Pages

Sunday, June 5, 2011

Jaga Wilayah, Angkatan Laut Butuh 10 Kapal Selam

Kapal TNI AL/TEMPO/Fransiskus S

TEMPO Interaktif, Jakarta - Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo mengatakan, TNI Angkatan Laut setidaknya membutuhkan 10 unit kapal selam untuk kebutuhan penjagaan dan pertahanan wilayah laut Indonesia. "Saat ini kita cuma punya dua. Itu pun yang satu sedang diperbaiki," kata Susilo ketika dihubungi Tempo, Minggu 5 Juni 2011.


Tiga kapal selam, menurut Susilo, harus selalu disiagakan masing-masing di kawasan timur, tengah dan barat perairan Indonesia. Tiga kapal selam lain untuk infrastruktur pelatihan. Sisanya, "Cadangan jika salah satu kapal selam sedang diperbaiki atau menjalani perawatan rutin," ujarnya

Jika kebutuhan 10 kapal selam itu terpenuhi, dipastikan setiap saat selalu ada kapal selam bersiaga di wilayah laut Indonesia. Karena saat ini TNI hanya memiliki dua kapal selam, otomatis hanya satu kapal selam yang beroperasi saat yang lain menjalani perawatan. Apalagi, kapal selam harus menjalani proses kalibrasi secara rutin.

TNI AL saat ini juga belum memiliki kapal selam khusus untuk keperluan latihan. Kebutuhan kapal selam dinilai menjadi salah satu kebutuhan strategis karena kondisi perairan Indonesia yang terdiri dari banyak layer (lapisan). Perairan Indonesia juga memiliki temperatur ideal untuk beroperasinya kapal selam. Layer-layer ini membuat kapal selam sulit dilacak oleh radar musuh dan sulit ditembus oleh gelombang elektromagnetik.





Dihubungi secara terpisah, Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Soeparno mengatakan, TNI AL sekurang-kurangnya butuh enam buah kapal selam. Saat ini TNI AL baru memiliki dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nenggala yang dimiliki sejak tahun 1980-an. Itu pun, KRI Cakra masih dalam perbaikan dan baru rampung Januari tahun depan. Untuk memenuhi jumlah miminal itu, "TNI AL butuh empat buah kapal selam lagi," katanya.

Namun untuk dapat memenuhi jumlah ideal itu masih dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, setelah dipesan, proses pembuatan kapal selam butuh waktu bertahun-tahun. "Minimal 3 tahun," ujar Soeparno.





Pemerintah berencana membeli dua unit kapal selam untuk melengkapi armada TNI AL pada tahun ini. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," kata Laksamana Muda Susilo. Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) Kementerian Pertahanan saat ini tengah menggodok rencana pembelian tersebut. Penggodokan sudah memasuki tahap memilih satu diantara tiga negara produsen yang telah mengajukan penawaran. Yakni Jerman, Perancis atau Korea.

TEMPOINTERAKTIF

Indonesia Perlu Peningkatan Hubungan Militer Dengan Russia

Jakarta, kompas - Hubungan kerja sama pertahanan dan keamanan dengan Rusia harus bisa dilanjutkan dan ditingkatkan di masa depan. Sejarah membuktikan, Rusia adalah salah satu negara sahabat yang pernah membantu kekuatan militer Indonesia dengan sepenuh hati tanpa ikatan apa pun.


