Pages

Tuesday, March 15, 2011

PT DI Raih Sertifikat Organisasi Rancang Bangun



16 Maret 2011, Bandung -- (bisnis-jabar.com): PT Dirgantara Indonesia hari ini menerima sertifikat organisasi rancang bangun dari Ditjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Sertifikat ini merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oleh industri pembuat pesawat udara.

Direktur Teknologi dan Pengembangan PTDI Dita Ardonni Jafri mengatakan dengan diterima sertifikat ini berarti BUMN itu telah memenuhi semua persyaratan yang harus dimiliki industri pesawat udara.

Sebelumnya, perusahaan telah memiliki production certificate, approved maintenance organization, dan distrubutor certificate of approva, disamping berbagai personnel certification dan types certificates.

“Ini tentu menjadi kabar baik bagi perusahaan dalam menjalankan bisnis,” katanya dalam sambutannya hari ini.

Penyerahan sertifikat organisasi rancang bangun atau design organization approval dilakukan oleh Direktur Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Ditjen Perhubud Kemenhub Yurlis Hasibuan.

Yurlis meminta perusahaan terus meningkatkan kinerja dengan penerapan proses dan pelatihan pekerja yang baik. “Ini diperlukan untuk meningkatkan daya asing industri pesawat dalam negeri,” katanya.

Sumber: Bisnis Jabar

Radar Merauke Perkuat Pengamanan Wilayah Timur Indonesia



16 Maret 2011, Merauke -- (ANTARA News): Satuan Radar 244 Merauke yang memperkuat pengamanan wilayah udara nasional di Timur Indonesia diresmikan lewat upacara militer yang dipimpin Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat di Merauke, Rabu.

Radar yang digunakan Satuan Radar 244 adalah peralatan "Master T" buatan Prancis yang memiliki jangkauan 240 mil laut.

Selama ini keamanan wilayah udara Timur Indonesia dipantau oleh tiga satuan radar yakni Satuan Radar 241 di Buraen, Kupang (NTT), dan Satuan Radar 242 Tanjung Warari (Biak).

Satuan Radar 244 Meurauke menjadikan wilayah udara Timur Indonesia telah diawasi dan diamankan dengan tiga Satuan Radar dari lima yang direncanakan.

Satuan Radar 244 dikomandani Letkol Lek Budi Santoso dengan 30 personel.

TNI Angkatan Udara berencana menambah dua satuan radar yakni Satuan Radar 243 di Timika (Papua) dan Satuan Radar 245 di Saumlaki (Maluku Tenggara Barat).

Satuan Radar 243 akan diresmikan pada Agustus 2011 sedangkan Satuan Radar 245 Saumlaki akan diresmikan pada awal 2012.

Lima satuan radar wilayah Indonesia Timur berada di bawah Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional (Kosek Hanudna) IV yang bermarkas di Biak.

Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat mengatakan, relatif tingginya tingkat pelanggaran wilayah udara nasional di wilayah Timur Indonesia maka penambahan satuan radar di wilayah itu sangat penting.

"Dengan satuan radar yang akan dikembangkan di wilayah Timur Indonesia akan mampu menjadi mata dan telinga baik sebagai sarana dan bagian sistem pertahanan udara nasional, maupun sebagai media untuk melakukan deteksi dini dan intersep setiap pelanggaran wilayah udara nasional yang terjadi," katanya.

Imam menambahkan, pendirian satuan radar di wilayah Timur Indonesia sangat penting mengingat adanya beberapa obyek vital nasional dan sebagai bagian dari jalur penerbangan internasional.

Satuan Radar 244 Merauke dibangun sejak 2008 dan berdiri diatas lahan seluas 17,5 hektare.

Panglima Komando Sektor Pertahanan Udara Nasional Marsekal Pertama TNI M Syaugi mengatakan, penambahan radar di wilayah Timur Indonesia juga dilandasi pertimbangan sebagian wilayah berbatasan langsung dengan negara Papua Nugini dan Australia.

"Jadi radar ini penting untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia khususnya di wilayah di Timur," katanya.

Sumber: ANTARA News

Pangarmabar Beri Pembekalan Kepada Calon Kru Kapal eks AL Brunei



KDB Waspada P-02, dibuat di Galangan Vosper Thornycroft di Singapura pada tahun 1978-1979.

