Pages

Tuesday, September 13, 2011

Indonesia-Serbia Teken Kerja Sama Militer



Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro (kiri) berjalan bersama Menhan Serbia Dragan Sutanovac (kanan) saat upacara penyambutan di halaman Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (13/9). Kunjungan tersebut dalam rangka menjalin hubungan bidang pertahanan meliputi kebijakan strategi, logistik, pendidikan dan pelatihan, serta industri pertahanan. (Foto: ANTARA/Yudhi Mahatma/Koz/Spt/11)

13 September 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Pemerintah Indonesia dan Serbia sepakat meningkatkan hubungan bilateral di bidang pertahanan. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Menteri Pertahanan kedua negara Purnomo Yusgiantoro dan Dragan Sutanovac.

"Kerja sama ini merupakan lanjutan kerja sama yang sudah ditandatangani pada 2005 lalu. Namun ada beberapa item perbaikan yang disetujui dan ditandatangni ulang," ujar Pramono di kantornya, Selasa 13 September 2011.

Kesepakatan yang ditandatangani di antaranya di bidang kebijakan strategis pertahanan, logistik, kerja sama industri pertahanan, pendidikan, dan pelatihan militer. Dalam bentuk konkretnya kerja sama kedua negara, menurut Purnomo, di antaranya pertukaran intelijen, pertukaran pengalaman dan konsultasi, program pelatihan dan pendidikan.

Hal lain yang menurut Pramono dinilai sangat penting adalah pengadaan alutsista yang meliputi teknologi dan bantuan teknis kerja sama industri pertahanan. "Kerjaama ini untuk mengembangkan alutista kita yang sudah 13 tahun ketinggalan dan jadi bagian reformasi jilid dua," ujar Purnomo.

Menurut Purnomo, peningkatan kerja sama dengan Serbia didasarkan pada teknologi dan mutu hasil industri pertahanan negara pecahan Uni Soviet itu sesuai dengan standar internasional, yaitu NATO. Terbukti dengan adanya beberapa produsen amunisi dari negara-negara lain seperti Belgia, Spanyol, dan Malaysia yang membeli komponen tertentu dari industri pertahanan Serbia. "Keunggulan pabrik senjata dan amunisi Serbia dapat dimanfaatkan sebagai alternatif penjajakan kerja sama alih teknologi dengan industri pertahanan RI," ujarnya.

Menteri Pertahanan Serbia Dragan Sutanovac menyatakan sangat menyambut positif kerja sama ini. Sejak dilakukan kerja sama militer pada 1946, dia menyebutkan hubungan kerja sama militer RI-Serbia sudah berjalan baik. "Kami percaya dengan kerja sama ini akan hubungan kedua negara akan lebih baik," lanjutnya.

Menurut Dragan, selain soal industri pertahanan, Serbia juga akan fokus pada pengembangan rumah sakit militer. Apalagi, kata Dragan, rumah sakit militer di Serbia termasuk yang terbaik di dunia. "Kami juga ingin bekerja sama dalam pengembangan industri kesehatan militer di Indonesia," ujarnya.

Kerja sama bidang kesehatan ini dibenarkan oleh Purnomo. Kerja sama nantinya bisa berupa pelatihan dokter.

Sumber: TEMPO Interaktif

Indonesia-Serbia Teken Kerja Sama Militer



Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro (kiri) berjalan bersama Menhan Serbia Dragan Sutanovac (kanan) saat upacara penyambutan di halaman Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa (13/9). Kunjungan tersebut dalam rangka menjalin hubungan bidang pertahanan meliputi kebijakan strategi, logistik, pendidikan dan pelatihan, serta industri pertahanan. (Foto: ANTARA/Yudhi Mahatma/Koz/Spt/11)

13 September 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Pemerintah Indonesia dan Serbia sepakat meningkatkan hubungan bilateral di bidang pertahanan. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Menteri Pertahanan kedua negara Purnomo Yusgiantoro dan Dragan Sutanovac.

"Kerja sama ini merupakan lanjutan kerja sama yang sudah ditandatangani pada 2005 lalu. Namun ada beberapa item perbaikan yang disetujui dan ditandatangni ulang," ujar Pramono di kantornya, Selasa 13 September 2011.

