Pages

Wednesday, March 30, 2011

Presiden Bertemu Informal Dengan Panglima AB se-ASEAN

Kamis, 31 Maret 2011 10:31 WIB | 472 Views
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. (FOTO.ANTARA)
Berita Terkait
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengadakan pertemuan informal dengan para Panglima Angkatan Bersenjata se-ASEAN.

Pertemuan digelar dengan bersantap pagi bersama di Jakarta, Kamis, dihadiri Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono.

Juru Bicara TNI Laksamana Muda TNI Iskandar Sitompul mengatakan, para panglima angkatan bersenjata ASEAN berkumpul dalam rangka Asean Chiefs Of Deffence Forces Informal Meeting (ACDFIM) ke-8 2011.

Pertemuan informal panglima angkatan bersenjata se-ASEAN kali ini bertema "Synergizing The Roles of ASEAN MilitariesIn Response To Current Regional Challenges".

Penyelenggaraan kegiatan di buka resmi Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dan berlangsung hingga 1 April 2011.

Pada penyelenggaraan kegiatan serupa di Hanoi, Vietnam pada 2010, para petinggi militer se-ASEAN telahmengidentifikasi beragam tantangan yang dihadapi ASEAN, antara lain keamanan maritim, terorisme, bencana alam, infeksi penyakit, ketahanan pangan dan energi, serta perubahan iklim.

Pada pertemuan tahun ini, dibahas berbagai tantangan kawasan dewasa ini, serta bagaimana para Panglima Angkatan Bersenjata se- ASEAN memberikan pandangan dalam menghadapi tantangan tersebut. .

"Selanjutnya adalah bagaimana mensinergikan peran Angkatan Bersenjata ASEAN dalam menjawab berbagai tantangan masa kini," kata Iskandar.

Pandangan ACDFIM ini diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan bersama yang solid dan komprehensif dalam bentuk `Joint Statement? yang akan memberikan kontribusi yang positif terhadap berbagai masalah, termasuk masalah di Laut China Selatan, sehingga perdamaian dan stabilitas di Kawasan dapat terus dijaga.

Setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Yudhoyono, para petinggi militer ASEAN itu kembali ke Hotel Sultan tempat pertemun informal berlangsung. 


ANTARA

Menhan Tegaskan Tak Ada Pakta Militer ASEAN


Kamis, 31 Maret 2011 11:37 WIB | 579 Views
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. (FOTO.ANTARA)
Indonesia siap untuk mengirim pasukan misi perdamaian di bawah bendera PBB, bukan berada di bawah bendera NATO
Namun demikian, Indonesia bersedia ambil bagian dalam polemik Laut China Selatan, khususnya untuk memikirkan solusi yang tepat untuk tujuan kawasan yang damai dan stabil.
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan, Purnomo Yusgiantoro menegaskan tidak ada pakta militer di kawasan ASEAN yang secara khusus terkait dengan kerjasama bersenjata untuk pertahanan wilayah.

"Kita tidak mengenal pakta militer. Kerjasama kita lakukan sejauh kerjasama itu tidak bersifat kohesif untuk kerjasama pertahanan militer," kata Purnomo di komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, terkait pertemuan informal sejumlah panglima angkatan bersenjata negara-negara anggota ASEAN.

Purnomo menegaskan, pertemuan sejumlah petinggi militer ASEAN di Istana Merdeka itu bersifat informal. Pertemuan itu sekaligus untuk menghilangkan pandangan bahwa ASEAN akan menuju komunitas yang dilengkapi dengan pakta militer.

"Namanya adalah pertemuan panglima-panglima angkatan bersenjata informal untuk mencegah presepsi bahwa ini pertemuan formal seperti pertemuan menteri-menteri pertahanan dan pertemuan panglima-panglima di Eropa dalam kaitannya dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara-red)," kata Purnomo.

Menurut dia, Indonesia menolak tegas untuk tergabung dalam pakta pertahanan tertentu. Sikap itu didasarkan pada UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia menerapkan kebijakan luar negeri yang bebas dan aktif.

