Pages

Friday, August 5, 2011

india given choice to pioneer naval Typhoon jet

India given choice to pioneer naval Typhoon jet


By IANS on Wednesday, August 3rd, 2011

In anticipation of winning the Indian Air Force's $10.4 billion tender for 126 combat jets, European consortium EADS has offered India a choice to pioneer a project for a naval version of the Eurofighter Typhoon that is in the fray in what is being described as the "mother of all defence deals".
Typhoon's competitor in the medium multi-role combat aircraft (MMRCA) tender, the French firm Dassault's Rafale, already has a naval version that is operational on France's lone nuclear-powered aircraft carrier Charles de Gaulle.
Officials of BAE Systems, one of the four partner companies in EADS for the Typhoon programme, told IANS during a visit to their RAF Warton production facility in Britain recently that India can exercise the choice of being a partner nation and leading the programme for the carrier-borne version of the aircraft if it wins the MMRCA tender. At present, Britain, Italy, Spain and Germany are partners in the Typhoon programme.
According to the BAE Systems officials, the Typhoon, which is a shore-based combat jet, has the potential to be a carrier-borne aircraft, provided a few modifications are made to the aircraft itself, essentially in a ski-jump take-off configuration due to the thrust-vectoring 90 kN (kilo Newton) engine that powers it.
Among the changes, it identifies strengthening of the undercarriage of the aircraft to assist in hard landings on a carrier's deck, fitting a carrier hook for arrested landings, and a good paint coating to help it withstand the vagaries of nature at sea.
The choice of the Typhoon for the Indian Navy the officials said, will complement the experience of operating the British Sea Harrier vertical-landing carrier-borne aircraft on board its lone aircraft carrier, INS Viraat, for over two decades now. Of the nearly 30 Harriers India had got for INS Viraat, only about 10 are left in service, with the rest lost in air crashes.
The offer has been made keeping in mind the Indian Navy's request for information issued in 2009. But the Indian Navy itself is not very amused with the offer.
First, according to officials, the Indian Navy plans to induct the Russian-built Admiral Gorshkov or INS Vikramaditya in the next couple of years. This warship will deploy Russian MiG-29K naval fighter jets and for this, the vessel is being reconfigured into a ski-jump take-off but arrested landing (STOBAR) mode at the Sevmash shipyard in Russia.
The same aircraft will be operated from the flight deck of India's indigenous aircraft carrier, under construction at the Cochin Shipyard, when it is inducted in the middle of this decade. Hence the Indian Navy has placed a total order for 45 MiG-29Ks for the two carriers from Russia.
For the future, the navy wants the Defence Research and Development Organisation's Tejas light combat aircraft's naval variant to fructify. If it does, then it may be the future carrier-borne aircraft of the navy for its two more indigenous aircraft carriers planned for construction at the Cochin Shipyard. But that decision is a long shot as it stands today, according to senior naval aviation officers.
But here is where the EADS, and BAE Systems in particular, is hopeful and is pitching the Typhoons as a powerful STOBAR platform for the future indigenous aircraft carriers of India

Russia's MiG starts on new batch of carrier fighters for Indian Navy


Russia's MiG aircraft corporation has launched production of a new batch of MiG29K/KUB carrier fighters for the Indian Navy, a MiG spokesman said on Wednesday. The fighters are to be delivered under a 2010 contract, the spokesman said.
Under the $1.5-billion contract, Russia will supply 29 MiG-29K Fulcrum-D jets to New Delhi starting in 2012.
The first jet was presented to an Indian representative in the assembly workshop.
The fighters will be based at an air field in Goa on India's west coast until the Admiral Gorshkov joins the Navy under the name of INS Vikramaditya in early 2013.
The Vikramaditya is expected to carry up to 24 MiG-29K/KUB fighters.

