hanya itu, kata dia, Kemhan juga akan melakukan pembicaraan untuk penurunan pajak pembelian alutsista dari luar.

Sumber : DEPHAN.GO.ID

Kanada Tawarkan Kerjasama Latihan & Transfer Teknologi Industri Dirgantara


JAKARTA - Angkatan Udara Kanada ingin memperluas kerja sama kedirgantaraan dengan Indonesia, khususnya industri kedirgantaraan militer dan sipil.

Hal itu terungkap dalam kunjungan kehormatan Atase Pertahanan (Athan) Kanada di Jakarta Kolonel Michel Latouche kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat di Jakarta, Rabu (1/2).

Juru bicara TNI AU Marsekal Pertama TNI Azman Yunus usai menghadiri pertemuan tersebut mengatakan, kunjungan dimaksudkan untuk meningkatkan hubungan Angkatan Udara kedua negara.

Athan Kanada juga menyampaikan undangan ke KSAU untuk mengunjungi Kanada serta membicarakan kemungkinan peningkatan kerja sama di bidang militer, termasuk bidang pendidikan dan latihan.

Selain itu, Angkatan Udara Kanada juga ingin meningkatkan hubungan kerja sama di bidang kedirgantaraan, khususnya dalam pengembangan industri strategis kedirgantaraan.

"Tidak itu saja, Kanada juga ingin berperan serta dalam program peningkatan alutsista TNI AU dan penerbangan sipil Indonesia," kata Azman.

Ia juga mengungkapkan, Kanada memandang peran Indonesia makin penting sebagai salah satu kekuatan ekonomi dan politik di Asia Pasifik, selain China, India, Jepang dan Korea Selatan.

Karena itu, Pemerintah Kanada berharap bisa berperan serta dalam pengembangan kemampuan kedirgantaraan Indonesia baik melalui kerja sama Angkatan Udara maupun industri kedirgantaraan, termasuk kerja sama yang melibatkan transfer teknologi kedirgantaraan kepada Indonesia.

Sumber : ANTARANEWS.COM

Pemaparan KSAD Soal MBT Leopard Buat Terkesima Anggota Komisi 1 DPR


JAKARTA - Kehadiran Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat Jenderal Pramono Edhie Wibowo dalam Rapat Kerja Kementerian Pertahanan dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (24/1), sudah dinanti-nanti. Wakil rakyat pun menyiapkan puluhan pertanyaan yang sebagian besar mengarah pada ketidaksetujuan mereka atas rencana TNI AD membeli main battle tank.

Yang terjadi, Pramono selama 20 menit, dengan kemampuan retorikanya, membuat sebagian anggota Komisi 1 DPR terdiam. Ia memaparkan kondisi alutsista TNI AD. Mereka yang hadir seperti menahan napas dan sesekali bertepuk tangan.

Pramono memulai kisahnya dari alokasi anggaran untuk modernisasi peralatan TNI AD senilai Rp14 Trilyun. Ia lalu mengadakan studi, meninjau kondisi geopolitik dan perimbangan kekuatan di kawasan, komparasi kekuatan Angkatan Darat sejumlah negara dilihat dari jumlah prajurit dan alutsista yang dipakai. Indonesia tertinggal jauh.

Disimpulkan, alokasi anggaran akan dibelikan main battle tank (MBT), rudal anti pesawat dan peluncur roket multilaras. Rudal anti pesawat milik TNI AD saat ini dibuat tahun 1960 dan tidak mampu lagi mengejar pesawat yang saat ini kecepatannya sudah supersonik. "Meriam dari ditangani letnan dua yang baru lulus sampai letnan itu pensiun meriamnya masih harus bekerja," ceritanya.

Pramono bercerita bagaimana ia meminta masukan dari atase pertahanan sampai pengguna. "Biasanya yang diminta tak dibelikan, yang dibelikan tak dibutuhkan. Saya ingin mengubah ini," katanya.