Foto:detik Foto

Demikian salah satu pokok bahasan yang disampaikan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto dalam seminar sehari berjudul ”Indonesia-Rusia: Menatap Masa Depan” yang berlangsung di Kampus Universitas 17 Agustus 1945 (UTA ’45), Sunter, Jakarta Utara, Sabtu (4/6).
Selain Slamet, pembicara dalam seminar ini adalah mantan Duta Besar RI untuk Rusia Susanto Pudjomartono, Direktur Pusat Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Rusia Yuri N Zozulya, serta dosen sejarah dan nasionalisme UTA ’45 Peter Kasenda.
Slamet mengatakan, pada era Presiden Soekarno, pembangunan kekuatan Angkatan Laut diutamakan karena Bung Karno waktu itu sadar, Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas dan kaya.
”Salah satu negara yang membantu kita waktu itu adalah Rusia. Dengan kekuatan Rusia, kekuatan Angkatan Laut kita waktu itu sangat besar sehingga tidak ada (negara) yang berani main- main dengan RI,” ungkap Slamet.
Jika kekuatan TNI AL masa kini masih sebesar itu, lanjutnya, Indonesia tidak akan kehilangan Pulau Sipadan-Ligitan dan tidak akan ada masalah dengan negara tetangga di perairan Ambalat.
Ditambahkan, untuk melindungi seluruh kekayaan dan kedaulatan RI, mau tidak mau pembangunan pertahanan ini harus terus ditingkatkan. Meski demikian, berdasarkan pengalaman masa lalu, kerja sama pertahanan dengan negara-negara di luar Rusia (terutama Amerika Serikat dan sekutunya) selalu diembel- embeli dengan ikatan dan syarat- syarat tertentu.
Sementara itu, Rusia selalu siap membantu Indonesia tanpa ikatan apa pun. ”Kita seharusnya tak perlu melihat negara mana yang akan diajak kerja sama, tetapi bagaimana kerja sama itu harus dibangun demi kepentingan bangsa ini,” kata Slamet.
Susanto Pudjomartono menambahkan, pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari Rusia menjadi salah satu bidang kerja sama kedua negara yang sangat menjanjikan. Ini karena Rusia tak menuntut ikatan politik apa pun dari pembelian tersebut.
Indonesia pun diuntungkan karena Rusia sampai saat ini masih menjadi produsen utama persenjataan di dunia sehingga hampir seluruh kebutuhan alutsista bisa diperoleh dari negara itu.
Buku Military Balance 2010 yang disusun International Institute for Strategic Studies menyebutkan, Indonesia telah memesan berbagai alutsista senilai lebih dari 1 miliar dollar AS kepada Rusia. Alutsista itu terdiri dari pesawat tempur Sukhoi Su-27/30, helikopter Mi-17 dan Mi-35, kapal selam kelas Kilo, tank amfibi BMP-3F, serta sistem rudal antikapal (ASSM). (DHF)

KOMPAS

Erdogan: Tak Ada yang Bisa Mencegah Konvoi Gaza

 Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, tidak ada yang bisa mencegah kapal bantuan Gaza. Pernyataan itu dikeluarkan mereaksi ancaman rezim Zionis Israel untuk mencegah konvoi kapal bantuan kemanusiaan Gaza.
Sebagaimana dilaporkan kantor berita Fars, Ahad (5/6), Erdogan dalam sebuah program televisi, menjawab sebuah pertanyaan tentang ancaman Israel untuk menghalangi kapal pengangkut bantuan kemanusiaan Gaza. Dikatakannya, "Apakah mungkin untuk mencegah aktivitas organisasi-organisasi non-pemerintah?" "Apakah kita mungkin menghalangi aktivitas kelompok Greenpeace?" "Bukankah kapal-kapal yang melintas itu mengantongi izin? Oleh karena itu, kita tidak bisa lagi mencegah mereka melintas."
Lebih lanjut, Erdogan menandaskan, "Memang apa yang dibawa oleh kapal-kapal itu? Mereka tidak mengangkut senjata. Sepucuk senjata pun bahkan tidak ditemukan. Karena itu, tidak ada lagi pembicaraan tentang penyelundupan senjata." "Lalu, bagaimana kita akan mencegah perjalanan kapal-kapal tersebut?" tegas Erdogan penuh heran.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu memperingatkan Israel terkait dampak intervensi rezim itu terhadap pelayaran konvoi kapal bantuan kemanusiaan untuk rakyat Jalur Gaza.
"Ankara akan bersikap keras terhadap segala bentuk tindakan intervensif dan ancaman serangan militer Israel terharap konvoi kedua bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza," tegasnya. (IRIB/RM)

