Pages

Thursday, March 3, 2011

Iran Peringatkan Militerisme Barat



Ketua parlemen Republik Islam Iran Ali Larijani seraya memberi peringatan terhadap terorisme regional dan militerisme Barat, menyatakan bahwa kedua kelompok itu telah menciptakan kekacauan di kawasan. "Amerika Serikat berupaya memastikan dominasi mereka di kawasan, namun kewaspadaan bangsa-bangsa regional telah menggagalkan rencana mereka," ujar Larijani dalam pertemuan dengan Menteri Kehakiman Belarusia Viktor Golovanov di ibukota Iran, Tehran kemarin (Rabu,2/3).
Pernyataan itu dikeluarkan mereaksi sejumlah laporan media baru-baru ini, yang menyatakan bahwa AS dan sekutunya mungkin akan melakukan intervensi militer ke Libya.
Senat AS dengan suara bulat mensahkan resolusi yang menyerukan zona larangan terbang di atas wilayah udara Libya. Komite Angkatan Bersenjata Senat AS juga menyatakan bahwa semua opsi, termasuk intervensi militer harus dibicarakan.
Larijani mengatakan, kawasan ini telah memasuki fase baru setelah revolusi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Ditambahkannya, demokrasi akan tegak dan menguntungkan negara-negara merdeka di kawasan ini.
Ketua parlemen Iran ini mendesak negara-negara independen untuk membentuk sebuah tatanan baru di kawasan melalui peningkatan kerjasama di antara mereka. Ditegaskannya, terorisme merupakan salah satu kendala utama di kawasan tersebut dan menekankan pentingnya memperkuat hubungan regional dan internasional untuk menghadapi konsekuensi yang merugikan atas fenomena itu.
Seraya menyerukan perluasan hubungan dan penguatan kerjasama antara Iran dan Belarusia, Larijani menuturkan, kekuatan global tidak senang dengan peningkatan kerjasama dalam berbagai bidang antara kedua negara.
Pada kesempatan itu, Viktor Golovanov juga menyatakan bahwa kebijakan Belarusia didasarkan pada penguatan semua sektor kerjasama dengan Iran. Ditambahkannya, kesepakatan yang ditandatangani antara kedua negara dalam bidang ekstradisi pelaku kriminal dan kerjasama yudikatif akan menjadi langkah besar menuju perluasan hubungan. (IRIB/RM)

