JAKARTA - Kementerian Pertahanan (Kemhan) akan mengoptimalkan pinjaman dari bank dalam negeri untuk pembelian alutsista, karena selama ini pinjaman lebih banyak menggunakan utang luar negeri.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin di Jakarta, Rabu (1/2) mengatakan, pihaknya melalui "High Level Committe" (HLC) akan melakukan pembicaraan mendalam dengan Kementerian Keuangan untuk memaksimal pinjaman dari dalam negeri yang digunakan untuk pembelian alutsista.
"Pinjaman utang dari luar negeri akan lebih banyak digunakan dibandingkan pinjaman dari dalam negeri. Hal ini lebih disebabkan masih banyaknya persenjataan yang harus dibeli dari luar negeri, karena BUMN Industri Pertahanan dan Industri Strategis belum mampu memproduksi alutsista yang dibutuhkan TNI," kata Hartind.
Ia mencontohkan, pembuatan tank di Indonesia baru bisa untuk kelas ringan seperti Panser Anoa, sedangkan untuk MBT masih harus dibeli dari luar negeri. "Pembelian alutsista baru harus dengan syarat 'Transfer of Technology' (ToT)," katanya.
Hartind mengatakan, "PT Pindad saat ini belum bisa membuat meriam kaliber besar dan proyektilnya dengan kualitas baik, yang bisa dibeli dari Industri ini hanya senjata perorangan. Pesawatpun demikian, yang bisa dibeli dari PTDI untuk sekelas CN-235 dan SuperPuma.
Ia menambahkan, HLC yang diketuai oleh Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin akan menjelaskan secara detail mengenai teknis tingginya utang luar negeri untuk pembelian alutsista kepada Komisi I DPR pada Februari ini. Tak hanya itu, kata dia, Kemhan juga akan melakukan pembicaraan untuk penurunan pajak pembelian alutsista dari luar.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemhan Brigjen TNI Hartind Asrin di Jakarta, Rabu (1/2) mengatakan, pihaknya melalui "High Level Committe" (HLC) akan melakukan pembicaraan mendalam dengan Kementerian Keuangan untuk memaksimal pinjaman dari dalam negeri yang digunakan untuk pembelian alutsista.
"Pinjaman utang dari luar negeri akan lebih banyak digunakan dibandingkan pinjaman dari dalam negeri. Hal ini lebih disebabkan masih banyaknya persenjataan yang harus dibeli dari luar negeri, karena BUMN Industri Pertahanan dan Industri Strategis belum mampu memproduksi alutsista yang dibutuhkan TNI," kata Hartind.
Ia mencontohkan, pembuatan tank di Indonesia baru bisa untuk kelas ringan seperti Panser Anoa, sedangkan untuk MBT masih harus dibeli dari luar negeri. "Pembelian alutsista baru harus dengan syarat 'Transfer of Technology' (ToT)," katanya.
Hartind mengatakan, "PT Pindad saat ini belum bisa membuat meriam kaliber besar dan proyektilnya dengan kualitas baik, yang bisa dibeli dari Industri ini hanya senjata perorangan. Pesawatpun demikian, yang bisa dibeli dari PTDI untuk sekelas CN-235 dan SuperPuma.
Ia menambahkan, HLC yang diketuai oleh Wamenhan Sjafrie Sjamsoeddin akan menjelaskan secara detail mengenai teknis tingginya utang luar negeri untuk pembelian alutsista kepada Komisi I DPR pada Februari ini. Tak hanya itu, kata dia, Kemhan juga akan melakukan pembicaraan untuk penurunan pajak pembelian alutsista dari luar.
Sumber : DEPHAN.GO.ID