Kesepakatan yang ditandatangani di antaranya di bidang kebijakan strategis pertahanan, logistik, kerja sama industri pertahanan, pendidikan, dan pelatihan militer. Dalam bentuk konkretnya kerja sama kedua negara, menurut Purnomo, di antaranya pertukaran intelijen, pertukaran pengalaman dan konsultasi, program pelatihan dan pendidikan.

Hal lain yang menurut Pramono dinilai sangat penting adalah pengadaan alutsista yang meliputi teknologi dan bantuan teknis kerja sama industri pertahanan. "Kerjaama ini untuk mengembangkan alutista kita yang sudah 13 tahun ketinggalan dan jadi bagian reformasi jilid dua," ujar Purnomo.

Menurut Purnomo, peningkatan kerja sama dengan Serbia didasarkan pada teknologi dan mutu hasil industri pertahanan negara pecahan Uni Soviet itu sesuai dengan standar internasional, yaitu NATO. Terbukti dengan adanya beberapa produsen amunisi dari negara-negara lain seperti Belgia, Spanyol, dan Malaysia yang membeli komponen tertentu dari industri pertahanan Serbia. "Keunggulan pabrik senjata dan amunisi Serbia dapat dimanfaatkan sebagai alternatif penjajakan kerja sama alih teknologi dengan industri pertahanan RI," ujarnya.

Menteri Pertahanan Serbia Dragan Sutanovac menyatakan sangat menyambut positif kerja sama ini. Sejak dilakukan kerja sama militer pada 1946, dia menyebutkan hubungan kerja sama militer RI-Serbia sudah berjalan baik. "Kami percaya dengan kerja sama ini akan hubungan kedua negara akan lebih baik," lanjutnya.

Menurut Dragan, selain soal industri pertahanan, Serbia juga akan fokus pada pengembangan rumah sakit militer. Apalagi, kata Dragan, rumah sakit militer di Serbia termasuk yang terbaik di dunia. "Kami juga ingin bekerja sama dalam pengembangan industri kesehatan militer di Indonesia," ujarnya.

Kerja sama bidang kesehatan ini dibenarkan oleh Purnomo. Kerja sama nantinya bisa berupa pelatihan dokter.

Sumber: TEMPO Interaktif

Monday, September 12, 2011

Kasal: Minimun Indonesia Punya Enam Kapal Selam



 

Kapal Selam kelas lada dan kilo dari russia


Pemerintahan SBY berencana mengakuisisi empat kapal selam baru, dua kapal selam buatan Rusia dan dua kapal selam kandidat kuat buatan Korea Selatan.

12 September 2011, Jakarta (ANTARA News): Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Soeparno mengatakan minimum Indonesia memiliki enam kapal selam sebagai alat utama sistem senjata strategis, sekaligus memberikan efek tangkal.

"Ya minimum kita bisa punya enam," katanya, usai melantik Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat dan Panglima Komando Lintas Laut Militer di Jakarta, Senin.
ROK Lee Okg SS-071, kapal selam kelas Chang Bogo ke-9 milik AL Korsel. 

Ia mengatakan, pihaknya telah mengajukan pengadaan dua kapal selam baru untuk menambah kekuatan strategis matra laut. "Prosesnya kini masih terus berjalan di Kementerian Pertahanan, dan diharapkan pada 2014 kapal itu sudah kami terima," ujar Kasal, menambahkan.

Pengadaan dua unit kapal selam itu dibiayai fasilitas Kredit Ekspor (KE) senilai 700 juta dolar Amerika Serikat yang diperoleh dari fasilitas pinjaman luar negeri di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2004-2009.

Pada tender pertama, dari empat negara produsen kapal selam yang mengajukan tawaran produk mereka, seperti Jerman, Prancis, Korea Selatan, dan Rusia, TNI Angkatan Laut telah menetapkan dua negara produsen sesuai kebutuhan yaitu Korea Selatan dan Rusia.

Kasal Soeparno memastikan pengadaan dua kapal selam tersebut akan dilengkapi langsung oleh perlengkapan dan persenjataannya. "Jadi tidak sekadar kapal selam saja, tanpa persenjataan atau perlengkapan yang mendukung," katanya, menegaskan.

