Pages

Tuesday, May 17, 2011

Suka Duka Seorang "Peacekeeper"



Suka Duka Seorang
Saya tidak pernah sama sekali bercita-cita menjadi seorang peacekeeper, bermimpi pun tidak. Tapi inilah kondisi yang saya hadapi saat ini. Semua saya lakukan sebagai bentuk loyalitas terhadap perintah pimpinan yang dipercayakan kepada saya. Sebelum saya menjalankan misi kemanusiaan ini, sebelumnya saya melalui mekanisme tes kelayakan untuk menjadi seorang peacekeeper terlebih dahulu yang diselenggarakan oleh Mabes TNI. Dalam hal ini PMPP (Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian), kesatuan yang menangani dan menyelenggarakan tentang operasi-operasi yang berbau misi kemanusiaan.
Dari ratusan peserta seleksi yang berasal dari tiga angkatan (darat, laut dan udara) hanya 150 orang yang dipilih dan dinyatakan lulus, termasuk saya. Beberapa persyaratan tentunya telah saya penuhi sebagai kelengkapan administrasi di antaranya; surat keterangan berbadan sehat baik jasmani dan rohani, berkemampuan berbahasa Inggris dan komputer serta harus lulus dalam menjalani psikotes.
Tentunya banyak suka maupun duka yang saya peroleh selama menjadi peacekeeper, bahkan saat ini saya sedang menjalankan misi itu. Sisi sukacita tentunya saya merasa bangga bisa mengabdikan diri ke hadapan dunia internasional dalam misi kemanusiaan dengan bentuk tugas penjaga perdamaian di negara yang biasa disebut negara seribu konflik, Lebanon.
Saat ini saya tergabung dalam naungan Unifil-Lebanon yang bermarkas di Naqoura Lebanon Selatan. Bentuk suka cita yang lain adalah saya bisa bergabung dengan negara-negara kontributor pasukan perdamaian, di antara sesama Satgas memiliki tujuan yang sama, memiliki misi dn visi yang sama, yaitu menjalankan resolusi PBB 1701.
Di sinilah saya bisa menunjukkan kepada dunia internasional, saya datang mewakili ratusan ribu tentara Indonesia untuk membawa misi perdamaian dan saya harus bersikap imparsial alias netral tanpa harus memihak kepada salah satu pihak yang bertikai. Demi Indonesia saya harus bisa buktikan.
Sisi lain cerita tentang dukacita tentunya saya tidak luput dari duka yang memang harus saya pikul. Saya manusia yang perlu bersosial baik dengan keluarga tercinta maupun dengan masyarakat. Rasa duka yang sangat dalam saya rasakan, yakni ketika harus meninggalkan keluarga, anak dan istri tercinta. Masih beruntung sarana komunikasi di era saat ini sudah sangat mudah untuk kami dapat sehingga hampir setiap hari kami (saya dan keluarga) bisa saling berkomunikasi, baik melalui telpon, skype, yahoo messenger bahkan sampai demam menggunakan jejaring sosial yang sedang booming, facebook.
Awalnya istri saya kurang memahami apa itu yang dinamakan facebook, namun mengingat media ini merupakan salah satu media yang sangat efisien untuk dijadikan sarana berkomunikasi, akhirnya secara singkat, padat dan cenderung memaksa saya pun berhasil membuat istri saya melek dunia maya khususnya facebook. Maklumlah istri saya memang berasal dari pinggiran kota Malang-Jawa Timur yang hingga saat ini masih jauh dari multimedia.
Duka yang lebih dapat saya rasakan manakala mendapat kabar istri atau anak sedang sakit, sangat mempengaruhi kondisi mental, namun apapun kondisinya, saya sudah bertekad meninggalkan mereka untuk suatu tugas negara dan bukan untuk hura-hura. Memang, terkadang muncul rasa bersalah yang telah meninggalkan mereka karena sejak saya menikah dan memiliki anak, hampir tidak pernah saya menungguinya dalam waktu yang cukup lama sebagaimana pasangan keluarga yang lain. Inilah salah satu resiko saya sebagai tentara dan resiko istri menjadi istri prajurit.
Sisi lain yang selalu menjadi beban pikran saya adalah manakala bertemu dengan korban perang antara Lebanon-Israel yang pecah di tahun 2006 yang biasa disebut perang 34 hari yang banyak ragam derita yang mereka alami. Ada yang harus kehilangan kaki atau tangan sebelah, kehilangan tempat tinggal.
Bahkan harus berpisah dengan keluarganya yang hingga saat ini masih belum mereka ketemukan, dalam artian apakah yang mereka cari masih hidup atau sudah mati, banyak dan banyak lagi ragam derita mereka.
Inilah salah satu fungsi misi kami. Kami harus menjaga sepenuhnya agar kedua negara tidak terjadi pertikaian kembali. Tekad kami sebagai peacekeeper, meraka harus berdamai, mereka harus saling menyadari, instrospeksi dan berhenti berperang demi ketentraman mereka masing-masing, bukan untuk kami tapi semata-mata paling tidak untuk anak cucu mereka sendiri di masa depannya.
Konflik kepentingan di antara dua negara bertikai hingga saat ini masih belum ada penyelesaian, bahkan hampir setiap hari selalu mendengar adanya pasukan tentara Lebanon dan Israel yang masih beradu moncong senjata-senjata mereka, khususnya di wilayah Ghajar Lebanon Selatan.
Situasi dan kondisi seperti ini sangatlah dilema, namun kami tetap punya prinsip untuk menjalankan tugas sesuai mandat yang diberikan kepada kami oleh PBB.
Ditulis oleh : Nur kholis
(IRIB)