IRIB

China defense budget to rise 12.7% in 2011

China defense budget to rise 12.7% in 2011

By Agence France-Presse on Friday, March 4th, 2011
China's defense budget will rise 12.7 percent in 2011 to 601.1 billion yuan ($91.7 billion), a government spokesman said on Friday, amid persistent concerns about Beijing's military build-up.
The figure was contained in a budgetary report submitted to the National People's Congress, the parliament's spokesman Li Zhaoxing told a news conference on the eve of the opening of the annual NPC session.
"China has always paid attention to controlling the size of defence spending," Li told reporters, describing spending as "relatively low" compared with the rest of the world.
Li, a former foreign minister, said the figure represented six percent of the total national budget in the world's second-largest economy.
The number however represents a return to double-digit increases, which have alarmed the United States and several of China's Asian neighbors. That trend had been broken last year when the defense budget rose 7.5 percent.
The People's Liberation Army -- the world's largest -- is hugely secretive about its defense programs, but insists its modernization is purely defensive in nature.
"This will not pose a threat to any country," Li said.
For Willy Lam, a China analyst at the Chinese University of Hong Kong, the published military budget -- which he said was likely only one-third to one-half of total spending -- will be poured into next-generation equipment.
"The return to this double-digit PLA budget reflects the growing power of the PLA," Lam told AFP. "They are trying to close the gap with Russia and the United States."
Experts say the spending hike also reflects a desire to keep the pressure on Washington, Tokyo and others in the region.
"The Chinese communist leadership needs to increase its military intimidation of the United States, Taiwan and neighbors like Japan and India," said Rick Fisher at the International Assessment and Strategy Center in the US.
"Spending increases advance this goal by ensuring that programs entering their expensive procurement phase, like aircraft carriers and nuclear missile submarines, can proceed without delay," Fisher told AFP.
Tokyo has repeatedly questioned Beijing's military intentions, especially after collisions in disputed waters in September between two Japanese coastguard boats and a Chinese fishing vessel that sparked a major row.
"We regard the modernization of China's military power and its growing and intense activities as concerns," top Japanese government spokesman Yukio Edano said Thursday, after two Chinese planes approached a contested island chain.
"Our country will continue to pay close attention to moves by China's military."
Japan has said it plans to send more forces to its scattered southern islands and away from Cold War-era locations in the north near Russia, citing Beijing's increased assertiveness in the East and South China Seas.
India's defense minister last month expressed "serious concern" over China's growing military might, pledging to boost its own forces.
The two countries have long-standing border disputes in the Himalayas.
On Monday, India announced a nearly 12 percent jump in defense spending to $36 billion in its annual budget -- up from a four percent hike last year.
In January, US Defense Secretary Robert Gates visited Beijing to patch up frayed military ties -- and was instead greeted with the maiden flight of China's first next-generation stealth fighter.
Last month, the Pentagon proposed a record "base" defense budget -- excluding the cost of the wars in Iraq and Afghanistan -- of $553 billion for fiscal 2012.
"Advances by the Chinese military in cyber and anti-satellite warfare pose a potential challenge to the ability of our forces to operate and communicate in this part of the Pacific," Gates said after his China visit.
But he added that Washington and Tokyo were well-placed to counter the threat with high-tech hardware and that it was not a foregone conclusion that China would turn into a military rival.
 

Unifil Periksa Kesiapan Operasional Indobatt


indobat_unLebanon, Seruu.com - Tim COE (Contingent Owned Equipment) Unifil menggelar Operational Readness Inspection (ORI)  atau pemeriksaan kesiapan operasional terhadap materiil dan perlengkapan Satgas Batalyon Infanteri Mekanis Konga XXIII-E/Unifil (Indobatt) UN POSN 7-1, Adshit Al Qusayr Lebanon Selatan, Rabu (2/3/2011).
Kedatangan 16 personel Tim COE Unifil yang dipimpin Mr. Surinder Pal Mann dari India tersebut disambut langsung oleh Komandan Indobatt Letkol Inf Hendy Antariksa, didampingi Wadan Letkol Mar Harnoko beserta para perwira staf.  Tim yang terdiri dari anggota Unifil, baik militer maupun sipil ini memiliki latar belakang spesialisasi sesuai bidang pemeriksaan masing-masing.
Pemeriksaan dimulai di area UN POSN 7-1 yang meliputi Markas Batalyon, Kompi D, Kompi E dan Kompi Bantuan. Selesai pemeriksaan di area UN POSN 7-1 dilanjutkan ke Kompi C yang berada di desa Az Ziqiyah, UN POSN 9-2 serta Kompi A yang berada di El Adaisse dan Kompi B di Marjayoun, UN POSN 7-2.
Inspeksi terhadap kesiapan operasional ini dilakukan setiap tiga bulan sekali terhadap seluruh materiil maupun perlengkapan di jajaran Indobatt, dimana  Unifil sebagai perwakilan PBB di wilayah Lebanon menuntut seluruh satuan yang dikirimkan oleh Negara-negara pengirim atau Troops Contributing Country (TCC) harus memiliki kesiapan operasional yang memenuhi standar baik personel, materiil maupun perlengkapannya.
“Kegiatan pemeriksaan ini adalah untuk memastikan pemberian reimbursment benar-benar sesuai dengan kemampuan operasional Major Equipment dan Self Sustainment satuan, karena Indobatt sebagai satuan yang dikirimkan oleh TCC Indonesia menganut System Wet Lease dimana TCC menyediakan seluruh materiil utama (Major Equipment) dan kemampuan pelayanan sendiri (Self Sustainment), sedangkan PBB memberikan reimbursment. Apabila terdapat materiil dan perlengkapan yang rusak ataupun tidak memenuhi standar, maka tidak akan mendapatkan reimbursment”, kata Komandan Indobatt Letkol Inf Hendy Antariksa.
“Obyek pemeriksaan terdiri dari Major Equipment dan Self Sustainment. Untuk Major Equipment meliputi kendaraan tempur, kendaraan pendukung, alat berat Zeni, senjata, generator, peralatan kesehatan serta peralatan anti huru-hara. Sedangkan Self Sustainment meliputi pelayanan catering, komunikasi, perlengkapan kantor, pelayanan listrik, pemeliharaan bangunan, pelayanan laundry dan kebersihan compound”, tambah Dansatgas Indobatt.
Seluruh rangkaian kegiatan pemeriksaan dapat berjalan dengan lancar dan tanpa ada kendala yang berarti. Secara umum, Indobatt memenuhi standar kesiapan operasional baik materiil maupun perlengkapannya. Hasil pemeriksaan secara resmi akan disampaikan dua sampai tiga bulan setelah pemeriksaan kepada Indobatt.

