Pages

Sunday, June 12, 2011

KSAU: Pelanggaran Wilayah Meningkat


F-16 TNI AU. (Foto: lanud-iswahjudi)

11 Juni 2011, Jakarta (ANTARA News): Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengemukakan, kegiatan pelanggaran wilayah baik di darat, laut maupun udara meningkat.

"Meski berdasar analisa intelijen dalam beberapa waktu ke depan tidak akan ada invasi terbuka, namun pelanggaran wilayah makin meningkat baik di darat, laut maupun udara," katanya, saat memimpin upacara serah terima jabatan Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara (Pangkoopsau) I di Jakarta, Sabtu.

Imam mengatakan, pelanggaran wilayah itu disertai dengan aksi pencurian sumber daya alam baik di darat maupun di laut.

"Pembalakan liar, pencurian ikan marak terjadi di wilayah kita. Karena itu. Berbagai bentuk pelanggaran wilayah disertai kegiatan ilegal seperti pencurian ikan tersebut dapat menjadi potensi konflik bagi dua negara atau beberapa negara," katanya.

Terkait itu, lanjut Imam, sebagai salah satu komando utama yang bertugas menegakkan kedaulatan di udara dan mendukung kedaulatan negara di laut dan darat, Koopsau I harus terus melaksanakan peran dan tugas pokoknya dengan maksimal.

Kasau mengakui, untuk melaksanakan peran dan tugas pokoknya secara maksimal masih terkendala terbatasnya tingkat kesiapan alat utama sishttp://www.blogger.com/img/blank.giftem senjata karena anggaran yang terbatas.

"Namun, bukan berarti dengan keterbatasan itu, jajaran Koopsau I tidak dapat melakukan tugas pokoknya dan perannya. Diperlukan manajemen yang baik yang dapat mensinergikan potensi SDM, alat utama sistem senjata dan lainnya," ujarnya.

Imam menegaskan, diperlukan kreativitas, inovasi yang realistis untuk menjalankan tugas pokok dan peran Koopsau I secara maksimal dihadapkan pada keterbatasan yang ada.

Koopsau I yang bermarkas komando di Jakarta menaungi 19 pangkalan udara atau lanud, tiga detasemen, dan 40 pos TNI AU. Wilayah tanggungjawabnya membentang dari Sabang hingga sebagian Kalimantan Tengah dan sebagian Jawa Tengah.

Sumber: ANTARA News

Istana Beli Pesawat Kepresidenan Seharga Rp 500 miliar



10 Juni 2011, Jakarta (TEMPO Interaktif): Pengamat penerbangan, Dudi Sudibyo, menilai pesawat kepresidenan Boeing Business Jet 2 (BBJ2) tidak efektif untuk kunjungan di dalam negeri. Pesawat seharga US$ 58 juta (Rp 500 miliar) ini berbadan besar sehingga perlu landasan panjang. "Sementara itu, landasan di dalam negeri rata-rata pendek," ujarnya kemarin.

Menurut Dudi, BBJ2 hanya cocok untuk kunjungan kenegaraan yang menuntut mobilitas tinggi. "Pesawat ini biasa digunakan para pebisnis di negara-negara maju yang butuh kecepatan waktu tempuh dari satu negara ke negara lain."

Sebelumnya diberitakan bahwa pemerintah berencana membeli BBJ2 dari Boeing Commercial Airplanes dan General Electric, Amerika Serikat. Anggaran pembelian pesawat sudah disepakati Dewan Perwakilan Rakyat. Rencananya, pesawat ini mulai dirakit tahun depan dan selesai pada 2013.

Dudi juga menyoroti efektivitas kegiatan presiden dalam menggunakan pesawat. Jika dalam setahun jumlah penerbangan presiden dengan pesawat minim, pembelian ini menjadi percuma. "Sebab, biaya perawatan mesin pesawat BBJ2 tidak murah," ujarnya.

Dia menyarankan agar pemerintah menggunakan pesawat kecil baling-baling jenis CN-235 buatan PT Dirgantara Indonesia untuk kunjungan domestik. "Pesawat ini cocok untuk kunjungan ke pulau-pulau," ujarnya. Tapi, kata dia, "Kembali kepada pemerintah, banyak mana kunjungan ke negara lain atau ke daerah-daerah?"

Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi menyatakan pembelian pesawat kepresidenan akan menghemat anggaran Rp 114,2 miliar setahun. Penghematan ini didapat jika dibandingkan dengan menyewa pesawat dari Garuda Indonesia.

Sudi membandingkan anggaran sewa pesawat dan harga pesawat baru. Selama lima tahun (2005-2009), anggaran mencarter US$ 91,9 juta atau Rp 919,6 miliar dan terealisasi Rp 813,7 miliar. Biaya sewa selama lima tahun ini, kata dia, sudah cukup untuk membeli pesawat US$ 85,4 juta.

BBJ2 merupakan salah satu pesawat yang juga dioperasikan PT Garuda Indonesia Tbk untuk tujuan komersial. Beda pesawat BBJ2 untuk komersial dan bisnis (private jet), kata Dudi, hanya pada desain dalam pesawat. Boeing yang digunakan untuk transportasi komersial didesain mengangkut sekitar 200 orang. Harganya sekitar US$ 50 juta. Adapun untuk kepentingan bisnis, desain dalam pesawat diubah dengan berbagai kelengkapan dan mewah. Kapasitas angkut juga terbatas hanya untuk 30-70 orang. "Harganya disesuaikan dengan pesanan," katanya.

Sumber: TEMPO Interaktif

TNI AU Tambah 9 Unit Hercules




JAKARTA - Lima unit pesawat angkut C-130 Hercules akan segera memperkuat TNI AU, ungkap KSAU Marsekal TNI Imam Sufaat di Jakarta, Sabtu (11/6).

Ditemui ANTARA usai memimpin serah terima jabatan Panglima Komando Operasi TNI Angkatan Udara I, KSAU mengatakan lima pesawat angkut C-130 itu akan tiba di Indonesia secara bertahap dalam dua tahun kedepan.

"Kami membutuhkan sembilan pesawat Hercules, dalam dua tahun ini semoga bisa dipenuhi lima dulu. Dengan penambahan sembilan unit itu, maka TNI AU akan memiliki 30 unit," katanya.

Ketiga puluh unit Hercules itu terdiri atas pesawat tanker sebanyak dua unit, pesawat VIP dua unit dan pesawat operasional untuk mengangkut pasukan sebanyak 26 unit.

Ia menuturkan, untuk memenuhi sembilan unit Hercules ke depan pihaknya telah menjajaki beberapa tawaran dari beberapa negara. "Dari beberapa tawaran itu, kami pilih yang terbaik," kata Kasau.

Hingga kini setidaknya tiga negara yang menawarkan hibah pesawat angkut C-130 Hercules kepada Indonesia, yakni Amerika Serikat, Australia dan Norwegia.

Pemerintah Amerika Serikat dan Australia menawarkan enam pesawat Hercules tipe E dan J dengan potongan harga khusus kepada pemerintah Indonesia pada 2012.

Enam Hercules hibah dari AS itu merupakan pesawat yang sebelumnya diperuntukkan bagi tiga negara di Asia dan Afrika. Namun, semua sebelum dihibahkan ke Indonesia telah mengalami perbaikan dan modifikasi.

AS menjanjikan bantuan pengadaan enam pesawat angkut C-130 Hercules tipe H dan J untuk Indonesia. Bantuan berupa potongan harga dengan menggunakan fasilitas Foreign Military Financing (FMF) dan bantuan suku cadang bagi pesawat angkut berat Hercules.

Sementara Pemerintah Norwegia menawarkan empat unit pesawat angkut C-130 Hercules tipe H kepada Indonesia, yang telah digunakan Angkatan Udara Norwegia.

Sebelum dihibahkan, Norwegia sepakat untuk melakukan peremajaan terlebih dulu atas biaya mereka. Empat unit Hercules tipe H yang ditawarkan tersebut keseluruhannya bernilai 66 juta dolar AS.

Sedangkan Australia menawarkan Hercules Tipe J, sesuai hasil kunjungan Kepala Staf Angkatan Udara Australia pada awal 2011, maka Australia akan segera menyerahkan hibahnya kepada Indonesia.

Sumber : ANTARA

KRI Clurit-641 Sandar di Surabaya


SURABAYA - KRI Clurit-641 sandar di Dermaga Madura Koarmatim, Ujung Surabaya, Jumat (10/6). Pangarmatim, Laksda TNI Bambang Suwarto (dua kanan) didampingi Dankormar, Mayjend TNI (Mar) M Alfan Baharudin (tiga kanan) juga berkesempatan meninjau kapal dan melihat demo dari ABK kapal yang mencoba senjata mesin kaliber 12,7.

