Pages

Wednesday, February 16, 2011

AS Incar Pangkalan Permanen Di Sekitar Iran



Pekan lalu, Presiden Afghanistan Hamid Karzai menginformasikan ketertarikan Amerika Serikat untuk mendirikan pangkalan militer parmanen di negara itu. Dua hari kemudian, Menteri Pertahanan Afghanistan Abdul Rahim Wardak menyambut proposal seperti itu. Menurutnya, langkah tersebut dalam jangka panjang dapat menciptakan stabilitas di Afghanistan. Rencana membangun pangkalan militer permanen AS di Afghanistan pertama kali dimunculkan oleh seorang anggota senior Kongres, Lindsay Graham pada awal Januari 2011. Senator Lindsay Graham mengatakan bahwa pangkalan udara AS di Afghanistan akan menguntungkan Washington dan sekutu Baratnya.
"Kita memiliki pangkalan udara di seluruh dunia dan beberapa pangkalan udara di Afghanistan kemungkinan akan membantu pasukan keamanan negara itu dalam melawan Taliban," kata senator Republik itu. "Ini akan menjadi sinyal ke Pakistan bahwa Taliban tidak akan pernah kembali. Di Afghanistan mereka dapat mengubah perilakunya. Ini akan memberi pesan ke seluruh wilayah bahwa Afghanistan akan menjadi tempat yang berbeda," tukasnya.
Komandan pasukan AS dan NATO di Afghanistan, Jenderal David Petraeus beberapa waktu lalu, juga menyatakan keraguannya atas kemampuan dan kesiapan pemerintah dan pasukan keamanan Afghanistan dalam mengatur dan mengontrol negara itu pada tahun 2014. Pernyataan ini dapat ditafsirkan sebagai bagian dari keputusan Gedung Putih terkait strategi jangka panjang di Afghanistan.
Saat ini, Amerika menguasai bandara Bagram, Kandahar, Shurab, Jalalabad, dan Shindand. Menurut berbagai laporan resmi, upaya Gedung Putih untuk mendirikan pangkalan militer permanen di Afghanistan dilakukan saat negara itu memiliki pangkalan di kawasan sensitif Teluk Persia, seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, Bahrain dan Irak.
AS mengklaim bahwa upaya-upaya yang dilakukan di kancah politik, ekonomi dan keamanan Afghanistan bertujuan mengembalikan perdamaian dan stabilitas di negara yang hancur akibat perang itu. Namun para pengamat politik berpendapat, pengalaman sembilan tahun klaim Washington dalam memerangi terorisme dan mengatasi gangguan keamanan di Afghanistan, memperlihatkan kegagalan negara adidaya itu dalam kebijakan sepihaknya. Mereka juga menegaskan, AS bahkan punya peran besar dalam menciptakan kekacauan dan krisis baru bagi rakyat Afghanistan.
Menurut para analis masalah Afghanistan, kebijakan jangka panjang AS di negara tersebut menargetkan beberapa tujuan antara lain, mengontrol dan mengeksploitasi sumber daya alam dan kekayaan Afghanistan, memperkokoh dan memperluas dominasi militer di kawasan-kawasan strategis dunia termasuk Afghanistan, menangkal dan melawan Iran, serta memenjarakan India dan Cina sebagai dua kekuatan baru di kancah internasional. (IRIB/RM/NA)

IRIB

NASA GUNAKAN TEKNOLOGI INDONESIA


Ada Teknologi Indonesia Di sini
Tak dinyana. Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun memakai teknologi buatan Indonesia, Yaitu teknologi pemindai atau Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) temuan anak bangsa. ECVT adalah satu-satunya teknologi yang mampu melakukan pemindaian dari dalam dinding ke luar dinding seperti pada pesawat ulang-alik. NASA mengembangkan sistem pemindai komponen dielektrik seperti embun yang menempel di dinding luar pesawat ulang-alik yang terbuat dari bahan keramik. Zat seperti itu bisa mengakibatkan kerusakan parah pada saat peluncuran karena perubahan suhu dan tekanan tinggi.
ECVT
Adalah Warsito P. Taruno yang mengembangkan ECVT, bermula dari tugas akhir Warsito ketika menjadi mahasiswa S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Shizuoka, Jepang, tahun 1991. Ketika itu pria kelahiran Solo pada 1967 ini ingin membuat teknologi yang mampu “melihat” tembus dinding reaktor yang terbuat dari baja atau obyek yang opaque (tak tembus cahaya). Dia lantas melakukan riset di Laboratorium of Molecular Transport di bawah bimbingan Profesor Shigeo Uchida.
Tidak itu saja, Warsito melalui Ctech Labs (Center for Tomography Research Laboratory) Edwar Technology yang didirikannya telah memproduksi Robot bernama Sona CT x001, sebuah Robot yang dibekali dua lengan untuk memindai tabung gas. Alat ini sudah dipesan PT Citra Nusa Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus Transjakarta. Perusahaan migas Petronas juga tertarik pada alat buatannya. Kini mereka masih dalam tahap negosiasi harga dengan perusahaan raksasa milik pemerintah Malaysia tersebut. Edwar Technology juga mendapat pesanan dari Departemen Energi Amerika Serikat. Nilai pesanan lumayan besar, denagn nilai US$ 1 juta atau sekitar Rp 10 miliar.

