Pages

Monday, November 28, 2011

Kemhan Uji Cob 22 unit Roket Rhan 122

Roket R-HAn 122 terus dilakukan uji coba
sebelum diproduksi massal (all photos :
DMC)
Baturaja, DMC - Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia melalui Direktorat
Teknik Industri Pertahanan Direktorat
Jenderal Potensi Pertahanan (Dirtekindhan
Ditjen Pothan) bersama Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN) kembali melakukan uji coba Roket
R-Han 122. Uji coba dilakukan di Pusat
Latihan Tempur TNI AD, Baturaja, Sumatera
Selatan., Jum’at (25/11 ).
Selain bersama LAPAN, dalam uji coba
tersebut Kemhan juga melibatkan pihak –
pihak terkait dari industri pertahanan
dalam negeri antara lain PT. Pindad, PT. DI
dan PT. Dahana. Selain itu, Kemhan juga
mengundangan TNI AL sebagai calon
pengguna Roket R-Han 122.
Uji coba kali ini merupakan hasil dari
evalusi uji coba yang dilakukan sebelumnya
pada bulan November 2010 di tempat yang
sama. Melalui uji coba dan evaluasi secara
terus menerus diharapkan Program Roket
Nasional dengan nama R-Han 122 tersebut
nantinya dapat mencapai hasil yang
maksimal dan siap diproduksi sesuai
keinginan pengguna dalam hal ini TNI

Dalam Uji coba kali ini, diluncurkan Roket
R-Han 122 sebanyak 22 unit yang terdiri
dari tiga unit warhead smoke (asap) dan 19
unit wearhead live (tajam) . Dari 22 unit
tersebut, satu unit roket warhead smoke
(asap) telah diluncurkan Kamis Sore
(24/11 ), sedangkan 21 unit seluruhnya diuji
coba pada Jum’at (25/11 ). Peluncuran
berjalan lanjar dan sukses meskii dalam
cuaca hujan.
Dari 21 unit Roket R-Han 122 yang
diluncurkan hari ini terdiri dari satu dua
roket warhead smoke (asap) dan 19 unit
roket warhead live (tajam) . Peluncuran
roket dibagi dalam tempat tahap
dilaksanakan secara salvo menggunakan
mobil launcher. Tahap satu tiga unit, kedua
enam unit, ketiga enam unit dan keempat
enam unit.
Roket R-Han 122 yang memiliki jarak
jangkau 14 kilometer tersebut merupakan
hasil kerjasama yang sinergi antara
Kementerian Pertahanan dengan
Kementerian Riset dan Teknologi, LAPAN,
PT. Pindad, dan pihak terkait lainnya.
Pengembangan roket R-Han 122 dalam
rangka mengurangi ketergantungan
pengadaan dari luar negeri dengan
memberdayakan potensi dan kemampuan
industri pertahanan dalam negeri.
Hadir menyaksikan dan menijau secara
langsung uji coba Roket R-Han 122 antara
lain Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan
Kemhan Mayjen TNI Zaenal Fahri Tamzis
dan sejumlah pejabat di lingkungan
Kemhan, Mabes TNI AL dan industri
pertahanan dalam negeri. (BDI/ SR)
(DMC )

Friday, November 25, 2011

Kemhan Uji Cob 22 unit Roket Rhan 122

Roket R-HAn 122 terus dilakukan uji coba
sebelum diproduksi massal (all photos :
DMC)
Baturaja, DMC - Kementerian Pertahanan
Republik Indonesia melalui Direktorat
Teknik Industri Pertahanan Direktorat
Jenderal Potensi Pertahanan (Dirtekindhan
Ditjen Pothan) bersama Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN) kembali melakukan uji coba Roket
R-Han 122. Uji coba dilakukan di Pusat
Latihan Tempur TNI AD, Baturaja, Sumatera
Selatan., Jum’at (25/11 ).
Selain bersama LAPAN, dalam uji coba
tersebut Kemhan juga melibatkan pihak –
pihak terkait dari industri pertahanan
dalam negeri antara lain PT. Pindad, PT. DI
dan PT. Dahana. Selain itu, Kemhan juga
mengundangan TNI AL sebagai calon
pengguna Roket R-Han 122.
Uji coba kali ini merupakan hasil dari
evalusi uji coba yang dilakukan sebelumnya
pada bulan November 2010 di tempat yang
sama. Melalui uji coba dan evaluasi secara
terus menerus diharapkan Program Roket
Nasional dengan nama R-Han 122 tersebut
nantinya dapat mencapai hasil yang
maksimal dan siap diproduksi sesuai
keinginan pengguna dalam hal ini TNI