Indonesia saat ini memiliki KRI Cakra dan KRI Nanggala yang merupakan hasil produksi Jerman kelas U 209/1300 pada 1981.

Sumber: ANTARA News

Indonesia Gandeng Eropa dalam Persenjataan




12 September 2011, Jakarta (ANTARA News): Sekarang masanya aliansi dengan negara maju dalam bidang apa saja. Indonesia juga akan menempuh aliansi industri pertahanan itu dengan tiga negara Eropa anggota NATO, yaitu Spanyol, Jerman, dan Perancis.

Ketiga negara itu --sangat jelas-- bukan negara kemarin sore dalam rancang bangun persenjataan; mereka sudah ratusan tahun mengembangkan basis teknologi persenjataan masing-masing. Tidak ada istilah jalan pintas alias short cut.

Spanyol ternama soal persenjataan ringan dan pesawat terbang transport, Jerman soal persenjataan infantri, meriam, dan teknologi metalurgi dan material.

Mandiri adalah motto ringkas Perancis dalam pertahanan negaranya. Simak performansi senapan 5,56 milimeter F1 FAMAS, seri-seri Mirage dan Rafale, hingga kapal induk serang kelas Mistral dan Ouragan. Ingat MM-40 Blok 3 Exocet? Itu buatan Perancis dan kita beli juga seri awalnya karena jauh lebih murah.

Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, di Jakarta, sesaat sebelum memulai kunjungannya ke Eropa, Senin, mengatakan kerja sama Indonesia secara bilateral dengan masing-masing ketiga negara itu telah lama terjalin.

"Namun, Indonesia ingin memantapkan kembali bentuk kerja sama itu kearah produksi dan pemasaran bersama sehingga dapat mendukung kemandirian industri pertahanan nasional," katanya.

Contohnya jelas, PT Dirgantara Indonesia telah menjalin kerja sama dengan CASA Spanyol yang kini bernama European Aeronatic Defense and Space Company (EADS), sebuah perusahaan dirgantara besar Eropa. Yang paling jelas adalah pembuatan NC-212 Aviocar (kini C-212 seri 200) dan CN-235.

Kini hal itu akan dikembangkan dalam pembuatan pesawat transportasi ringan C-295, yang dikembangkan dari basis CN-235 itu. Dengan sejumlah perkuatan struktur, mesin, dan sistem pendaratannya, maka C-295 bisa diubah menjadi pesawat peringatan dini dan dipasangi radome laiknya EC-3 Sentry atau Hawkeye.

"C-295 ini memiliki kapabilitas dan kapasitas melebihi CN-235. Nah... kita ingin jajaki kemungkinan produksi bersama, pemasaran bersama dan investasi bersama antara Indonesia dengan Spanyol, Jerman, Prancis yang terlibat dalam EADS," katanya.

Sjafrie mengemukakan pada kesepakatan awal PT DI memperoleh porsi 40 persen untuk kandungan setempat komponen pesawat tersebut. Ngomong-ngomong, PT DI sudah lama mendapat kontrat pengadaan komponen flap dan slat Airbus A-330 dari Airbus Industrie.

Artinya, kualitas buatan Indonesia itu diakui dunia namun pemerintah agaknya tidak mau memfokuskan pembangunan industri strategis yang berperan vital itu. Dengan begitu, para insinyur andal Indonesia tidak harus berkelana ke mana-mana sampai-sampai yang mengambil manfaat keahlian mereka adalah negara pesaing belaka.

