Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad menyatakan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah mempertaruhkan kredibilitasnya dengan klaim irasional AS, seraya menegaskan bahwa bangsa Iran tidak akan mundur "barang sejengkal pun."
Berpidato di hadapan masyarakat di Provinsi Chaharmahal Bakhtiari, Rabu (9/11) Ahmadinejad mengatakan bahwa musuh-musuh Iran tidak mengantongi apapun dari permusuhan mereka dengan Iran selama puluhan tahun.
Menyinggung laporan Dirjen IAEA, Yukiya Amano tentang program nuklir sipil Iran, yang dibagikan kepada 35 anggota Dewan Gubernur IAEA, Selasa malam (8/11), Ahmadinejad mengatakan, "Dengan melanjutkan langkah-langkah seperti itu apakah Anda mencapai sesuatu selain kesengsaraan dan cela bagi diri Anda sendiri?"
Dalam laporannya, IAEA menuding Iran melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir sebelum tahun 2003, dan mengklaim bahwa kegiatan ini "diperkirakan masih berlanjut."
Laporan itu dirilis setelah kunjungan Amano ke Washington guna berdialog dengan para pejabat AS sebelum publikasi laporannya. Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang objektivitas dan netralitas Amano.
Ahmadinejad juga menyoal motif Amano dalam menghancurkan kredibilitas IAEA dengan mengusung klaim tak berdasar AS.
Presiden Iran itu juga bersumpah bahwa bangsa Iran tidak akan mundur "barang sejengkal pun" dari jalan yang telah dipilih.
Pasca perilisan laporan Amano, AS, Israel dan beberapa negara Barat menekankan pemberlakuan sanksi lebih berat anti-Iran.
Selasa (8/11) Perancis mengancam siap untuk memberlakukan "sanksi yang belum pernah dilakukan sebelumnya" jika Iran menolak mereaksi tuntutan masyarakat internasional atas program nuklirnya.
Rabu (9/11), Perdana Menteri Inggris, William Hague, mengemukakan "langkah-langkah tambahan terhadap sektor keuangan Iran, sektor minyak dan gas, serta penentuan daftar para pejabat dan individu yang terlibat dengan program nuklir Iran."
Di lain pihak, Rusia menentang keras langkah-langkah pemaksaan terhadap Republik Islam, dan menyatakan, "Setiap sanksi tambahan terhadap Iran akan dipahami oleh masyarakat internasional sebagai alat untuk mengubah rezim di Tehran." Hal itu dikemukakan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov pada hari Rabu.
Ditambahkannya, "Pendekatan seperti ini tidak dapat kami terima, dan Rusia tidak akan meninjau proposal tersebut."
Dalam sepekan terakhir, AS dan rezim Zionis Israel kembali gencar melontarkan retorika agresif mereka terhadap Iran. Pada 6 November, Presiden Israel, Shimon Peres, mengancam bahwa kemungkinan serangan terhadap Republik Islam semakin menguat.
Namun para pejabat Iran meresponnya dengan janji balasan yang cepat dan destruktif terhadap segala bentuk serangan dan memperingatkan bahwa setiap aksi militer akan menyulut perang besar yang akan menyebar hingga ke luar wilayah Timur Tengah.
IRIB
Berpidato di hadapan masyarakat di Provinsi Chaharmahal Bakhtiari, Rabu (9/11) Ahmadinejad mengatakan bahwa musuh-musuh Iran tidak mengantongi apapun dari permusuhan mereka dengan Iran selama puluhan tahun.
Menyinggung laporan Dirjen IAEA, Yukiya Amano tentang program nuklir sipil Iran, yang dibagikan kepada 35 anggota Dewan Gubernur IAEA, Selasa malam (8/11), Ahmadinejad mengatakan, "Dengan melanjutkan langkah-langkah seperti itu apakah Anda mencapai sesuatu selain kesengsaraan dan cela bagi diri Anda sendiri?"
Dalam laporannya, IAEA menuding Iran melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir sebelum tahun 2003, dan mengklaim bahwa kegiatan ini "diperkirakan masih berlanjut."
Laporan itu dirilis setelah kunjungan Amano ke Washington guna berdialog dengan para pejabat AS sebelum publikasi laporannya. Hal itu menimbulkan pertanyaan tentang objektivitas dan netralitas Amano.
Ahmadinejad juga menyoal motif Amano dalam menghancurkan kredibilitas IAEA dengan mengusung klaim tak berdasar AS.
Presiden Iran itu juga bersumpah bahwa bangsa Iran tidak akan mundur "barang sejengkal pun" dari jalan yang telah dipilih.
Pasca perilisan laporan Amano, AS, Israel dan beberapa negara Barat menekankan pemberlakuan sanksi lebih berat anti-Iran.
Selasa (8/11) Perancis mengancam siap untuk memberlakukan "sanksi yang belum pernah dilakukan sebelumnya" jika Iran menolak mereaksi tuntutan masyarakat internasional atas program nuklirnya.
Rabu (9/11), Perdana Menteri Inggris, William Hague, mengemukakan "langkah-langkah tambahan terhadap sektor keuangan Iran, sektor minyak dan gas, serta penentuan daftar para pejabat dan individu yang terlibat dengan program nuklir Iran."
Di lain pihak, Rusia menentang keras langkah-langkah pemaksaan terhadap Republik Islam, dan menyatakan, "Setiap sanksi tambahan terhadap Iran akan dipahami oleh masyarakat internasional sebagai alat untuk mengubah rezim di Tehran." Hal itu dikemukakan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov pada hari Rabu.
Ditambahkannya, "Pendekatan seperti ini tidak dapat kami terima, dan Rusia tidak akan meninjau proposal tersebut."
Dalam sepekan terakhir, AS dan rezim Zionis Israel kembali gencar melontarkan retorika agresif mereka terhadap Iran. Pada 6 November, Presiden Israel, Shimon Peres, mengancam bahwa kemungkinan serangan terhadap Republik Islam semakin menguat.
Namun para pejabat Iran meresponnya dengan janji balasan yang cepat dan destruktif terhadap segala bentuk serangan dan memperingatkan bahwa setiap aksi militer akan menyulut perang besar yang akan menyebar hingga ke luar wilayah Timur Tengah.
IRIB