SUMBER :ARIF REASEACH

Fast Ferry Solution Urged for Navy to Plug Hole in Amphibious Fleet


17 Februari 2011

In the period of 1997-2001, RAN leased high speed ferry catamaran as HMAS Jervis Bay AKR-45 (photo : Idris Welch)

THE federal government should move quickly to plug a hole in the navy's amphibious ship-lift capability by leasing or buying a locally-built high-speed catamaran, a respected defence think tank says.

The acquisition of a catamaran like the Tasmanian-built Jervis Bay, leased during the 1999 East Timor crisis, would be a useful addition to the Royal Australian Navy fleet, the Australian Strategic Policy Institute's Andrew Davies said.

Yesterday, Defence Minister Stephen Smith lashed his own department over its failure to keep its ships seaworthy and maintain a deployable heavy-lift amphibious capability.

Dr Davies, director of ASPI's operations and capability program, said experience gained during the five-year lease of the Jervis Bay was proof of the military viability of commercial high-speed catamarans.

“This seems to be a situation where considerable national capability can be acquired for a relatively small outlay,” he said.


It would take more than 12 months for the lease or purchase of a surplus Royal Navy bay class amphibious support vessel from Britain, Dr Davies warned.
He said the Jervis Bay example showed the capability could be achieved more easily through the lease of a high-speed commercial vessel.


“The RAN could acquire a capability that is not just useful for the smaller jobs that do not require the capabilities of a large vessel, but would gain considerable flexibility in terms of the speed and concurrency of deployments, including the wherewithal to augment the LHDs (new Canberra class) with what is essentially a fast ferry service.”


(The Australian)

Kapal Lama TLDM Dinaik Taraf


16 Februari 2011

Kanon utama Kasturi class, fregat buatan HDW German ini adalah 1 × Creusot-Loire Compact 100 mm (photo : shw.skidall)

LUMUT - Dua kapal milik Tentera Laut Diraja Malaysia iaitu Kapal Diraja (KD) Kasturi dan KD Lekir yang sudah berusia hampir 30 tahun akan dinaik taraf menerusi Program Pemanjangan Hayat Kapal (SLEP).

Menteri Pertahanan, Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi berkata, syarikat pembinaan dan penyelenggaraan kapal maritim tempatan,Boustead Naval Shipyard Sdn. Bhd. (BNS) telah diberi tanggungjawab untuk melaksanakan projek terbabit.

KD Lekir F 26 (photo : TLDM)

“Ia bertujuan untuk meningkatkan kemampuan KD Kasturi dan KD Lekir agar seiring dengan teknologi dan persenjataan semasa."

"Projek SLEP yang menelan belanja RM695 juta adalah sebahagian usaha kerajaan untuk menjimatkan perbelanjaan kerajaan berbanding membeli kapal perang baru," katanya.

KD Lekir pandangan dari belakang (photo : standupper)
Beliau berkata demikian selepas menghadiri taklimat perkembangan program SLEP melibatkan KD Kasturi dan KD Lekir di Wisma Boustead Naval Shipyard (BNS) Sdn. Bhd., Pangkalan TLDM di sini semalam.

Turut mendengar taklimat yang disampaikan Ketua Pro jek SLEP, Komander Ir. Mohamad Sayuti Abdul Halim itu ialah Panglima TLDM, Laksamana Tan Sri Abdul Aziz Jaafar dan Pengerusi Eksekutif BNS, Tan Sri Ahmad Ramli Mohd. Nor.

KD Kasturi F-25 (photo : Abangmanuk)
Ahmad Zahid berkata, menerusi projek SLEP, jangka hayat kedua-dua kapal itu bukan sahaja dapat dipanjangkan sehingga 15 tahun lagi malah perbelanjaan ketenteraan dapat dijimatkan sehingga 75 peratus.

Menurut beliau, kerja-kerja penyelenggaraan dan naik taraf KD Kasturi yang menggunakan 99.5 peratus tenaga tempatan dijangka siap sepenuhnya Oktober 2012 manakala KD Lekir pula bakal bermula pada Ogos depan.