Sumber: ANTARA News

Sunday, September 11, 2011

PT DI BISA MEMENUHI PRODUKSI C-295


The C-295 is 3m longer than the CN-235 seen here in the background


JAKARTA, KOMPAS.com — Pasar internasional membutuhkan sekitar 300 unit pesawat angkut militer kelas menengah hingga tahun 2019. PT Dirgantara Indonesia (Persero) bisa memenuhi kebutuhan dunia itu dengan dua jenis pesawat yang sudah dapat mereka produksi, yakni tipe C295 dan kelas CN235.
Demikian isi dokumen Supplement Business Plan PT DI Tahun 2011-2015 yang diterima Kompas di Jakarta, Minggu (11/9/2011). Dokumen ini secara resmi telah dipublikasikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta pada 8 September 2011.
Perkiraan tentang kebutuhan pesawat militer yang dihitung Douglas Royce menunjukkan bahwa produksi pesawat angkut militer ukuran medium pada satu dekade ke depan diperkirakan mencapai 9 miliar dollar AS atau sekitar Rp 76,5 triliun. Pesawat yang masuk ke dalam kelas medium ini, antara lain, Alenia Aeronautica C27J, EADS CASA CN235, dan C-295.
Douglas Royce juga memperkirakan produksi pesawat C-295 hingga 2019 akan mencapai 110 unit. Selain itu, untuk tipe CN-235 diperkirakan akan diproduksi 65-70 unit. Selain untuk alat transportasi, konsumen juga memanfaatkan kedua jenis pesawat tersebut untuk kebutuhan patroli laut.
Jenis-jenis pesawat dibagi atas tiga kelas. Pertama, kelas alat angkut ringan atau yang memiliki bobot pada saat lepas landas (MTOW) di bawah 20.000 lbs. Kedua, alat angkut medium dengan MTOW 20.000-80.000 lbs. Ketiga, pesawat pengangkut kelas berat dengan MTOW di atas 80.000 lbs. (1 lbs setara 453 gram).
Perkiraan yang dibuat tahun 2010 menunjukkan bahwa hingga 2019 akan ada 510 pesawat militar kelas berat yang akan diproduksi. Adapun pesawat militer kelas medium akan dihasilkan 300 unit, sedangkan pesawat angkut militer kelas ringan mencapai 90 unit.

KOMPAS

Panglima Armada Barat dan Panglima Komando Lintas Laut Militer dilantik



Senin, 12 September 2011 10:07 WIB | 495 Views
Sejumlah kapal perang RI melakukan formasi tempur saat berlayar di Laut Jawa, Senin (18/4). Sebanyak 19 KRI TNI-AL mengikuti Operasi Jala Perkasa dan latihan penembakan peluru kendali Yakhont di Selat Sunda, Samudera Hindia. (FOTO ANTARA/Eric Ireng)
 ... Herdiawan menjadi pejabat yang menyerahkan jabatan sekaligus menerima jabatan baru dari atasannya itu...

Jakarta (ANTARA News) - Jajaran Komando Armada Indonesia Kawasan Barat dan Komando Lintas Laut Militer --keduanya komando utama TNI-_L-- punya panglima baru. Kedua pemimpin puncak TNI-AL itu dilantik Kepala Staf TNI-AL, Laksamana TNI Soeparno, di Jakarta, Senin.

Laksamana Muda TNI Didit Herdiawan dilantik menjadi  Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat menggantikan Laksamana Muda TNI Hari Bowo. Juga dilantik Laksamana Pertama TNI Agung Pramono sebagai Panglima Komando Lintas Laut Militer menggnikan Herdiawan.

Jadi, Herdiawan menjadi pejabat yang menyerahkan jabatan sekaligus menerima jabatan baru dari atas_nNya itu. Sementara juniornya, Pramono, beroleh jabatan promosi dan dalam waktu dekat akan meraih bintang kedua di epolet seragamnya.

Hampir semua pejabat puncak di segala lini TNI-AL dan sejawat dari Markas Besar TNI serta matra-matra lain TNI hadir dalam upacara di Markas Komando Armada Indonesia Kawasan Barat di Kawasan Gunung Sahari, Jakarta Pusat itu. 

Sebelum menjadi panglima, bekas ajudan Presiden Susilo Yudho_ono itu pun dipercaya sebagai Komandan Gugur tempur Laut Koarmabar (2009), Kepala Staf Koarmabar (2010) dan Panglima Komando Lintas Laut Militer pada 2010.

Herdiawan merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut Angkatan XXIX pada 1984 dan mengawali karir militernya sebagai Perwira Divisi AKS di KRI Ngurah Rai/344 pada 1985.