Dalam Uji coba kali ini, diluncurkan Roket
R-Han 122 sebanyak 22 unit yang terdiri
dari tiga unit warhead smoke (asap) dan 19
unit wearhead live (tajam) . Dari 22 unit
tersebut, satu unit roket warhead smoke
(asap) telah diluncurkan Kamis Sore
(24/11 ), sedangkan 21 unit seluruhnya diuji
coba pada Jum’at (25/11 ). Peluncuran
berjalan lanjar dan sukses meskii dalam
cuaca hujan.
Dari 21 unit Roket R-Han 122 yang
diluncurkan hari ini terdiri dari satu dua
roket warhead smoke (asap) dan 19 unit
roket warhead live (tajam) . Peluncuran
roket dibagi dalam tempat tahap
dilaksanakan secara salvo menggunakan
mobil launcher. Tahap satu tiga unit, kedua
enam unit, ketiga enam unit dan keempat
enam unit.
Roket R-Han 122 yang memiliki jarak
jangkau 14 kilometer tersebut merupakan
hasil kerjasama yang sinergi antara
Kementerian Pertahanan dengan
Kementerian Riset dan Teknologi, LAPAN,
PT. Pindad, dan pihak terkait lainnya.
Pengembangan roket R-Han 122 dalam
rangka mengurangi ketergantungan
pengadaan dari luar negeri dengan
memberdayakan potensi dan kemampuan
industri pertahanan dalam negeri.
Hadir menyaksikan dan menijau secara
langsung uji coba Roket R-Han 122 antara
lain Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan
Kemhan Mayjen TNI Zaenal Fahri Tamzis
dan sejumlah pejabat di lingkungan
Kemhan, Mabes TNI AL dan industri
pertahanan dalam negeri. (BDI/ SR)
(DMC )