Belanda yang Menawarkan


Untuk survey pembelian MBT Leopard, tim TNI AD yang dipimpin oleh wakil KSAD Letjen Budiman dikirim ke Eropa. Belanda menawarkan 100 tank Leopard karena akan menghapus satu divisi tank demi penghematan. Harga yang diperoleh TNI AD lebih murah dibandingkan informasi dari rekanan di Indonesia. "Salahkah kami kalau dengan US$287 juta dari 44 tank ternyata bisa dapat 100 unit?" katanya.

Walaupun ada tentangan dari parlemen Belanda, ada tim dari kementrian Pertahanan Belanda datang ke Indonesia menemui Pramono. Mereka bertanya, apakah Indonesia serius ingin membeli MBT Leopard. Pramono menjawab, "Belanda jual, aku beli. Belanda tidak jual, aku pergi. Kita tak akan mengemis."

Pramono menegaskan, rencana pembelian Leopard itu masih dipelajari, tetapi sudah mendapat sorotan dari sejumlah negara. Ia meminta maaf kalau sekiranya kemampuan komunikasinya kurang sehingga menimbulkan salah persepsi dari Komisi 1 DPR. Prosesnya berlanjut dengan ada undangan resmi pemerintah Belanda kepada TNI AD. Jerman juga datang ke Indonesia untuk bernegoisasi.

Kepemilikan ALutsista Menaikkan Wibawa Bangsa

Pidato Pramono ditunjang tim TNI AD yang menampilkan diagram dan foto di layar. Tampak foto militer Malaysia sedang latihan perang di utara Kalimantan. Penyamaan dengan Malaysia dan Singapura yang memiliki tank kelas berat menjadi alasan utama TNI AD. Di Asia Tenggara hanya Timor Leste, Filipina dan Indonesia yang tak memiliki tank kelas berat.


Tank PT-91 Pendekar milik AD Malaysia dalam sebuah latihan perang di Utara Kalimantan. (Foto: Stardefense.blogspot.com)

Ia juga menegaskan, kepemilikan senjata utama yang kuat akan menaikkan wibawa bangsa. "Lu cabut patok, gue sikat," katanya, yang mendapatkan tepuk tangan panjang dari hadirin.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, Wakil Ketua Komisi 1 DPR Tubagus Hasanuddin dan Ketua Komisi 1 DPR Mahfudz Siddiq memberikan apresiasi. "Ada ungkapan yang saya demen, Pak. Luar biasa. 'Lu cabut patok, gue sikat'," kata Mahfudz.

Anggota Komisi 1 DPR, Tri Tamtomo, Susaningtyas Kertopati dan Enggartiasto Lukito, mengaku terkesima dengan penjelasan KSAD. Tampaknya jalan tank dari Belanda itu akan mulus.

Sumber : KOMPAS

PTDI Buat Simulator Pesawat


CN-235. (Foto: Airbus Military)

2 Februari 2012, Jakarta: PT Dirgantara Indonesia (DI) mulai melakukan ekspansi bisnisnya dengan membuat simulator pesawat. Pengembangan tersebut tidak jauh bisnis utama perusahaan yaitu membuat pesawat dan komponen pesawat. Direktur Aircraft Service PT DI Rudi Wuraskito mengatakan, sudah ada beberapa unit simulator yang berhasil dibuat. Misalnya untuk pesawat jenis CN 235 dan Helikopter Super Puma. Tidak hanya itu, perusahaan yang dahulunya bernama Industri Pesawat Terbang Nasional (IPTN) tersebut juga membuat simulator untuk kapal laut. "Ada 3-4 simulator yang sudah kita buat," ungkap Rudi.

Untuk 1 unit simulator CN 235, lanjut Rudi, dijual seharga USD 12 juta. Sementara simulator Super Puma harga jualnya tidak diketahui. Sebab, PT DI hanya salah satu pemasok komponen. Bukan kontraktor utama. Tapi, untuk 1 unitnya perusahaan yang berpusat di Bandung tersebut mendapatkan USD 3 juta. "Itu sebagian saja. Kita subkontraktor. Kontraktor utama di Kementerian Pertahanan," katanya.

Menurut Rudi, PT DI baru mau fokus menekuni bisnis simulator tersebut. Dulunya, perseroan tidak bisa melakukan ekspansi usaha karena diminta fokus membuat pesawat saja."Awal kita membuat simulator karena ada yang minta. Malaysia yang memiliki 8 pesawat CN 235 meminta dibuatkan simulatornya. Super Puma karena TNI Angkatan Udara butuh. Cuma kita sifatnya membantu. Ada main kontraktor," kata Rudi.