seruu.COM

Pakistan-Cina Kerjasama Bangun Dua Kapal Perang



3 Maret 2011, Islamabad -- (Berita HanKam): Pakistan dan Cina bekerjasama membangun dua kapal cepat rudal di Tianjin, Cina. Angkatan Laut Pakistan dan China Shipbuilding and Offshore International Company meneken kerjasama pembuatan kapal cepat yang dapat membawa rudal, pembangunan dilakukan secara simultan di Pakistan dan Cina.

Laksamana Madya Tanveer Faiz Ahmed memimpin delegasi AL Pakistan menghadiri upacara peletakan lunas pertama kapal di Tianjin, Cina. Kapal kedua dibangun di galangan kapal Karachi. Kapal akan dipersenjatai persenjataan canggih.

Sumber: APP
© Beritahankam.blogspot

Kapal Selam Siluman Berbahan Bakar Hidrogen


MM Tadaro-S528 kapal selam AL Italia dari kelas U-212A. (Foto: Goldenpixel)

3 Maret 2011, Eckernfoerde -- (Surya Online!): Kapal selam baru buatan Jerman U-212 A ini hampir tidak bersuara. Juga hampir tidak memancarkan radiasi panas dan sepenuhnya terbuat dari logam nonmagnetik.

Kendati canggih kapal selam ini bukan sebuah kapal selam nuklir, tetapi juga bukan kapal selam diesel. U-212 A merupakan kapal selam tercanggih di dunia karena menggunakan sel bahan bakar hidrogen yang dikembangkan oleh galangan kapal angkatan laut Jerman Howaldtswerke Deutsche Werft, yang mengklaim itu menjadi “puncak teknologi kapal selam Jerman.”

Kapal super-stealth ini adalah yang pertama dari jenisnya yang akan diaktifkan oleh sel bahan bakar hidrogen revolusioner yang memungkinkan itu pelayaran tanpa kebisingan atau knalpot panas.

Itu penting, karena menurut Bernd Arjes, seorang kapten di Angkatan Laut Jerman. ”Kami beroperasi di perairan pesisir sekitar Eropa dan kapal selam ini dirancang khusus untuk menemukan kapal selam. Jika Anda ingin menemukan kapal selam lain tentu saja anda harus tak bersuara,” katanya. Dengan teknologi terbaru, ia menambahkan, “Kapal selam ini hampir tidak terdeteksi.”

U-212 A tidak seperti kapal selam konvensional, yang perlu udara untuk membakar solar, fuel cell tidak memerlukan oksigen untuk beroperasi.
Ini berarti dapat tetap terendam selama berminggu-minggu – menahan napas berkali-kali lebih lama dari sepupu kapal selam yang menenggak solar.

Sebagai kapal selam pemukul kapal selam dipersenjatai 12 torpedo kelas berat yang dipandu, masing-masing mampu menghancurkan sebuah kapal perang atau menonaktifkan sebuah kapal induk.

