Pages

Thursday, May 19, 2011

Iran Tolak Klaim PBB Soal Program Rudal

 Menteri Pertahanan Republik Islam Iran Brigjend Ahmad Vahidi menolak klaim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang kerjasama Iran dan Korea Utara dalam program rudal mereka.
"Kami benar-benar mandiri dalam bidang ini dan tidak ada pertukaran antara kami (Iran dan Korut) dalam hal ini," kata Vahidi pada hari Rabu (18/5).
Pada hari Jumat, PBB mengklaim dalam sebuah laporan rahasia bahwa item terlarang terkait rudal balistik diduga telah dibagi antara Korut dan Iran.
Kabel diplomatik Amerika Serikat yang disiarkan oleh laman "whistle-blower" WikiLeaks pada akhir tahun lalu mengatakan pihak intelijen AS meyakini Iran menerima peralatan dari Korut untuk rudal canggih yang dapat mencapai Eropa.
Pada hari Selasa, Jurubicara Departemen Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast menolak laporan tersebut dan menekankan kemandirian negara di bidang produksi rudal dan Iran tidak membutuhkan teknologi luar.
Sementara itu, Beijing kemarin juga menyangkal laporan tim PBB yang mengindikasikan bahwa teknologi peluru kendali terlarang telah dibagi antara Korut dan Iran melalui negara ketiga yang menurut sejumlah diplomat adalah Cina. (IRIB/RM)

IRIB

Rusia Peringatkan Perang Dingin Baru

 Rusia memperingatkan Barat tentang Perang Dingin baru jika gagal untuk menjawab keprihatinan Moskow mengenai sistem rudal yang direncanakan berbasis di Eropa.
Pada hari Rabu (18/5), Presiden Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan bahwa negaranya akan mengambil tindakan balasan, jika Amerika Serikat akan melanjutkan pembangunan sistem perisai rudal di Eropa, AFP melaporkan.
"Kami akan berbicara tentang berkembangnya potensi ofensif terhadap kemampuan nuklir Rusia. Ini akan menjadi skenario yang sangat buruk. Ini akan menjadi skenario yang melemparkan kita kembali ke era Perang Dingin," tegas Medvedev selama konferensi pers.
Sejak awal, Medvedev mengancam akan keluar dari Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis (START), jika program penempatan perisai rudal dilanjutkan tanpa melibatkan Rusia.
Perhatian utama Moskow adalah sistem rudal akan digunakan untuk melawan Rusia ketimbang melawan rudal yang mengancam Eropa, seperti yang diklaim Amerika Serikat.
"Kami ingin melihat program perisai rudal berkembang di bawah aturan yang jelas," kata Medvedev.
Moskow telah lama menentang pengerahan fasilitas rudal NATO dan menyebutnya sebagai ancaman keamanan Rusia.
Meski demikian, Rusia setuju untuk mempertimbangkan proposal NATO terkait kerjasama dalam program tersebut, tetapi bersikeras bahwa sistem itu harus dijalankan bersama-sama. Namun, NATO menolak permintaan Rusia.
START baru telah membantu meningkatkan hubungan antara Moskow dan Washington, tetapi Rusia masih menaruh rasa curiga terhadap program perisai rudal AS. (IRIB/RM)

IRIB

Rusia-AS kembali Bersitegang

 Pemerintah Rusia memperingatkan bahwa mereka berhak untuk menarik diri dari Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis baru (START II), selama Amerika Serikat tidak memberikan jaminan atas program perisai rudal di Eropa.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov mengatakan pada hari Senin (16/5) bahwa Moskow prihatin tentang penolakan Washington untuk memberikan jaminan yang mengikat secara hukum, yang menyatakan sistem rudal tersebut tidak akan mengancam keamanan Rusia.
"Amerika bersikeras tentang pentingnya peluncuran kerjasama praktis tanpa syarat," tambahnya seperti dikutip RIA Novosti.
"Rusia tidak dapat memulai kerjasama pada proyek-proyek tertentu tanpa jaminan hukum bahwa sistem masa depan tidak akan diarahkan terhadap kepentingan keamanan kami" tegas Ryabkov.
"START baru mungkin menjadi sandera bagi pendekatan AS," jelasnya di hadapan anggota parlemen Duma. Dia mengatakan bahwa Moskow kecewa dengan reaksi negatif Washington terhadap permintaannya.
Rusia, yang menganggap program perisai rudal AS sebagai ancaman terhadap keamanannya, setuju untuk mempertimbangkan proposal NATO terkait kerjasama dalam program tersebut, tetapi bersikeras bahwa sistem itu harus dijalankan bersama-sama. Namun, NATO menolak permintaan Rusia.
START baru telah membantu meningkatkan hubungan antara Moskow dan Washington, tetapi Rusia masih menaruh rasa curiga terhadap program perisai rudal AS. (IRIB/RM)