Rusia akan tembakkan rudal Iskander

25 November, 2011
MOSKOW- Presiden Rusia Dmitry
Medvedev menegaskan akan
menembakkan rudal untuk
menghancurkan sistem pertahanan
rudal NATO di Eropa. Kebijakan itu
tanpa memperdulikan perjanjian yang
diteken dengan Amerika Serikat (AS).
Langkah itu diambil jika tuntutan Rusia
soal sistem pertahanan NATO tetap
diacuhkan.
Kebijakan menghancurkan sistem
pertahanan itu dikarenakan, program
yang diajukan Rusia untuk
persenjataan NATO ditolak AS.
Akibatnya, Medvedev panas dan
sampai saat ini belum ada perubahan
tentang kebijakan tersebut. Medvedev
mengatakan, Rusia akan
menembakkan rudal balistik baru
berkemampuan lebih canggih dalam
menembus sistem pertahanan musuh.
Rusia akan mematikan sistem anti-
rudal yang dimiliki oleh NATO dan AS.
Jika gagal, maka Medvedev punya
rencana B.
“Rusia akan menurunkan persenjataan
dengan sistem serang canggih di barat
dan selatan negara ini. Satunya adalah
rudal Iskander di wilayah Kalinigrad.
Hal itu kami lakukan agar bisa
menghancurkan semua sistem
pertahanan rudal AS di Eropa,” kata
Medvedev seperti dilansir dari kantor
berita CNN, Rabu (23/11) .
Ancaman Medvedev ini dilayangkan
menyusul rencana NATO membangun
pusat pertahanan rudal di beberapa
negara Eropa, di antaranya Polandia,
Rumania dan Turki. NATO mengatakan
sistem pertahanan yang rampung
2020 dimaksudkan mengantisipasi
serangan dari Timur Tengah, seperti
Iran, bukan untuk menyerang Rusia.
NATO telah meminta Rusia untuk
bergabung dalam program tersebut.
Namun, Rusia tidak puas dengan
negosiasi yang dilakukan. Medvedev
khawatir sistem pertahanan rudal
akan digunakan untuk menyerang
senjata nuklir Rusia yang menjadi
andalan negara tersebut sejak
berakhirnya Perang Dingin.
Dia menginginkan perjanjian hukum
tertulis untuk mencegah hal itu. AS
dan NATO menjamin persenjataan
tidak akan digunakan untuk
menyerang Rusia. Namun, AS
menyatakan tidak dapat mengeluarkan
dokumen yang mengikat. AS
mengatakan, dokumen itu hanya akan
membatasi kinerja sistem pertahanan
dalam menjalankan fungsinya.
Langkah Rusia ini mengancam
perjanjian baru mengenai kendali
senjata dengan AS yang
ditandatangani Barack Obama dan
Medvedev tahun lalu. Perjanjian
START (Strategic Arms Reduction
Treaty) adalah perjanjian kedua
negara untuk mengurangi tindakan
agresif dan penggunaan senjata.
Perjanjian sebelumnya ditandatangani
oleh Presiden AS George Bush dan
Presiden Rusia Mikhail Gorbachev
pada Juli 1991.
“Kondisi di mana perjanjian START
dibatalkan, dan opsi kali ini merupakan
yang tercantum dalam perjanjian,”
katanya.
Ancaman Presiden Rusia Dmitry
Medvedev akan menghancurkan
sistem pertahanan rudal NATO di
Eropa jika AS terus mengabarkannya.
Pihak Gedung Putih mengatakan
program yang dijadwalkan rampung
pada 2020 tersebut tetap akan
berjalan.
Juru bicara dewan keamanan nasional
di Gedung Putih, Tommy Vietor,
berusaha meyakinkan bahwa program
pertahanan rudal yang tengah
dibangun tidak akan membahayakan
nuklir Rusia. “Pada berbagai
kesempatan kami sudah menjelaskan
ke Rusia, bahwa sistem pertahanan
rudal di Eropa tidak akan mengancam
pertahanan Rusia,” kata Vietor, dilansir
dari Reuters.
Proses pembangunan sistem
pertahanan masih terus dilakukan di
Eropa timur, tidak peduli ancaman
Rusia. NATO dan AS membangun
sistem pertahanan rudal berbasis
darat dan laut, yaitu SM-3
interceptors, di Polandia, Rumania dan
Spanyol. Sementara sistem radar akan
dipusatkan di Turki.
Pembangunan sistem ini dilakukan
secara bertahap. Saat ini sistem
pertahanan rudal dilakukan AS dari
kapal induk di lautan. Pada tahun
2015, basis sistem pertahanan sudah
berdiri di empat negara tersebut.
Tahap ketiga dan keempat akan
dilakukan hingga rampung pada 2020.
(bbs/jpnn) sumber harian sumutpos