JAKARTA - Berkaitan dengan hibah dua kapal patroli kelas Waspada AL Royal Brunei kepada TNI-AL, Panglima Komando Armada RI Kawasan Barat (Pangarmabar) Laksamana Muda TNI Hari Bowo M.Sc., memberikan pembekalan kepada calon kru Kapal di Aula Gedung Yos Sudarso, Markas Komando (Mako) Koarmabar, di Jakarta, Selasa (15/3).

Dalam arahannya Pangarmabar mengatakan kru yang akan diberangkatkan ke Brunei harus mempersiapkan mental dan fisik, serta menambah wawasan dan profesional sebagai pelaut sebagaimana yang telah diberikan di Komando Latihan Koarmabar. Keberadaan kru di Brunei bukan hanya mewakili TNI-AL tetapi juga Indonesia, sehingga diharapkan dapat menjaga nama baik Indonesia.

Lebih lanjut Pangarmabar mengharapkan agar seluruh kru yang bakal mengikuti pelatihan di Brunei berjalan dengan baik, menjaga kekompakan/ team work dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mempelajari segala pengetahuan terkait data teknis, pengoperasian kapal, sistem navigasi dan menjaga keselamatan personel serta material.

Kru kapal eks Waspada Class ini berjumlah 94 orang terdiri dari 14 perwira dan 80 Bintara dan Tamtama. Rencananya kru akan berangkat ke Brunei pada 20 Maret 2011 nanti.

Dua kapal patroli yang dihibahkan Brunei adalah KDB (Kapal Diraja Brunei) Waspada P-02 dan KDB Pejuang P-03. Kapal ini dibuat oleh galangan kapal Vosper Thornycroft di Singapura pada tahun 1978-1979, kapal ini dikategorikan sebagai kapal patroli cepat berpeluru kendali. Memiliki bobot 210 ton, kedua kapal memiliki dua tabung peluncur rudal anti-kapal Exocet MM-38 dan meriam antipesawat 30 mm buatan Oerlikon serta dua senapan mesin kaliber 7,62 mm.

Sumber : POSKOTA.CO.ID

Pindad Siapkan Kendaraan Tempur


Tank Scorpion TNI AD. (Foto: Pussenkav)

16 Maret 2011, Jakarta -- (KOMPAS): PT Pindad mempersiapkan desain kendaraan tempur untuk memenuhi keterbatasan persenjataan yang dimiliki TNI. Rencananya purwarupa kendaraan itu rampung 2013 dan produksi sudah dimulai tahun berikutnya.

Demikian pernyataan Direktur Utama PT Pindad Adik Avianto Sudarsono dalam pertemuan di Pusat Kesenjataan Kavaleri (Pussenkav), Bandung, Senin (14/3).

Pindad mulai menggarap pasar kendaraan tempur setelah perakitan tank jenis Scorpion pada 1997. Saat ini, Pindad juga belajar banyak dari perakitan 11 unit tank jenis Tarantula dari Korea Selatan dan diperkirakan rampung 2012.

”Pindad sebetulnya sudah memproduksi 154 kendaraan untuk TNI tapi untuk membawa personel,” ujar Adik. Produksi kendaraan tempur buatan sendiri ini diharapkan menjadi solusi sebagai pasar kendaraan tempur yang 90 persen dari luar negeri.

Komandan Pussenkav Brigadir Jenderal Burhanuddin Siagian melanjutkan, saat ini pihaknya memiliki 1.025 unit kendaraan tempur yang diproduksi berbagai negara, seperti Inggris, Perancis, Amerika Serikat, Rusia, dan Korsel. Hanya saja, kebanyakan kendaraan miliknya sudah berumur 50 tahunan. Contohnya kendaraan jenis AMX-13 buatan Perancis yang dibuat 1952. ”Kesiapan operasional kendaran tempur kami hanya 65 persen bila meliputi komponen otomotif, senjata, dan komunikasi,” ujar Siagian.

Anggota Komisi I DPR, Tri Tamtomo, menuturkan, Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010 tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan diharapkan mendorong industri dalam negeri. Kalaupun harus membeli dari luar negeri, diusahakan seminimal mungkin dan dengan syarat ketat seperti harus ada transfer teknologi dan ada imbal dagang.