“Sebuah kapal induk tidak mungkin dapat dirusak dengan satu torpedo tapi mungkin mengenai kemudi atau sesuatu kemudian kapal induk mungkin tidak bisa bermanuverdan untuk menggunakan pesawat,” kata Arjes.

Jerman, yang tidak memiliki senjata nuklir atau kapal bertenaga nuklir sendiri, adalah eksportir ketiga terbesar di dunia barang pertahanan.

Edisi Ekspor telah dijual kepada angkatan laut Yunani, Portugal dan Korea Selatan. Dengan perangkat otomat, kapal selam hanya membutuhkan sedikit kru karenanya ada sedikit kenyamanan bagi mereka di kapal. Meskipun begitu kehidupan awak kapal selam masih tetap menjadi salah satu tempat tinggal terbatas .

Sumber: Surya

TNI & SAF Tingkatkan Kerjasama Militer


JAKARTA - Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Singapore Armed Forces (SAF) sepakat akan terus meningkatkan hubungan kerjasama militer yang telah terbina dengan baik selama ini, demikian dikatakan Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E. saat menerima kunjungan kehormatan Panglima SAF Lieutenant General Neo Kian Hong di Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Kamis (3/3).

Adapun maksud kunjungan kehormatan ini selain untuk bersilaturahmi dan memperkenalkan dirinya yang kini menjabat Panglima Angkatan Bersenjata Singapura yang baru.

Kerjasama yang telah dilaksanakan TNI dengan SAF tidak hanya di bidang militer saja namun juga di bidang pendidikan. Dalam kerangka kerjasama militer dengan militer maupun angkatan dengan angkatan antara lain adalah ISJTC (Indonesia-Singapura Joint Training Committee), Safkar Indopura (Angkatan Darat), Joint Minex (Angkatan Laut) dan Elang Indopura (Angkatan Udara).



Dalam waktu dekat Singapura juga terlibat dalam latihan penanggulangan bencana ARF Disaster Relief Exercise (DiREx) 2011 di Manado.

Kedua Panglima Angkatan Bersenjata tersebut, merupakan alumni dari Sekolah Staf dan Komando Angkatan (Sesko Angkatan) pada tahun 1994-1995, Neo Kian Hong pernah mengikuti pendidikan di Seskoad di Bandung, sedangkan Panglima TNI mengikuti pendidikan di Seskoal Jakarta.

Selanjutnya, Panglima SAF didampingi Panglima TNI akan melakukan kunjungan ke Menteri Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro di Jakarta.

Sumber : POSKOTA.CO.ID

Wednesday, March 2, 2011

Membedah kebijakan Maritime Security AS di Indonesia

Amphibious dock landing ship USS Germantown (LSD 42). (Foto: USN/Mass Communication Specialist 1st Class Richard Doolin)
Kamis, 3 Maret 2011 13:33 WIB | 164 Views
Jakarta (ANTARA News) - Laksamana Patrick M.Walsh, Komandan Armada Pasifik AS, belum lama berselang bertamu ke Indonesia untuk membuka peluang kolaborasi dengan mitra-mitra domestik dalam rangka memperkuat kemitraan yang telah terjalin.

Pada tataran yang lebih tinggi, kedatangannya merupakan upaya penjajakan terhadap kemungkinan kerja sama dalam berbagai pelatihan pada masa depan (SINDO, 17/1).

Di lain pihak, seperti diungkapkan oleh Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, AS telah membantu Indonesia dalam proyek integrated maritime surveillance system untuk Selat Malaka dan Laut Sulawesi (Kompas, 22/1).

Selain komitmen untuk meningkatkan kerja sama di bidang pelatihan tadi, tidak terungkap dari pemimpin yang mengendalikan kurang-lebih 95 kapal tempur, 56 kapal pendukung, 41 kapal selam, 1.987 pesawat tempur, 106.000 pelaut serta 19.000 pekerja sipil itu nasib berbagai kebijakan maritime security AS yang juga telah ditawarkan kepada Indonesia sebelumnya.