KRI Clurit-641 merupakan kapal perang jenis kapal cepat rudal karya anak bangsa dibawah di PT Palindo Marine yang menambah kekuatan di jajaran KRI untuk menjaga laut NKRI yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang tinggi. FOTO ANTARA/M Risyal Hidayat/Koz/pd/11.



Persetujuan Parlemen AS Diharapkan Selesai Bulan Agustus


11 Juni 2011

Stok F-16 Amerika di Aerospace Maintenance And Regeneration Center/ AMARC yang terletak di Davis Monthan AFB in Tucson, Arizona (photo : Ken Aviation)

KSAU: Hibah F-16 Tunggu Parlemen AS

Jakarta (ANTARA News) - Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan hibah dua skuadron pesawat F-16 Fighting Falcon dari Amerika Serikat masih menunggu persetujuan parlemen negara tersebut.

Kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu, ia menambahkan, "Semoga pada Agustus mendatang, seluruh proses sudah selesai termasuk persetujuan dari parlemen AS, sehingga pada tahun ini sudah dapat tandatangan kontrak,".

Kasau melanjutkan,"jika tahun ini sudah dapat ditandatangani kontraknya, maka tahun depan delapan unit pesawat tersebut diharapkan sudah masuk memperkuat TNI Angkatan Udara".

Imam menuturkan pihaknya sudah melakukan pemaparan baik kepada Mabes TNI, Kementerian Pertahanan dan DPR tentang rencana hibah dua skuadron pesawat F-16 tersebut.

"Bahkan kami juga sudah menyampaikan secara rinci mengapa TNI Angkatan Udara lebih memilih menerima hibah tersebut dibandingkan dengan membeli pesawat serupa berjenis terbaru namun dengan harga lebih mahal. Kita paparkan segala kekurangan dan kelebihannya," ungkapnya.

Suasana di AMARC pada lokasi penyimpanan F-16, foto ini diambil pada tahun 2010, jika dihitung pesawat F-16 disitu berjumlah 239 unit (photo : Rob van Ringelesteijn)
F-16 Fighting Falcon adalah jet tempur multiperan yang dikembangkan General Dynamics, yang kemudian diakuisisi oleh Lockheed Martin, AS. Meski pada awalnya dirancang sebagai pesawat tempur ringan, belakangan telah berevolusi menjadi pesawat multiperan yang tangguh dan amat populer.

Indonesia pernah memiliki 12 unit F-16 A/B blok 15-OCU yang terdiri atas delapan F-16A dan empat F-16B. Namun, anggota Komisi I (Hankam dan Luar Negeri) DPR, Fayakhun Andriadi, mengatakan, Indonesia kini hanya memiliki 10 F-16 model A/B atau F-16 generasi pertama. Indonesia hendak mengembangkannya menjadi satu skuadron penuh dengan berencana membeli enam unit F-16 terbaru model C/D.

Namun, munculnya tawaran dari AS untuk menghibahkan F-16 kepada Indonesia. AS kini memiliki 24 F-16 yang masih baik dan masih dapat di-retrofit menjadi F-16 C/D terbaru karena AS telah meningkatkan kelas pesawatnya ke F/A-18.

Sebelum dihibahkan, AS membantu melakukan retrofit 24 unit pesawat F-16 itu dan "upgrade" 10 unit F-16 A/B milik Indonesia menjadi F-16 generasi terbaru.

Jika tawaran AS itu diterima, jumlah pesawat F-16 Indonesia kelak setelah "retrofit" dan "upgrade" akan menjadi 32 unit atau dua skuadron. (*)

Thursday, June 9, 2011

Najib: Peluang Pembelian Sukhoi Masih Terbuka

Muhammad Najib (JPI/Andri N)
Senayan - Anggota Komisi I DPR Muhammad Najib mengatakan, masih terbuka opsi pengadaan pesawat tempur Sukhoi dari Rusia untuk penambahan alutsista bagi TNI AU, meski dikabarkan saat ini Kementerian Pertahanan (Kemhan) telah mencapai kesepakan untuk pembelian 16 pesawat T-50 Golden Eagle dari Korea Selatan. Sebab, sepengetahun Komisi I DPR, kontrak pengadaan pesawat T-50 dari Korsel itu baru tahap awal, belum final.