Sumber: KOMPAS

Menhan, Menko Kesra dan Menristek Kunjungi Pulau Marampit dan Morotai



15 Maret 2011, Manado -- (DMC): Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro bersama dengan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono Dan Menteri Riset dan Teknologi melakukan kunjungan ke Pulau Marampit dan Pulau Morotai, Senin (14/3). Kunjungan ini dilaksanakan sehari sebelum acara pembukaan ASEAN Regional Forum Disaster Relief Exercice (ARF DiREx) 2011 yang akan dibuka oleh Wakil Presiden, Selasa (15/3) di Manado.

Di Pulau Marampit, Menhan dan rombongan meletakan prasasti pulau terluar, melakukan pertemuan atau berdialog dengan masyarakat Marampit dan Prajurit TNI serta menyerahkan bantuan berupa sembako. Sedangkan di Pulau Morotai, Menhan melakukan peninjauan ke Kotis Satgas Yonif 509, memberikan pembekalan bantuan kepada prajurit TNI berupa sembako.

Kunjungan tersebut merupakan bentuk dari perhatian pemerintah terhadap pulau – pulau kecil dan terluar terutama yang berbatasan langsung dengan negara tetangga. Pemerintah dalam hal ini melalui Kemhan sangat menaruh perhatian terhadap wilayah perbatasan dan pulau – pulau kecil terluar. Pembangunan di wilayah perbatasan menjadi prioritas pembangunan pemerintah pada Kabinet Indonesia Bersatu ke II, salah satu langkahnya adalah bagaimana menjadikan wilayah perbatasan baik yang ada di darat maupun di laut sebagai pagar terdepan NKRI.

Khusus untuk Pulau Morotai, sebagai pulau terluar yang menjadi pintu gerbang masuk Indonesia melalui Samudera Pasifik, bertetangga dengan Asia Timur, dan berada pada jalur utama menuju Australia dan Selandia Baru, Pemerintah menilai pembangunan ekonomi di Pulau Morotai dapat menjadi bagian dari pergerakan ekonomi di Asia Pasifik. Pembangunan sentra-sentra ekonomi baru di kawasan Indonesia Timur juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan juga sudah membuat rencana induk pembangunan Morotai menjadi sentra perikanan, wisata, perdagangan, dan jasa. Namun demikian, pembangunan sentra ekonomi Morotai tidak dilakukan secara terburu-buru tanpa rencana dan akhirnya terbengkalai karena kurang perhitungan matang.

Pada tahun ini, Pulau Morotai ditetapkan menjadi kawasan percontohan megaminapolitan dengan pemberian konsesi pengelolaan lahan bagi investor asal Taiwan. Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah melalui pengembangan ekonomi perikanan terintegrasi, meliputi produksi, pengolahan, dan pemasaran.

Sedangkan Kemhan sendiri telah memberikan fasilitas dan dukungan lainnya agar terjadi sinkronisasi antara kepentingan ekonomi yang didukung oleh kepentingan pertahanan. Khusus untuk wilayah Pulau Marotai, dalam merealisasikan dukungan dan kontribusi tersebut, salah satunya yakni Kemhan menyiapkan fasilitas pendaratan malam hari di wilayah Lanud Pulau Morotai. Uji coba kelayakan pendaratan malam hari di landasan Lanud Pulau Morotai telah dilakukan dengan Pesawat Hercules C-130 milik TNI AU pada tahun 2010.

Uji coba dan Pengaktifan kembali lapangan terbang tersebut merupakan salah satu dari upaya Kemhan dalam mendukung pembangunan di sektor perekonomian. Artinya, Kemhan mengupayakan agar aset-aset yang ada di Kemhan dan TNI yang dapat digunakan untuk mendukung ekonomi masyarakat, untuk diberdayagunakan.

Geografis Pulau Marampit dan Pulau Morotai

Pulau Marampit adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Philipina. Pulau Marampit ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaut, Provinsi Sulawesi Utara. Pulau ini berada di sebelah timur laut dari pulau Talaud dengan koordinat 4° 46′18″ LU, 127° 8′ 32″ BT.

Sedangkan Pulau Morotai terletak di ujung utara Kabupaten Halmahera Utara dan merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara. Secara geografis Pulau Morotai terletak di antara 200-240 derajat Lintang Utara dan 12.815-12848 derajat Bujur Timur. Pulau Morotai berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah Utara, Laut Halmahera di sebelah Timur, Selat Morotai di sebelah Selatan dan Laut Sulawesi di sebelah Barat.