Cetak Biru Pertahan RI tidak berubah

Cetak biru pertahanan RI tidak
berubah
Jumat, 25 November 2011 17:25 WIB |
Dibaca 798 kali
Jakarta (ANTARA
News) - Menteri
Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro
menegaskan bahwa cetak biru
pertahanan RI tidak akan berubah
terkait kebijakan pemerintahan Barack
Obama untuk menempatkan pasukan
marinirnya di Darwin, Australia.
"Keberadaan pasukan AS tak seperti
dikhawatirkan banyak orang dan tak
akan mengubah blueprint pertahanan
kita. Keberadaan mereka justru bisa
membantu menguatkan pasukan kita,"
katanya seusai memimpin rapat Komite
Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) di
Kementerian Pertahanan di Jakarta,
Jumat.
Purnomo menjelaskan bahwa
penempatan personel AS di Darwin
akan dilakukan secara bertahap. Untuk
tahap pertama akan diterjunkan 250
prajurit. "Para prajurit inilah yang nanti
berkomitmen untuk latihan operasi
bersama. Jadi keberadaan mereka
dapat menjadi mitra dalam latihan
operasi bersama," kata Menhan.
"Dan penempatan ini juga tidak akan
mengubah rencana pemenuhan
kekuatan pokok minumum ( minimum
essential forces/MEF) ," ungkap
Purnomo menambahkan.
Sebelumnya Presiden AS Barack Obama
dalam rangkaian kunjungannya di Asia
Pasifik menegaskan AS akan
memantapkan pengaruhnya di kawasan
tersebut.
Langkah nyata yang dilakukan Obama
dengan membuat kesepakatan dengan
Perdana Menteri Australia Julia Gillard
untuk memperluas kerja sama militer
kedua negara salah satunya dengan
menempatkan sekitar 2.500 marinir AS
di Darwin.
Penempatan marinir AS di Darwin juga
disinggung dalam pertemuan bilateral
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
dengan Presiden AS Barack Obama di
sela-sela KTT ke-19 ASEAN.
Juru bicara kepresidenan bidang luar
negeri Teuku Faizasyah yang hadir
dalam pertemuan bilateral kedua
kepala negara itu mengatakan, dalam
penjelasannya Obama menyampaikan
bahwa kehadiran marinir di Darwin
dalam konteks hubungan bilateal AS
dan Australia.
"Dan dalam hal itu, tidak terpaku pada
satu kepentingan saja. Tetapi
bagaimana kerja sama itu dapat
diperluas menjadi pelatihan dan kerja
sama militer dengan salah satu negara
mitra utama AS," katanya.
Tentang kemungkinan kebijakan itu
mengancam kedaulatan dan
kepentingan Indonesia, Faizasyah
mengatakan, "Itu harus dilihat secara
komprehensif. Indonesia memiliki kerja
sama dalam mekanisme kemitraan
strategis baik dengan AS maupun
Australia, sehingga atas kerja sama itu,
maka kehadiran militer AS di Australia
tidak akan mengancam kedaulatan
Indonesia".

Thursday, November 24, 2011

Rusia Ancam Hancurkan Rudal NATO di Eropa


Rusia khawatir rudal NATO akan digunakan untuk menyerang senjata nuklir mereka.

Kamis, 24 November 2011, 10:27 WIB
Denny Armandhanu
Presiden Rusia, Dmitry Medvedev (Reuters Photo)

VIVAnews - Presiden Rusia Dmitry Medvedev menegaskan akan menembakkan rudal untuk menghancurkan sistem pertahanan rudal NATO di Eropa, tanpa memedulikan perjanjian yang telah diteken dengan Amerika Serikat. Langkah ini akan diambil jika tuntutan Rusia soal sistem pertahanan NATO tetap diacuhkan.

Medvedev mengatakan, Rusia akan menembakkan rudal balistik baru berkemampuan lebih canggih dalam menembus sistem pertahanan musuh. Rusia juga akan mematikan sistem anti-rudal yang dimiliki oleh NATO dan AS. Jika ini gagal, maka Medvedev punya rencana B.

"Jika gagal, Rusia akan menurunkan persenjataan dengan sistem serang canggih di barat dan selatan negara ini. Salah satunya adalah rudal Iskandar di wilayah Kalinigrad. Hal ini kami lakukan agar dapat menghancurkan semua sistem pertahanan rudal AS di Eropa," kata Medvedev dalam sebuah siaran langsung, dilansir dari kantor berita CNN, Rabu 23 November 2011.

Ancaman Medvedev ini dilayangkan menyusul rencana NATO membangun pusat pertahanan rudal di beberapa negara Eropa, di antaranya Polandia, Rumania dan Turki. NATO mengatakan bahwa sistem pertahanan yang rampung 2020 ini dimaksudkan untuk mengantisipasi serangan dari Timur Tengah, seperti Iran, bukan untuk menyerang Rusia.