IRIB

Kapal Induk USS Carl Vinson Tiba dalam Persinggahan di Pilipina


PDF Cetak Email
Manila, (Analisa).
 Kapal induk AS USS Carl Vinson berlabuh di lepas Manila Bay dalam awal persinggahan empat hari pada Minggu (15/5). 
Kapal induk AS USS Carl Vinson, yang mengubur jenazah pemimpin Al Qaeda Osama bin Ladendi laut, tiba di Pilipina dalam satu kunjungan pada Minggu (15/5).
Para awak kapal induk itu mengatakan, mereka berada dalam kondisi baik, tapi mengelakkan pertanyaan seputar pemimpin terbunuh al-Qaeda dalam satu pertemuan dengan wartawan pada Minggu.
Aquino dan beberapa anggota kabinetnya melakukan kunjungan mendadak ke kapal induk bertenaga nuklir itu.
Mereka menambahkan bahwa kapal induk tersebut dijadwalkan berada di dermaga Manila dari Minggu hingga Rabu.
"Mudah-mudahan (persinggahan dan kunjungan kapal induk itu ke Manila) tidak akan menimbulkan semacam agitasi," kata jurubicara wakil presiden Abigail Valte dalam sebuah wawancara radio.
Valte mengatakan, kehadiran kapal induk AS di perairan Pilipina diizinkan dalam Perjanjian Pasukan Tamu (VFA) antara kedua negara.
"Jadi yang normal bahwa jika ada semacam kunjungan, itu tercakup dalam VFA dan ini bukan kunjungan kejutan," kata Valte, yang menambahkan bahwa pemerintah Pilipina biasanya diberitahu setiap kali ada persinggahan kapal angkatan laut Amerika Serikat.
Menurut pejabat AS, Osama bin Laden tewas dalam sebuah serangan awal bulan ini di tempat persembunyiannya di Pakistan dan dalam waktu 24 jam, pasukan AS menguburkan jenazahnya di laut dengan menggunakan USS Carl Vinson.
Pada l 6 Mei puluhan umat Islam setempat berunjukrasa dari masjid utama Manila menuju kedutaan AS, mengutuk "pembunuhan brutal" Osama bin Laden dan menggambarkan penguburan di laut sebagai penodaan tubuh pemimpin Al Qaida itu.
Para demonstran dihalau mundur oleh polisi dengan perisai anti huru-hara sebelum mencapai kedutaan dan kemudian bubar terpencar-pencar. (Ant/Xinhua-0ANA/AP/es) 