RIA NOVOSTI

Germany Deploys Boxer Armored Vehicles to Afghanistan

Germany Deploys Boxer Armored Vehicles to Afghanistan


By Forecast International on Friday, August 5th, 2011

Germany has airlifted five of its new Boxer multirole armored vehicles to Afghanistan for what will be the vehicles' first operational deployment. The five Boxers sent to the Afghan theater are of the armored personnel carrier variant and will be used by the Bundeswehr training and protection battalion operating in the area of Mazar-e-Sharif.
The Boxer is a bi-national vehicle project undertaken by Germany and the Netherlands. It is produced by ARTEC, a joint venture between Germany's Krauss-Maffei Wegmann (KMW) and Rheinmetall Defense. Germany aims for the 8x8 Boxer to partially or fully replace the Fuchs 6x6 and M113 series of tracked vehicles currently in service.
The German Boxers have been ordered in three configurations: 135 armored personnel carriers (APCs), 65 command post variants, and 72 heavy-armored ambulances. Some of the vehicles already ordered may also be converted to training variants.
The 33-tonne Boxer is designed to meet the requirements of the German IdZ (infantryman of the future) that is being integrated with the German Army FuInfoSys command and information system.
The five German Boxers have been upgraded to the A1 level, a standard that provides for additional mine protection. Germany had hoped the delivery of the command post and ambulance variants would commence in 2010, but reports indicate that the command post variant will not arrive until the first quarter of 2012, along with further armored personnel carrier types.

Thursday, August 4, 2011

Diam-diam Vietnam Bangun Armada Selam



Yunes, sebuah kapal selam Iran kelas Kilo
HANOI, KOMPAS.com - Vietnam akan memiliki armada kapal selam dalam tempo enam tahun, kata menteri pertahanan Vietnam mengkonfirmasi laporan-laporan pada Kamis (4/8/2011), pada saat China meningkatkan ketegaran maritimnya yang menyebabkan keprihatinan kawasan.
Media Rusia melaporkan, pada Desember 2009, Vietnam telah sepakat untuk membeli setengah lusin kapal selam tenaga-diesel senilai dua miliar dolar. Namun pihak pemerintah Hanoi tidak bersedia mengomentari berita kesepakatan itu.
"Dalam lima-enam tahun mendatang, kita akan memiliki satu brigade enam kapal selam kelas 636 kilo," kata Menteri Pertahanan Phung Quang Thanh seperti dikutip oleh surat kabar yang dikendalikan negara, Tuoi Tre.
Dalam laporan tersebut Thanh mengatakan, armada itu bukan dimaksudkan sebagai ancaman bagi negara-negara di kawasan. "Membeli kapal selam, rudal, jet-jet tempur dan peralatan lainnya untuk pertahanan diri," katanya tanpa menyebutkan bagaimana Vietnam membayar untuk investasi angkatan lautnya itu.
"Itu tergantung pada kemampuan ekonomi kita. Vietnam belum menghasilkan persenjataan dan peralatan militer modern, yang mahal untuk impor," katanya.
Para ekonom mengatakan, ekonomi negara itu sedang berada dalam kekacauan dengan ancaman inflasi, perdagangan besar dan defisit anggaran, belanja negara tidak efisien, dan kesengsaraan-kesengsaraan lainnya.
"Banyak sistem peralatan persenjataan militer Vietnam yang sudah kuno, tapi pekan ini Vietnam menerima pengiriman pertama dari tiga pesawat patroli pantai untuk polisi laut," kata produsen, Airbus Militer yang berbasis di Madrid.
Ketika berita-berita tentang kesepakatan Rusia pertama muncul, para analis mengatakan akuisisi itu bertujuan untuk memperkuat klaim Hanoi terhadap Beijing di Laut China Selatan.
Kedua pihak memiliki sengketa teritorial yang baru-baru ini kembali memanas. Ketegangan-ketegangan meningkat pada Mei ketika Vietnam menuduh kapal penjaga perairan China memotong kabel-kabel eksplorasi kapal survei minyak di zona ekonomi eksklusif negara.
Negara-negara lain di kawasan juga menuduh Cina dalam beberapa bulan terakhir ini menjadi lebih agresif, dalam menegakkan klaimnya atas bagian-bagian dari Laut China Selatan.
Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam dan Taiwan juga memiliki klaim yang tumpang tindih untuk semua atau bagian dari perairan itu, yang diyakini kaya akan deposit minyak dan gas.

KOMPAS

Indonesia-Korsel Tingkatkan Kemampuan Pertahanan

Kamis, 4 Agustus 2011 | 10:04
 
KFX/IFX/F-33 STEALTH


[JAKARTA] Sekjen Kemhan Marsdya TNI Erris Heryanto menyatakan, Indonesia dan Korea Selatan memiliki tujuan yang sama dalam upaya meningkatkan kerjasama pertahanan khususnya untuk meningkatkan kemampuan pertahanan kedua negara melalui pengembangan dan produksi poduk-produk pertahanannya secara optimal.

