Pages

Thursday, August 4, 2011

Panglima TNI: Bukan Gerakan Papua Merdeka


 
Situs Resmi Mabes TNI / Mabes TNI
Jurnas.com | PANGLIMA TNI Laksamana TNI Agus Suhartono membantah bahwa kejadian penembakan di Papua beberapa waktu lalu itu sebagai bagian dari gerakan Papua Merdeka. "Tidak bisa dikaitkan langsung seperti itu. Di Papua itu kelompok (penyebab rusuh)-nya banyak, dan ini kelompok sendiri-sendiri yang tidak bisa langsung ada kejadian dikaitkan dengan itu, tidak bisa," kata dia di Istana Negara, Jakarta, Kamis (4/8)..

Menurut Agus, dari beberapa peristiwa yang terjadi di Papua tersebut, Agus menilai, yang menjadi motif pemicunya ada beberapa faktor, antara lain masalah kesejahteraan dan sebagainya. Oleh karena itu, TNI melakukan bakti TNI di wilayah tersebut. "Saya kira motifnya kalau yang saya pelajari masalah kesejahteraan dan lain sebagainya. Itu menjadi hal yang kami perhatikan. Oleh karena itu TNI melakukan bakti TNI di sana. Itu dalam rangka pendekatan kesejahteraan, bukan pendekatan keamanan," ucap dia.

Panglima bahkan mengibaratkan, beberapa peristiwa penembakan yang akhir-akhir ini terjadi di sejumlah daerah sebagai bunga-bunga kehidupan. Bahkan, menurut dia, aksi yang dilakukan oleh sekelompok orang bersenjata, misalnya yang baru-baru ini terjadi di Papua, hanya karena kelompok itu ingin mencari perhatian. Dikatakan Agus, kelompok tersebut tidak mengajukan tuntutan apapun terhadap aparat keamanan.

Sebagai informasi, terakhir, terjadi penembakan terhadap helikopter MI 17 milik TNI AD, saat TNI AD hendak mengevakuasi prajuritnya yang terkena tembak sehari sebelumnya saat terjadi aksi penembakan di Puncak Senyum, Kabupaten Puncak Jaya Papua.

Dalam proses pengamanan tersebut, peluru yang dimuntahkan akhirnya secara tidak sengaja mengenai anggota TNI AD yang akan dievakuasi itu, dan akhirnya meninggal.

Ditekankan Agus, aksi tersebut dilakukan oleh kelompok gerakan bersenjata. Namun, dengan hati-hati dia tidak ingin menyebut itu merupakan kelompok separatis, melainkan kelompok bersenjata. "Di Papua seperti itu kondisinya. Tidak ada masalah, biasa. Saya kira kelompok bersenjata itu mencari perhatian saja. Ya, itu kan bunga-bunganya kehidupan, saya kira seperti itu. Kemarin di Madura ada polisi meninggal, sama juga kan?," ujar dia.

JURNAS

KSAD: Papua Takkan Jadi DOM


 
Humas TNI AD / TNI AD
Jurnas.com | TNI tak akan menjadikan Papua sebagai daerah operasi militer. Kejadian di Puncak Jaya hanya merupakan ulah separatis yang terganggu karena rakyat Papua lebih bersimpati pada TNI Demikian ditegaskan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo. "Satuan yang ada di Papua sudah cukup, hanya intensitas patroli yang kami tingkatkan. Apa yang terjadi hanya efek kegiatan TNI yang merebut hati rakyat,"kata KSAD usai mengunjungi anggota TNI yang tertembak di Papua dan saat ini dirawat di RSPAD Gatot Subroto di Jakarta, Kamis (4/8).

Kegiatan yang dimaksud KSAD adalah kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD). Anggota TNI yang terkena tembakan adalah anggota yang tengah melaksanakan program TMMD. "Gerombolan ini merasa terganggu karena mereka berjanji sekian lama, seandainya sudah merdeka, mereka akan membangun rumah untuk rakyat. Tapi TNI datang dan membangun tanpa janji-janji,"kata KSAD.

Pada kesempatan itu, KSAD mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro serta Anggota Komisi I DPR RI. Rombongan ini mengunjungi tiga orang anggota TNI yang tertembak saat bertugas di Papua. Ketiga orang tersebut adalah Prajurit Satu (Pratu) Herber dari Yonif 753 yang terkena luka tembak di tangan kanan, Sersan Satu (Sertu) Kamaru Zaman anggota Kopassus yang terkena tembakan di telinga belakang tembus ke pelipis, dan Pratu I Kadek Widana dari Yonif 751 dengan luka tembak di tangan kanan.