Pertanyaannya kini, apa saja kebijakan maritime security negeri Paman Sam yang telah ditawarkan kepada Indonesia itu? Dan, bagaimana sikap kita terhadap tawaran mereka?

Kebijakan maritime security AS
Ada berbagai kebijakan maritime security yang ditawarkan ke Indonesia oleh AS. Tawaran itu sebetulnya tidak khusus ditujukan kepada kita, melainkan ditujukan kepada banyak pihak.

Maritime security secara umum dimaknai sebagai perpaduan (convergence) antara maritime safety atau keselamatan maritim dan maritime security itu sendiri.

Mengutip Barry Desker, dekan S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, Maritime safety adalah measure employed by owners, operators and administrators of vessels, port facilities, offshore installations, and other marine organizations or establishments to prevent or minimize the occurence of mishap or incident at the sea that may be caused by sub-standard ships, unqualified crew or operator error.

Sementara, maritime security merupakan measure employed by owners, operators and administrators of vessels, port facilities, offshore installations, and other marine organizations or establishments to protect against seizure, sabotage, piracy, pilferage, annoyance or surprise.

Kebijakan yang pertama, container security initiative (CSI) yang diluncurkan pada 2002 oleh Biro Bea Cukai dan Perbatasan (CBP). Obyek kebijakan ini adalah seluruh peti kemas yang masuk ke AS. CSI diadopsi karena, menurut sistem berpikir pihak keamanan AS, organisasi teroris makin hari makin bersemangat menghancurkan infrastruktur ekonomi negara sasaran dalam upaya mencapai target politis mereka.

Ini bisa jadi peti kemas yang masuk ke AS bukan berisi garmen, furnitur atau komoditas lainnya, tetapi bom, kuman penyakit atau berbagai bahan berbahaya lainnya. Saat ini sekitar 90 persen perdagangan dunia dikapalkan dalam peti kemas. Setengahnya, atau kurang-lebih 7 juta unit dibongkar di berbagai pelabuhan di AS setiap tahunnya. CSI memastikan bukan benda-benda terakhir yang masuk ke daratan AS.

Pemeriksaan terhadap peti kemas yang akan diekspor ke AS dilakukan di pelabuhan muat (port of origin) oleh tim dari CBP, dan tentu saja melibatkan tandem-nya, yakni Penjaga Pantai AS atau USCG, bekerjasama dengan instansi setempat.

Pemeriksaan mencakup penggunaan sumberdaya intelijen, teknologi informasi, detektor sinar gamma. Dan, terakhir, pemanfaatan peti kemas yang memiliki  kepekaan terhadap berbagai upaya modifikasi. Kini 47 pelabuhan ikut dalam program ini.

Pada Juni 2002, Organisasi Pabean Internasional atau World Customs Organization secara aklamasi mengesahkan sebuah resolusi yang dapat dijadikan dasar hukum bagi 161 anggotanya untuk penerapan sistem pemeriksaan peti kemas yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara selain yang diterapkan dalam CSI.

Kebijakan kedua, proliferation security initiative (PSI). Kebijakan ini berkenaan dengan kewenangan negara pihak-ketiga untuk melakukan pencegatan atau interdiction terhadap kapal berkebangsaan tertentu di laut lepas yang dicurigai membawa senjata atau bahan nuklir.

PSI dikembangkan oleh John R. Bolton, mantan Wakil Menteri Pertahanan AS bidang Pengendalian Senjata dan Keamanan Internasional dan Duta Besar untuk PBB. Ia mengusulkan kebijakan ini menyusul ditemukannya 15 rudal Scud di dalam kapal barang Korea Utara yang tengah berada di perairan internasional dan karenanya tidak bisa ditangkap. Secara resmi PSI diumumkan oleh Presiden  George W. Bush pada 31  Mei 2003 di Krakow, Polandia.