HARIAN ANALISA

Inilah Kronologi Pembebasan Kapal Sinar Kudus

Senin, 02 Mei 2011 | 18:43 WIB

Kapal MV Sinar Kudus. Arne Jürgens (shipspotting.com)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Aksi penyanderaan 20 anak buah kapal MV Sinar Kudus oleh perompak Somalia yang telah berlangsung selama 46 hari diakhiri dengan penyerahan uang tebusan Rp 4,5 juta miliar. Meski uang tebusan tersebut tak berhasil diupayakan kembali, pihak militer Indonesia mampu l melumpuhkan empat dari puluhan pelaku pembajakan.
Berikut ini kronologi upaya pembebasan 20 awak Kapal Sinar Kudus:

- 16 Maret 2011; Kapal Sinar Kudus dibajak pada koordinat 13.37,78 utara/ 59.03,88 timur. Selanjutnya digunakan sebagai mothership pembajak untuk beroperasi ke utara sampai Teluk Oman.

- 17 Maret; Presiden menerima laporan.

- 18 Maret ; Proses perencanaan operasi untuk tindakan pembebasan.
Opsi yang dipilih:

a.Membebaskan kapal dengan operasi khusus bila sedang di laut.
b.Menyiapkan rencana cadangan bila kapal telah lego jangkar.
c.Mengirimkan dua kapal fregat dan pasukan khusus.

- 19 Maret; Menerima persetujuan Presiden tentang kekuatan yang akan dilibatkan. Dua Fregat, 1 heli, pasukan khusus yang terdiri dari Marinir, Kopassus, dan Kopaska.

- 21 Maret; Rencana operasi dan keputusan dari Presiden.
a. Dua KRI Fregat dengan Heli diberangkatkan.
b. Pasukan khusus diberangkatkan dari Jakarta dan bergabung dengan kapal di Kolombo.
d. Pembebasan dilakukan utamanya saat kapal berlayar.

- 23 Maret; Dua KRI dan heli bertolak dari Jakarta.

- 29 Maret; Tiba di Kolombo, menerima pasukan khusus dan bekal ulang.

- 30 Maret; Berangkat dari Kolombo menuju Somalia.

- 4 April; Gugus tugas tiba di Somalia. Catatan yang menjadi pertimbangan TNI.
a. Hasil deteksi helikopter dilaporkan kapal lego jangkar di antara delapan kapal yang dibajak lainnya.
b. Belum ada negara lain yang berhasil membebaskan kapal saat lego jangkar.
c. ABK yang disandera sering berpindah dan jumlahnya di kapal tidak lengkap.
d. Setiap kapal yang dibajak dijaga pasukan pengaman sendiri.
e. Kapal-kapal dilegojangkarkan di kota yang mayoritas pembajak.
f. Tidak ada akses langsung yang dapat dilaporkan perkembangan setiap saat.

- 6 April; Satuan tugas menuju Salalah Oman

- 12 April; Satuan tugas sudah siap kembali untuk antisipasi sewaktu-waktu Sinar Kudus keluar.

- 13 April; Negosiasi ada titik terang.
a. Pelaksanaan tebusan harus dipastikan dapat menjamin keselamatan ABK.
b. Pada saat pelepasan akan dilaksanakan tindakan militer terhadap pembajak.

- 18 April; Rapat terbatas diputuskan.
a. Selamatkan sandera dulu dilanjutkan dengan pengejaran terhadap pembajak dengan operasi militer.
b. Aksi serentak pembebasan sandera dengan kekuatan 1 LPD, 1 heli, dan pasukan khusus (Marinir, Kopassus, Kostrad), pelibatan Sandi Yudha

- 27 April; Rapat khusus dipimpin presiden dengan keputusan.
a. Bebaskan dan selamatkan ABK
b. Laksanakan aksi militer
c. Kawal ke Oman

- 28 April; Rencana penyerahan uang batal.