Demikian siaran pers yang diterima SP, di Jakarta, Kamis (4/8) disampaikan bahwa Erris Heryanto mengatakan hal itu saat mengadakan KF-X/IF-X Kick off meeting dengan Komisaris Defense Acquisition Program Administration (DAPA), Duta Besar  Indonesia untuk Korea Selatan, Agency for Defence Development (ADD) Korea, di Daejeon, Korea Selatan, Selasa (2/8).

Erris mengatakan, program pesawat jet tempur Korea Fighter Xperiment (KFX) atau jet tempur generasi 4,5, KF-X/IF-X merupakan program strategis kedua negara dimana program ini sejalan dengan arah tujuan kebijakan pertahanan nasional yang   berupaya untuk meningkatkan kemampuan dalam negeri secara berkelanjutan serta memberdayakan industri pertahanan Indonesia.

Program pembangunan KF-X/IF-X telah mencapai tonggak penting dengan dimulainya tahap pengembangan teknologi yang merupakan  tahap penting dari program pembangunan KF-X/IF-X.

“Dengan pertimbangan ini, kami telah memilih tim engineering Indonesia yang saya percaya akan mendedikasikan semua pengalaman mereka untuk mendukung program ini,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut atas nama pemerintah Indonesia, Erris menyerahkan tim engineering Indonesia untuk bekerja sama dengan tim Korea dalam menyelesaikan program KF-X/IF-X ini. 

Tim engineering Indonesia yang berjumlah 37 orang terdiri dari TNI AU, ITB, Kemhan dan PT DI akan bergabung bersama dengan tim dari Korea dalam rangka untuk memulai tahap awal kerja sama ini.

Erris mengemukakan, Kemhan sangat mendukung berdirinya Pusat Penelitian dan Pengembangan Gabungan atau Combined Research and Development Center (CRDC). Dengan berdirinya CRDC.

SUARA PEMBAHARUAN

Rusia Incar Kontrak Baru 3 Miliar Dollar



migavia.ru Varian MiG-29 K dilengkapi kait penahan di bagian ekor, yang berfungsi membantu pendaratan di kapal induk. Versi pesawat ini lah yang dipesan Angkatan Laut India.
MOSKWA, KOMPAS.com - Di saat negara-negara produsen pesawat tempur di Eropa kesulitan menjual produknya, Rusia justru terus mendapat pelanggan baru. Lembaga think tank pertahanan CAST, Kamis (4/8/2011), mengatakan, dalam waktu dekat Rusia akan mendapat tiga kontrak pembelian baru yang ditaksir bernilai total hampir 3 miliar dollar AS (Rp25,5 triliun).
Kontrak sebesar itu antara lain berasal dari India, yang memesan 40 pesawat tempur Sukhoi Su-30MKI senilai 2 miliar dollar AS. Pesawat varian dari Su-30 ini akan dibuat bersama dengan perusahaan pembuat pesawat India, Hindustan Aeronautics. "Ada peluang sangat besar Angkatan Udara India akan menandatangani pembelian 40 Su-30MKI akhir tahun ini," tutur Direktur CAST Ruslan Pukhov.
Sebelumnya, India telah memesan 16 pesawat MiG-29K/KUB, varian MiG-29 yang bisa beroperasi dari kapal induk. Sebelas pesawat pesanan tersebut telah dikirim pekan ini. "Mereka (India) tak pernah merasa cukup dengan senjata (buatan) Rusia," imbuh Pukhov.
Pemesan kedua adalah Kementerian Pertahanan Rusia sendiri, yang berminat memberi 24 MiG-29K untuk menggantikan armada Su-33, yang selama ini menjadi tulang punggung kekuatan udara yang bisa beroperasi dari satu-satunya kapal induk Rusia, *Admiral Kuznetsov*. Kontrak ini bernilai 960 juta dollar AS.
Sementara kontrak ketiga, yang diharapkan bisa segera ditandatangani, adalah pembelian enam pesawat jet latih tempur Yak-130. Enam pesawat ini pada awalnya dipesan oleh Libya sebelum PBB menerapkan embargo senjata. Menurut Pukhov, calon kuat pembeli pesawat-pesawat ini adalah Kazakstan.
Ekspor senjata Rusia tahun lalu hampir menyentuh nilai 10 miliar dollar AS, menjadikan negara itu tetap bercokol sebagai eksportir senjata terbesar kedua di dunia setelah AS. Penjualan persenjataan Rusia sempat menurun tahun ini setelah meletusnya gelombang revolusi dan musim semi Arab di Timur Tengah dan Afrika Utara.
Sebagian negara di kawasan ini, seperti Aljazair, Suriah, dan Libya, selama ini dikenal sebagai pelanggan setia produk-produk senjata Rusia.
Rusia juga dicoret dari daftar calon pemasok proyek pengadaan pesawat tempur India senilai 11 miliar dollar AS, April lalu, setelah India lebih condong pada pesawat Rafale buatan Perancis dan Eurofighter Typhoon buatan konsorsium Eropa.
"Ada unsur politis dalam keputusan (India) itu. Mereka tahu telah membeli terlalu banyak senjata dari Rusia, jadi demi alasan diplomatik, mereka harus berusaha menyeimbangkan pemasok (senjata) mereka," papar Pukhov.
Meski demikian, penjualan persenjataan Rusia diperkirakan akan terus stabil dengan datangnya beberapa calon pembeli baru. Vietnam, misalnya, selain memesan enam kapal selam kelas Kilo 636 juga memesan 12 pesawat tempur Su-30MK2.