Ditegaskan Rudi, saat ini pihaknya belum bisa langsung bersaing dengan produsen simulator lainnya. Terutama dari sisi branding. Harus dibangun kepercayaan dengan konsumen terlebih dahulu. "Kita lakukan kerja sama dengan yang sudah branded. Sehingga lebih murah harganya," ucap Rudi.

Untuk membuat simulator, tambah Rudi, hal utama yang diperlukan adalah data base pesawat. Data perilaku pesawat pasti dimiliki pabrik. Hanya, untuk mendapatkan data base tersebut tidak mudah. Harganya pun sangat mahal, mencapai 20 persen dari total harga simulator. "Kalau harga simulator USD 10 juta, maka data basenya USD 2 juta. Kalau bikin sendiri pakai teknologi kita bisa saving 30-40 persen. Ada penghematan yang cukup banyak," katanya.

Dikatakan Rudi, dalam 4-5 tahun mendatang diharapkan PT DI sudah mampu bersaing dengan produsen simulator lainnya. Saat ini, perusahaan sedang merintis dari yang keculu. Jika langsung memulai dengan besar banyak yang tidak percaya. "Simulator banyak ke aplikasinya. Sejauh ini kita lihat produk karena pesawat terbangnya apa," ujarnya.

Sumber: JPNN

Pemda Dilarang Terima Bantuan Militer dari AS


Korvet kelas Sigma di dermaga Ujung Surabaya. (Foto: Koarmatim)

2 Pebruari 2012, Jakarta: Pemerintah Provisin (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut) diminta tidak mengambil keputusan sendiri soal bantuan berupa dukungan militer untuk menjaga perbatasan laut dari Amerika Serikat (AS). Setiap bantuan dari luar negeri dalam bentuk apapun harus melalui pemerintah pusat.

Hal ini dikatakan Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Reydonnyzar Moenek, Kamis (2/2). "Penerimaan bantuan luar negeri tidak termasuk wewenang pemda (pemerintah daerah). Ada baiknya Gubernur Sulawesi Utara konsultasi dengan pemerintah pusat dan DPR," kata Reydonnizar.

Dia mengingatkan, sebelum menerima bantuan penjagaan militer perbatasan dengan Filipina tersebut, harus ada kesepakatan yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan.

Karena itu, pihaknya meminta agar Pemprov Sulut tidak gegabah menerima bantuan, apalagi Kemendagri belum menerima laporan tersebut secara resmi. Meski begitu, pihaknya menyatakan, pengelolaan wilayah perbatasan bukan menjadi ranah Kemendagri. "Kami hanya mengelola potensi wilayah perbatasan. Soal pertahanan bukan ranah kami," ujar Reydonnyzar.

AS menawarkan bantuan ke Indonesia untuk memperkuat keamanan di kawasan Laut Sulut, salah satunya yang berbatasan dengan Filipina. Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Djouhari Kansil, Selasa (24/1), menggelar pertemuan dengan Deputy Political Counselor Kedutaan Besar AS di Indonesia Daniel Rochman dan Kapten Adriaan J Jansen dari Angkatan Laut AS.

"Pertemuan ini mendiskusikan bentuk-bentuk dukungan Amerika Serikat dalam rangka memperkuat pengamanan perbatasan di Sulawesi Utara yang memiliki daerah berbatasan dengan negara tetangga seperti Filipina," ungkap Juru Bicara Pemprov Sulut, Christian Sumampow.

Bantuan Militer AS untuk Keamanan Maritim Indonesia

Dari tahun anggaran 2006 hingga 2008, pemerintah Amerika Serikat (AS) telah memberikan bantuan dana sebesar 57 juta dolar AS atau sekitar Rp 510 miliar lebih melalui the National Defense Authorization Act Section 1206. Bantuan itu untuk mendukung Indonesia dalam membuat sebuah sistem pengawasan maritim terpadu atau IMSS.