Luas wilayah Pulau Morotai adalah 2.474,94 kilometer persegi atau 10 persen dari luas wilayah daratan Kabupaten Maluku Utara. Secara administratif, Pulau Morotai sejak tahun 2002 termasuk ke dalam administrasi pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara dengan ibukota kabupaten di Tobelo.

Sumber: DMC

Pembentukan Working Group Indonesia-Russia dikaji


JAKARTA - Forum Kelompok Kerja (Working Group) antara Indonesia dan Russia perlu diwujudkan sebagai upaya mengevaluasi seluruh proses kerjasama pertahanan dan pengadaan alutsista, demikian disampaikan Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) RI, Sjahfrie Sjamsoeddin, saat menerima kunjungan kerja General Director Rosoboronexport, Anatoly Isaikin, di Kantor Kemhan, Jakarta, Senin (14/3).

Di Indonesia sendiri, Rosoboronexport telah memasok alutsista bagi TNI diantaranya Sukhoi Su-30MK2 dan Su-27SKM, 18 ranpur amphibi BMP-3F serta heli serang Mi-35P dan heli angkut Mi-17V5.

Oleh karenanya kerjasama tersebut diharapkan tidak sebatas pada pengadaan, namun perlu dikembangkan pada penyediaan suku cadang, alih tekhnologi, pemeliharaan dan penyediaan persenjataan, tambah Wamenhan. Wamenhan juga mengingatkan, bahwa dalam proses kerjasama ataupun pengadaan diharapkan tidak melanggar peraturan dan berpegang undang-undang yang berlaku, mengingat pengadaan yang dilaksanakan menggunakan fasilitas state credit atau jalur Government to Government (G to G).

Sumber : DMC

Proyek Kerjasama Pembuatan Pesawat Tempur KF-X di Tandatangani



Model KF-X di KAI

JAKARTA - Setelah dijajaki sejak tahun lalu, Pemerintah akhirnya menandatangani perjanjian proyek kerjasama atau Project Agreement dengan Pemerintah Korea Selatan untuk bersama membuat pesawat tempur KFX. Proyek bersama ini akan berlangsung selama 10 tahun.

Penandatanganan perjanjian proyek telah dilakukan di Kementerian Pertahanan, Jakarta, pada Jumat (11/3) pekan lalu. Setelah Project Agreement, pada pertengahan April 2011 mendatang Pemerintah RI dan Korsel akan menandatangani kontrak kerjasama atau Contract Agreement.

"Kalau sudah contract agreement April nanti, baru kita (RI dan Korsel) mulai berbagi rancang bangun, share pembuatan prototipenya," kata Direktur Teknik Industri Pertahanan, Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan, Brigadir Jenderal TNI Agus Suyarso kepada Tempo, Senin (14/3).

Pembagian rancang bangun prototipe pesawat tempur ini adalah, 20 persen bagian Indonesia dan 80 persennya menjadi bagian Korea. Agus berharap Indonesia akan mendapat bagian membuat air frame atau struktur kerangka pesawat. "Minimal kita dapat 20 persen, syukur-syukur dapat 40 persen untuk air frame-nya nggak masalah," kata Agus, yang juga menjabat Kepala Sekretariat Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) ini.

Agus menambahkan, proyek jangka panjang ini terdiri dari beberapa fase. Setelah penandatanganan kontrak kerjasama pada April mendatang, dua negara akan memasuki fase Technical Development atau pengembangan teknis dalam kurun waktu setahun (2011-2012). Setelah itu, pada awal 2013 kerjasama akan masuk dalam fase Engineering Development. "Pengembangan teknologi ini akan berlangsung selama 8 tahun sampai tahun 2020," katanya.

Pasca 2020, dua negara baru akan melakukan persiapan produksi pesawat jet tempur tersebut. "Baru kemudian masing-masing negara mau beli berapa unit. Misalnya Indonesia 50 unit, Korsel berapa unit."

Meski tahap produksi masih jauh alias 10 tahun lagi, kedua negara sudah berbagi modal kerjasama. Anggaran awal yang dibutuhkan dalam kerjasama pengembangan pesawat jet tempur ini adalah US$ 50 juta untuk 2 tahun ke depan. "Saat ini sudah share 20 persen Indonesia atau US$ 10 juta dan 80 persen Korea atau US$ 40 juta," kata Agus. "Ini diluar (anggaran) untuk infrastruktur yang akan dibangun."

Sumber : TEMPOINTERAKTIF.COM

BERITA POLULER