Namun demikian, Indonesia tetap menjalin kerja sama militer selain perang dengan sejumlah negara, termasuk di kawasan ASEAN. Kerja sama selain perang itu bisa dalam bentuk penanggulangan bencana, penanggulangan teror, pengamanan wilayah maritim, dan misi perdamaian.

Sikap Indonesia itu juga ditunjukkan dalam penyelesaian konflik di Libya. Indonesia bersedia terlibat dalam penyelesaian masalah Libya sebagai anggota pasukan perdamaian.

"Indonesia siap untuk mengirim pasukan misi perdamaian di bawah bendera PBB, bukan berada di bawah bendera NATO," katanya.

Di kawasan Asia, Indonesia juga berperan dalam penyelesaian konflik sengketa Laut China Selatan.

Purnomo menegaskan, Indonesia bukanlah negara "claimant" atau pihak penuntut dan bersengketa dalam sengketa Laut China Selatan. Negara-negara di Asia Tenggara yang menjadi pihak terkait dalam kasus itu adalah Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina.





ANTARA

Petinggi Militer ASEAN Berkumpul di Jakarta

Kamis, 31 Maret 2011 08:03 WIB | 707 Views
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro. (FOTO.ANTARA)
Jakarta (ANTARA News)  - Sejumlah panglima angkatan bersenjata negara anggota ASEAN berkumpul di Istana Merdeka di Jakarta, Kamis pagi, untuk satu pertemuan informal membahas kerjasama yang bukan terkait operasi bersenjata.

"Pertemuan panglima-panglima angkatan bersenjata ASEAN pagi ini itu sebenarnya pertemuan informal," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro sebelum mengikuti pertemuan tersebut.

Pertemuan informal itu, kata Purnomo, sekaligus menegaskan komitmen Indonesia untuk tidak membentuk pakta militer di kawasan ASEAN.

Purnomo menegaskan, kerja sama militer bukan hanya dalam bentuk perang. "Kerja sama itu bisa untuk operasi militer selain perang," kata Purnomo.

Kerja sama selain perang itu antara lain penanggulangan bencana, misi perdamaian, penanggulangan teror, dan pengamanan wilayah maritim.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan hadir dalam pertemuan informal panglima angkatan bersenjata se-ASEAN yang bertajuk "ASEAN Chiefs of Defense Forces Informal Meeting (ACDFIN)" itu. Pertemuan informal kedelapan ini juga akan diisi dengan acara santap pagi bersama.

Pertemuan tertutup yang berlangsung sejak pukul 07.30 WIB itu akan diisi dengan sambutan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono dan sambutan perwakilan ASEAN Chief of Defense Forces, Royal Thai Armed Forces, General Songkitti Jaggabatara.

Presiden Yudhoyono juga akan memberikan arahan dalam acara yang dihadiri oleh 50 undangan.


ANTARA

Tuesday, March 29, 2011

Indonesia Kirim Pasukan ke Haiti



29 Maret 2011, Jakarta -- (ANTARA News): Pemerintah Indonesia segera mengirim pasukan bantuan ke Haiti untuk membantu proses pemulihan akibat gempa bumi di negara itu.

"Dalam waktu dekat, mungkin dalam waktu hitungan hari-hari ini kita berangkat," kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan, utusan PBB sudah datang ke Indonesia untuk memastikan keterlibatan Indonesia di Haiti itu, sedangkan pasukan Indonesia sudah siap dan tinggal menunggu perintah pemberangkatan.

"Yang kita kirim itu adalah pasukan untuk zeni dan medical (batalyon kesehatan)," katanya.

Purnomo menegaskan, pasukan yang akan dikirimkan itu bukan hanya untuk pemulihan keadaan akibat konflik bersenjata, namun juga untuk pemulihan keadaan pascabencana.

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono sendiri telah mengatakan menunggu konfirmasi kebutuhan penanggulangan bencana gempa di Haiti, sebelum memberangkatkan pasukannya ke negara itu.