Program SLEP fregat Kasturi class (photo : KLSReview)

Jelas beliau, KD Kasturi dan KD Lekir yang masing-masing seberat hampir 1,500 tan dan bersenjatakan misil Exocet MM38 mampu menempatkan sebuah helikopter bersaiz sederhana.
Dua kapal berkenaan mula digunakan TLDM sejak tahun 1983.

Kodam I/BB Membentuk Batalyon Armed Roket dan Arhanud Rudal


16 Februari 2011

WR-40 Langusta, jenis peluncur roket multi laras buatan Polandia yang akan digunakan oleh TNI AD(photo : Agencja Gazeta)

Kodam I/BB Sosialisasikan Kebijakan Pimpinan
MEDAN - Komando Daerah Militer I Bukit Barisan menyosilisasikan pokok-pokok pikiran pimpinan Angkatan Darat dalam Rapat Pimpinan yang diiikuti seluruh komandan satuan tempur dan kewilayahan di wilayah Sumatera Bagian Utara di Medan, Rabu.

Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Leo Siegers mengatakan, Rapat Pimpinan (Rapim) itu juga merupakan wahana untuk menyampaikan kebijakan Kodam guna penyusunan program kerja.

Menurut Pangdam, pimpinan TNI-AD telah menetapkan tiga kebijakan untuk mencapai postur TNI sesuai Pembangunan Kekuatan Minimum (Minimum Essential Force/MEF).

Ketiga kebijakan itu adalah pembangunan kekuatan yang meliputi penguatan organisasi, personel, materiil, fasilitas dan pengkalan, jasa dan piranti lunak. Kemudian, kebijakan pembangunan kemampuan meliputi kemampua intelijen, tempur, pembinaan teritorial dan pemberian dukungan bantuan.

Setelah itu, kebijakan gelar satuan yang diarahkan untuk menata dan mengembangkan organisasi, termasuk menambah kekuatan kewilayahan. Kebijakan itu dilakukan dengan memprioritaskan validitas kesatuan Batalyon Artileri Medan (Yonarmed) 2 menjadi Yonarmed Roket 2 yang bermarkas di kawasan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, Sumut.

Demikian juga dengan validasi Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang (Arhanudse) 13 menjadi Arhanudse Rudal 13 yang bermarkas di Pekanbaru, Riau.Di akhir tahun, akan dilakukan penilaian tentang tingkat keberhasilan dalam menjalankan pokok-pokok pikiran pimpinan TNI AD, termasuk di jajaran Kodam I Bukit Barisan.

"Nanti, Kasdam (I Bukit Barisan Brigjen TNI Murdjito) yang akan mengumumkan, mana yang kurang," kata Mayjen TNI Leo Siegers.

Rapim itu diselenggarakan di Balai Prajurit Makodam I Bukit Barisan yang diikuti seluruh komandan satuan tempur dan kewilayahan dari empat provinsi di wilayah Sumbagut yakni Sumut, Sumbar, Riau dan Kepri.

(Waspada)

Hibah F-16 AS Belum Final


F-16 Fighting Falcon AU AS terbang di atas udara Rimini,Italia. (Foto: U.S. Air Force/Tech. Sgt. Dave Ahlschwede)

16 Februari 2011, Jakarta -- (Suara Karya): Proses hibah 24 unit pesawat tempur F-16A/B Block-25 dari pemerintah Amerika Serikat (AS) kepada TNI, belum sampai pada tahap finalisasi. Indonesia masih menunggu konfirmasi AS.

Demikian dikatakan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara (Kadispenau) Marsekal Pertama TNI Bambang Samoedro, dan Kepala Pusat Penerangan Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI I Wayan Midhio, yang disampaikan secara terpisah kepada Suara Karya d Jakarta, Selasa (15/2).

TNI telah menyelesaikan kajian terhadap 24 unit F-16 fighting falcon yang akan dihibahkan itu. Pesawat tempur itu masih memenuhi syarat terbang hingga 5.500 jam atau setara pemakaian minimal 25 tahun.

Bambang menyebutkan, kemampuan 24 unit F-16 hibah AS bersamaan 10 unit F-16 jenis sama milik TNI AU akan ditingkatkan setara dengan F-16 C/D Block-52 dalam rangka mendukung kekuatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang telah ada.

"TNI AU berharap ada penambahan pesawat tempur dalam waktu cepat sehingga memaksimalkan kekuatan tempur udara skuadron F-16 yang telah kita miliki," ujarnya.

Indonesia masih menunggu konfirmasi dari pihak AS. Sementara, TNI AU telah mengirimkan hasil kajian F-16 itu kepada Mabes TNI dan Kementerian Pertahanan.

Hibah 24 unit F-16 akan memenuhi skuadron tempur TNI AU secara maksimal. "Dengan hibah itu, maka TNI AU dapat mendapat tambahan pesawat tempur untuk memberikan efek tangkal," katanya.