IRIB

Panglima TNI : Revitalisasi Industri Strategis Untuk Tingkatkan Industri Pertahanan Nasional



tni_revitalisasiJakarta, Seruu.com - “Dalam periode kedua masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa kali telah menunjukkan keinginannya untuk merevitalisasi industri strategis pertahanan, guna mengembangkan kemampuan industri dalam negeri bagi kepentingan pembangunan ekonomi nasional. Revitalisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional sekaligus memberikan kontribusi bagi kepentingan pembangunan ekonomi.”
Demikian dikatakan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. pada acara Seminar Revitalisasi Industri Strategis yang diselenggarakan Harian Umum Sinar Harapan, Kementerian Pertahanan dan Perum LKBN Antara di Auditorium Adhiyana, Wisma Antara Lt II Jl. Medan Merdeka Selatan 17 Jakarta, Rabu (18/5). Seminar diselenggarakan dalam rangka menyongsong ASEAN Defence Minister’s Meeting yang akan dilaksanakan pada tanggal 19 – 20 Mei 2011.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 7 tahun 2008 tentang kebijakan umum pertahanan negara, memuat bahwa satu permasalahan aktual dalam penyelenggaraan pertahanan negara adalah rendahnya kondisi dan jumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista), terkait dengan rendahnya pemanfaatan industri pertahanan nasional dan embargo oleh negara - negara produsen utama, untuk itu diperlukan percepatan terwujudnya kemandirian industri pertahanan.
Dokumen Nota Kesepahaman antara Kementerian Pertahanan RI dan Kementerian Perindustrian RI serta Kementerian Negara BUMN tentang percepatan penggunaan alutsista produksi dalam negeri tahun 2006, merupakan komitmen bersama yang bisa memberikan harapan bagi terwujudnya industri pertahanan nasional. Namun demikian untuk mewujudkan hal tersebut Indonesia masih mengalami kendala yang diantaranya adalah keterbatasan anggaran negara, hal ini mendorong pemerintah untuk terus mengagendakan revitalisasi industri strategis nasional.
Menurut Panglima TNI, terdapat tiga catatan penting dalam revitalisasi industri strategis yang diarahkan bagi percepatan dan perluasan ekonomi. Pertama, adalah revitalisasi industri dan potensi pertumbuhan pasar; kedua, horison industri nasional umumnya sering terjebak oleh target laba jangka pendek dan ketiga, revitalisasi yang mendasari semua aspek – aspek revitalisasi yaitu revitalisasi ketekunan dalam menjalin kerjasama antar lembaga, revitalisasi semangat, kemauan dan nasionalisme setiap pelaku nasional, para ahli dan peneliti, kalangan akademisi serta komponen terkait lainnya dalam memegang komitmen dan menegakkan disiplin termasuk komponen pengguna industri pertahanan yaitu TNI. Revitalisasi tersebut merupakan kunci utama menuju pembangunan industri menuju pembangunan industri strategis dalam rangka percepatan dan perluasan ekonomi nasional.
Seminar Pertahanan ini dihadiri oleh Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro selaku Keynote Speaker, Menteri Pertahanan Malaysia Datok DR Ahmad Zahid bin Hamidi, Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Datok Syed Munsche Afzarudin, Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Jenderal Pol (Purn) Da’i Bachtiar, serta perwakilan dari negara – negara sahabat ASEAN dan para pejabat TNI.
Adapun para pembicara dalam Seminar Pertahanan adalah Wakil Ketua Komisi I DPR, Mayjen TNI (Purn) Tubagus Hasanuddin; Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN, DR Irnanda Laksanawan; Komisaris Utama PT. PAL, Laksamana TNI (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno; Pengamat Masalah Pertahanan DR M. Riefqi Muna; Direktur Teknologi dan Pengembangan PT. Dirgantara Indonesia, Bapak Dita Ardonni Jafri dan Direktur Teknologi Industri Pertahanan, Dirjen Pothan Kemenhan RI, Brigjen TNI Agus Suyarso. [puspen/ir]

Seruu.com

Menhan: 2024, Alutsista TNI Terpenuhi

Menhan: 2024, Alutsista TNI Terpenuhi
Pemenuhan itu dilakukan pemerintah dengan berbagai cara.
Senin, 21 Maret 2011, 20:57 WIB
Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro (Antara/ Andika Wahyu)

VIVAnews - Guna meningkatkan kekuatan TNI, pemerintah secara bertahap terus memenuhi kebutuhan alat utama sistem pertahanan (Alutsista) di semua jajaran TNI.
Menurut Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, pemenuhan itu dilakukan dengan berbagai cara, baik melalui pembangunan sendiri di dalam negeri atau luar negeri, serta dengan sistem produksi bersama.

