Pages

Thursday, January 12, 2012

TNI membutuhkan Panzer Light Tank,Medium Tank, dan Main Battle Tank (MBT)



Main Battle Tank (MBT)Leopard 2A6 Bundeswehr melakukan manuver di tanah berlumpur dan menyeberangi sungai. (Foto: Bundeswehr)

Dalam menyusun kekuatan kaveleri,tentunya harus dilengkapi beberapa varian alat tempur,baik tank dan panser. Lengkapnya peralatan tempur,merupakan alternatif persenjataan yg harus siap setiap saat untuk digunakan oleh pasukan kavaleri. Saat kapan TNI menggunakan panzer, light tank, medium tank dan main battle tank,tentunya dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan,strategi n kondisi medan tempur. Tentunya tidak serta merta peralatan tersebut secara keseluruham akan digunakan. Sebagai contoh: untuk menghadapi MBT musuh,apakah kita akan menghadapinya dengan Light tank, hal ini jelas konyol ,untuk daerah danau,apakah kita akan menggelar MBT, tentunya juga tidak, namun akan lebih tepat menggelar tank amfibi. Dengan demikian,berbagai kebutuhan TNI harus tersedia secara lengkap sesuai dg kebutuhannya. Jangan sampai di saat menghadapi pertempuran TNI kedodoran, kalo hal itu terjadi, pasti yang paling bertanggungjawab adalah pengambil kebijakan.

Saat ini Indonesia sudah punya Light Tank,seperti AMX13 dan Scorpion dalam jumlah yg cukup,jadi untuk sementara tidak perlu adanya penambahan. Apalagi kekuatan kavaleri juga sudah didukung oleh beberapa tipe panzer. Jadi berdasarkan pertimbangan tersebut,penambahan tank MBT adalah sangat tepat,karena TNI belum memiliki jenis tank tersebut.

Pembangunan pertahanan,sebaiknya dilakukan secara pararel,yaitu pertama,dengan melakukan pengadaan alusista yg belum mampu diproduksi sendiri kedua, terus melakukan pengembangan dan pemberdayaan industri strategis hingga benar-benar  berkemampuan tinggi.

Sebenarnya perlu diakui,bahwa industri strategis kita masih pada taraf pengembangan dalam membuat medium tank,itupun masih prototype. Jadi belum ada kemampuan membuat MBT. Dengan demikian,kebutuhan MBT harus tetap didatangkan dari luar negeri. Sementara kemampuan produksi dalam negeri,masih merupakan orientasi jangka panjang,sehingga hal tersebut bisa digunakan utk penggantian light tank yg sudah uzur,tanpa mengurangi beberapa tipe tank.

Pada sisi lain perlu disadari,bhw proses rancang bangun juga membutuhkan waktu yg cukup panjang,namun upaya tersebut tetap perlu dan harus dilakukan guna menunjang kemandirian industri strategis. Untuk saat ini yg harus dipahami,bahwa untuk mengisi kekosongan alutsista,khususnya MBT, tetap perlu dilakukan proses pengadaan. Hal ini mengingat bahwa kekosongan salah satu alutsista TNI, akan berakibat lemahnya kekuatan pertahanan.

Berdasarkan uraian tersebut,bisa simpulkan bahwa peralatan tempur khususnya tank,harus tetap tersedia berbagai varian,baik mulai light,mediun  dan main battle tank. Dengan tersedianya berbagai alternatif persenjataan,maka kesiapan tempur TNI akan semakin baik.

Demi kejayaan NKRI,buanglah kepentingan pribadi,kelompok dan golongan. Satukan seluruh jiwa untuk kejayaan Bangsa dengan rasa keikhlasan tanpa melukai hati rakyat.. Jauhkan rasa saling curiga dan saling menjatuhkan. Mari sama-sma kita bangun negara kita,agar menjadi negara yg kuat n berwibawa di mata dunia.

