Pages

Wednesday, March 16, 2011

Tentara Malaysia Pukuli Nelayan Medan

di-Aniaya.jpg

Tribun Medan - Kamis, 17 Maret 2011 10:01 WIB

TRIBUN MEDAN.com
Di Aniaya dan Dijarah
Laporan Wartawan Tribun Medan/

* Juga Rampas GPS dan Ikan
* Konsulat Jadi Usut Kasus Ini 

TRIBUN-MEDAN.com,  MEDAN - Empat nelayan Belawan yang melaut sekitar 45 mil dari lampu satu perairan Belawan, dianiaya  Tentara Diraja Malaysia, sekitar setengah jam, Rabu (16/3) sekitar pukul 0.00 WIB. 

Keempat korban yang menggunakan kapal ikan Sri Muara GT3 tersebut mengaku peralatan mereka seperti GPS dan hasil tangkapan ikan dijarah tentara negeri Jiran ini.

Cerita nahas keempat nelayan asal Belawan ini bermula saat kapal ikan Sri Muara GT3 yang dikemudikan Fahrul berlayar dari perairan Belawan, Senin (15/3)  sekitar pukul 07.00 WIB. Fahrul membawa tiga anak buahnya, yakni Muslim, Muhammad Fajar dan Fadli.

Saat beristirahat, tengah malam, kapal mereka didekati kapal patroli tentara Malaysia bernomor lambung 14. Mereka merapat dan empat tentara itu masuk dan mengobrak-abrik isi kapal.

"Saat itu saya sedang di bawah, kami sedang tidur, tiba-tiba mereka teriak jangan lari. Saya langsung naik, saya lihat tanggan Muslim sudah diborgol ke belakang," ujar warga Belawan Lama Lorong Melati ini pada wartawan di Kantor HNSI Sumut, Rabu (16/3)

Fahrul mengaku melihat sendiri tentara Malaysia memukuli  Muslim. Sebagian lagi mengobrak-abrik makanan dan mencampakkan es yang ada di kapal ke laut. Tentara Malaysia tersebut juga mengambil ikan hasil tangkapan mereka sekitar 20 kg.

"Alat GPS kami kabelnya dipotong tiga sama mereka. Nasi dan makanan kami diserakkan dan dan dipijak-pijak tentara Malaysia ini," ujarnya. Fahrul mengatakan tentara itu sempat mengambil sebuah baju bagus miliknya. Dia Fahrul hanya bisa meneteskan air mata. "Saya menangis di depan tentara itu, saya meneteskan air mata, kenapa lah ada manusia sekejam ini, ujar saya dalam hati," kata Fahrul.

Dalam kejadian singkat itu, Fahrul sempat berdialog pada  Tentara Diraja Malaysia. Mereka mengatakan Fahrul telah melanggar wilayah Malaysia. "Kenapa awak tu melanggar batas wilayah negare. Saya jawab, kalau tuan mau kami tidak melanggar batas, buat lah batas dengan tugu atau lampu,'' kata Fahrul.

Lalu tentara Malaysia itu bertanya,''Kenapa awak tu tidak mengikuti dan berpedoman pada kapal-kapal besar itu. Saya kembali menjawab, tidak bisa lah mengikuti kapal besar, mereka kan arahnya tak tentu, ke Selatan, Utara, Timur dan Barat, mana bisa diikuti," ujarnya menirukan dialog yang terjadi setelah anak buah dianiaya.

Padahal Fahrul sangat yakin bahwa mereka masih berada di perairan Indonesia. Namun, tentara itu mengatakan bahwa batas wilayah Indonesia hanya sampai Pulau Berhala. "Saya yakin betul, karena kami pakai GPS. Namun, setelah itu mereka merusaknya," ujarnya. Muslim yang pertama disergap Tentara Diraja itu, mengatakan tangannya langsung digari dan dipukuli.

"Pipi saya ditampari mereka, mata saya ditumbuk dua kali. Perut saya ditumbuk tiga kali hingga terjatuh kesakitan. Kemudian saya ditunjang hingga tersungkur dan kepala saya dipijak-pijak mereka," ujarnya di ruangan Ketua HNSI Sumut saat melaporkan kejadian ini. Mata Muslim masih memerah dan bengkak. Rekannya, Fajar juga sempat dipukuli mereka. "Mereka menodongkan senjata ke perut Fajar, disuruh membuang es," ujarnya.