IRIB

Konvoi Kedua Berangkat ke Gaza, Turki Peringatkan Israel



Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu memperingatkan Rezim Zionis Israel terkait dampak intervensi rezim ini terhadap pelayaran konvoi kapal bantuan kemanusiaan bagi rakyat Jalur Gaza. Oglu dalam wawancaranya dengan Koran Star cetakan Turki seraya mengisyaratkan serangan brutal Israel terhadap Kapal Mavi Marmara pada 31 Juni 2010 mengatakan, Ankara akan bersikap keras terhadap segala bentuk tindakan intervensif dan ancaman serangan militer Israel terharap konvoi kedua bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza.
Seraya menolak permintaan Israel untuk mencegah pengiriman konvoi kedua bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza, Oglu menekankan, aksi kejahatan Tel Aviv melanggar konvensi internasional dan menjadi ancaman bagi stabilitas keamanan regional.
Oglu menambahkan, pengiriman konvoi bantuan kemanusiaan bagi rakyat Gaza kedua dilakukan di saat Israel bukan hanya tidak bersedia memberikan ganti rugi kepada keluarga korban Kapal Mavi Marmara, namun juga Tel Aviv enggan meminta maaf kepada pemerintah Turki atas brutalitasnya tersebut. (IRIB/MF)

IRIB

Rusia Mundur Dari Kandidat Pengadaan Kapal Selam TNI AL


JAKARTA - Tim Evaluasi Pengadaan (TEP) Kapal Selam di Kementerian Pertahanan saat ini sudah memasuki tahap memilih satu di antara dua negara produsen yang telah mengajukan penawaran. "Dua negara itu adalah Jerman dan Korea," kata Kepala Staf TNI AL, Laksamana TNI Soeparno kepada Tempo, Minggu (5/6).

Sebelumnya, ada empat negara yang mengajukan penawaran. Namun, Rusia mundur karena produk kapal selam (Kilo Class) yang ditawarkan tak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan TNI AL. "Mereka menawarkan kapal selam besar," ujar Soeparno. Kapal selam yang dibutuhkan TNI AL, kata dia, tidak terlampau besar dan yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia.

Selain itu, pembelian kapal selam juga disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. "Kalau kapal selam besar, anggarannya tidak mencukupi," ujarnya. Sayangnya, Soeparno enggan menyebut berapa jumlah anggaran yang disiapkan untuk membeli kapal selam itu. Namun, menurut dia, rencana membeli kapal selam sudah dianggarkan sejak tahun 2005 lalu.

Sebelumnya, Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda TNI Susilo mengatakan bahwa pada tahun ini pemerintah setidaknya akan membeli dua unit kapal selam. "Tahun ini kami harapkan bisa eksekusi," kata Susilo di kantornya, Jakarta, akhir Mei lalu.

Senada dengan Soeparno, Susilo mengatakan pembelian kapal selam disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, mengingat mahalnya harga kapal selam. KSAL mengatakan Jerman menawarkan kapal selam jenis U-209 dan U-214. Sedangkan Korea Selatan menawarkan Chang Bogo.

Menurut Soeparno, TNI AL paling tidak membutuhkan sekurang-kurangnya enam buah kapal selam. Saat ini, TNI AL baru memiliki dua kapal selam, yakni KRI Cakra dan KRI Nanggala yang dimiliki sejak tahun 1980-an. "TNI AL butuh empat buah kapal selam lagi," katanya.

Namun, untuk dapat memenuhi jumlah ideal itu masih dibutuhkan waktu yang cukup lama. Pasalnya, setelah dipesan, proses pembuatan kapal selam butuh waktu bertahun-tahun. "Minimal tiga tahun," ujarnya.

Sumber : TEMPOINTERAKTIF.COM

Ilham Habibie: Anggaran Litbang Indonesia Minim


JAKARTA - Minimnya anggaran penelitian dan pengembangan (Litbang) bagi institusi baik pemerintah maupun swasta membuat pembangunan teknologi di Indonesia tertinggal dari negara lain.

Menurut Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) , Ilham A.Habibie, anggaran Litbang di Indonesia hanya 0,07% dari PDB. Jumlah ini jauh dibanding negara-negara lain.

