Pages

Wednesday, September 7, 2011

Israel Marah Turki Akan Kirim Pasukan Perang



Para pejabat militer rezim Zionis memperingatkan keputusan Turki mengirim pasukan maritimnya guna mendukung kapal-kapal bantuan ke Jalur Gaza. Pusat informasi Palestina melaporkan, para panglima militer Zionis Israel setelah berdialog dengan Menteri Peperangan Zionis Israel, Ehud Barak, mengatakan, "Jika pemerintah Turki merealisasikan ancamannya dan mengirim pasukan angkatan laut ke dekat pantai Israel maka Ankara akan menerima konsekuensi yang berat."
Menlu Turki, Ahmet Davutoglu Jumat (2/9/) mengusir Dubes Israel dari Ankara, setelah publikasi laporan komite investigasi PBB yang membela penyerangan tentara Israel terhadap kapal Mavi Marmara. Turki juga membekukan semua kesepakatan militer dengan rezim Zionis dan menyatakan bahwa Ankara akan mengambil langkah-langkah yang dinilai perlu guna menjaga keamanan pelayaran di timur Mediterania.
Tim penyidik PBB yang dipimpin Jeffrey Palmer, membenarkan serangan militer Israel terhadap kapal Mavi Marmara. Tim itu menyatakan bahwa kapal Marmara (Freedom Flotilla) telah melakukan tindakan ilegal dengan memasuki wilayah Palestina yang diblokade Israel.
Tel Aviv mengitensifkan blokade di Jalur Gaza sejak tahun 2007. Komando pasukan Zionis Isreal pada tanggal 31 Mei 2010 menyerang konvoi kapal bantuan ke Jalur Gaza di perairan internasional. Akibatnya, sembilan warga Turki tewas. 

IRIB

Iran Berikan Peringatan Keras Atas Pengkhianatan Turki



F-14 Iran
Selasa siang (6/9) Farsnews menurunkan berita bertajuk "Balasan Tegas Angkatan Udara Iran Terhadap Ancaman di Laut Kaspia". Dalam berita itu, Marsekal Hossein Chitforoush, juru bicara manuver akbar Angkatan Udara Iran, menyatakan bahwa armada udara Republik Islam akan membalas tegas segala ancaman di Laut Kaspia. Balasan tegas yang dimaksud Chitforoush adalah sama seperti yang ditunjukkan Iran pada tahun 2001 lalu. Situs berita Shafaf yang berbasis di Iran, Rabu (7/9) melaporkan, pada Agustus 2001, kapal eksplorasi minyak Republik Azerbaijan secara ilegal memasuki perairan Iran hingga ke zona minyak Alborz. Iran membalas pelanggaran itu dengan mengirim sebuah kapal perangnya dari zona maritim keempat Iran di pelabuhan Anzali dan mengancam kapal tersebut dengan serangan rudal jika tidak segera menyingkir.
Reaksi tegas Iran itu menggelitik keusilan kolektif Azerbaijan dan Turki dengan mengirim jet-jet tempur mereka terbang di atas wilayah perairan Iran. Namun Iran kembali mereaksi pelanggaran itu dengan mengirim armada patroli yang diiringi F-14 dan Orion dari pangkalan udara di Shiraz dan Esfahan.
Setelah insiden tersebut dan pengulangan aksi yang sama serta pelanggaran nyata Angkatan Udara Turki pada 2008, patroli udara Iran di perairan Kaspia terus berlanjut hingga kini.
Poin menarik lainnya adalah bahwa pengungkapan kronologi pelanggaran itu untuk saat ini dapat menyelesaikan teka-teki pengkhianatan Turki terhadap keamanan regional dan juga terkait penempatan sistem radar Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Turki.
Republik Islam Iran hendak mengirim pesan secara tidak langsung kepada Turki bahwa jika Turki menjadi tuan rumah musuh-musuh Iran, maka Ankara juga akan berada dalam target armada udara Republik Islam.