Sistem pengawasan tersebut ditempatkan di beberapa lokasi strategis, seperti Selat Malaka, Laut Sulawesi, dan Selat Maluku.

Pengoperasian IMSS secara penuh akan meningkatkan kemampuan Indonesia untuk mendeteksi, melacak, serta memantau kapal-kapal yang melewati perairan Indonesia dan internasional.

"Kemampuan seperti ini sangat penting untuk memerangi pembajakan, penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan, dan terorisme baik di dalam perairan wilayah Indonesia maupun di perbatasan," kata laman Kedutaan Besar AS untuk Indonesia seperti dikutip Republika, Rabu (1/2).

IMSS juga membantu untuk mencapai tujuan AS dan Indonesia di bidang maritim, seperti yang telah dicanangkan dalam Kemitraan Komprehensif, serta menjadikannya sebuah contoh untuk kerjasama multilateral dengan Malaysia dan Filipina.

IMSS adalah jaringan terintegrasi antara kapal dengan pantai berbasiskan sensor, perangkat komunikasi, dan komputasi dengan mengumpulkan, mengirimkan, menganalisis dan menampilkan larik yang luas mengenai data kelautan. Dalam sistem ini, juga termasuk sistem identifikasi otomatis (AIS), radar permukaan, kamera pengintai, sistem pemosisi global (GPS), monitor peralatan, dan transmisi radio lalu lintas maritim di daerah operasional yang luas.

“Kemampuan melakukan sensor berulang-ulang dan banyakanya jalur komunikasi yang tersedia membuat IMSS menjadi sebuah sistem yang kuat dan handal.”

IMSS secara resmi diserahkan kepada Pemerintah Indonesia setelah dilakukan uji coba di Surabaya tanggal 25 Oktober 2011. IMSS dioperasikan oleh Angkatan Laut Indonesia, yang terdiri dari 18 Stasiun Pengawasan Pesisir (CSS), 11 Kapal berbasis radar, dua Pusat Komando Daerah, dan dua Pusat Komando Armada (Jakarta dan Surabaya).

Pemerintah AS tetap berkomitmen untuk meningkatkan kewaspadaan di wilayah perairan ini, dan telah mengalokasikan dana tambahan sebesar 4,6 juta dolar AS untuk pemeliharaan hingga 2014.

Sumber: Republika

Wednesday, February 1, 2012

Legislator PD: Jangan Permasalahkan Pembelian UAV


UAV Searcher MKII produksi IAI, Israel. (Foto: IAI)

1 Februari 2012, Jakarta: Saat ini, Indonesia memerlukan pesawat intai tanpa awak untuk menjaga kedaulatan bangsa Indonesia.

"Jangan permasalahkan dulu asal pembelian pesawat intai tanpa awak itu, saat ini, kita butuh UAV," kata anggota Komisi I dari Fraksi Partai Demokrat, Mayjen (Purn) Yahya Sacawirya kepada itoday, Rabu (1/2).

Yahya sendiri belum tahu kebenaran rencana pihak TNI AU yang akan membeli UAV dari Filipina buatan Israel. "Saya akan cek kebenaran itu, ini juga terkait suku cadangnya," ungkapnya.

Kata Yahya, UAV sangat diperlukan untuk memonitor lokasi yang tidak terjangkau oleh pesawat berawak, terutama daerah perbatasan. "UAV itu untuk memonitor dan memotret wilayah Indonesia yang tidak terjangkau," paparnya.

Ia juga sangat menyetujui, bila TNI AU membeli pesawat intai dari PT Dirgantara Indonesia (PT DI). "Justru pertanyaannya, pesawat intai buatan PT DI mampu atau tidak. Kalau canggih dan mampu, saya sangat setuju," jelasnya.

Lanjutnya, Malaysia saja sudah memiliki UAV berteknologi tinggi, dan mampu mendeteksi serta memonitor lawan yang memasuki wilayahnya. "Saat ini, Indonesia sangat butuh pesawat intai," pungkasnya.

Mahfud MD: Indonesia Hampir Beli F-16 dari Israel

Rencana Indonesia membeli jet tempur dari Israel bukan baru kali ini saja. Di era Presiden Abdurrahman Wahid, bahkan Indonesia sudah pernah deal membeli pesawat canggih dari negeri Zionis tersebut.