"Kita masih menyesuaikan kebutuhan mereka dan kemampuan TNI," katanya.

Haiti diguncang gempa 7 Skala Richter pada 12 Januari 2010 yang diklaim pemerintah Haiti merenggut 316 ribu orang tewas, 300 ribu orang terluka, dan sekitar sejuta orang kehilangan tempat tinggal.

Sumber: ANTARA News

ASEAN Bahas Penggunaan Militer untuk Bantuan Kemanusiaan


Prajurit Koppasus mengevakuasi seorang nenek yang menolak meninggalkan rumahnya saat terjadi erupsi Gunung Merapi tahun lalu. (Foto: Getty Images)

29 Maret 2011, Jakarta -- (TEMPO Interaktif): Direktur Jenderal kekuatan Pertahanan (Kuathan) Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda Mochammad Jurianto mengatakan, bantuan kemanusiaan dan penanggulangan bencana menjadi fokus utama dalam lokakarya penggunaan aset militer ASEAN, yang dibuka hari ini, Selasa 29 Maret 2011.

"Bantuan kemanusiaan dan bencana alam merupakan bagian dari operasi militer," kata Jurianto saat membuka lokakarya tersebut di Hotel Sultan Jakarta.

Lokakarya yang telah digelar kedua kalinya ini merupakan lanjutan dari Paper on Use of ASEAN Military Assets and Capacities. Agenda utama yang akan menjadi pembahasan dalam lokakarya ini untuk membentuk Joint Coordinating Committee atau JCC, menentukan tugas pokok, struktur, dan pimpinan.

Bencana alam yang sering terjadi di wilayah ASEAN menjadi salah satu faktor pendorong pembentukan JCC. Kedepan, jika ada negara anggota ASEAN yang tertimpa bencana alam atau membutuhkan bantuan kemanusiaan, JCC akan memfasilitasi dengan penggunaan aset militer ASEAN dengan melibatkan warga sipil.

Jurianto juga menekankan agar pelaksanaan penggunaan aset militer di negara yang tertimpa bencana tetap harus menghormati kedaulatan negara yang bersangkutan. "Pelaksanaannya juga harus menghormati HAM dan tidak boleh diskriminasi," ujar Jurianto

Dia menambahkan, hasil lokakarya ini akan dibawa ke tingkat ASEAN Defense Senior Officer Meeting pada 26-29 April 2011mendatang yang akan digelar di Yogyakarta. "Nantinya akan ada keputusan politik di tingkat ASEAN Defense Minister's Meeting," kata Jurianto.

Sumber: TEMPO Interaktif

Kopassus-SAS Australia Latgab Bersama


Latihan bersama Kopassus-SAS di Bandara Internasional Ngurah Rai, Denpasar tahun lalu. (Foto: Reuters)

28 Maret 2011, Jakarta -- (REPUBLIKA.CO.ID): Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat (Kopassus) Mayjen TNI Lodewijk F Paulus mengatakan Komando Pasukan Khusus Australia (SAS) akan membantu daya mampu Kopassus baik dari segi teknik militer, peralatan dan perlengkapan, serta kemampuan bahasa Inggris. "Ini yang kita pelajari kemarin selama latihan bersama 'Dawn Kookabbura' antara Kopassus dan SAS," katanya, usai menghadiri pembukaan Kejuaran Panahan Piala Kasad 2011 di Markas Komando Kopassus di Jakarta, Senin (28/3).

Latihan Bersama Kopassus dan SAS dengan sandi "Dawn Kookabbura" berlangsung di Swan Bourne, Perth, Australia pada pekan terakhir Februari 2011. Dalam Latihan bersama itu, komando pasukan khusus militer kedua negara memfokuskan penanganan terorisme di laut. "Banyak hal yang harus kita pelajari dan tingkatkan lagi, semisal kemampuan penggunaan alat perlengkapan, persenjataan dan bahasa untuk dapat memahami lebih luas prosedur, alat, sistem penanganan terorisme sesuai standar internasional," kata Lodewijk.