- 30 April; Penyerahan uang, penghitungan, pembagian uang tebusan.

- 1 Mei;
a. Empat pembajak terakhir turun dari kapal Sinar Kudus dilakukan aksi militer.
b. Dilaksanakan sterilisasi terhadap kemungkinan masih ada pembajak di kapal dan bahan peledak.
c. Kapal di kawal ke Oman.

Rencana pada 4 Mei Kapal Sinar Kudus bersama pasukan tiba di Salalah Oman.


TEMPO INTERAKTIF

Info Intelijen Tak Akurat, TNI Batal Serang Lanun

AP Photo

TEMPO Interaktif, Jakarta - Pasukan TNI sebenarnya dapat dengan mudah melumpuhkan para perompak Somalia yang menyandera kapal MV Sinar Kudus dan 20 orang awaknya. Kendati akhirnya, pemerintah dan PT Samudera Indonesia, pemilik kapal, memilih memenuhi tuntutan para perompak dengan membayar uang tebusan.

Mudahnya menekuk para lanun Somalia ini ditegaskan Komandan Korps Marinir TNI Angkatan Laut, Mayor Jenderal (Mar) Alfan Baharudin dan Komandan Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Marinir TNI AL Kolonel (Mar) Suhartono. Alfan ditunjuk sebagai Komandan Satuan Tugas “Merah Putih”, nama satuan operasi pembebasan sandera Somalia. Adapun Suhartono, sebagai Komandan Satuan Penindak di lapangan yang membawahi 185 orang pasukan elite gabungan dari Denjaka Marinir TNI AL dan Satuan Penanggulangan Teror Kopassus TNI AD.

Pasukan TNI melakukan pengintaian awal terhadap kapal Sinar Kudus yang masih dikuasai perompak, pada 4 April 2011. Dari pengintaian udara menggunakan helikopter TNI AL, selain kapal Sinar Kudus yang sedang lego jangkar di lepas pantai Ceel Dhahanaan (El Dhanan), Somalia, juga tampak sejumlah kapal lain yang masih dikuasai para pembajak. “Awalnya ada delapan kapal bajakan, salah satunya Sinar Kudus,” kata Suhartono, yang saat itu memimpin pengintaian.

Setelah mengintai dari udara itulah pasukan TNI mempertimbangkan operasi militer pembebasan sandera dapat segera dilakukan. “Waktu itu sebetulnya sudah mengajukan saran. Tanggal 5 April itu adalah tanggal yang tepat untuk melakukan tindakan,” ujarnya dalam wawancara khusus Tempo di Markas Marinir Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat pekan lalu, 13 Mei 2011.

Pertimbangannya, di perairan Somalia saat itu dalam kondisi bulan mati. Sejak sore hingga esok paginya, bulan tak nampak sama sekali. “Sehingga gelap, ini menguntungkan untuk menyergap,” kata Suhartono. Kondisi permukaan air laut juga jernih dan datar layaknya cermin. “Jadi mau manuver apapun enak sekali.” Kondisi ini jauh berbeda ketika memasuki bulan Mei, cuaca memburuk dan air laut mulai bergelombang.

Keyakinan pasukan dapat segera merebut Sinar Kudus juga diperkuat sejumlah peralatan memadai yang dibawa saat itu, seperti tiga buah Sea Riders Marinir TNI AL. Speedboat dengan bantalan karet disekelilingnya itu bisa melesat diatas permukaan laut dengan kecepatan hingga 45 Nautical Mile perjam. Setiap Sea Riders diawaki tiga orang; motoris, pembantu motoris dan satu penembak senapan mesin. Boat ini juga bisa mengangkut 10 personil pasukan khusus. “Tiap pasukan kita bekali dengan senapan mesin,” kata Suhartono.

Sayangnya, keyakinan pasukan di lapangan kurang mendapat sokongan dari Jakarta untuk melakukan serangan militer terhadap perompak. “Kami  minta izin, tapi ada pertimbangan lain dari Panglima TNI,” kata Alfan Baharudin. “Rencana itu harus disampaikan dulu ke Panglima TNI dan Presiden. Sebelum bertindak izin dulu ke atas.”