Setelah puas menganiaya korban, Tentara Diraja Malaysia meninggalkan mereka. Kasilidik Polairda Sumut Kompol Martin yang hadir saat nelayan ini membuat laporan mengatakan seharusnya kejadian seperti ini cepat dilaporkan. Sehingga pihak yang berwenang bisa langsung berkoordinasi pada Konsulat Malaysia di Medan.

"Jangan pernah takut untuk melaporkan kejadian seperti ini, ini penjarahan dan perampokan namanya," ujarnya.  Zulfahri Siagian, Ketua HNSI Sumut, mengatakan akan membuat laporan ke Polairda Sumut bersama korban. Selanjutnya akan membuat pengaduan ke Konsulat Malaysia atas kejadian ini.
"Kita akan menempuh upaya hukum, karena kejadian ini bukan hanya sekali saja. Ini namanya perampokan, selain itu besok (hari ini) akan kita laporkan juga ke Menteri Perairan Malaysia, Kebetulan ia ada kunjungan," ujarnya.

Zulfahri sempat menelepon Konsulat Malaysia di Medan. Dalam perbincangannya, pihak Konsulat Malaysia mengaku belum laporan kekerasan yang dilakukan oleh Tentara Diraja Malaysia terhadap Fahrul dan rekan-rekannya.

"Tuan bisa laporkan kejadian ini ke saye besok, sekalian kalau ada nomor lambung kapal tentara, beritahu ke saye. Selama ini memang belum ada laporannya," ujar Konsul Malaysia dari ponsel Zulfahri ayang di-speaker-kan.
Kemudian, nelayan ini pun membuat pengaduan ke Polairda Sumut didampingi Ketua HNSI Zulfahri Siagian.
Ala Bajak Laut
Penganiayaan dan perampok yang dilakukan Tentara Diraja Malaysia terhadap nelayan Indonesia bukan hanya dialami Fahrul dan anak buahnya. Saat mereka melaporkan kejadian ini ke HNSI Sumut, beberapa korban lain juga mengungkapkan peristiwa serupa.

Dalam aksinya Diraja Malaysian selalu mematikan lampu kapal, mengurangi kecepatan sehingga kapal korban menyusul, melewati kapal mereka dan kemudian mengejarnya. "Aksi mereka seperti bajak laut, lampu kapal dimatikan, tentara itu langsung menyergap dan merampas benda-benda," ujar Ibrahim yang juga menjadi korban.

Kejadian itu dialami Ibrahim (52) warga Lorong Melati Belawan Lama ini, seminggu lalu. Saat itu tentara Diraja Malaysia merampas alat pancingnya dan juga ikan. "Memang kami tidak sempat dipukuli mereka. Tapi barang-barang kami habis dirampok," ujar nelayan pukat pancing ini.

Saat itu tekongnya adalah Muslim yang juga menjadi korban di malam kemarin. Zulfahri Siagian, Ketua HNSI, mengatakan penganiayaan dan perampokan yang dialami nelayan Indonesia tidak lepas dari kurangnya pengawasan dari pengamanan TNI AL.  Fahrul mengatakan, dalam sebulan belum tentu dia bertemu  patroli TNI AL di perairan Indonesia.

"Yang menjadi pertanyaan, di mana TNI AL berada," ujarnya. Kejadian serupa juga dialami Syam (60) warga Lorong Papan Belawan. Tekong yang membawa anak buah tiga orang ini juga sempat dijarah. Begitu juga Daud, nelayan pancing ini sempat juga dirampas. Hasil tangkapannya 300 kg ikan dibawa tentara itu, seminggu lalu. (zli)