Oleh Pengamat Alutsista/User dll yang tidak berkenan disebut namanya
Artikel ini dari reader blog Indonesia Defence (Indodefsista)
Diedit Oleh Admin Indonesia Defence
Sebelumnnya Admin mengucapkan Terimakasih kepada pembuat artikel ini yang tidak mau disebutkan namanya dengan ID anymous

Rusia Peringatkan Eropa Atas Sanksi Minyak Iran


Seorang pejabat senior Rusia memperingatkan Uni Eropa untuk tidak bergabung dalam sanksi minyak Amerika Serikat terhadap Iran, karena langkah itu memiliki konsekuensi ekonomi yang pahit bagi negara-negara anggota blok itu.

"Jika Uni Eropa mengikuti Amerika dan memaksakan embargo pada ekspor minyak Iran, maka organisasi itu sendiri yang akan menderita kerugian terburuk dan bukan AS, sebab Washington memiliki banyak cadangan minyak," kata Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Rusia, Nikolai Patrushev kepada Interfax pada Kamis (12/1).

"Mengingat masalah jangka panjang ekonomi di zona euro, kebijakan seperti itu hanya akan memperburuk situasi," tambahnya.

Pejabat itu menuturkan pemerintah Rusia menyadari rencana Eropa untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran dalam pertemuan mendatang pada 23 Januari.

"Uni Eropa adalah mitra dagang, ekonomi, dan politik yang paling penting bagi kita. Euro adalah mata uang kedua dalam cadangan negara kita. Oleh karena itu, secara fundamental sangat penting bagi Rusia agar Eropa tidak menjadi lemah, tapi harus menjadi lebih kuat sebagai salah satu pusat dari tatanan dunia sekarang," jelasnya.

Patrushev lebih lanjut menandaskan tuduhan Amerika Serikat bahwa Iran sedang mengembangkan senjata nuklir, yang menjadi pembenaran utama Washington untuk menjatuhkan sanksi baru terhadap Tehran, belum pernah terbukti.

"Kami telah mendengar selama bertahun-tahun bahwa Iran akan membuat bom atom dalam beberapa pekan ke depan. Namun, komponen militer program nuklir Iran belum pernah terbukti sama sekali," tegasnya.

Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov mengatakan pada Rabu bahwa negaranya tidak akan bergabung dalam sanksi AS dan Eropa terhadap sektor minyak Iran.

SUMBER :(IRIB Indonesia/RM)

Para Pejabat AS Kutuk Perlakuan Marinir AS atas Mayat Taliban

Pejabat-pejabat AS telah mengutuk video yang menunjukkan beberapa anggota Marinir Amerika mengencingi mayat pejuang Taliban.


Foto: Reuters
Menhan AS, Leon Panetta memerintahkan Korps Marinir AS dan panglima NATO di Afghanistan untuk menyelidiki video pelecehan mayat Taliban oleh marinir AS (foto: dok).
Menteri Pertahanan Leon Panetta hari Kamis mengatakan video itu "benar-benar tercela." Dia bertekad mereka yang bertanggung jawab akan dituntut bertanggung jawab sepenuhnya.

Panetta memerintahkan Korps Marinir Amerika dan panglima pasukan keamanan NATO di Afghanistan untuk menyelidiki video itu.
Menteri pertahanan itu berbicara lewat telepon hari Kamis dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan menegaskan akan ada penyelidikan serius atas insiden itu.

Menteri Luar Negeri Hillary Clinton mengulangi kecaman Panetta atas tindakan itu, dengan mengatakan hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai Amerika dan standar perilaku yang diharapkan dari personil militer Amerika.

Karzai mengatakan, pemerintahnya "sangat terganggu" oleh video itu, dan bahwa tindakan itu menodai mayat-mayat warga Afghanistan tersebut. Dia menyebut tindakan itu "tidak manusiawi."

Seorang juru bicara Taliban (Zabihullah Mujahed) mengatakan walaupun video itu "mengejutkan," menurutnya hal itu tidak akan mengganggu pembicaraan damai dengan Amerika.
Pentagon mengatakan tidak punya alasan untuk meragukan keaslian rekaman itu.
Para pejabat militer Amerika hari Kamis mengatakan Korps Marinir telah mengidentifikasi personil dalam rekaman video itu, tetapi tidak memberikan nama-nama mereka.