Jakarta rupanya mendapat informasi penempatan sandera Sinar Kudus dipisah-pisah. “Kondisi yang diharapkan Bapak Presiden, keberhasilan 70 persen itu jadi masih tanda tanya. Peluang keberhasilan tidak bisa dinilai,” kata Alfan. Karena informasi itulah Panglima TNI tak mengizinkan pasukan segera menyerang. “Karena yang tahu di depan. Saran tetap diajukan terus dari depan.”

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono menilai posisi sandera yang terpisah membuat upaya TNI melakukan serangan militer mengalami kesulitan dan beresiko tinggi. "Selain itu, kapal Sinar Kudus berada diantara delapan kapal lainnya. Jadi akses kami sulit," ujar Agus di Markas Besar TNI Cilangkap, awal Mei lalu. Banyaknya perompak yang berjaga di kapal juga menyulitkan penyerangan. "Ada sekitar 15-20 kelompok terorganisir dengan setiap kelompok terdiri dari 30-50 orang," katanya.

Informasi lain, para awak Sinar Kudus diacak dengan sandera negara lain dari kapal berbeda. “Mungkin lima (sandera) di kapal mana, lima dimana, sehingga kalau kita bebaskan Sinar Kudus, paling banter kita dapat sandera lima orang, sisanya dari negara lain. Ini kan rawan,” kata Suhartono.
Satgas juga beroleh informasi para sandera telah dibawa perompak ke Hobyo, sebuah camp di selatan El Dhanan. “Mungkin karena pertimbangan itu dijadikan acuan jangan menyerang dulu, karena data intelijen belum lengkap,” ujarnya.

Seperti halnya rencana merebut kapal dari tangan perompak, Satgas Merah Putih juga yakin dapat menduduki Pantai El Dhanan, basis para perompak. Pantai ini akan diduduki untuk mencegah bala bantuan dikerahkan perompak saat Sinar Kudus disergap oleh TNI. “Tidak sulit (menduduki El Dhanan),” kata Suhartono. “Tapi, semua kan tergantung keputusan dari atas. “Kalau diizinkan baru kita laksanakan.”

Informasi-informasi yang membatalkan rencana penyerangan terhadap perompak itu ternyata tak sepenuhnya akurat. Karena ketika Sinar Kudus berhasil dikuasai pasukan TNI, para awak kapal mengaku tak pernah dipisah-pisah dan selalu bersama di satu kapal. “Tidak benar, kami satu posisi saja, tetap di kapal,” tutur Masbukhin, mualim kapal Sinar Kudus kepada Tempo. “Entah informasi dari mana itu,” ujar Alfan Baharudin.

TEMPO INTERAKTIF

EKSKLUSIF: Operasi Sinar Kudus itu Dicek Langsung Presiden

Dua anggota Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) TNI AL melakukan penyergapan terhadap teroris yang menyandera kapal penumpang, dalam Latihan Gabungan Pasukan Khusus, di Manado (10/2). Foto: ANTARA

TEMPO Interaktif, Jakarta - Operasi pembebasan sandera kapal kargo Sinar Kudus dari gerombolan lanun Somalia di perairan Aden itu ternyata dipantau langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden bahkan dikabarkan lebih mendukung operasi militer daripada membayar tebusan.
"Karena tidak ada satu pun pemerintahan yang mau memenuhi tuntutan para pembajak atau perompak. Begitu pesan Presiden," kata Mayor Jenderal Alfan Baharudin, Komandan Korps Marinir, dalam wawancara khususnya kepada Tempo, Jumat 13 Mei 2011 pekan lalu.
Aflan ditunjuk sebagai Komandan Satuan Tugas Khusus penanganan operasi pembebasan sandera. Satuan Tugas pembebasan diberi nama Merah Putih dengan nama operasi Duta Samudera.
April lalu, Alfan turut bersama Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, dan Komandan Gugus Tempur mendengar gagasan operasi pembebasan itu. Presiden Yudhoyono yang mengundang mereka dalam pembahasan operasi pembebasan yang digelar beberapa kali. Selama pembicaraan itu, Presiden sama sekali tak menyinggung soal pembayaran tuntutan para perompak Somalia.
Menurut Alfan, Presiden menyetujui rencana operasi militer yang disodorkan kepadanya. Tapi, Yudhoyono meminta beberapa kondisi sebelum operasi militer digelar. “Pertama, yakinkan keberhasilan mencapai 70 persen,” ujar Alfan.