Saat ini PSI telah diikuti oleh lebih 90 negara, mencakup, antara lain, Rusia, Kanada, Inggris, Australia, Prancis, Jerman, Italia, Portugal, Spanyol, Japan, Belanda, Polandia, dan Norwegia. Semantara itu, sembilan negara (Bahama, Belize, Kroatia, Siprus, Liberia, Malta, Kepulauan Marshall, Mongolia dan Panama) telah menandatangani perjanjian bilateral Mutual Shipboarding Pacts dengan AS. Dengan penandatanganan itu, USCG diperbolehkan menaiki kapal yang mengibarkan bendera negara tersebut.

Kebijakan ketiga, global maritime partnership initiative (GMP). Kebijakan ini merupakan buah pikiran Laksamana Michael Mullen, mantan Chief of Naval Operation/Kepala Staf AL AS. Di kalangan kemaritiman internasional kebijakan ini disebut juga dengan ”AL berkekuatan 1.000 kapal” atau 1.000-ship Navy. Ada juga yang menyebutnya dengan global maritime network.

Secara umum GMP merupakan sebuah forum kerja sama antara lembaga maritime security (angkatan laut, coast guard atau lainnya) di dunia yang diarahkan untuk menciptakan sebuah tatanan maritim yang bebas dari perompakan, senjata nuklir dan berbagai ancaman lainnya yang menjadikan laut sebagai mediumnya.

Kerja sama ini diwujudkan dalam bentuk pertukaran informasi, intelijen dan sebagainya. Tentu, sebagai pengusung program, AS bertindak sebagai pemimpinnya.

Ketika pertama digagas, Australia langsung menyatakan dukungannya. Sayangnya, tidak diketahui sudah berapa negara yang mengikuti langkah negeri kanguru itu karena komunitas maritim internasional hingga kini masih memperdebatkan inisiatif ini.

Kebijakan maritime security AS keempat adalah regional maritime security initiative atau RMSI. Kebijakan ini sejatinya merupakan bagian dari proses transformasi pertahanan AS dan strategi baru pangkalan AL AS. Kebijakan ini dijalankan dengan membangun kerja sama antara AL AS dengan mitra atau aliansinya melalui pelatihan, penggunaan teknologi informasi dan tukar-menukar informasi (biasanya informasi intelijen).

Sikap Indonesia
Sikap Indonesia terhadap berbagai kebijakan maritime security AS yang ada cenderung beragam. Maksudnya, pada kebijakan tertentu menolak sementara kebijakan yang lain mendukung. Misalnya, Indonesia tidak terlibat alias menolak kebijakan PSI, sama seperti sikap yang diambil oleh Cina, Malaysia dan Iran.

Dalam hal CSI, jika kita berkunjung ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, kita dapat melihat fasilitas detektor terpasang di sana. Hanya saja, hingga saat ini pelabuhan itu tetap saja masuk dalam daftar kawasan perang (war risk zone) yang dikeluarkan oleh Joint War Committee/JWC, sebuah kumpulan asuransi kapal yang berbasis di London, Inggris.

Yang cukup aneh, Pelabuhan Tanjung Priok, juga pelabuhan besar lainnya di Tanah Air, telah menerapkan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code, kebijakan maritime security AS yang lain dan telah diadopsi oleh Organisasi Maritim Internasional atau IMO, namun hingga kini USCG masih memasukkan Tanjung Priok dalam kawasan rawan. Kerusuhan Koja makin memperparah penilaian ini.

Terkait dengan GMP, Indonesia dapat dipastikan tidak terlibat di dalamnya karena keterbatasan armada, baik milik TNI-AL maupun instansi penegakan hukum di laut lainnya. Sementara, Indonesia menolak proposal RMSI yang diajukan oleh AS dengan alasan kedaulatan negara.

Tapi, jangan lupa, berbagai program pelatihan yang dinikmati oleh TNI-AL serta berbagai perangkat teknologi informasi yang disediakan sesungguhnya merupakan bagian dari kebijakan RMSI. Kalau begini, siapa yang pintar?
(***)


*) Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

Antara

BERITA POLULER