SUMBER : VOA INDONESIA

Lockheed Martin F-35 Program Exceeds 2011 Flight Test Goals

Lockheed Martin F-35 Program Exceeds 2011 Flight Test Goals


The Lockheed Martin [NYSE: LMT] F-35 System Development and Demonstration 2011 flight test program resulted in the completion of more test flights and test points than in any year.
The 2011 flight test plan called for the accumulation of 872 flights and 6,622 test points by Dec. 31. For the year, the SDD program flew 972 flights and tallied 7,823 test points. The F-35A Conventional Takeoff and Landing (CTOL) variant flew 474 flights and accomplished 3,600 test points. The F-35B Short Takeoff/Vertical Landing (STOVL) variant accomplished 333 flights and 2,636 test points. The F-35C Carrier Variant (CV) flew 165 flights and tallied 1,587 test points. Along with this, the STOVL executed 268 vertical landings. The cumulative 2011 milestones were achieved through a combination of planned test flights and test points along with test flights and test points added throughout the year.
“The success of the flight test program is the result of a team of dedicated government and contractor professionals,” said Larry Lawson, Lockheed Martin’s F-35 program executive vice president and general manager. “The test team continues to gain momentum and they will build upon this success for an even better 2012. I couldn’t be prouder of the team.”
The overall F-35 SDD flight test program plan calls for the verification of 59,585 test points through developmental test flights by Dec. 31, 2016. Through 2011, the flight test team has accomplished 12,728 test points or 21.4 percent of overall testing requirements.
“These achievements speak to the rapid maturation of the F-35 program and to our team’s commitment to performing with excellence,” said J.D. McFarlan, vice president of F-35 Test and Verification. “We will now turn towards 2012, expanding the flight envelope as we continue to demonstrate the F-35’s excellent flight characteristics for all three variants.”

Major flight test achievements in 2011 include:

  • A major highlight for October was the completion of F-35B short takeoff/vertical landing (STOVL) ship suitability testing aboard the USS WASP (LHD-1) off the coast of Virginia. The test began when BF-2 executed the first shipboard vertical landing on Oct. 3. The next day, BF-2 executed the first short takeoff from the WASP. During the third week of sea trials, BF-2 and BF-4 operated simultaneously on the ship. Combined, they accomplished 72 short takeoffs and 72 vertical landings during the three-week testing period.
  • The mission systems test aircraft performed Block 1A and Block 1B software testing including demonstrating Communication Navigation and Identification (CNI) range and accuracy and integrated Electro-Optical Targeting System testing that included Tactical FLIR (Forward Looking Infra-Red) and combat laser firing. The software also displayed imagery from the Distributed Aperture System on the Helmet Mounted Display. Further testing accomplished radar search and target tracking, Synthetic Aperture Radar Mapping, Electronic Warfare testing, and multi-sensor fusion of four sensors. In addition, baseline Radar Cross Section signature testing was accomplished on three mission system aircraft.
  • On Nov. 18, CF-3, an F-35C test aircraft, conducted the first F-35 launch from the Navy’s new Electromagnetic Aircraft Launch System (EMALS). Testing the F-35C on EMALS marked the beginning of the process to integrate the carrier variant with the future carrier fleet aircraft launching system.
  • The F-35B STOVL jets conducted 268 vertical landings (VLs) in 2011 compared to 10 VLs in 2010. F-35B aircraft also completed 395 short takeoffs (STOs) this year.
  • AF-1 achieved the F-35’s maximum design limit speed of Mach 1.6 for the first time on Oct. 25.
  • Jet Blast Deflector (JBD) testing was performed by F-35C Lightning II carrier variant (CV) aircraft CF-2 at Joint Base McGuire-Dix-Lakehurst, N.J. from June 25-July 8. CF-2 successfully completed this portion of tests required to ensure the F-35C is compatible aboard an aircraft carrier.
  • AF-6 and AF-7 completed Maturity Flight testing of the training syllabus software at Edwards Air Force Base, Calif., designed to simulate operating an F-35 without a mission control room.
  • The F-35 program successfully performed aerial refueling testing with KC-135 and KC-10 aircraft.
SUMBER DEFENCE TALK:

AS Kerahkan Armada Perang ke Timteng



Amerika Serikat telah mengirimkan kapal induk USS Carl Vinson ke Teluk Persia di tengah meningkatnya ketegangan di kawasan strategis itu, Press TV melaporkan pada Kamis (12/1).

Pentagon menyatakan bahwa kedatangan kapal yang membawa 80 pesawat tempur dan helikopter itu adalah agenda "rutin" dan ditujukan untuk meringankan beban kapal induk USS John Stennis.

Pentagon menambahkan bahwa USS Carl Vinson telah tiba di daerah yang menjadi tanggung jawab Armada Kelima Angkatan Laut AS, yang meliputi Teluk Persia, Laut Merah, Teluk Oman dan bagian dari Samudera Hindia.

Angkatan Laut AS bagaimanapun mengatakan, kapal induk tersebut belum sampai di Teluk Persia dan tidak akan melintasi Selat Hormuz.

Juru bicara Pentagon, John Kirby mengatakan, USS Abraham Lincoln di Samudera Hindia juga dalam perjalanan untuk bergabung dengan USS Carl Vinson.

"Penyebaran kapal-kapal itu di kawasan adalah hal yang rutin, telah lama direncanakan dan tidak ada yang aneh," jelas Kirby.
SUMBER :(IRIB Indonesia/RM)