NATO telah meminta Rusia untuk bergabung dalam program tersebut. Namun, Rusia tidak puas dengan negosiasi yang dilakukan. Medvedev khawatir sistem pertahanan rudal ini akan digunakan untuk menyerang senjata nuklir Rusia yang menjadi andalan negara tersebut sejak berakhirnya Perang Dingin.

Medvedev menginginkan adanya perjanjian hukum tertulis untuk mencegah hal itu. AS dan NATO menjamin persenjataan itu tidak akan digunakan untuk menyerang Rusia. Namun, AS menyatakan tidak dapat mengeluarkan dokumen yang mengikat. AS mengatakan, dokumen itu hanya akan membatasi kinerja sistem pertahanan dalam menjalankan fungsinya.

Langkah Rusia ini mengancam perjanjian baru mengenai kendali senjata dengan AS yang ditandatangani Barack Obama dan Medvedev tahun lalu. Perjanjian START (Strategic Arms Reduction Treaty) adalah perjanjian kedua negara untuk mengurangi tindakan agresif dan penggunaan senjata. Perjanjian ini sebelumnya ditandatangani oleh Presiden AS George Bush dan Presiden Rusia Mikhail Gorbachev pada Juli 1991.

"Terdapat kondisi dimana perjanjian START dibatalkan, dan opsi kali ini merupakan yang tercantum dalam perjanjian," kata Medvedev. (umi)

• VIVAnews

Krisis Rudal, Rusia Ancam AS dan NATO


Rudal-rudal canggih Rusia ditempatkan pada posisi siap serang. AS dan NATO jadi target.

Kamis, 24 November 2011, 21:13 WIB
Denny Armandhanu

VIVAnews - Rudal-rudal canggih Rusia ditempatkan pada posisi siap serang. Militer Rusia juga akan dipaksa putar otak, mencari tahu cara melumpuhkan sistem pertahanan musuh. Beruang Merah tampaknya marah, tidurnya terganggu oleh rencana Paman Sam di Eropa.

Kemarahan Rusia ditegaskan oleh Presiden Dmitry Medvedev dalam pernyataannya Rabu waktu setempat. Pemerintahnya menolak rencana Amerika Serikat dan NATO membangun sistem pertahanan rudal (anti-ballistic missile defense/ABM) di beberapa negara di Eropa Timur. NATO berdalih, sistem yang akan rampung 2020 ini demi melindungi sekutu-sekutu AS dari serangan Iran.

Saat ini proses pembangunan tengah dilakukan di Polandia, Rumania, Spanyol. Sementara sistem radar akan dipusatkan di Turki. Untuk penghancur serangan rudal, NATO menggunakan SM-3 interceptors.

Medvedev khawatir, alih-alih pertahanan, rudal tersebut akan digunakan AS untuk mengincar persenjataan nuklir Rusia. Padahal, nuklir adalah salah satu kartu Rusia dalam mempertahankan diri pasca Perang Dingin yang berakhir 1991 lalu.

Tidak peduli terikat perjanjian pengurangan penggunaan senjata atau yang disebut START (Strategic Arms Reduction Treaty) dengan AS, Medvedev menyatakan pemerintahnya akan bertindak agresif jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Dalam siaran langsung di televisi, Medvedev mengatakan telah memberikan beberapa perintah kepada militer Rusia.

Pertama, kata Medvedev, dia telah memerintahkan Kementerian Pertahanan untuk menempatkan stasiun radar peringatan dini serangan rudal di Kalinigrad, daerah di Rusia yang berbatasan dengan Polandia. Stasiun ini akan segera memberian sinyal bahaya jika ada rudal yang meluncur menuju Rusia.

Kedua, Medvedev memerintahkan dipasangnya selubung pelindung di persenjataan nuklir Rusia. Ketiga, Medvedev memerintahkan dipasangnya rudal strategi balistik terbaru milik angkatan laut dan angkatan rudal strategis Rusia di sistem rudal penetrasi pertahanan. Rudal-rudal tersebut, katanya, memiliki hulu ledak baru yang lebih canggih dan efektif.