Hal itu diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD kepada Republika, Kamis (2/2).

Mahfud MD mengaku, semasa menjabat menteri pertahanan pada 2000, pihaknya sudah deal untuk membeli pesawat jet tempur F-16 dari Israel.

Pasalnya saat itu belasan jet tumpur TNI AU tidak bisa terbang akibat embargo alutsista oleh Amerika Serikat (AS). "Setelah dilakukan kanibalisasi, dua unit F-16 bisa terbang untuk sementara waktu," ujar Mahfud.

Langkah selanjutnya, pihaknya menyiasati keadaan dengan berencana membeli jet tempur tersebut dari Israel. Dana yang disiapkan sudah ada, dan pesawat harus datang segera sebab jet tempur yang dimiliki TNI AU jumlahnya sedikit dan sangat rawan kalau postur kekuatannya tidak ditambah segera.

Akhirnya, imbuh Mahfud, tercapai kesepakatan dengan Israel untuk membeli jet tempur melalui negara perantara Yordania. "Jadi begitu lah, kita membeli melalui Yordania, dan mereka yang dapat dari Israel. Israel sendiri beli dari Amerika. Kalau tidak begitu, tak ada pesawat kita yang bisa terbang," paparnya.

Sayangnya, lanjut Mahfud, kesepakatan yang sudah di depan mata itu lenyap. Ini lantaran Gus Dur lengser terlebih dulu dari kursi presiden. "Semuanya jadi batal, dan kekuatan pertahanan TNI AU kritis," jelas Mahfud.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Mahfudz Shiddiq mengkritik kebijakan TNI AU yang berencana membeli pesawat intai dari Israel. Politisi PKS ini menengarai, pembelian itu melalui skema tidak langsung dengan membeli pesawat melalui negara perantara, sebab Indonesia memesannya dari Filipina, dan Filipina yang mengorder dari Israel.

Meski dibantah Mabes TNI AU, Komisi I DPR bergeming menolak pembelian pesawat tanpa awak buatan Israel Aerospace Industries (IAI) itu, sebab negeri Zionis itu dituding pelanggar hak asasi manusia (HAM) terbesar di dunia.

Sumber INDONESIA TODAY/Republika

TNI Diminta Cari Opsi Lain Untuk Pembelian UAV



RAAF Australia merupakan salah satu tetangga Indonesia yang menggunakan UAV buatan Israel (Foto: AVIATIONNEWS.EU)

JAKARTA - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddik mengungkapkan, TNI berencana membeli pesawat pengintai tanpa awak dari Israel. Dan Komisi I DPR belum menyatakan setuju dengan rencana ini.

Belum ada kejelasan jenis pesawat intai (UAV) apa yang akan dibeli dari pabrikan Israel Aerospace Industry (IAI). Namun dikatakan tujuan utama pembelian ini untuk memantau daerah perbatasan.

"TNI berencana membeli UAV untuk patroli perbatasan. Dari sisi kebutuhan ini menjadi prioritas," kata Mahfudz kepada detikcom, Rabu (1/2). Namun Komisi I menyoroti rencana pembelian UAV ini, karena dibeli dari Israel. TNI diminta mencari opsi yang lain.

"Terkait rencana pembelian dari Israel ini, Komisi I pernah sampaikan pandangannya agar tidak membeli ke sana dan cari opsi lain," imbau Mahfudz. Alasan Mahfudz sederhana, Israel adalah negara pelanggar HAM. Utamanya menyangkut Palestina.

"Kalau negara Barat seringkali soroti pelanggaran HAM di Indonesia dalam pembelian alutsista, maka Israel adalah negara pelanggar HAM terbesar di dunia," jelas Wasekjen PKS ini.

Namun rencana pembelian pesawat intai sudah masuk prioritas. Tinggal kesepakatan TNI dan DPR menyangkut dari mana pesawat ini dibeli. "Persisnya saya nggak inget. Tapi pembeliannya itu sudah masuk dalam shopping list belanja alutsista 2010-2014,"tandasnya.

Sumber : DETIKNEWS.COM

BERITA POLULER