Selanjutnya dia menjadi Perwira Seksi Watpers Satkor Armatim (1988), Perwira Seksi Glapur Kolat Armatim (1994), Kasubdiv Evagiat Puslatlekdalsen Kodikal (1995), Kasubdis PBA Puslatlekdalsen Kodikal (1995), Palaksa KRI Lambung Mangkurat-374 (1996), dan Palaksa KRI Fatahillah-361 (1997).

Dilanjutkan Komandan KRI Nuku-373 (1997), Dirsesenbar Pusdiksopsla Kodikal (1999), Dirselapa Pusdikopsla Kodikal (2001), Danpuslatlekdalsen Kodikal (2002), Sahli Pang ?D? Jemen Koarmatim (2003 ), Asisten Operasi Danlantamal VIII Koarmatim (2003). 

Sumber : Antara

PT DI Bidik Peluang Pasar Alutsista TNI Rp 9,23 Triliun



11 September 2011

Helikopter anti kapal selam Eurocopter AS565 Panther untuk TNI AL (photo : Eurocopter)
Pemerintah Diharap Beli Pesawat PT DI Rp 9,23 Triliun

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintah diharapkan menegaskan komitmennya dalam mendorong penggunaan produk dalam negeri pada semua lini, termasuk pada produk pesawat militer.

Jika pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan, mengalihkan pembelian seluruh anggaran pesawat militernya ke dalam negeri, PT Dirgantara Indonesia (Persero) yakin dapat menyabet peluang pasar domestik senilai Rp 9,23 triliun.
"Target itu bisa dipenuhi jika pemerintah punya komitmen memakai produk dalam negeri," demikian kutipan isi dokumen Supplement Business Plan PT DI Tahun 2011-2015 halaman 44 yang diterimaKompas di Jakarta, Minggu (11/9/2011).
Dokumen ini secara resmi telah dipublikasikan dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR di Jakarta pada 8 September 2011.
Eurocopter AS-550 Fennec untuk TNI AD (photo : DefenseIndex)
Kebutuhan alat utama sistem persenjataan yang dapat dipenuhi PT DI dibagi dalam empat jenis. Pertama, produk pesawat terbang militer tipe CN235 MPA sebanyak 1 unit senilai Rp 350 miliar per unit pada 2012 untuk TNI Angkatan Udara.
Selain itu, juga bisa dibuatkan CN235 Patroli Maritim sebanyak tiga unit seharga masing-masing 30 juta dollar AS untuk TNI Angkatan Laut. Terakhir, pesawat pengganti F-27 dan NC-212 sebanyak 8 unit senilai 325 juta dollar AS untuk TNI Angkatan Udara tahun 2011.
Kedua, kelompok helikopter jenis BELL 412 EP tipe serbu sebanyak delapan unit bernilai 85 juta dollar AS pada tahun 2011 dan 2012 lalu BELL 412 EP tipe angkut delapan unit senilai 85 juta dollar AS. Selain itu, bisa juga dibuatkan helikopter jenis Fennec AS-550 sebanyak delapan unit seharga 90 juta dollar AS pada tahun 2011. Ketiganya ditawarkan kepada TNI Angkatan Darat.
Adapun helikopter yang ditawarkan ke TNI Angkatan Udara adalah helikopter jenis EC-725 Cougar Combat SAR sebanyak enam unit bernilai 200 juta dollar AS dan helikopter NAS-332 Super Puma sebanyak dua unit senilai Rp 370 miliar.

Airbus C295 sebagai pengganti pesawat F27 TNI AU (photo : Dimitri Jeostojic)

Sementara helikopter yang ditawarkan kepada TNI Angkatan Laut adalah tiga unit BELL 412 EP angkut sedang senilai 30 juta dollar AS dan satu unit AS-565 Panther AKS sebesar Rp 200 miliar.

Ketiga, PT DI juga siap menyediakan dua unit SUT Torpedo tipe 364 MKO untuk TNI Angkatan Laut senilai Rp 60 miliar (untuk penjualan tahun 2013-2014).

Keempat, PT DI juga bisa menyediakan satu paket simulator terjun payung untuk TNI Angkatan Darat senilai Rp 76 miliar.

Dengan demikian, total potensi pasar dalam negeri yang ingin digaet PT DI antara 2011-2014 adalah 905 juta dollar AS plus Rp 1,087 triliun. Itu setara Rp 9,23 triliun.