KOMPAS

KRI Kolinlamil Obyek Fotografi


 
Wahyu Wening / Jurnal Nasional
Jurnas.com | KEBERADAAN kapal perang Republik Indonesia (KRI) selalu menjadi hal yang menarik terutama bagi komunitas perkumpulan fotografi. Mereka mengambil gambar dengan obyek KRI. Hal itu terlihat ketika 23 orang dari Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Cabang DKI Jakarta (The Chinese Indonesian Association) melaksanakan kunjungan ke kapal perang TNI AL, KRI Tanjung Kambani-971 yang sedang sandar di dermaga Kolinlamil Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (4/8).

Menurut Kadispen Kolinlamil, Letkol Laut Maman Sulaeman, Perhimpunan Indonesia Tionghoa melalui komunitas perkumpulan fotografi melakukan kunjungan dalam rangka mengikuti pendidikan fotografi dan praktek di The North Institute School of Photography dengan obyek KRI Tanjung Kambani-971.

Pada kesempatan itu, Komandan KRI Tanjung Kambadi, Letkol Laut (P) Dadang Sumantri menunjuk salah satu Perwira menjadi pemandu kunjungan Perhimpunan Indonesia Tionghoa/INTI Cabang DKI Jakarta. Dalam kesempatan tersebut disampaikan bahwa KRI Tanjung Kambani-971 sebagai kapal perang jenis Bantu Angkut Personel yang bertugas melaksanakan Angkutan Laut Militer dalam rangka melaksanakan tugas pokok Kolinlamil.

Kegiatan kunjungan diawali dengan pengenalan tugas Angkatan Laut pada umumnya dan tugas yang diemban kapal perang TNI AL. Sehingga pengunjung dapat lebih mengenal dan memahami secara langsung tentang kehidupan di kapal perang. Usai kegiatan pengenalan kapal perang, para siswa fotografi diberikan kesempatan berkeliling ke ruang-ruang kapal yang dipandu oleh anak buah kapal (ABK) KRI guna melihat secara langsung berbagai fasilitas dan peralatan yang dimiliki kapal perang, KRI Tanjung Kambani-971.

Kunjungan dimulai dari ruang-ruang pasukan, ruang anjungan dan berbagai peralatan SAR dan sebagainya.

Selama berada di kapal perang TNI AL, para siswa fotografi selain merasakan berada di dalam kapal perang, juga dapat melihat dari dekat berbagai peralatan dan persenjataan di kapal perang.

So Wee Ming (Aming) selaku Wakil Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa Cabang DKI Jakarta, mengatakan kunjungan kali ini merupakan pengalaman yang baru bagi siswa fotografi dengan mengambil lokasi ke KRI. “Semoga kegiatan ini dapat berlanjut dan juga ikut mempromosikan kegiatan TNI AL melalui media fotografi," katanya seperti dilansir dalam siaran pers Dispen Kolinlamil yang diterima Jurnal Nasional.

JURNAS

BERITA POLULER