Kondisi kedua adalah mengoptimalkan rencana operasi militer saat kapal Sinar Kudus sedang dalam kondisi berlayar di tengah laut atau sedang lego jangkar. “Optimalkan pada dua kondisi itu. Memang kalau Sinar Kudus sedang di tengah laut, berlayar, mau kita sergap,” tutur Alfan.
Ada tiga kali rapat mematangkan operasi pembebasan itu. Pertama di kediaman pribadi Presiden di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, pada Minggu malam, 27 Maret 2011, sebelas hari setelah kapal Sinar Kudus dibajak perompak Somalia. Empat hari sebelum dua kapal perang TNI AL jenis fregat diberangkatkan ke Somalia. Dua kapal perang itu, KRI Yos Sudarso dan KRI Halim Perdana Kusuma, mengangkut 185 orang pasukan elite gabungan dari Detasemen Jala Mengkara (Denjaka) Marinir TNI AL dan Kopassus TNI AD. Pasukan ini dipimpin Komandan Denjaka, Kolonel (Mar) Suhartono.

Rapat kedua adalah 16 April 2011 di Istana Cipanas. Selain Panglima TNI dan Komandan Korps Marinir, hadir pula Panglima Kostrad TNI AD Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo serta dua menteri: Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Pertemuan itu dilanjutkan dengan rapat ketiga di Istana Bogor, pada Senin malam, 18 April 2011. Rapat untuk mematangkan rencana operasi militer itu baru dimulai pukul 21.30 WIB. “Presiden memutuskan, menunjuk saya menjadi komandan satuan tugas,” kata Alfan. “Presiden sangat setuju dengan rencana operasi militer.”

Sejumlah opsi serangan militer telah dirancang dan disetujui Presiden. Namun, pemerintah memang menutup opsi itu rapat-rapat. "Menyangkut keselamatan saudara kita yang disandera dan keselamatan saudara kita yang mengemban tugas pembebasan kapal," kata Presiden Yudhoyono di Kantor Presiden, pertengahan April lalu.

TEMPO INTERAKTIF

TNI Sempat Sasar Kampung Bajak Laut Somalia

Somalia-al Shabaab

TEMPO Interaktif, Jakarta - Andai pembebasan awak Sinar Kudus itu dilakukan dengan operasi militer, opsi apa saja yang disiapkan pasukan TNI? Setidaknya ada dua strategi besar yang disiapkan ketika pasukan ini diberangkatkan dengan dua kapal perang jenis fregat TNI Angkatan Laut, KRI Yos Sudarso dan KRI Halim Perdana Kusuma, ke perairan Somalia, 23 Maret lalu.
Rencana pertama adalah menyergap kapal Sinar Kudus yang dikuasai perompak, saat tengah berlayar di tengah laut. Kedua, melakukan serangan militer terhadap perompak saat Sinar Kudus lego jangkar atau merapat ke daratan.

Di luar dua rencana itu, ternyata Satuan Tugas “Merah Putih”--nama satuan operasi pembebasan sandera Somalia--ternyata sempat menyiapkan opsi khusus, yaitu menduduki Pantai Ceel Dhahanaan (El Dhanan) Somalia. Di pantai itu, bermukim ribuan perompak dan keluarganya.
Kabarnya, opsi khusus ini juga disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan, Panglima Tertinggi TNI itu juga memerintahkan TNI "menguasai" pantai yang hanya berjarak 500-600 meter dari kampung para perompak itu.