Editor : fariz
Sumber : Tribun Medan

Russia, France struggle over Mistral contract


French navy command ship Mistral
A Russian-French contract on the construction of Mistral class helicopter carriers for the Russian Navy is unlikely to be signed in the near future, a Russian deputy defense minister said.
Russia and France in January signed an intergovernmental agreement to jointly build two Mistral-class helicopter carriers at the STX shipyard in Saint-Nazaire, France. Another two are planned to be constructed later at the Admiralty Shipyards in St. Petersburg.
However, the sides have since experienced difficulties in agreeing the terms of the actual contract between Russian state-arms exporter Rosoboronexport and French DCSN company.
"The negotiations have not been easy so far, I would even describe them as tough," Anatoly Antonov told reporters in Paris on Tuesday during a visit of Russian Defense Minister Anatoly Serdyukov to France.
"It is too early to talk about specific dates, and too many technical details have yet to be settled. The contract must be adapted to our conditions. Experts will have to do a difficult and skillful job to adjust all parameters of the future contract," Antonov said.
The official added that Russia prioritized the purchase of Mistrals with full technology transfer. The overall price of the contract was also a "big issue," he said.
According to Russian media, the initial talks in February reached an impasse after France increased the total price tag from 980 milllion euros to at least 1.15 billion euros for the first two ships to be built in France.
In addition, France insists on signing a separate contract for licensed construction of two Mistrals in Russia.
Antonov said Russia would not push for a quick conclusion of negotiations because their results must meet the interests and requirements of both sides.
A Mistral class ship is capable of carrying 16 helicopters, four landing vessels, 70 armored vehicles, and 450 personnel.
Russia plans to deploy the first two Mistral ships in the Pacific to protect the four Kuril Islands, which Russia has disputed with Japan since World War II.

RIA NOVOSTI

New Russian Army weaponry 'inferior' to NATO's, overpriced


T-90
The most advanced weapon systems manufactured for Russia's ground forces are below NATO and even Chinese standards and are expensive, GF chief Col. Gen. Alexander Postnikov said on Tuesday. "The weapon models that are manufactured by our industry, including armor, artillery and small arms and light weapons, fail to meet the standards that exist in NATO and even China," he said at a session of the Defense and Security Committee of the upper house of the Russian parliament.
He said that Russia's most advanced tank, the T-90, is in fact a modification of the Soviet-era T-72 tank [entered production in 1971] but costs 118 million rubles (over $4 million) per unit.
"It would be easier for us to buy three Leopards [Germany's main battle tanks] with this money," Postnikov said.
MOSCOW, March 15 (RIA Novosti)

© RIA Novosti.

Russia to prioritize modern weaponry in new arms acquisition program

S-400
Russia will focus on purchases of advanced weaponry in a new state arms procurement program until 2020, First Deputy Defense Minister Vladimir Popovkin said.
"The state arms procurement program until 2020 prioritizes the acquisition of advanced weaponry. Their share is about 70 percent," Popovkin said in an interview with the Izvestia newspaper published on Friday.
Popovkin said the Russian government had allocated 22 trillion rubles ($730 billion) on the new program, which includes purchases of eight missile-carrying strategic submarines, equipped with Bulava ballistic missiles, 600 aircraft, S-400 and S-500 air defense systems.
The Navy will receive new conventional submarines, destroyers and corvettes equipped with advanced Kalibr missile system, which can fire anti-ship cruise missiles (3M-54) and long-range cruise missiles (3M-14) to destroy land-based targets.
The priority will be given, however, to the development and the maintenance of Russia's nuclear triad, Popovkin said.
The official reiterated that Russia did not plan to buy weaponry abroad unless it did not have domestic equivalents to fill the assigned roles, like reconnaissance drones, amphibious assault ships and sniper equipment.
The Russian Armed Forces are mostly equipped with outdated Soviet-era weaponry. According to official data, the share of modern equipment in the strategic nuclear forces is about 20 percent, while in the conventional forces it does not exceed 10 percent.
Popovkin said the purchases under the new program would allow Russia to bring the share of modern weaponry to 70 percent of the total by 2020.
MOSCOW, March 11 (RIA Novosti)