Perusak Kawal Rudal

"Kita bercita-cita pada 2024 telah tercapai kekuatan pokok TNI dengan sistem persenjataan lengkap," kata Purnomo saat menghadiri serah terima KRI Banda Aceh dari PT PAL ke TNI AL di Surabaya, Senin 21 Maret 2011.

Menhan mencontohkan, penyerahan KRI Banda Aceh 593 yang berjenis Landing Platform Dock (LPD) tersebut, sebagai salah satu langkah menuju capaian tersebut.

"Pemenuhan kapal jenis ini untuk TNI AL adalah untuk yang ketiga kali, setelah KRI Surabaya dan KRI Makassar," lanjutnya.

PKR

Dia menuturkan, kapal tersebut merupakan hasil alih teknologi dari Korea Selatan yang kemudian dikerjakan putra-putri Indonesia di PT PAL Surabaya dengan pengawasan ahli dari Dae Sun Shipbuilding, Korea.

Ke depan, kata Purnomo, PT PAL memfokuskan pemenuhan alutsista yang lebih mutakhir untuk jajaran TNI AL. Salah satunya, dengan segera dikerjakannya proyek Kapal PKR (Perusak Kapal Rudal).

"Pemerintah sudah menyetujui, anggarannya sudah ada dan sedang dijalankan," ujar Purnomo.

Terkait PKR, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono mengatakan, pelaksanaan proyek dikerjakan PT PAL dengan TNI AL sebagai project officer-nya.

"PKR sudah dimulai didiskusikan teknisnya. Bulan depan rancang bangunnya dimulai, bekerja sama dengan Damen Shipyard dari Belanda," kata Agus.

Dalam pengerjaannya, dia menambahkan, kapal tersebut lebih kompleks sesuai kebutuhan kemampuan yang harus dimiliki kapal itu.

Agus menuturkan, PKR jenis light fregat memiliki kemampuan persenjataan dan content management system lebih dibanding kapal lainnya. Desain baling-balingnya dibuat sedemikian rupa agar noise bawah airnya rendah. "Itu bermanfaat tak hanya menghadapi perang di atas permukaan, juga untuk perang anti kapal selam," kata dia.


Teknologi Siluman



• VIVAnews

Indobatt Kendalikan Massa Pascabentrok Palestina-Israel

Kamis, 19 Mei 2011 09:06 WIB | 639 Views
Surabaya (ANTARA News) - Satgas Yonmek Kontingen Garuda (Konga) XXIII-E/UNIFIL atau Indonesia Battalion (INDOBATT) akhirnya dapat mengendalikan massa pasca-bentrok antara warga sipil Palestina dengan tentara Israel (Israel Defence Force/IDF).

Perwira Penerangan (Papen) INDOBATT Mayor Pasukan Banu Kusworo kepada ANTARA melalui surat elektronik dari Lebanon, Kamis, melaporkan bentrok itu sendiri terjadi di area operasi Kontingen Perancis (FCR) pada 14-15 Mei lalu saat Peringatan Nakba (Hari Kelahiran Israel pada 14 Mei 1948).

"Komandan Satgas Yonif Mekanis Konga XXIII-E/UNIFIL Letkol Inf Hendy Antariksa sudah mengantisipasi situasi itu dengan menempatkan pasukan BMR (Battalion Mobile Reserve) di wilayah Flag Point (wilayah sensitive area blue line)," katanya.

Selain anggota Kompi Alfa yang setiap hari bertugas di sana, katanya, kerja sama antara pasukan INDOBATT dengan tentara Lebanon (Lebanese Armad Forces/LAF) dan kepolisian Lebanon juga mampu mengendalikan konsentrasi massa dari mahasiswa American University Beirut.

"Unjuk rasa berhasil diredam oleh pasukan INDOBATT hingga massa mulai membubarkan diri pada pukul 21.00 waktu setempat," katanya.

Sejak tanggal 11 Mei 1948, warga Palestina kehilangan tanah kelahirannya karena wilayahnya telah didaku (diklaim) sebagai wilayah Israel, sehingga Peringatan Nakba itulah yang memicu warga Palestina berunjuk rasa menentangnya, karena Hari Nakba merupakan Hari Bencana bagi warga Palestina.