Dengan adanya peningkatan kegiatan OPM, kata KSAD, secara otomatis kegiatan TNI meningkat. "Untuk melakukan pembersihan di daerah tersebut,"katanya

JURNAS

TNI Kejar Penembak Helikopter di Puncak Jaya

Kamis, 4 Agustus 2011 16:46 WIB | 941 Views
Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono. (FOTO. ANTARA)
Menurut Panglima, kelompok bersenjata yang bertebaran di Papua mendapatkan senjata api mereka dari pencurian yang dilakukan dari anggota TNI.
Jakarta (ANTARA News) - Aparat Tentara Nasional Indonesia tengah mengejar pelaku penembakan helikopter MI-17 milik TNI Angkatan Darat di kawasan Puncak Senyum, Kabupaten Puncak Jaya, Papua, pada Rabu 3 Agustus 2011.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono di Istana Kepresidenan di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa pengejaran tersebut dilakukan satuan tugas TNI yang beroperasi di kawasan Puncak Jaya, Papua.

"Dari unsur kewilayahan kita di daerah sana. Jadi memang anggota kita di situ yang melakukan pengejaran, prosedurnya memang seperti itu," ujarnya.

Panglima TNI membenarkan pada kejadian tersebut satu anggota TNI menjadi korban, yaitu Pratu Fana S Hadi, yang sebelumnya telah menjadi korban penembakan dalam peristiwa kekerasan di Puncak Jaya dan akan dievakuasi ke Wamena.

"Jadi memang benar pada saat helikopter MI-17 TNI AD mengevakuasi prajurit kita yang kena tembak sebelumnya itu, ditembak oleh kelompok gerakan bersenjata di Puncak Jaya, puncak senyum namanya, dan kebetulan dari tiga peluru itu ada satu yang tembus dan mengenai anggota yang kita evakuasi, akibatnya meninggal," tuturnya.

Panglima TNI belum bisa memastikan pelaku penembakan berasal dari Organisasi Papua Merdeka (OPM) karena menurut dia terdapat banyak gerakan bersenjata di Papua yang beraksi secara terpisah.

"Tidak bisa dikaitkan seperti itu karena kelompok di Papua itu banyak dan ini kelompok sendiri-sendiri yang tidak bisa ada kejadian langsung dikaitkan begitu," ujarnya.

Meski demikian, Agus bisa memastikan aksi penembakan helikopter TNI AD di Puncak Jaya dilakukan oleh kelompok berbeda yang melakukan penembakan di kawasan Abepura pada Senin 1 Agustus 2011.

"Kelompoknya berbeda," ujarnya.

Namun kondisi Papua yang kembali bergejolak karena peristiwa kekerasan beruntun tidak membuat TNI menambah kekuatan di provinsi paling timur Indonesia itu.

"Di Papua seperti itu kondisinya kok, biasa," kata Agus.

Ia pun menduga motivasi kelompok bersenjata menembaki helikopter TNI AD hanya untuk mencari perhatian tanpa tuntutan yang jelas.



ANTARA

F-33 / KFX


Wednesday, August 3, 2011

Kasad: Tidak Ada Operasi Militer Di Papua



Kamis, 4 Agustus 2011 13:17 WIB | 12 Views
KSAD Letnan Jenderal (TNI) Pramono Edhie Wibowo (FOTO ANTARA/Yudhi Mahatma)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo menyatakan tidak ada operasi militer di Papua menyikapi berbagai insiden penghadangan dan penyerangan oleh kelompok bersenjata terduga Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap TNI, Polri dan masyarakat.

"Tidak ada. Yang ada hanyalah operasi pengamanan perbatasan dan kebetulan ada kegiatan rutin TNI Manunggal Masuk Desa, maka dilakukan pengamanan," katanya, usai mendampingi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di RSPAD Gatot Soebroto di Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, kegiatan TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa) sengaja dilakukan di Puncak Jaya, Papua mengingat kondisi infrastruktur, sarana prasarana dan fasilitas umum dan sosialnya cukup memprihatinkan, seperti pangkalan ojek, gereja dan rumah-rumah adat mereka yakni "honai".

"Kegiatan TMMD di Papua, sama dengan yang dilakukan TNI di daerah lain di Indonesia seperti pembangunan dan perbaikan infrastruktur, sarana prasarana, fasilitas umum dan sosial, terutama di daerah terpencil, daerah tertinggal dan daerah yang rusak akibat bencana alam," tutur Pramono.

Jadi, lanjut dia, bukan operasi militer dan tidak ada operasi militer di Papua.

Kasad menambahkan, menyikapi perkembangan situasi keamanan di Papua disertai beberapa insiden penghadangan dan penyerangan terhadap pos dan anggota TNI, maka pihaknya meningkatkan kewaspadaan dan patroli.