(Kompas)

Baca Juga :

PT DI Bidik Kontrak Rp 3,8 Triliun
11 September 2011

JAKARTA, KOMPAS.com — PT Dirgantara Indonesia (DI) membidik kontrak senilai Rp 3,831 triliun pada tahun 2012 atau meningkat dibandingkan nilai kontrak yang akan dikejar tahun 2011 sebesar Rp 2,61 triliun.

Badan usaha milik negara ini berharap nilai kontrak terbesar akan datang dari Direktorat Usaha Aircraft Integration, yakni Rp 3,015 triliun, yang merupakan lini bisnis utamanya.

Demikian isi dokumen Supplement Business Plan PT DI Tahun 2011-2015 yang diterima Kompas di Jakarta, Minggu (11/9/2011).

PT DI memiliki empat direktorat usaha, selain Aircraft Integration sebagai lini utama. Mereka juga memiliki Direktorat Usaha Aerostructure, Direktorat Usaha Aircraft Service, dan Direktorat Usaha Teknologi dan Pengembangan.

Pada tahun 2012, Direktorat Usaha Aerostructure diharapkan dapat menggaet kontrak senilai Rp 149 miliar, Direktorat Usaha Aircraft Service Rp 178 miliar, dan Direktorat Usaha Teknologi dan Pengembangan Rp 490 miliar.

Adapun pada tahun 2011 target kontrak masing-masing divisi adalah Direktorat Usaha Aircraft Integration senilai Rp 2,275 triliun, Direktorat Usaha Aerostructure Rp 137 miliar, Direktorat Usaha Aircraft Service Rp 120 miliar, dan Direktorat Usaha Teknologi dan Pengembangan Rp 78 miliar.

Dengan demikian, lonjakan nilai kontrak tertinggi secara persentase sebenarnya terjadi pada Direktorat Usaha Teknologi dan Pengembangan, yakni 5,2 kali lipat.

Business Plan PT DI tersebut diketahui dari target-target kontrak yang dikejar pada tahun 2013 mencapai Rp 3,431 triliun; lalu tahun 2014 Rp 3,714 triliun; dan Rp 3,764 triliun.

Dengan kontrak-kontrak itu, PT DI berharap memperoleh penerimaan senilai Rp 1,717 triliun pada tahun 2011, Rp 2,691 triliun pada tahun 2012, Rp 3,587 triliun tahun 2013, Rp 3,378 triliun tahun 2014, dan Rp 3,894 triliun pada tahun 2015.

Namun, untuk itu semua, PT DI membutuhkan investasi senilai Rp 138,04 miliar tahun 2011, tahun 2012 Rp 750,05 miliar, tahun 2013 Rp 110,15 miliar, tahun 2014 Rp 94,01 miliar, dan tahun 2015 Rp 10,2 miliar. Dengan demikian, total investasi yang dibutuhkan hingga 2015 mencapai Rp 1,102 triliun.

Investasi tersebut dibutuhkan agar seluruh kontrak dapat direalisasikan sebagai penjualan. Adapun target penjualan yang ingin diraih adalah Rp 1,3 triliun pada 2011, Rp 2,66 triliun pada tahun 2012, Rp 3,808 triliun pada tahun 2013, Rp 3,346 triliun pada tahun 2014, dan Rp 3,849 triliun pada 2015.

Direktorat Usaha Aircraft Integration merupakan usaha inti PT DI yang merupakan bagian yang memproduksi pesawat terbang dan helikopter. Adapun Direktorat Usaha Aerostructure memiliki kegiatan utama pembuatan komponen untuk mendukung bisnis Direktorat Usaha Aircraft Integration dan suku cadang pabrik lain.

Sementara Direktorat Usaha Aircraft Service memiliki kegiatan utama sebagai penyedia jasa perawatan pesawat, menyediakan komponen perbaikan, dan modifikasi pesawat, baik untuk pesawat PT DI maupun non-PT DI. Adapun Direktorat Usaha Teknologi dan Pengembangan merekayasa dan membuat rancang bangun pesawat terbang.

(Kompas

BERITA POLULER