IRIB

Kekuatan pokok minimum TNI-AL direalisasikan pada 2014


Rabu, 7 September 2011 13:31 WIB | 514 Views
Ratusan perwira TNI-AL yang baru diwisuda melempar topi sebagai ungkapan bahagia di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Kamis (14/7). Wilayah laut seluas 5 juta kilometer persegi memerlukan jajaran TNI-AL yang kuat sesuai hakekat Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan. (FOTO ANTARA/Regina Safri)
... letak geografis Indonesia yang sangat strategis dan dikelilingi wilayah perairan, TNI-AL memang dituntut memiliki kekuatan yang handal dan tangguh...
Surabaya (ANTARA News) - Percepatan pembangunan postur kekuatan pokok minimum TNI-Al sudah mendesak diwujudkan. Bukan apa-apa, luas wilayah laut Indonesia minta ampun luasnya, sampai 5 juta kilometer persegi; sehingga target 2014 untuk mencapai hal itu ditetapkan.

Kepala Staf TNI-AL, Laksamana TNI Suparno, menyatakan, "Pembangunan kekuatan pokok minimum sudah menjadi program TNI AL dan kami harapkan sudah bisa dicapai pada 2014." Dia menyatakan hal itu seusai serah terima dua pejabat teras TNI-AL.

Banyak yang harus disiapkan dan dibeli dalam daftar panjang keperluan arsenal minimum TNI-AL itu. Di antaraya sejumlah kapal selam memperkuat dua kapal selam kelas Cakra tipe 209/1300 buatan galangan kapal Howaldts Werke, Kiel, Jerman.

Kapal-kapal kelas Parchim eks Jerman Timur hasil pengadaan pada dasawarsa '90-an juga termasuk dalam daftar yang harus diremajakan. Masih ada lagi calon pengganti KRI Dewaruci, kapal layar tiang tinggi tipe Barkentin buatan galangan kapal Stulcken and Sohns, Hamburg, 58 tahun lalu.

Kapal layar ini adalah kapal latih bagi kadet-kadet TNI-AL sejak 1954 dan telah melahirkan ribuan perwira pertama TNI-AL.

Menurut Suparno, keterbatasan anggaran yang didapat dari pemerintah, membuat TNI-AL kesulitan memenuhi kebutuhan sistem kesenjataan secara optimal untuk mendukung tugas-tugas operasional.

"Dengan anggaran yang terbatas, kami harus pandai-pandai menyiasati kondisi itu. Meskipun umurnya sudah tua, tetap digunakan dan ditingkatkan," katanya.

Untuk 2012, pemerintah menetapkan alokasi anggaran sebanyak Rp67 triliun untuk kepentingan pertahanan negara. Jumlah itu masih dibagi lima, yaitu untuk Kementerian Pertahanan, Markas Besar TNI, TNI-AL, TNI-AU, dan TNI-AD. Beberapa tahun lalu, jumlah dana dari APBN itu cuma berkisar Rp41 triliun saja.

Kendati dengan kekuatan pokok minimum, Suparno menegaskan, TNI-AL tetap bersikap profesional dan siap mengemban tugas mengamankan wilayah kedaulatan Indonesia.

"Dengan letak geografis Indonesia yang sangat strategis dan dikelilingi wilayah perairan, TNI-AL memang dituntut memiliki kekuatan yang handal dan tangguh," ujarnya.

Sementara itu, jabatan Pangarmatim diserahterimakan dari Laksamana Muda TNI Bambang Suwarto kepada Laksamana Muda TNI Ade Supandi yang sebelumnya menjabat Gubernur Akademi Angkatan Laut (AAL).

Sedangkan posisi Gubernur AAL yang ditinggalkan Laksda TNI Ade Supandi, dipegang Laksamana Pertama TNI Agus Purwoto yang sebelumnya Wakil Asisten Operasional Panglima TNI.