Keempat, Medvedev memerintahkan angkatan bersenjata Rusia untuk mengantisipasi langkah dan mencari cara melumpuhkan sistem data pertahanan dan pemandu rudal musuh. "Langkah ini sangat tepat, efektif dan lebih murah," kata Medvedev.

Kelima, langkah antisipasi jika semua langkah di atas tidak mampu mengubah niat NATO, Rusia akan menempatkan sistem serang yang modern di bagian Barat dan Selatan. Puncaknya, kata Medvedev, adalah peluncuran rudal Iskandar. "Langkah ini untuk memastikan bahwa kita mampu menghancurkan sistem pertahanan rudal AS di Eropa," tegasnya.

AS Tidak Mundur

Ancaman Medvedev ini tidak membuat AS mundur dari rencananya barang sejengkal pun. AS bersikeras ABM miliknya tidak akan membahayakan Rusia. "Dalam berbagai kesempatan kami telah menjelaskan kepada pemerintah Rusia, bahwa sistem pertahanan rudal di Eropa tidak akan dan tidak bisa mengancam pertahanan Rusia," kata Juru bicara dewan keamanan nasional di Gedung Putih, Tommy Vietor.

Kendati Rusia mengeluarkan ancaman yang tidak main-main, AS menanggapinya dengan santai. "Implementasinya berjalan sangat baik dan kami tidak melihat adanya ancaman untuk membatalkannya. Kami tidak akan membatasi atau mengubah rencana kami di Eropa," kata Vietto lagi.

Untuk menghindari agresi dan kedua pihak sama-sama senang sebetulnya tidak sulit. AS hanya harus memenuhi tuntutan Rusia dan NATO. AS sebagai penggagas dan pencipta ABM di Eropa menolak untuk menandatangani perjanjian tertulis dan mengikat berisikan jaminan bahwa Rusia tidak akan menjadi target serangan.

AS melalui Ellen Tauchser, Direktur Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional Kementerian Dalam Negeri AS, mengatakan AS bersedia memberikan jaminan tertulis, tapi tidak di bawah payung hukum.

"Kami tidak bisa memberikan komitmen yang mengikat, atau menyetujui pembatasan pertahanan rudal, yang akan mengganggu kami dalam mengatasi ancaman," kata Tauchser dalam Konferensi Pertahanan Rudal Dewan Atlantik di Washington bulan lalu.

Membuka Luka Lama

Sebenarnya kisruh sistem pertahanan rudal di Eropa adalah isu lama yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Vladimir Putin dan Presiden George Bush 2007 silam. Kala itu Putin mengajukan kepada AS sistem pertahanan rudal tunggal di Eropa. Dia juga menawarkan AS untuk menggunakan radar Rusia di Gabala, Azerbaijan, yang disewa dari pemerintah Baku.

AS menerima tawaran Rusia tersebut. Selain radar di Gabara, AS juga dapat menggunakan fasilitas radar di Armavir, Selatan Rusia. Namun Rusia memiliki sebuah persyaratan: AS harus membatalkan rencana mengirim rudal pengalih ke Polandia dan pembangunan radar di Republik Ceko. Syarat inilah yang ditolak pemerintah Washington. Proyek anti-rudal kedua negara terhenti. Hubungan kedua negara renggang.

Barulah pada tahun 2010, Presiden Obama berusaha untuk memulai kembali dari nol hubungan Rusia. Salah satu tindak lanjutnya, Obama dan Medvedev memperbarui kembali Perjanjian START. Sebelumnya, perjanjian ini pernah ditandatangani oleh Presiden AS George Bush dan Presiden Rusia Mikhail Gorbachev pada Juli 1991, dan kadaluarsa pada 2009.

Pemerintahan Obama tidak lagi mempermasalahkan rudal di Polandia dan radar di Ceko, namun membuat proyek yang lebih besar, yaitu sistem pertahanan Eropa di bawah NATO. Konfigurasi sistem ini masih dirahasiakan. Disebut-sebut, sistem di Eropa adalah misi Pentagon untuk membuat sistem anti-rudal global.