Ketika Pihak asing mencoba menggangu kedaulatan wilayah udara kita

Jakarta - Untuk kesekian kalinya, TNI AU berhasil
memergoki dan mencegat pesawat-pesawat asing di
wilayah udara Indonesia yang tak mempunyai izin
melintas. Dalam peristiwa terakhir disebutkan dua
pesawat Sukhoi TNI AU membayang-bayangi pesawat jet
P2-ANW Dassault Falcon 900EX di langit Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, selama 37 menit, waktu yang cukup
lama, pada 29 November 2011.
Pesawat yang ternyata ditumpangi oleh Deputi Perdana
Menteri Papua Nugini H. O. N. Belden Namah, yang
sedang melakukan penerbangan dari Subang, Selangor,
Malaysia, ke Papua Nugini, dicegat oleh 'sayap tanah air'
Indonesia karena tidak memberi respons positif ketika
diajak berkomunikasi oleh Kontrol Udara Makassar.
Untung kejadian tersebut berakhir dengan tidak
dipaksakan pesawat Falcon itu untuk mendarat setelah
baru diketahui izin melintasnya.
Merasa terintimidasi dengan kejadian itu, maka hubungan
kedua negara, Indonesia-Papua Nugini, sempat memanas.
Kejadian itu membuat Perdana Menteri Papua Nugini
Peter O'Neil mengancam mengusir Duta Besar Indonesia
untuk Papua Nugini.
Terlepas masalah hubungan diplomatik kedua negara, kita
harus mengapresiasi kerja TNI AU. Meski dengan
keterbatasan yang ada dan kepemilikan pesawat yang
masih minim, TNI AU selama ini berhasil menjaga wilayah
udara kita dengan gagah perkasa. Pembelian pesawat
Sukhoi dan F-16, yang mahal, telah menunjukan
kesebandingan dengan fungsi yang telah dilakukan yakni
menjaga dan mempertahankan wilayah nasional.
Kesuksesan mencegat pesawat Falcon itu mirip dengan
ketika Sukhoi TNI AU, Maret 2011, menghentikan
penerbangan Pakistan Internasional Airlines (PIA), jenis
Boeing 737 seri 300, yang melintas wilayah udara
Indonesia tanpa izin. Gerakan pesawat yang terdeteksi
oleh radar Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional II
di Bandara Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan,
membuat dua Sukhoi TNI AU yang ada di Skuadron Udara
5 Lanud Sultan Hasanuddin langsung terbang dan
memberikan peringatan pesawat asing itu mendarat
darurat. Pencegatan terhadap pesawat yang ditumpangi
oleh pasukan PBB yang hendak melintas dari Dili, Timor
Leste, ke Malaysia itu berhasil memaksa mereka untuk
mendarat di Lanud Hasanuddin, Makassar, Sulawesi
Selatan.
Sebelumnya, Desember 2010, pesawat Malaysia jenis BAE
146-200 yang membawa 81 penumpang yang sebagian
besar penumpang pesawat adalah keluarga Kerajaan
Melaka, Menteri Pertanian Malaysia, putra PM Malaysia
Najib Razak, berhasil ditahan oleh TNI selama 5 jam di
Bandara Udara Djuanda, Surabaya, Jawa Timur, karena
tidak mengantongi izin resmi melintas di Indonesia.
Pesawat itu hendak melakukan penerbangan Dili, Timor
Leste ke Kuala Lumpur, Malaysia.
Dari sekian kali pencegatan yang dilakukan oleh TNI AU
terhadap pesawat tanpa izin yang melintas di wilayah
udara Indonesia, peristiwa Insiden Bawean-lah yang
paling menegangkan. Insiden Bawean adalah ketika 3
pesawat F-16 TNI AU berhasil mendeteksi penerbangan
ilegal 5 pesawat F-18 Hornet milik Angkatan Laut Amerika
Serikat (US Navy) yang sedang terbang dan bermanuver di
perairan Bawean, Jawa Timur, Juli 2003.
Dari pantauan radar, kelima F-18 Hornet itu terbang lebih
dari satu jam dan mengadakan latihan tempur. Apa yang
dilakukan itu tentu saja selain bisa dikatakan mengganggu
kedaulatan wilayah udara Indonesia, juga menyebabkan
terganggunya penerbang n komersial yang menuju ke
Surabaya dan Bali. Bagi pihak Indonesia, pesawat-pesawat
US Navy itu tak meminta izin dengan ATC terdekat. Sedang
pihak US Navy melakukan demikian karena mereka merasa
berada di perairan internasional sehingga tak perlu
meminta ijin kepada Indonesia.
Kejadian itu sangat menegangkan sebab yang dihadapi
oleh pesawat tempur TNI AU adalah juga pesawat tempur,
bukan pesawat sipil. Sehingga tak heran bila saat di udara
posisi yang terjadi adalah masing-masing pihak siap
dogfight.
Merasa TNI AU inferior dengan pilot-pilot tempur pesawat
US Navy, jumlah pesawat F-18 Hornet lebih canggih serta
lebih banyak, serta adanya dukungan pesawat tempur lain
dari kapal induk US Navy yang berada di perairan, maka
pilot-pilot F-16 mulai memperkenalkan diri. Dengan
memperkenalkan diri kepada pilot-pilot F-18 Hornet itulah
akhirnya ketegangan menjadi reda. Dan akhirnya pesawat-
pesawat pesawat tempur kedua negara balik ke posisi
masing-masing.
Dari kejadian-kejadian di atas bisa disimpulkan bahwa,
pertama, sepertinya ada unsur-unsur kesengajaan dari
pihak Malaysia untuk mengganggu wilayah udara kita,
terbukti dari pesawat-pesawat yang melintas tanpa izin
semua melalui rute dari dan ke Malaysia. Pihak-pihak di
Malaysia mengabaikan izin melintas bisa jadi karena
mereka menganggap bahwa penjagaan wilayah udara
Indonesia, seperti wilayah perbatasan darat atau wilayah
laut, adalah lemah sehingga mereka tak merasa khawatir
bila melintas tanpa permisi.
Kedua, dengan berhasilnya TNI AU menjaga wilayah udara,
sudah sepatutnya alutsista kepada TNI AU lebih
ditingkatkan. Rencana pembelian pesawat F-16 dan Sukhoi
agar lebih dipercepat. Disebut, jumlah pesawat F-16 yang
dimiliki Indonesia saat ini 10 unit yang merupakan F-16 A/
B Blok 15 yang dibeli pada tahun 1986. Dengan membeli
cara hibah sebanyak 24 pesawat maka kekuatan pesawat
F-16 TNI AU menjadi 34 pesawat. Bila membeli baru, 6
pesawat, maka kekuatan pesawat F-16 TNI AU menjadi 16.
Baik DPR maupun pemerintah mempunyai dasar masing-
masing soal pembelian pesawat itu, secara hibah atau
baru.
Demikian pula rencana pembelian 8 pesawat Sukhoi baru
akan bisa membangun satu skuadron tempur Sukhoi.
Diberitakan, Indonesia kini telah memiliki empat pesawat
tempur Sukhoi masing-masing jenis SU-27SK (dua unit)
dan SU-30MK (dua unit). Pastinya pembelian pesawat-
pesawat itu didukung dengan alutsista penunjang, seperti
radar, rudal, dan lain sebagainya.
Ketiga, modernitas alutsista sangat berpengaruh terhadap
kesiapsiagaan TNI dalam mempertahankan wilayah i
Indonesia. Peristiwa Insinden Bawean yang menyebabkan
kita lebih menerima kehadiran secara ilegal pesawat US
Navy karena mereka memiliki alutsista yang lebih canggih
dan modern.
Untuk menutupi kekurangan tersebut, bisa dilakukan
dengan memperbanyak latihan. Berhasilnya TNI AU
mencegat pesawat-pesawat ilegal melintasi di udara
karena para pilot TNI AU telah sering melakukan latihan.
Bila pencegatan terhadap pesawat ilegal kita sudah mahir
maka yang perlu ditingkatkan adalah pelatihan tempur,
siapa tahu Insinden Bawean terulang.
Sumber : DETIK