Upacara itu dihadiri sejumlah pejabat sipil dan militer, di antaranya Gubernur Jatim Soekarwo, Gubernur Jateng Bibit Waluyo, Pangdam Brawijaya Mayjen TNI Gatot Nurmantyo, Kapolda Jatim Irjen Pol Hadiatmoko, dan mantan KSAL Laksamana TNI (Purn) Bernard Kent Sondakh. (D010) 


Sumber : Antara News

Gus Choi Tolak Penambahan Pesawat Tanpa Awak Buatan Israel

jurnalparlemen.com - detikNews


Jakarta -
Anggota Komisi I DPR Effendy Choirie menolak pengadaan pesawat tanpa awak buatan Israel terkait belanja alutsista dalam RAPBN 2012. Penyebabnya, selama ini Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.

"Meski pesawat tanpa awak buatan Israel canggih sekalipun, saya kira kita masih bisa membeli pesawat tanpa awak buatan negara lain. Kalau perlu malah kita tidak perlu membeli dari asing, tapi membuat sendiri dengan mengandalkan produksi dalam negeri," ujar Effendy Choirie di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/9).

Politisi yang akrab disapa Gus Choi itu menjelaskan, selama ini diam-diam TNI telah memiliki sekitar satu skuadron pesawat tanpa awak buatan Israel yang ditempatkan di Pontianak, Kalimantan Barat. Sebagian anggota DPR, khususnya anggota Komisi I sendiri tidak mengetahui pembelian pesawat tanpa awak dari Israel, yang pengadaannya disebutkan lewat negara ketiga, atau tidak langsung dengan Israel.

"Ini juga saya tahunya belum lama jika dalam negeri telah memiliki pesawat tanpa awak buatan Israel. Makanya saya kemungkinan akan menolak jika ada permintaan penambahan pesawat sejenis jika buatan Israel," ujarnya.

Gus Choi menambahkan, pada tahun 2012 Kementerian Pertahanan mengajukan pengadaan pesawat tanpa awak sebanyak satu skuadron."Komisi I DPR pada prinsipnya tidak keberatan penambahan pesawat tanpa awak untuk kegiatan pengintaian, patroli, dan sebagainya jika hal itu dipandang efektif dan efisien. Sehingga jumlah pesawat tanpa awak itu perlu ditambah lagi," tegasnya.
(nwk/nwk)

DETIK

Tuesday, September 6, 2011

Indonesia Harus Perkuat Alutsista AL dan AU

Sri Sultan Hamengku Buwono X
Sri Sultan Hamengku Buwono X
YOGYAKARTA, (Tubas) – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, menegaskan, bila Indonesia ingin menjadi negara maritim yang besar dan disegani di kawasan Asia Tenggara, maka salah satu syaratnya harus memperkuat alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI Angkatan Laut (AL) dan Angkatan Udara (AU).
Pernyataan itu dikemukakan Sri Sultan ketika menjadi pembicara utama (keynote speaker) pada sarasehan “Menuju Negara Maritim” di Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, baru-baru ini.
Menurut Sri Sultan, jika Indonesia menjadi negara maritim yang kuat dan terbesar di Asia Tenggara, maka tidak akan ada negara-negara di sekitar, yang berani mengganggu kedaulatan wilayah. “Tidak akan ada negara kecil yang berani ‘bermain-main’ di negara kita ini,” ujarnya.
Ditegaskan oleh Sri Sultan, untuk menjadi negara maritim yang besar dan sejati juga diperlukan pengaturan keamanan terbaik di dunia. Pengaturan itu berada dalam payung kebijakan kelautan sebagai basis strategi pembangunan nasional. “Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, yakni dengan tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia serta empat dari sembilan check point internasional, maka kita harus memiliki pengaturan keamanan maritim yang kuat bila ingin menjadi negara maritim sejati,” tambahnya.
Sri Sultan juga mengingatkan perlu segera dilakukan langkah mengubah visi NKRI yang berbasis kontinental, menjadi berbasis maritim. Perubahan visi itu akan menghadirkan kembali arus balik peradaban kejayaan kerajaan-kerajaan pesisir di masa lalu dan meraihnya kembali.
“Ketika laut menjadi incaran banyak orang, dan dunia percaya bahwa masa depan umat manusia itu berada di laut, kenapa kita justru masih tetap berpaling ke darat, dan memposisikan laut di halaman belakang,” tandas Sri Sultan.
Sumber : TUBASMEDIA