Selain di perbatasan Syria yaitu di wilayah ketinggian Bukit Golan, unjuk rasa juga terjadi di sepanjang wilayah "sensitive area blue line" yang merupakan perbatasan antara Israel dengan Lebanon.

"Kasiops INDOBATT Mayor Inf Hendriawan Senjaya melaporkan peristiwa unjuk rasa terjadi mulai tanggal 14 Mei 2011 pukul 19.00 waktu setempat dan massa mulai membubarkan diri pada pukul 21.00 waktu setempat," katanya.

Peristiwa unjuk rasa kembali terjadi keesokan harinya yaitu pada tanggal 15 Mei, namun konsentrasi massa terbesar terjadi di luar wilayah operasi INDOBATT, yaitu di wilayah area operasi Sektor Barat atau tepatnya di daerah Marun Ar `Ras yang merupakan wilayah Kontingen Perancis (Force Commander Reserve/FCR).

"Unjuk rasa di wilayah itu berlanjut menjadi sebuah bentrokan antara warga sipil Palestina dengan IDF yang memakan korban di pihak sipil Palestina sebanyak 10 orang meninggal dunia, tiga luka parah, dan 118 luka-luka," katanya.

Informasinya, hal itu dipicu warga Palestina yang mencoba menyeberang "technical fence" (pagar pembatas wilayah Israel-Lebanon) dan ditanggapi secara represif oleh Israel dengan mengeluarkan tembakan ke arah warga sipil Palestina.

"INDOBATT telah meningkatkan penjagaan di sepanjang blue line dengan cara menempatkan TMOP (Temporary Observation Post) dan setiap saat pasukannya selalu memantau perkembangan situasi yang terjadi," katanya.

Selain itu, INDOBATT bekerja sama dengan LAF juga menerapkan konsep pagar betis di sepanjang "sensitive area blue line" untuk mengantisipasi pembubaran massa yang melintasi dua jalur utama wilayah operasi INDOBATT yaitu Ganduriyah dan El Addaisse.

"Dengan langkah antisipasi yang diterapkan oleh INDOBATT di bawah komando Letkol Inf Hendy Antariksa itu, massa akhirnya tidak melanjutkan kegiatan unjuk rasa di wilayah ini dan secara berangsur-angsur mereka kembali dan membubarkan diri," katanya.
(*)


ANTARA

PT PAL : Landing Platform Dock (LPD) Dikembangkan Menjadi Kapal Induk Helikopter


Rabu, 18 Mei 2011, 14:06 WIB
Ita Lismawati F. Malau, Luzman Rifqi Kamari
VIVAnews - Industri pertahanan dinilai belum mampu memberikan dukungan pemeliharaan dan perbaikan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Penyebabnya, permasalahan internal.

“Diantaranya keterbatasan sarana dan prasarana, rendahnya etos kerja dan kemampuan SDM saat ini, kesulitan likuiditas, serta turunnya kepercayaan user terhadap Industri Strategis Pertahanan,” kata Komisaris Utama PT PAL Indonesia Laksamana TNI Purn. Tedjo Edhie Purdijatno dalam acara seminar Industri Pertahanan di Auditorium Wisma Antara, Rabu 18 Mei 2011.

Secara nasional, menurut Tedjo, jumlah SDM yang memiliki pendidikan tinggi masih timpang dan sedikit menyimpang dari komposisi ideal untuk mendukung proses industrialisasi. Hal ini akibat budaya dan karakter cepat puas, menyukai yang serba instan, tidak mau bekerja keras, dan menyukai jalan pintas dalam mencapai tujuan.

Solusi dari permasalahan ini, kata dia, adalah dengan mengembangkan kekuatan alutsista pertahanan, yang tergantung beberapa hal, seperti pemanfaatan produk, kebijakan dan komitmen pemerintah, konsep pemberdayaan, penyediaan anggaran, standardisasi alutsista, penggunaan komponen commercial off the self (COTS), kesadaran untuk menggunakan produksi dalam negeri, serta pelibatan perguruan tinggi.

Implementasi dari alih teknologi yang dilakukan oleh Industri Strategis Pertahanan dalam membangun alutsista adalah pembangunan kapal jenis Fast Patrol Boat (FPB)-57 untuk TNI Angkatan Laut. Kapal ini dibangun di galangan PT PAL Indonesia sebagai kekuatan patroli dan kekuatan pemukul Armada RI.

“PT PAL Indonesia telah berhasil menyelesaikan pembangunan dua buah kapal jenis Landing Platform Dock (LPD) yang merupakan alih teknologi dari Korea Selatan yang nantinya dapat dikembangkan menjadi Kapal Induk Helikopter,” kata Tedjo. (eh)
• VIVAnews

BERITA POLULER