Politisi: pembelian 100 tank Leopard mendadak

Kamis, 12 Januari 2012 12:53 WIB | 813 Views

Leopard A-5 (wikipedia)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Komisi I DPR RI, Mahfudz Siddiq mengatakan bahwa pembelian 100 tank Leopard oleh Kementerian Pertahanan dan TNI dilakukan secara mendadak tanpa ada komunikasi dengan Komisi I DPR RI.

"Ini kan rencana tiba-tiba, karena didasari keinginan negara Eropa menjual sebagian alutista mereka. Bisa saja TNI mencari peluang membeli alutista yang ditawarkan," kata Mahfudz, di Jakarta, Kamis.

Di samping itu, masih kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, pembelian tank tetap harus sesuai medan dan kebutuhan modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) di Indonesia.

"Untuk pembelian tank Leopard, Komisi I DPR RI berpandangan itu tidak cocok untuk wilayah  Indonesia karena bobotnya yang 62 ton. Tank Leopard itu digunakan untuk medan seperti di Eropa dan tidak cocok dengan Indonesia," kata dia.

Mahfudz berpendapat pengadaan alutsista dari luar negeri sebaiknya dilakukan dengan sistem "G to G" atau kerjasama dari pemerintah ke pemerintah agar bisa memutus mata rantai dari pihak ketiga.

Komisi I DPR RI, ujar Mahfudz, menilai pengadaan tank Leopard sebagai langkah yang tidak tepat dan lebih mendorong agar PT Dirgantara Indonesia untuk membuat prototipe tank kelas menengah yang sesuai dengan kondisi Indonesia.

Dukungan ini selaras dengan keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah disampaikan pada tahun 2008.

"Komisi I DPR RI sudah menyampaikan pandangannya terkait pembelian tank. Saya tidak tahu apakah TNI memaksakan pembelian tank ini. Kalau dipaksakan, bisa menjadi tanda tanya sendiri," kata dia. (Zul)

sumber Antara

BERITA POLULER