Biaya meningkatkan avionic 24 unit F-16 A/B setara F-16 C/D 52 sama dengan membeli 6 unit F-16C/D Block-52 yang baru, yakni 360 juta dollar AS. Selain persenjataan, kemampuan radar ditingkatkan sehingga pesawat bisa melepaskan tembakan secara akurat sebelum penglihatan kasat mata (vionic visual runs).

Secara teknis, dijelaskan Bambang, Indonesia dan AS belum memutuskan proses dan lokasi up-grade F-16 hasil hibah AS karena harus melalui kesepakatan (memorandum of understanding/MoU). Upgrade menjadi satu paket dengan 10 unit F-16 Blok-25 milik TNI AU.

Persetujuan DPR

Wayan menyebutkan, Kemhan dalam kapasitas pada level kebijakan mendukung hibah F-16 dari AS. "Pemerintah mendukung keinginan TNI," ujarnya.

Pemerintah sendiri terus membantu perawatan dan pemeliharaan pesawat tempur F-16 TNI Angkatan Udara, pascaembargo. Perawatan dan pemeliharaan dilakukan oleh perusahaan Pratt & Whitney, yang rutin datang dua kali setahun melakukan pengecekan terhadap pesawat-pesawat F-16 yang bermarkas di Pangkalan Udara Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.

Sementara itu, Komisi I DPR meminta TNI dan pemerintah teliti menerima hibah F-16A/B Block-25 A. Hasil kajian yang telah dilakukan TNI perlu disampaikan di hadapan Komisi I (DPR)," ujar anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya.

Koleganya dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengingatkan Kemhan dan TNI tidak terburu-buru menerima hibah dua squadron pesawat tempur F-16 dari Amerika Serikat. Sebab, Kemhan pernah menjanjikan kepada Komisi I DPR untuk tranparan membeberkan hasil kajian terhadap hibah F-16 AS.

"Kalau tak melalui kajian berarti melanggar kesepakatan dengan Komisi I. Kami bisa minta dibatalkan hibah tersebut dengan alasan efisiensi dan efektivitas," ujarnya.

Tantowi mengkhawatirkan hibah F-16 akan menambah ketergantungan Indonesia kepada AS. DPR juga tidak ingin hibah F16 ini mengganggu rencana pembangunan Kekuatan Pokok Minimum (Minimum Essential Force/MEF) dari dalam negeri.

Sumber: Suara Karya

Wakasal: Peningkatan Kekuatan Laut Tidak Bisa Ditawar


KRI Sutedi Sena Putra. (Foto: Koarmatim)

16 Februari 2011, Jakarta (ANTARA News): Wakil Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio mengatakan bahwa peningkatan kekuatan pengamanan laut Indonesia tidak bisa ditawar lagi.

"Sebagian besar atau dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut. Bahkan kawasan ASEAN sebagian besar wilayah perairannya berada di Indonesia," katanya saat memberikan kuliah kepada para mahasiswa Universitas Pertahanan di Jakarta, Rabu.

Marsetio menuturkan, dengan kondisi itu wajar apabila kepentingan nasional Indonesia bertumpu pada bidang maritim.

Tak hanya itu, lanjut dia, posisi geografis Indonesia yang berada diantara dua benua dan dua samudera, mengandung konsekuensi yang besar.

"Terdapat kepentingan banyak negara baik di Asia Pasifik maupun Eropa dan Timur Tengah karena mereka menggunakan sebagian perairan Indonesia," katanya.

Kondisi itu, lanjut Marsetio, berpotensi terjadinya benturan akibat bertemunya kepentingan negara-negara pengguna laut.

Dijelaskannya, potensi tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah yang merugikan kepentingan nasional Indonesia di laut, seperti ancaman yang diakibatkan sengketa perbatasan, gangguan keamanan dan pelanggaran hukum, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam laut yang berlebihan dalam rangka perebutan energi.

"Untuk itu, dalam rangka menjamin kepentingan nasional di laut, diperlukan pembangunan kekuatan laut (sea power) yang melibatkan semua komponen laut/maritim nasional dan itu tidak bisa ditawar-tawar lagi," kata Wakasal

Kekuatan laut Indonesia merupakan gabungan antara kekuatan TNI AL dengan kekuatan non TNI AL seperti armada perdagangan nasional, armada perikanan, industri jasa maritim dan masyarakat maritim.

"Peran kekuatan laut di Indonesia harus terus ditingkatkan, disesuaikan dengan perkembangan lingkungan strategis dan pola ancaman yang dihadapi termasuk dampak dari globalisasi," katanya.

Sumber: ANTARA News

BERITA POLULER