“Pantai itu diduduki untuk mencegah bantuan dari darat pada saat operasi pembebasan Sinar Kudus dilakukan," kata Komandan Korps Marinir TNI AL, Mayor Jenderal (Mar) Alfan Baharudin. Perintah Presiden itu diberikan saat membahas rencana operasi pembebasan sandera di Istana Cipanas, 16 April 2011.

Alfan, yang juga ditunjuk sebagai Komandan Satgas “Merah Putih” ini beralasan, El Dhanan memiliki posisi yang strategis untuk mencegah perompak mengerahkan bala bantuan saat kapal Sinar Kudus disergap pasukan TNI. Sebab, jarak kapal Sinar Kudus ketika lego jangkar hanya sekitar 3,5 Nautical Mile saja dari bibir pantai El Dhanan.

“Ini sangat dekat untuk mengerahkan bantuan,” ujar Alfan kepada Tempo, Jumat pekan lalu, 13 Mei 2011. Rencana menduduki kampung perompak di daratan ini, menurut Alfan, sudah mendapat restu dari Pemerintah Somalia.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene juga membenarkan Pemerintah Somalia telah memberi izin kepada Pemerintah RI untuk menggelar operasi militer di wilayahnya. "Benar, boleh menggelar kekuatan," kata Michael. Bahkan, kata dia, restu Pemerintah Somalia untuk menggelar pasukan pembebasan sandera di wilayahnya telah dituangkan dalam sebuah resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Guna mendukung rencana menduduki pantai Somalia itulah, dua kapal fregat yang diberangkatkan ke perairan Somalia juga membawa serta lima buah tank BNP3F milik Korps Marinir TNI AL. Selain tank, Satgas pembebasan sandera juga membawa sejumlah artileri lain. “Semuanya peralatan berat,” kata Komandan Detasemen Jala Mengkara Marinir TNI AL, Kolonel (Mar) Suhartono, pemimpin operasi militer di lapangan.

Perintah menduduki basis para perompak ini secara gamblang dituangkan dalam tugas pokok satgas pembebasan sandera yang disetujui Presiden. Tugas pokok penanggulangan teror TNI adalah melaksanakan operasi khusus pada hari H, jam J di perairan Somalia, dan menduduki Pantai El Dhanan. Serta, “Merebut dan menguasai kembali MV Sinar Kudus dalam rangka membebaskan sandera dari tangan pembajak.” kata Suhartono kepada Tempo.

TEMPO INTRAKTIF

 

EKSKLUSIF: Pemerintah Lamban Bebaskan Sinar Kudus?

Bajak laut Somalia. AP/U.S.Navy, Petty Officer Jason Zalasky
TEMPO Interaktif, Jakarta - Meski pemerintah mengklaim operasi pembebasan Kapal Kargo Sinar Kudus dari perompak Somalia terbilang sukses, tetap saja menyisakan tudingan. Pemerintah disebut lamban menangani operasi pembebasan itu. Benarkah begitu?


Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro membantah tudingan itu. Saat bertemu sejumlah pemimpin redaksi di Jakarta, Rabu 11 Mei 2011 malam pekan lalu itu, Purnomo malah balik memaparkan "kisah" di balik layar, pembebasan itu. “ Kami sudah all out,” kata Purnomo di kantornya. “Jadi, tidak benar pemerintah lamban.”

Purnomo memaparkan, 10 hari setelah kapal dibajak, Mabes TNI telah mengirimkan pasukan khusus ke perairan Somalia. Dari Kopassus, Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat hingga Komando Pasukan Katak, Marinir dan Detasemen Jala Mengkara dari TNI Angkatan Laut.

Belum lagi Peleton Intai Tempur Kostrad. “Mereka sebagian berangkat dulu, sebagian diterbangkan langsung ke Kolombo, Sri Langka, sebelum ke perairan Somalia,” kata Purnomo. “Dua Fregat kita, KRI Abdul Halim Perdanakusumah dan KRI Yos Sudarso, juga bersiap di sana.”