"Upaya `pembersihan` kelompok bersenjata OPM cukup dilakukan intensif oleh satuan kewilayahan setempat," ujar Pramono.

Tentang jumlah kekuatan kelompok bersenjata yang diduga OPM, Kasad mengatakan hingga kini belum dapat diprediksi mengingat keberadaan mereka yang terpencar dan mudah berbaur dengan masyarakat setempat.

"Mereka juga kadang muncul, kadang menghilang. Jadi, sampai saat ini data terakhir berapa kekuatan mereka belum dapat diprediksi," katanya, menegaskan.

Yang jelas, lanjut Pramono, TNI akan terus mengejar keberadaan OPM karena sudah menyangkut keamanan dan kedaulatan negara. "itu sudah otomatis, ada gangguan keamanan kedaulatan, ya kita akan terus kejar," ujarnya. (R018)


Antara

Two More Super Hornets Arrive in Australia


04 Agustus 2011

F/A-18F Super Hornet (photo : Aus DoD)

The Minister for Defence Materiel Jason Clare today announced the arrival of two new F/A-18F Super Hornets to RAAF Base Amberley in Queensland.

This brings the current Australian fleet to 20 with a further four aircraft to be delivered by the end of the year.

“The Super Hornet is one of the best fighter planes in the world. It has an advanced multi-mode AESA (actively electronically scanned array) radar and ‘low observability’ characteristics that make it significantly better than any fourth generation fighter,” Mr Clare said.

The Super Hornet can carry about one-third more fuel and weapons payload than the F/A-18A or F/A-18B Classic Hornet aircraft, while maintaining the same speed and handling characteristics in combat configurations.

The Super Hornet gives the Royal Australian Air Force the capability to conduct air-to-air combat; strike targets on land and at sea; suppress enemy air defences; and conduct reconnaissance.

The Super Hornet is also an off the shelf proven capability. It has been flown by the US Navy since 2001 and operated in Iraq, Afghanistanand most recently in Libya.

The first 15 Australian Super Hornets became operational in December last year – following the retirement of the iconic F-111.

A further three Super Hornets were delivered to Amberley last month.

The Super Hornet is built by Boeing at its production line in St Louis, Missouri.

Korea Awaits New Partner for $5 bil. Fighter Program


04 Agustus 2011

KFX K-200 model (image : chosun)

The door is open for another country or foreign firm to participate in Seoul’s initiative to develop a new combat aircraft with a budget of $5 billion, defense officials here said.

“Many countries, including the United Arab Emirates, have shown interest in investing in the project,” Noh Dae-lae, head of the Defense Acquisition Program Administration Commissioner, said Tuesday.

“We are planning to allow another country with the most attractive offer to join the KF-X program.

”The KF-X program refers to the multirole fighter development program that Seoul has pursued since 2000 to replace its aging F-4/5 fighter jets.

Indonesia pledged last year to invest $1 billion in the project and buy 50 KF-X fighters for allowing its researchers to participate in development.

Noh made the remarks at the kickoff ceremony of the KF-X project’s feasibility study to be jointly conducted with Jakarta, which will also shoulder 20 percent of the $50 million initial study costs.

Thirty-five Indonesian researchers will team up with 137 Korean experts for the exploration stage which is scheduled for completion with the selection of a prototype at the end of 2012.

Noh noted that he expects another KF-X partner to share up to 29 percent of the development costs and purchase some 150 new fighters in return for joining the consortium.

“The global trend is clearly moving toward joint development as the risk for the development of an advanced fighter is high despite the limited market,” he said.

Industry sources say Poland and Turkey have also expressed an interest in forging a partnership with Korea for the program.

American defense giant Lockheed Martin, which invested 13 percent in Korea’s development of T-50 supersonic trainer jets, is also apparently considering participating in the Seoul-led fighter jet development program.

“We’d be honored to be a partner in the KF-X program,” Stephen O’Bryan, a vice president of Lockheed Martin, said last month.

Lee Dae-yeorl, program director of the Combined Research and Development Center for the KF-X, said he would welcome industry participation from the world’s leading aerospace firms.

“We believe defense firms, such as Lockheed Martin, Boeing and European Aeronautic Defense and Space Company (EADS) can help us reduce the technology gap,” he said.

He said Seoul aims to develop an indigenous aircraft with limited stealth capabilities and a locally developed active electronically scanned array (AESA) radar system.

“We’ll develop a whole new fighter never seen anywhere else in the world,” Lee said.

He noted that the cost per KF-X jet is estimated at $55 million and its production aircraft is expected to be deployed from 2020.

Critics, however, say the future of the KF-X program remains uncertain as Korea plans to drop the $5 billion plan if it fails to attract foreign investment of 40 percent or above.

(Korea Times)

BERITA POLULER