"Komisi I DPR sejauh ini belum pernah diajak pembahasan pengadaan satu skuadron pesawat T-50 dari Korsel sehingga keputusan pengadaan pesawat tersebut belum belum final karena DPR belum menyetujuinya," ujar Najib kepada Jurnalparlemen.com, Kamis (2/6).

Bahkan, kata Najib, masih terbuka juga peluang atas tawaran 24 unit hibah pesawat F-16 bekas dari Amerika Serikat (AS). Mengingat sampai saat ini semua opsi pengadaan pesawat tempur untuk mendukung kekuatan alutsista TNI AU semuanya belum disepakati DPR dan Pemerintah.

Menurut Najib, memang sebagian besar anggota Komisi I DPR menyarankan agar Kemhan kembali membeli pesawat Sukhoi dari Rusia untuk melengkapi jumlah pesawat tersebut yang dimiliki TNI AU menjadi satu skuadron. Terlebih kerja sama pembelian pesawat tempur dengan Rusia selama ini relatif mudah. Ini berbeda dengan negara lain yang menyertakan sejumlah persyaratan ketat dan cenderung membebani Indonesia.

"Rusia selama ini telah menyediakan anggaran kredit ekpor bagi Indonesia dalam pengadaan alutsista dari Rusia sebesar satu miliar dolar AS. Kredit ekspor dari Rusia itu selama ini baru terpakai 30 persennya sehingga Indonesia masih banyak memiliki kesempatan untuk membeli berbagai alutsita dari Negeri Beruang Merah itu dengan memanfaatkan kredit ekspornya, termasuk dalam pembelian pesawat tempur Sukhoi," tegasnya.

Mantan Sekretaris F-PAN DPR RI ini menjelaskan, selama ini kecenderungannya Komisi I DPR juga mendorong Kemhan untuk membeli pesawat tempur yang dalam kondisi baru, serta dari negera yang tidak memiliki catatan buruk pada Indonesia, khususnya soal embargo persenjataan.

Dikabarkan, Korea Selatan akan segera  merealisasikan pesanan 16 jet tempur T-50 Golden Eagle pada 2013. Itu menyusul penandatanganan kontrak pengadaan pesawat senilai 400 juta dolar AS dengan Pemerintah Indonesia pada pekan lalu
http://jurnalparlemen.com/news/2011/06/najib-peluang-pembelian-sukhoi-masih-terbuka

Kopaska Akan Memodernisasi Persenjataannya


JAKARTA - Komando Pasukan Katak (Kopaska) bagian dari pasukan khusus TNI AL, terus memodernisasi persenjataannya sesuai tantangan dan ancaman yang dihadapi.

"Modernisasi dilakukan baik untuk persenjataan perorangan dan satuan," kata Kepala Staf Komando Armada RI Kawasan Barat (Koarmabar) Laksamana Pertama TNI Herry Setianegara di Jakarta, Rabu (8/6).

Menjawab ANTARA usai memimpin upacara serah terima jabatan Komandan Satuan Kopaska Koarmabar ia mengatakan modernisasi disertai alih teknologi dan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk penguasaan teknologi serta penggunaannya.

Herry mencontohkan, Satuan Kopaska Koarmabar segera mendatangkan beberapa unit kendaraaan tempur bawah air untuk mendukung tugas pokoknya sebagai pasukan khusus matra laut.

"Tantangan dan ancaman pertahananan keamanan dari waktu ke waktu makin beragam dan kompleks, sesuai perkembangan lingkungan strategis," ujarnya, menambahkan.

Karena itu, sebagai bagian dari pasukan khusus TNI Angkatan Laut Kopaska harus terus menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada baik dari segi kualitas SDM hingga persenjataan serta perlengkapan sarana prasarana yang dimiliki.

"Jangan sampai, kalian ketinggalan zaman di segala lini, termasuk dari segi strategi, teknik, dan taktik operasional. Intinya, tingkatkan pembinaan kekuatan dan kemampuan tempur," ujar Herry.

Serah terima jabatan komandan satuan Kopaska Koarmabar dilakukan dari Kolonel Laut (T) Andy Kriswanto kepada Letnan Kolonel Laut (P) R.Eko Suyatno.

Sumber : ANTARA

BERITA POLULER