RIA NOVOSTI

Iran –Venezuela Galang Kekuatan Lawan Skema Imperialis Dunia

 Presiden Republik Islam Iran Mahmoud Ahmadinejad menyerukan kewaspadaan negara-negara independen terhadap skema yang dirancang kekuatan-kekuatan imperialis dunia.
"Berbagai bangsa dan negara independen dan pencari keadilan harus berhati-hati atas rencana imperialisme, dan tidak akan tertipu dengan topeng apa pun," kata Ahmadinejad dalam pertemuan dengan Duta Besar Venezuela untuk Iran, David Fals Caraballo pada hari Selasa.
Presiden Iran juga mengungkapkan bahwa penguatan hubungan antara Caracas dan Tehran akan memberikan kontribusi signifikan bagi perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan dan dunia.
Di bagian lain, Duta Besar Venezuela mengatakan Revolusi Islam Iran dan revolusi Venezuela bersama-sama dapat mengatasi imperialisme.
Pada Oktober 2010 lalu, Iran dan Venezuela menandatangani 11 nota kesepahaman (MoU) selama kunjungan Presiden Venezuela Hugo Chavez ke Tehran.
Perjanjian kerjasama meliputi sektor minyak, gas alam, tekstil, perdagangan dan sektor perumahan rakyat.
Kedua negara juga sepakat untuk membentuk sebuah perusahaan minyak dan pelayaran kolektif serta membangun pabrik petrokimia.(IRIB/PH)

IRIB

Simulasi Penyelamatan Korban Bencana di ARF Direx


15 Maret 2011, Manado -- (ANTARA News): Tim Penyelamat TNI AU menggunakan helikopter jenis Super Puma melakukan simulasi penyelamatan korban bencana melalui udara pada pembukaan ARF Direx Asean Regional Forum Disaster Relief Exercise (ARF Direx) di Manado, Sulawesi Utara, Selasa (15/3). Latihan penanggulangan bencana yang diikuti peserta dari berbagai negara meningkatkan koordiansi antara sipil dan militer dalam penyelamatan korban bencana alam di darat, laut dan udara. (Foto: ANTARA/Basrul Haq/Koz/nz/11)

Sejumlah anggota TNI menjemput bantuan logistik yang dikirim melalui udara menggunakan pesawat Hercules saat penyelamatan korban bencana. (Foto: ANTARA/Basrul Haq/Koz/nz/11)

ANTARA

Wapres Makan Siang di KRI Soeharso


Selasa, 15 Maret 2011 16:33 WIB | 606 Views
Wakil Presiden Boediono. (ANTARA)
Berita Terkait
Manado (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres), Boediono, menyempatkan diri makan siang bersama jajaran Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), SH Sarundajang, di KRI Soeharso usai membuka Asean Regional Forum - Disaster Relief Exercise (ARF-Direx), di Manado, Selasa.
KRI dr Suharso (990) TNI Angkatan Laut (photo : TNI-AL)

Turut dalam kegiatan itu, antara lain Wakil Menteri Luar Negeri Jepang, Makiko Kikuta dan beberapa perwakilan pejabat militer dari negara-negara ASEAN.

ARF Direx merupakan pelatihan bersama internasional penanggulangan bencana alam, yang diikuti peserta Indonesia, Jepang, Asean hingga tamu-tamu dari Uni Eropa dan Asia Pasifik sebanyak 20 negara.

KRI Soeharso merupakan kapal dengan rumah sakit terapung yang hadir di Teluk Manado bersama dengan armada perang lainnya milik TNI dan Polri, serta armada penyelamatan milik Badan SAR dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Usai makan siang sekitar pukul 11.00 wita itu, kemudian berselang sejam kemudian langsung mengarah ke Bandara Sam Ratulangi Manado dan kembali bertolak ke Jakarta dengan pesawat khusus.

Dalam pembukaan ARF Direx, Wapres Boediono juga mengajak para hadirin dan undangan yang hadir dalam untuk sejenak menundukkan kepala dan berdoa bagi para korban bencana Tsunami di Jepang dan bencana banjir bandang di Aceh.

"Beberapa tahun terkahir kita telah melihat banyak bencana yang menimpa negara-negara anggota ARF, seperti Filipina, Myanmar, Australa, New Zealand, Jepang dan juga Indonesia," kata Wapres Boediono.
(T.H013/A034)


antara

BERITA POLULER