Yogyakarta, 30 Juli 2011 (Suara Karya): Rencana pemerintah Amerika Serikat mengibahkan 24 unit (dua skadron) pesawat tempur F-16 Fighting Falcon blok 25 kepada TNI Angkatan Udara masih menunggu persetujuan Kongres AS. Itu artinya, Kongres AS belum buat keputusan sehingga bermuara pada belum adanya jaminan hibah itu terealisasi.
"Kalau kita semua sudah setuju untuk menerima hibah itu. Tapi, prosesnya sekarang masih di Kongres AS," ujar Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Imam Sufaat, usai memimpin upacara peringatan 64 tahun Hari Bhakti TNI AU di Yogyakarta, Jumat (29/7).
Tampak hadir, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto dan beberapa mantan KSAU, diantaranya Marsekal (Purn) Chappy Hakim dan Marsekal (Purn) Subandrio.
Selain itu, juga hadir mantan Kepala Basarnas Marsdya (Purn) Wardjoko, mantan Kasum TNI Marsdya (Purn) Edy Harjoko, dan mantan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Marsda (Purn) Sagom Tamboen, serta mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsda (Purn) Drajad Rahardjo.
KSAU meyakini, menerima hibah 24 unit F-16 dari AS akan lebih efisien dan efektif dibandingkan membeli 16 unit pesawat jenis yang sama. Dana yang harus dikeluarkan Indonesia untuk meningkatkan kemampuan dua skuadron F-16 blok 25 menjadi blok 32, yakni maksimal 600 juta dollar AS.
Sedangkan, untuk mendapatkan 16 unit pesawat F-16 yang baru dalam kemampuan sama blok 32, maka, Indonesia harus menyiapkan dana sebesar 1.600 juta dollar AS. "Kita lebih memilih hibah karena jam terbangnya masih layak hingga 10 tahun ke depan," katanya.
Imam menyatakan, pesawat tempur yang akan dihibahkan pemerintah AS itu masih memenuhi syarat terbang hingga 5.500 jam atau setara pemakaian minimal 25 tahun. "Tergantung seperti apa keinginan kita untuk up grading. Blok 32 dan blok 52 hanya berbeda pada power engine," ujarnya.
Ia berharap, keputusan Kongres AS mendukung rencana pemerintah negara setempat. Indonesia sendiri, telah mengalokasikan dana untuk biaya perawatan dan peningkatan kemampuan 24 unit F-16 hibah itu.
"Jika itu disetujui, diharapkan Agustus 2012, kita sudah bisa kerjakan untuk upgrading. Setidaknya, 2014, upgrading itu selesai dan dua skuadron F-16 siap mendukung alusista kita yang sudah ada untuk menjaga kedaulatan NKRI," katanya.
Nilai Politis
KSAU menyatakan, TNI wajib meningkatkan kemampuan alat utama sistem senjata (alutsista). Kemampuan alutsista itu bukan hanya berorientasi pada pertahanan udara, melainkan, untuk meningkatkan nilai politis Indonesia di dunia internasional.
"Kita harus punya kekuatan udara yang kuat. Air power itu ada operasi taktis, operasi strategis, air defence, air mobility dan recognized. Jika, Indonesia ingin punya angkatan udara yang capable, maka kita harus melakukan semua itu untuk memiliki bargaining power," katanya.
Karena itu, Imam mengatakan, selain menyiapkan dana upgrade F-16, Indonesia juga menunggu kedatangan 6 buah pesawat Sukhoi buatan Rusia, 16 unit pesawat tempur Super Tocano untuk mendukung kekuatan pertahanan udara.
KSAU mengatakan, Super Tucano menggantikan OV-10 yang tak lagi beraperasi. Harapan TNI AU, 16 unit pesawat buatan Brasil itu sudah berada di Tanah Air.
"OV-10 memang sudah harus grounded karena usia. Kita telah menetapkan Super Tucano sebaga pengganti. Sekarang kita tinggal menunggu kedatangannya saja karena prosesnya telah selesai," ujarnya.
Sumber: Suara Karya