"Anggaran negara Indonesia untuk Litbang sebesar 0,07% dari PDB, padahal anjuran UNESCO, 0,2%," kata Ilham saat menjadi pembicara seminar nasional "Inovasi Teknologi dan Perubahan Sosial", dalam Dies Natalis Ikatan Sarjana Katolik Indonesia ke-53, Jumat (3/6) di Jakarta.

Sebagai pembanding, tambahnya, anggaran litbang di China sebesar 1,3% dari PDB sementara di Israel sebesar 4,95% dari PDB.Tingginya anggaran litbang Israel ini membuat negara ini bisa memajukan industrinya dan beberapa bidang.

Ditambahkannya, swasta memiliki kontribusi yang sangat kecil dalam litbang di Indonesia. "Kalau swasta terlalu mengandalkan pemerintah, seringkali terjadi apa yang dilitbangkan tidak sesuai dengan yang dibutuhkan," ujar dia.

Dari hasil perbincangan dengan Menteri Negara Riset dan Teknologi, tidak hanya anggaran litbang yang minim, tetapi komunikasi antara pemerintah dengan swasta juga harus diperbaiki. Oleh karena itu, katanya, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan Menristek untuk memperbaiki inovasi teknologi.

Peran serta masyarakat dalam pembangunan riset dan teknologi juga masih minim. Padahal dengan teknologi bisa membantu memberdayakan masyarakat. "Masyarakat belum seluruhnya bisa berpartisipasi, mereka lebih menjadi pengamat atau orang yang lebih tertinggal," ujar dia.

Karena itu, masyarakat Indonesia diharapkan tidak terlena dengan kondisi industri saat ini yang dikuasasi oleh orang asing. Masyarakat utamanya pengusaha harus mulai membuat inovasi membangun industri nasional seperti halnya India dan China.

Sumber : JURNAS

KSAL : Pemilihan Kapal Selam Masih DiKaji


JAKARTA - Pembelian kapal selam yang hingga kini belum diputuskan pengadaannya dikarenakan masih menunggu hasil kajian TNI AL tentang spesifikasi yang dibutuhkan. Hal ini diungkapkan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Soeparno dalam wawancara khusus dengan Media Indonesia, Rabu (1/6).

KSAL mengatakan keputusan pembelian kapal selam masih berada dalam proses. Tim evalusi pengadaan dari Pemerintah masih menjajaki pembelian tersebut. "Rencana pembeliannya sudah ada dari tahun 2004, tetapi selalu tertunda, mudah-mudahan tahun ini bisa terealisasi. Saya kan dulu orang kapal selam, saya dianggap ahlinya" ujar Soeparno.

Sebelumnya Soeparno pernah menjabat sebagai Komandan Satuan Kapal Selam Koarmatim (Dan Satsel Armatim) pada tahun 1999. Beliau juga dikenal sebagai perwira dengan spesialisasi kapal selam. Selain itu KSAL juga pernah mengomandani 3 kapal perang. Yaitu, Komandan KRI Badik-623, KRI Nala-363 dan KRI Oswald Siahaan-354.

Kapal Selam Malaysia di Kalimantan Utara
 Secara terpisah, pakar pertahanan Universitas Indonesia Andi Widjajanto mengatakan Indonesia harus segera merealisasikan pembelian empat kapal selamnya dan mendesak Malaysia untuk tidak melakukan provokasi. Sebelumnya Malaysia telah mengkonfirmasi pengoperasian dua kapal selamnya yang di beli dari Perancis.

Menurut Andi, perencanaan strategis (renstra) Malaysia tahap kedua bakal mencakup penggelaran kekuatan maritim yang berpusat di Kalimantan Utara. Hampir bisa dipastikan kapal selam itu akan beroperasi di perairan Filipina, Laut China Selatan, Laut Sulawesi, dan blok Ambalat.

"Daerah itu ideal untuk menggelar kapal selam karena itu laut dalam. Hampir bisa dipastikan, 90%, manuver-manuver itu akan ada juga di blok Ambalat," ucap Andi.

Sumber : MEDIAINDONESIA.COM

BERITA POLULER