Khusus menyangkut kemampuan bahasa, ia mengemukakan, SAS siap mengirimkan instrukturnya untuk memberikan pelajaran dan pemahaman lebih dalam tentang bahasa Inggris terutama terkait teknis militer komando pasukan khusus. "Kita sudah memiliki laboratorium bahasa Inggris, namun untuk 'native speaker' terutama yang menyangkut bahasa teknis militer komando pasukan khusus kita masih minim," ungkap Lodewijk.

Ia menambahkan, kursus bahasa Inggris oleh SAS bagi para personel Kopassus akan dimulai pada September 2011. Kerjasama Kopassus- SAS sempat terhenti sejak 1999 menyusulnya terjadinya kerusuhan di Timor-Timur (kini Timor Leste) seusai jajak pendapat. Pemulihan kerja sama Kopassus-SAS, Australia berawal dari kunjungan Komandan SAS Australia yang kemudian diikuti kunjungan Kepala Staf Angkatan Darat Australia, Letjen Peter Leahy pada akhir 2002.

Langkah pemulihan diambil Australia, pascaledakan Bom Bali I pada Oktober 2002 yang menewaskan sebagian besar warga negara Australia yang tengah berada di Pulau Dewata. Selain Australia, Kopassus juga rutin mengadakan latihan bersama dengan Singapura dan Thailand. Kini Kopassus tengah merumuskan kembali latihan bersama dengan pasukan khusus Amerika Serikat (AS) yang juga sempat terhenti pada sekitar sebelas tahun silam, karena dugaan pelanggaran HAM oleh TNI di Timor-Timur.

Sumber: Republika

Monday, March 28, 2011

Indonesia Desak Gencatan Senjata di Libya

Senin, 28 Maret 2011 12:05 WIB | 478 Views
Marty Natalegawa. (FOTO.ANTARA)
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mendesak segera dilakukan gencatan senjata untuk mengakhiri konflik bersenjata dan jatuhnya lebih banyak korban di kalangan warga sipil Libya.

Demikian dinyatakan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa kepada pers sebelum rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung DPR di Jakarta, Senin.

Menlu Marty menyatakan, perlunya segera dilakukan gencatan senjata karena korban di kalangan warga sipil semakin banyak.

"Apalagi dalam waktu delapan hari terakhir ini, kita lihat korban semakin meningkat. Perlu ada gencatan senjata, perlu ada keberadaan PBB di lapangan dan perlu ada proses politik," kata Menlu.

Menlu juga menegaskan, Indonesia menolak tindak kekerasan yang terjadi di Libya. "Jelas dari awal kita menolak kekerasan, baik dilakukan pihak Gaddafi, pihak pemberontak, apakah pihak koalisi. Karena kekerasan itu justru menimbulkan kesengsaraan di kalangan warga sipil," kata Menlu.

Rapat Kerja Komisi I DPR dengan Menteri Luar Negeri membahas berbagai masalah, termasuk Libya dan penanganan WNI di Jepang pasca gempa bumi dan tsunami.

Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mengambil alih komando operasi militer di Libya dari tentara koalisi, menurut laporan sejumlah media di dunia.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa memberlakukan wilayah larangan terbang terhadap Libya pada 17 Maret, bersamaan dengan perintah "melakukan hal yang diperlukan" guna "melindungi" warga sipil dari serangan pasukan Muammar Gaddafi di sejumlah kota yang dikuasai pemberontak.

Sebanyak 28 utusan negara anggota NATO bertemu pada Minggu untuk menentukan strategi militer terhadap Libya.

Amerika Serikat mengalihkan komando pengawasan wilayah larangan terbang terhadap Libya kepada NATO, sementara pasukan koalisi akan tetap melanjutkan upaya perlindungan terhadap warga sipil dari serangan pasukan Gaddafi.

Operasi militer di Libya, yang diberi nama sandi "Pengembaraan Fajar", sejauh ini telah melibatkan 13 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris dan Prancis


ANTARA

BERITA POLULER