Panglima: Alutsista Laut RI Sejajar Negara Maju


Prajurit TNI AL yang tergabung dalam Satgas Maritim TNI Kontingen Garuda XXVIII-C/United Nation Interim Force in Lebanon (UNIFIL) berbaris sebelum acara pelepasan keberangkatan KRI Sultan Iskandar Muda-367 di Dermaga Mako Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (6/9). Indonesia mengirimkan KRI Sultan Iskandar Muda 367 yang diperkuat oleh 100 prajurit TNI AL berangkat menuju Lebanon untuk bergabung dalam Satuan Tugas Maritim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB di Lebanon Selatan (UNIFIL). (Foto: ANTARA/Widodo S. Jusuf/Koz/Spt/11)

6 September 2011, Jakarta (Jurnas.com): Indonesia merupakan negara Asia yang pertama kali dan satu-satunya yang mengirimkan kapal perang dalam misi perdamaian dunia di Lebanon. Hal ini dapat menjadi bukti kemampuan militer Indonesia yang patut diperhitungkan. “Memiliki makna strategis sebagai negara yang dapat disejajarkan profesionalisme kekuatan militernya dengan negara-negara anggota satgas Maritime Task Force (MTF) UNIFIL lainnya yang hampir seluruhnya adalah negara-negara maju dengan kekuatan militer profesional,” kata Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono saat melepas Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Sultan Iskandar Muda-367 di Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) di Tanjung Priok Jakarta Utara, Selasa (6/9).

Karena itu, Panglima meminta pada para prajurit untuk melaksanakan tugas ini secara optimal sesuai tugas pokok yang diemban. “Melakukan tugas maritime interdiction operation (MIO) di perairan Lebanon sesuai sektor yang diberikan yaitu di sektor 1. Tugasnya mencegah penyelundupan senjata dan barang-barang lainnya itu tugas utama,” kata Panglima. Disamping itu, kata Panglima, para prajurit juga harus melaksanakan pelatihan kepada Angkatan Laut Lebanon sehingga mereka bisa mampu melakukan penanganan pengamanan di wilayah teritorial mereka.

Pengiriman Satgas MTF melalui KRI Sultan Iskandar Muda-367 ini merupakan Satgas Maritim ketiga oleh TNI ke Lebanon. Sebelumnya diberangkatkan KRI Frans Kaisepo-368 dan KRI Diponegoro-365.

Persyaratan minimal kapal perang yang akan bergabung dalam MTF UNIFIL di antaranya harus mampu mengoperasikan heli, melaksanakan SAR, RAS (pengisian BBM di laut), memiliki fasilitas kesehatan kelas I, dan memiliki combat management system secara realtime.

Selain itu, kapal juga harus mampu melaksanakan self protection, mampu mengidentifikasi kawan/lawan, dilengkapi berbagai persenjataan serta mampu memberikan bantuan kepada Angkatan Laut Lebanon. Semua syarat itu telah dimiliki oleh KRI Sultan Iskandar Muda-367.

Sumber: Jurnal Nasional

Alutsista TNI AL


6 September 2011, Surabaya (ANTARA News): Sebuah perahu karet melintas tak jauh dari jajaran kapal perang RI (KRI) di dermaga Komando Armada Kawasan Timur (Koarmatim) Ujung Surabaya, Selasa (6/9). TNI AL terus melakukan pengawasan sejumlah pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara lain, dengan kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) laut yang ada. (Foto: ANTARA/Eric Ireng/ss/ama/11)
Sumber : antara

BERITA POLULER