Ketegangan sudah terlihat ketika Medvedev bertemu Obama pada pertemuan APEC di Honolulu, Hawaii, awal November lalu. Keduanya mengaku pembicaraan soal sistem perlindungan rudal tidak menemukan jalan keluar. Medvedev telah memberikan sinyal akan membuat sistem pertahanan rudal sendiri atau meneruskan perlombaan pembuatan senjata, berarti Perang Dingin akan dimulai kembali.

Jika sudah demikian, maka perjanjian START akan secara otomatis dibatalkan. Namun, Medvedev sepertinya sudah mengantisipasi hal ini. "Terdapat kondisi dimana perjanjian START dibatalkan, dan opsi kali ini merupakan yang tercantum dalam perjanjian," kata Medvedev. (Reuters, CNN, Voice of Russia) (eh)

• VIVAnews

India Unveiled Details of the Fighter Based on the PAK FA


24 November 2011

Artist's impression about PAK-FA in Indian colour scheme (image : Livefist/Parijat Gaur)

Indian aircraft maker Hindustan Aeronautics published a few promising fighter specifications FGFA (Fifth Generation Fighter Aircraft), created in cooperation with Russia on the basis of combat aircraft T-50 (PAK FA). According to the description, the Indian version of the aircraft will be network-centric and will act in a group with other FGFA even in areas with "poor communication".

FGFA length was 22.6 meters, height - 5.9 meters, and maximum takeoff weight - 34 tons. The aircraft will be able to fly to a distance of 3.88 kilometers and a speed of two Mach numbers (2.3 thousand kilometers per hour). Will be installed on FGFA engines with thrust vector control management and a maximum deviation of the nozzles 15 degrees.

Each of the two engines of the fighter will be able to develop a thrust of 1,400 kilograms-force (13.7 kilonewton). Probably, this parameter contains an error. For comparison, the turbojet engine AL-41F1S (installed on the Su-35s) is capable of a thrust of 8.8 thousand kilograms-force, and 15 000 pounds-force in regime afterburner.

At the end of September 2011 it became known that the command of the Indian Air Force has selected engines for future fighter aircraft, but did not specify what kind. Reported only that the power plants will be stronger for FGFA AL-41F1 ("Item 117"), intended for prospective fighter T-50.

FGFA will be able to fly at supersonic speed in cruise mode, and maneuver at supersonic speed. In the inner compartment of the fighter can be placed in a mass of weapons to 2.25 tons, and on external pylons - weighing up to 5.75 tonnes. Indian fighter jet fuselage will be made with the use of stealth technology. It should be noted that the development of FGFA in the design stage, so many options listed HAL, can change in one direction or another.Specifications PAK FA until classified.

The contract for the joint development of FGFA was signed by Russia and India in late 2010. Indian version of the aircraft will be established on the basis of the PAK FA, but it will be different from the last version with a single and a double cockpit, engines and airborne equipment. Earlier it was reported that the first flight is scheduled for FGFA 2015. Indian Air Force is going to adopt a 250 fighter FGFA.

Hindustan Aeronautics Limited
Fifth Generation Fighter Aircraft (FGFA)


The proposed FGFA will have air combat superiority, high tactical capability, group action capability in the regions even with poor communication support. The aircraft will have advanced features like

 Increased Stealth - Low radar cross-section (RCS), Internal deployment of weaponry
 Supersonic cruise and supersonic maneuvering capability
 Data link and network centric warfare capability.

Technical Parameters
-Length : 22.6 m
-Height : 5.9 m
-MTOW : 34 Ton
-Range : 3880 km
-Speed : 2 Mach
-Max Weapon Load : 2.25 Ton (Int.) & 5.75 Ton (Ext)
-Thrust Vectoring : With Jet Nozzle (±15 º)
-Engine Thrust : 2X1400 kgf

FGFA will be co-developed with Russians. Sukhoi Design Bureau (SDB) has been selected as the Russian agency for this development project.

BERITA POLULER