Menurut Purnomo, pemerintah memiliki tiga opsi atau pilihan rencana dalam upaya membebaskan kapal MV Sinar Kudus dari tangan perompak Somalia. Opsi pertama adalah negosiasi, kedua operasi militer, dan yang terakhir adalah opsi negosiasi dan operasi militer.

Ketiga opsi itu sudah diputuskan dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Setelah dikaji, akhirnya opsi ketiga dipilih untuk membebaskan Sinar Kudus,” kata Purnomo.

Sejumlah kendala menjadi pertimbangan dalam melakukan opsi. Pertama, seluruh keluarga awak kapal meminta pemerintah menjamin keselamatan mereka. “Di media, melalui Ikatan Nakhoda Niaga Seluruh Indonesia, mereka meminta orang tua dan keluarga diselamatkan,“ kata Purnomo. ”Ini permintaan utama yang dimintakan ke Presiden.”

Kendala lainnya, kapal tim pembebasan yang disebut Duta Samudra itu baru tiba di lokasi setelah menempuh 12 hari tak bisa langsung melakukan operasi militer. Ketika kapal tiba di Kolombo, Sinar Kudus sudah bergeser ke Somalia.

Apalagi, kondisinya Sinar Kudus sudah lego jangkar di perairan Somalia. Jaraknya tiga mil dari daratan yang dikenal sebagai Kampung Perompak. Di perairan itu, posisi Sinar Kudus dikepung kapal-kapal lain yang diduga isinya adalah lanun. “Kami harus memperhitungkan risiko. Jika kapal bersandar, risiko tinggi jika dilakukan operasi militer,” kata Purnomo.

Saat lego jangkar, kata Purnomo, setidaknya ada 10 kapal negara lain yang ada di situ. “Sekali lagi, banyak korban yang dipertimbangkan,” ujarnya.


Faktor lainnya kenapa opsi militer tidak ditempuh karena kapal Sinar Kudus tidak seperti kapal kargo Hanjin Tianjin. Kapal kargo milik Korea Selatan itu, menurut Purnomo, memiliki ruangan yang kedap suara. Jadi, ketika Korea menyelamatkan kapal itu dari serangan kelompok Perompak, awak kapal korea itu sudah mematikan mesin kapal dan menyaksikan kedatangan perompak.
“Mereka sudah masuk ruangan dan mematikan mesin kapal,” ujarnya. “Kapal Korea itu memiliki 72 kompartemen.”

Selain itu, faktor alam juga berpengaruh. Akhir Maret, ternyata tidak ada bulan di akhir Maret. Karena itu, kapal perang itu tidak bisa mendekat lebih dari 20 mil. “Jadi kalau malam ya seperti siang, terang benderang,” kata Purnomo. “Praktis, kondisinya tak memungkinkan melakukan serangan.”

Karena itu, menurut Purnomo, pasukan TNI seolah menunggu. “Kami menunggu saat tepat,” ujarnya. "Jadi, KRI kita membayangi para bajak laut dan Sinar Kudus.”

Repotnya, ternyata di sana sudah banyak calo. “Mereka sudah mengatur uangnya diserahkan ke mana. Jadi, ini tidak mudah.” Menurut Purnomo, pembajakan kapal di perairan Somalia ini telah menjadi "industri" besar sejak 2007. “Setidaknya lebih dari 70 kasus pembajakan oleh pembajak Somalia dan tren ini terus berlanjuit bahkan meningkat.”

Meski begitu, Purnomo memastikan pembebasan sandera Sinar Kudus kali ini adalah bagian prestasi sendiri. Selama ini, rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk tercapainya pembebasan di tahun 2010 adalah lebih dari 150 hari dan waktu tersingkat sekitar 60 hari. “Tidak ada satu negara pun yang bisa membebaskan kurang dari 150 hari. Kita bisa mengatakan prestasi yang baik berkat kerja sama hanya 46 hari," ujarnya.

TEMPO INTERAKTIF

BERITA POLULER